
- Istorija Srpske Knjizevnosti III
Views 7
Downloads 0-
File size 187KB - Author/Uploader: Anonymous zrLRsy9p6j
Историја српске књижевности III (Српска књижевност XVIII и XIX века) КЊИЖЕВНОИСТОРИЈСКА ЛИТЕРАТУРА Јован Деретић: Историја српске књижевности Просвета, Београд, 2002, 2004. Sezam book, Зрењанин, 2007.
Поглавља: V Књижевност XVIII века: барок и просвећеност VI Класицизам и предромантизам VII Романтизам VIII Реализам
ОБАВЕЗНА ЛЕКТИРА • • • • • •
ИСПИТНА ПИТАЊА 1. Српска књижевност после Велике сеобе 2. Барок у српској књижевности 3. Просвећеност у српској књижевности 4. Класицизам у српској књижевности 5. Предромантизам у српској књижевности 6. Романтизам у српској књижевности 7. Реализам у српској књижевности 8. Доситеј Обрадовић 9. Вук Стефановић Караџић 10. Јован Стерија Поповић 11. Петар II Петровић Његош 12. Бранко Радичевић 13. Ђура Јакшић 14. Јован Јовановић Змај 15. Лаза Костић 16. Јаков Игњатовић 17. Лаза Лазаревић 18. Стеван Сремац 19. Бранислав Нушић 20. Радоје Домановић
•
•
• • • • •
Доситеј Обрадовић Писмо Харалампију Живот и прикљученија Вук Стеф. Караџић Житије Ајдук-Вељка Петровића Јован Стерија Поповић Тврдица Петар II Петровић Његош Горски вијенац Бранко Радичевић Поезија (Ђачки растанак, Кад млидија умрети) Ђура Јакшић Поезија (Орао, Поноћ, На Липару, Отаџбина) Јелисавета, кнегиња црногорска Јован Јовановић Змај Ђулићи („Разговор са срцем“, I, III, IV, VII, XVII, XXXII, XXXIII, XLII, XLVII, LVI) Ђулићи увеоци (I, VII, VIII, XI, XII, XX, XXVII, XXX, XLIV, L, LXI, LXVI) Сатирична поезија (Билдунг, Јутутунска јухахаха) Лаза Костић Поезија (Међу јавом и мед сном, Самсон и Делила, Спомен на Руварца, Santa Maria della Salute) Јаков Игњатовић Вечити младожења Лаза Лазаревић Приповетке (Све ће то народ позлатити, Ветар) Стеван Сремац Зона Замфирова Бранислав Нушић Сумњиво лице Радоје Домановић Приповетке (Данга, Вођа)

- Menelusuri Jejak Sejarah Maritim Di Pantai Utara Jawa Tengah
Views 16
Downloads 1-
File size 5MB - Author/Uploader: Edri Yanto Acm
BUNGA RAMPAI LAWATAN SEJARAH REGIONAL :
MENELUSURI JEJAK SEJARAH MARITIM DI PANTAI UTARA JAWA TENGAH
Buku ini merupakan kumpulan makalah terbaik yang dilombakan dalam Lawatan sejarah Regional Balai Pelestarian Nilai Budaya D.I. Yogyakarta tahun 2016
Editor : Darto Harnoko
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL KEBUDAYAAN BALAI PELESTARIAN NILAI BUDAYA (BPNB) DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
BUNGA RAMPAI LAWATAN SEJARAH REGIONAL :
MENELUSURI JEJAK SEJARAH MARITIM DI PANTAI UTARA JAWA TENGAH © Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) D.I. Yogyakarta Oleh
: Darto Harnoko (Editor)
Disain Sampul : Indra Fibiona Penata Teks
: Indra Fibiona
Diterbitkan pertama kali oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Jl. Brigjend Katamso 139 Yogyakarta Telp: (0274) 373241, 379308 Fax : (0274) 381355 Darto Harnoko (Ed.) Bunga Rampai Lawatan Sejarah Regional : Menelusuri Jejak Sejarah Maritim di Pantai Utara Jawa Tengah iii + 109 hlm.; 16 cm x 23 cm ISBN : –
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun, tanpa izin tertulis dari penulis dan penerbit.
i
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan YME, karena atas perkenan-Nya, buku ini telah diterbitkan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta. Tulisan dalam sebuah buku tentunya merupakan hasil proses panjang yang dilakukan oleh penulis (peneliti) sejak dari pemilihan gagasan, ide, buah pikiran, yang kemudian tertuang dalam penyusunan proposal, proses penelitian, analisis data hingga menghasilkan karya ilmiah untuk kepentingan akademik dan lainnya. Tentu banyak kendala, hambatan, dan tantangan yang harus dilalui oleh penulis guna mewujudkan sebuah tulisan menjadi buku yang berbobot dan menarik. Buku tentang Bunga rampai ini merupakan kumpulan karya ilmiah para siswa dan guru SMU/SMK/MA dari Jawa Tengah, Jawa Timur dan DIY, yang diseleksi dalam lawatan sejarah regional BPNB DIY dengan tema “Menelusuri jejak maritim di pantai utara Jawa”. Uraian mengenai sejarah maritim juga ditulis oleh 2 narasumber dari departemen sejarah, Universitas Gadjah Mada. Peserta menguraikan rangkaian peristiwa mengenai aktivitas maritim masa lampau hingga saat ini di pantai utara Jawa dari perniagaan, diplomasi hingga ketahanan wilayah. Aspek sosial, ekonomi, politik dan budaya menjadi isu yang diangkat dalam tulisan mereka. Sementara itu, artikel pengantar dari narasumber mengingatkan akan pentingnya wilayah pesisir bagi Indonesia untuk mewujudkan poros maritim dunia dalam beberapa aspek. Selain itu, mengungkap pusaka bahari yang dimiliki Indonesia baik yang bersifat tangible maupun intangible, dengan harapan diwaktu yang akan datang Indonesia mampu memanfaatkan seluruh potensi pusaka tersebut dalam mewujudkan poros maritim dunia. Oleh karena itu, kami sangat menyambut gembira atas terbitnya buku ini. Ucapan terima kasih tentu disampaikan kepada para penulis dan semua pihak yang telah berusaha membantu, bekerja keras untuk mewujudkan buku ini bisa disebarluaskan kepada instansi, lembaga penelitian, lembaga pendidikan, peserta didik, hingga masyarakat secara luas. Akhirnya, ‘tiada gading yang tak retak’, buku inipun tentu masih jauh dari sempuna. Oleh karenanya masukan, saran, tanggapan dan kritikan tentunya sangat kami harapkan guna peyempurnaan buku ini. Namun demikian harapan kami semoga buku ini bisa memberikan manfaat bagi siapapun yang membacanya. Editor
Darto Harnoko
ii
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
DAFTAR ISI Kata Pengantar……………………………………………………………………………………………….. Daftar Isi ……………………………………………………………………………………………………….. Arti Penting Pesisir Dalam Mewujudkan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia………………………………………………………………………………………. Pusaka Bahari di Indonesia: Definisi dan Ruang Lingkupnya………………… Merekonstruksi Kembali Sriwijaya Sebagai Kekuatan Maritim Nusantara ……………………………………………………………………………………………… Peranan Kota Tegal Terhadap Berdirinya Benteng Pertahanan Maritim Nusantara………………………………………………………………………………………………. Pasang Surut Pelabuhan Perikanan Kluwut di Tengah Kehidupan Masyarakat Agraris ………………………………………………………………………………. Kejayaan Maritim Pantai Utara Jawa Tengah: Sejarah Pelabuhan …………. Perdagangan Antar Pulau Nusantara Bagi Kehidupan Masyarakat Pesisir Jawa……………………………………………………………………………………………. Si Hantu Laut Penguasa Dunia Maritim ………………………………………………….. Para Wanita Perkasa di Dermaga Tambaklorok Semarang……………………… Gurihnya Garam Wanginya Tembakau: Eksistensi Sumenep Sebagai Kota Pantai Pada Abad XVIII-XIX ………………………………………………………..
iii
ii iii 1 9 21 33 39 53 63 73 85 101
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
ARTI PENTING PESISIR DALAM MEWUJUDKAN INDONESIA SEBAGAI POROS MARITIM DUNIA Uji Nugroho W., M.A. 1 (Departemen Sejarah FIB UGM) A. Pengantar Ada banyak alasan untuk mengatakan mengapa kegiatan Lawatan Sejarah dengan tema maritim ini penting. Salah satunya—berdasarkan kacamata pengajar sejarah—kegiatan ini dapat dapat memperluas cakrawala tentang ilmu sejarah yang tidak harus berkutat pada perang, orang atau peristiwa besar, tragedi maupun perebutan kekuasaan semata. Sejarah juga juga melingkupi berbagai aktifitas manusiawi seperti urusan ekonomi; masalah sosial; persoalan kesehatan; isu kebudayaan; dan sebagainya. Adapun lawatan sejarah yang bertemakan maritim kali ini dihelat di seputaran Pekalongan, Tegal dan Pemalang, ketiganya merupakan wilayah pesisir. Di sini terdapat pelabuhan dan kantong-kantong pemukiman nelayan, meskipun pelabuhan yang ada kalah ramai dibanding dibandingkan dengan Semarang, begitupula soal perikanan yang masih dalam taraf lumrah seperti kondisi rata-rata yang umun terjadi ditempat lain. Jika demikian, apa istimewanya, apa pentingnya? Tulisan ini merupakan pemantik diskusi dengan menafsirkan akan arti penting pesisir secara luas dalam membangun Indonesia sebagai poros maritim dunia. Leonard Blussé, professor sejarah yang sangat berpengaruh dari Belanda, mengilustrasikan strategi VOC dalam mengalahkan Maratam ibarat orang makan pisang, dikuliti satu persatu dari luar sebelum dimakan buahnya. Dalam konsep madala atau lingkaran konsentris Jawa, wilayah kerajaan Mataram terdiri dari lingkaran-lingkaran dengan pusat yang disebut Negaragung. Lingkaran selanjutnya, secara berturut-turut, disebut Kuthanagara, Mancanegara dan Pesisir. Untuk menaklukan pusat kerajaan yang pertama kali dilakukan adalah melepaskan ikatan pesisir dari pusatnya. Gagasan ini menarik, terlepas dari persoalan benar dan salah, untuk memperlihatkan bagaimana wilayah pesisir utara Jawa dapat menentukan perkembangan yang lebih luas. Lebih sari itu, setelah wilayah pesisir lepas, kekauasaan lokal menjadi sangat berorientasi ke dalam, sangat agraris dan berbarengan dengan itu kekuasaan lokal tak sanggup lagi menyaingi hegemoni kekuasaan Barat (VOC) yang memainkan peran peran penting dan memiliki kekuatan besar di bidang maritime. Terinspirasi oleh Leonard Blussé, essay sederhana ini berusaha menyajikan tafsir kebudayaan atas persitiwa dan fakta sejarah untuk memahami arti penting wilayah pesisir utara Jawa (Java’s north coast) khususnya bagian barat. 2 Narasumber dalam Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 Adapun pesisir utara Jawa bagian barat yang dimaksud di sini adalah wilayah yang kemudian dikenal sebagai karesidenan Pekalongan yang meliputi Brebes; Tegal; Pemalang; Pekalongan dan Batang. 1 2
1
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Peta Administratif Jawa Dibawah VOC
Sumber: Hui, Kian Kwee, The political economy of Java’s northeast coast, c. 1740-1800: elite synergy
B. Pesisir dalam Arus Perubahan Jaman Transisi kekuasaan di Jawa setelah periode negara-negara klasik (Majapahit, Angkor) bergerak dari pesisir utara (Demak) menuju ke pedalaman (hinterland) Pajang dan Mataram yang kemudian terbagi menjadi kasunanan dan kasultanan. Ketika pusat kekuasaan telah berpindah ke pedalaman, pesisir menjadi periphery atau wilayah pinggiran. Proses ini berjalan beriringan dengan kedatangan bangsa Eropa ke kepulauan nusantara. Menariknya, usia pusat kekuasaan Jawa yang berada di pedalaman lebih lama dari pada yang berada dipesisir. Banyak yang kemudian memahami bahwa telah terjadi perubahan orientasi dari laut ke darat, ada pula yang menterjemahkannya kedadlam dikotomi tradisi maritim dan tradisi agraris, yang satu berburu ikan satunya lagi bercocok tanam. Barangkali persoalan ini perlu direorientasi untuk menyambut kelahiran suatu era ketika Indonesia menjadi poros maritim dunia. Pada masa VOC, Jawa dibagi menjadi enam wilayah administratif, urut dari barat, meliputi: Banten; Batavia dan omelanden (wilayah sekitar Batavia); Priangan; Cirebon; Mataram (Jawa tengah bagian selatan) dan Pesisir (Jawa tengah bagian utara). Pesisir utara Jawa, yang jika dikira-kira membentang dari Brebes hingga Blambangan ditambah dengan Madura, adalah wilayah yang sangat penting karena memangku panjangnya laut Jawa. Laut ini merupakan laut inti (sea core) yang berada ditengah-tengah untaian kepulauan nusantara yang menghubungkan pusat perdagangan internasional di semenanjung Malaka dengan sumber komoditas utama di kepulauan timur Indonesia. Sejumlah catatan awal yang mengkonfirmasi kondisi wilayah pantai utara Jawa salah satunya diberikan oleh Tome Pires, seorang pelancong berkebangsaaan portugisyang melakukan arung samudra pada ke-16. Gambaran Pires menunjukan bahwa pada abad ke-15 di pesisir utara Jawa, dari Cirebon ke timur terdapat sejumlah pelabuhan yang memiliki perhubungan dengan daerah pedalaman. Diantara pelabuhan itu terdapat di Tegal (Teteguall), kota yang cukup ramai dengan penduduk yang diperirakan 2
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
sebanyak 1500 jiwa, walaupun jumlah ini masih lebih kecil jika dibanding dengan Cirebon, Jepara, Semarang, dan Tuban kota pelabuhan yang juga disebutkan oleh Pires dalam Suma Oriental. Tegal memiliki posisi penting secara ekonomi sebagai pusat lumbung beras, dan juga penting bagi transportasi dan distribusi karena adanya sungai yang digunakan untuk mengangkut orang maupun barang: baik dari atau menuju pesisir.Wilayah pesisir bagian barat ini menerima kekuasaan Demak dan memiliki kepatuhan terhadap sultan. Masih menurut Pires, saudara Pate Rodin tinggal di wilayah ini. Raffles dalam History of Java menggambarkan wilayah ini sebagai tempat yang prospektif. Hal senada dikemukakan orang Inggris lainnya, John Joseph Stockdale, yang menyebut bahwa terdapat banyak Bandar perdagangan di sepanjang pantai utara yang pelabuhannya ramai dan lebih terkenal dari pada pesisir selatan Jawa yang tidak banyak diketahui. Selain kehidupan pelabuhan dan perdagangan, Raffles memuji kekayaan laut pantai utara Jawa yang kaya akan ikan dan biota laut lainnya karena kelimpahan nutrisi sebagai sumber makanan ikan yang dibawa oleh aliran sungai dari pegunungan, dan sinar matahari yang dapat masuk dalam relung laut. Oleh karenanya, selain berperan dalam perdagangan, masyarakt pesisir juga diuntungkan dengan kekayaan hasil laut. Pada abad ke-19, pelabuhan di Pekalongan dan Tegal difungsikan sebagai pelabuhan ekspor dengan status sebagai kleine haven atau pelabuhan kecil. Sebagai bagaian dari rute perdagangan interinsular pelabuhan-pelabuhan ini juga dapat disinggahai baik oleh kapal yang melakukan pelayaran domestik maupun ke luar negeri. Meskipun jumlahnya tidak terlalu signifikan untuk ukuran pelayaran lintas Negara. Menilik perkembangan pelabuhan dapat diketahui bahwa wilayah pesisir jawa bagian barat bukanlah jenis pelabuhan yang terlalu ramai. Di sepanjang utara Pulau Jawa terdapat Batavia, Semarang dan Surabaya yang merupakan pusat perdagangan skala besar, dan ada pula Cirebon yang difungsikan lebih efektif untuk pelayaran dan perdagangan besar. Adapun perkembangan suatu pelabuhan, selain disebabkan karena letak geografisnya yang strategis, misalkan tanpa pesaing; dijalur padat dan aman, bisa juga karena komoditas yang dihasilkan atau didistribusikan. Wilayah pesisir utara Jawa bagian barat, memiliki daerah penyangga yang menghasilkan berbagai komoditas agraris seperti beras, gula—tebu, dan Kopi. Oleh karenanya pelabuhan yang ada sangat menguntungkan bagi distribusi komoditas agrarian yang dihasilkan wilayah pedalaman. Peta Karesidenan Pekalongan (Pesisir Utara Jawa Bagian Barat)
3
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Sumber: Anton Lucas, One Soul One Struggle
C. Adoh Ratu Cedhak Watu Budaya pesisir memiliki kekhasan yang membedakannya dengan kebudayaan di pedalaman. Dalam hal ini, barangkali ada benarnya juga pendapat Kuntowijoyo, sejarawan UGM, yang menggambarkan perbedaan ini melalui musik. Menurutnya gamelan keraton Solo dan Jogja dimainkan dengan lembut mengalun pelan, sedangkan musik di pesisir jauh terdengar ritmis dan dinamis. Dangdut pantura saat ini pun terkenal dengan tetabuhan ketipung dan kendang yang penuh sentakan, menghebohkan. Mungkin juga penggambaran ini dapat dilengkapi dari corakragam batik. Di Pekalongan selain kaya ragam warnanya juga cerah-meriah, sedangkan batik Jogja warnanya cenderung seragam: coklat kusam. Warna yang bagi sebagian orang menggambarkan warna pribumi dan warna petani, seperti kata banyolan lama, supaya awet reget-e (awet kotornya). Adrian Vickers, sejarawan Australia, menggunakan istilah peradaban pesisir untuk merekam “prinsip interaksi yang dinamis, atau pergerakan dan kreasi aktif heterogenitas”. Seperti musiknya, pesisir adalah wilayah terbuka yang dinamis dan banyak gerak (pedagang memiliki mobilitas tinggi dibanding petani). Wilayah ini merupakan saling silang budaya dimana satu dengan yang lain saling berinteraksi secara leluasa. Agama umumnya menyebar melalui pesisir sebelum berkembang kemana-mana. Komposisi penduduk di pesisir cenderung heterogen. Di Pekalongan dengan mudah dapat ditemui komunitas Tionghoa, dan Arab yang hidup bertetangga dengan orang Jawa. Pesehubungan yang leluasa seperti ini memberi sumbangan berharga bagi integrasi Indonesia yakni lingua franca, sebagai perantara komunikasi efektif yang mampu menjebatani keragaman bangsa Indonesia. Bahasa Melayu pasar sebagai lingua franca memilki akar dari bahasa yang berkembang di Riau kepulauan dan menyebar luas ke seluruh nusantara terutama melalui perdagangan. Salah satunya adalah prasasti Sojomerto yang terletak di dekat Pekalongan, yang merupakan merupakan prasasti berbahasa melayu. Ciri lain dari kehidupan di pesisir adalah kuatnya iklim usaha, kewirausahaan atau kepialangan. Perdagangan maupun kepialangan adalah aktifitas dan usaha penting bagi ekonomi pesisir. Wilayah pantai utara Jawa
4
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
bagian barat memiliki daerah penyangga yang memproduksi banyak komoditas eksport hasil pertanian atau perkebunan. Dalam sejumlah peperangan di awal era modern, wilayah ini berperan penting sebagai pemasuk bahan makanan. Bahkan ketika Demak melakukan serangan terhadap Portugis, salah satu strategi mereka adalah dengan menghentikan pelayaran dari Tegal, Pekalongan dan pelabuhan lainnya ke Malaka untuk memutus pasokan beras kepada musuh. Begitupula ketika Sultan Agung menyerang Batavia, wilayah ini juga difungsikan sebagai penyangga logistic perang. Ketika sistem tanam dan diteruskan dengan politik pintu terbuka menjadi agenda politik penjajahan, perkebunan (ondernaming) maupun Pabrik (Cultuur Maatschappij) banyak bermunculan di wilayah ini. Karena adanya sejumlah perbedaan kondisi geografis, komoditas penting yang dihasilkan juga beragam sepeti gula, kina, kopi, karet, kapas dan cacao. Anton Lucas sejarawan yang meneliti mengenai peristiwa tiga daerah pada masa revolusi mengomentari posisi para pejabat di wilayah ini sebagai pejabat dan pedagang. Akar-akar peran ekonomi dari para bupati atau pangreh praja lainnya dapat ditelusuri jauh dari jaman kompeni (VOC). Inilah yang dilihat Blusse sebagai menguliti pisang. Antara tahun 1680an hingga 1720an, VOC banyak menggantungkan bisnisnya kepada kiprah dari para bupati (regents) di wilayah pesisir karena VOC tidak mampu menembus dominasi kuat bisnis dan kepialangan dagang para bupati dan Tokay Tionghoa di wilayah ini. Bahkan ketika wilayah ini masih berada dalam control langsung Mataram. Dalam hal ini para bupati selayaknya para tokay berperan sebagai perantara. Untuk memperoleh suplay hasil daerah pantai utara Jawa seperti beras, kayu dan garam, VOC menjual tekstil india dan opium melalui mereka. Perlahan VOC semakin menuntut banyak dengan meminta pula para bupati menyediakan tenaga kerja gratis untuk kepentingkan ini, VOC harus membayar para bupati dua kali lipat dari yang biasa mereka bayarkan. Memasuki awal abad ke-18, VOC mencoba meluaskan model bisnisnya yakni dengan menyewa tanah atau desa untuk mengembangkan komoditas indigo (tarum/blau). Mulanya, usaha ini tidak begitu berhasil, barangkali karena indigo termasuk tanaman yang rewel: butuh banyak perawatan dan membutuhkan banyak air, oleh karenanya rakyat tidak begitu tertarik untuk membudidayakan tanaman ini dan lebih memilih bersawah atau bekerja di kebun tebu. Untuk mempromosikan penanaman indigo Kompeni kemudian menggandeng para bupati dengan menjanjikan imbalan 5/8 rijkdollar per pikul indigo kering. Langkah semacam ini cukup berhasil. Meskipun demikian, Kopi malah menjadi tanaman popular di wilayah ini, kopi memang komoditas menguntungkan di pasar Eropa yang naik daun di akhir abad ke-17 yang rantai bisnisnya dikuasai oleh pedagang Turki dan Yaman. Bupati Pekalongan Jayadiningrat adalah salah seorang yang paling awal mencoba membudidayakan komoditas ini. Usahanya dipayungi keberuntungan karena ternyata dari banyak percobaan hanya tanah Pekalongan dan Banyumas yang cocok untuk ditanami kopi. Dengan sedikitnya pesaing dalam penanaman kopi, 5
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Penguasa Pekalongan ini semakin meneguhkan posisinya sebagai politicalentrepreneur. Jayadiningrat dan trahnya adalah ilustrasi sempurna dari kehidupan para bupati pesisir. Ia memiliki saudara laki-laki bernama Puspanegara yang berkuasa di Batang dan Wiradesa; saudara lainnya bernama Tirtawijaya menjadi penguasa Sidayu. Adapun anak Jayadiningrat bernama Tirtanata yang juga merupakan menantu dari susuhunan kemudian menjadi Bupati Tegal apad 1725—26. Para bupati lainnya juga memiliki relasi yang serupa. Misalkan bupati Tegal, Pemalang, dan Brebes pada pertengahan abdad ke-18 berasal dari keturunan Sindureja, Patih Mataram. Hal ini sebenarnya menunjukan relasi antara pesisir dan pusat kerajaan, hubungan antara penguasa dengan para vasalnya yang harus memelihara kesinambuangan kekuasaan dengan penguasa pusat, penguasa lokal lainnya. Pada dasarnya para bupati pesisir berperan sebagai generator ekonomi bagi kerajaan. Mereka memiliki kewajiban untuk mengumpulkan pajak dan menyerahkannya kepada kerajaan. Untuk mengangkat bupati adalah kewenangan mutlak raja. Ia akan memilih orang-orang yang mampu memberikan lebih banyak keuntungan dalam bentuk pajak maupun hadiahhadiah. Untuk mengikat loyalitas para bupati, raja memainkan politik pengawasan yang ketat. Ketika para bupati pesisir menjadi lebih kuat, dikhawatirkan akan membentuk kekuasaan baru atau beraliansi dengan pihak luar. Msalkan sultan Agung pernah memberlakukan peraturan yang melarang para bupati dan rakyat pesisir untuk bekerjasama dengan Kompeni. Sejumlah pelabuhan penting di pesisir kemudian ditutup, jika ada kapal yang melanggar ditenggelamkan dengan cara di Bakar. Oleh karena itu, wilayah pesisir lebih kerap menjadi subject control kekuasaan pusat. Dekade keempat abad ke-18 menjadi titik balik dalam sejarah pesisir utara Jawa. Di pusat kerajaan terjadi pergolakan dengan adanya serangan Trunajaya atas keraton Plered yang memaksa dilakukannya pemindahan kekuasaan ke Kartasura. Drama belum berakhir karena setelah geger pecinan di Batavia, kerusuhan menyebar hingga ke wilayah kerajaan dan juga menyasar Kartasura. Kelompok Tionghoa ini kemudian beraliansi dengan Raden Mas Garendi atau Sunan Kuning, cucu Amangkurat III berusia 12 tahun, yang juga melancarkan perlawanan terhadap Mataram. Untuk memadamkan pemberontakan, Pakubuwana meminta bantuan VOC dan setelah para pemberontak dapat ditaklukan, giliran VOC menuntuk bayaran atas bantuan yang diberikan. Bayaran itu berupa kompensasi yang sangat mahal yakni wilayah pesisir. Mulai saat itu, Mataram kehilangan control dan pengaruhnya terhadap pesisir. Meskipun, dalam kasus di atas, kerajaan masih menerima sejumlah uang atas sewa pesisir (standgeld), sebenarnya mataram kehilangan jauh lebih banyak. Tidak semata-mata persoalan ekonomi, soal pemasukan kerajaan, namun lebih penting dari itu adalah orientasi yang terbentuk kemudian cenderung melihat ke dalam.
6
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
D. Pesisir Sebagai Sinergi Cerita-cerita masa lalu mengenai pesisir Jawa bagian barat mengandung pelajaran mengenai arti penting wilayah pesisir. Seperti sejarah telah mencatat hubungan Mataram dan VOC, pesisir adalah wilayah yang mengintegrasikan laut dengan darat dan sebaliknya. Ketika VOC berada di atas angin, mereka menuntut pesisir sebagai kompensasi. Dampaknya sangat terasa bagi Mataram, begitu pesisir lepas, kerajaan tidak hanya kehilangan sumber pemasukan ekonominya, kharisma raja ikut-ikutan melorot, yang ditandai dengan menurunya loyalitas para bupati penguasa pantai. Lebih dari itu, orientasi juga berubah dari yang semula gagah menatap samudra, dapat ditafsirkan berperan dalam arus perubahan dunia, menjadi inward looking terlampau melihat kedalam, sibuk dengan urusan domestik sehingga mudah takut dan gampang ketinggalan kebaharuan. Ibarat binatang, pesisir ini seperti amphibi; menjejak darat, mengarungi laut. Walaupun pesisir Jawa bagian barat bukanlah kota-kota pelabuhan besar yang terkenal, wilayah ini tetap memiliki arti penting yakni sebagai jembatan yang menghubungkan aktifitas darat dengan laut. Dari lautlah sebenarnya Indonesia dapat disatukan. Dalam hal ini pesisir bermakna sinergi yang mentautkan dua kekuatan penting bagi bangsa Indonesia: agraria dan maritim. Pada abad ke-21 ini barangkali telah banyak perubahan. Dunia maritim saat ini tentu berbeda kondisinya dengan abad ke-17. Laut tidak lagi menjadi satusatunya sarana pengubung setelah ada berbagai pencanggihan teknologi. Meskipun demikian, laut adalah salah satu kekuatan alamiah Indonesia. Dalam hal ini sejarah wilayah pesisir memberikan contoh bahwa untuk dapat menjadi poros maritim dunia, Indonesia perlu mensinergikan kekuatan laut dan kekuatan darat. Daftar Bacaan Alamsyah, “Aktifitas Pelayaran di Tegal pada Abad ke-19”, dalam Dhanang Respati Puguh, dkk., (eds.), 2013, Membedah sejarah dan budaya maritim merajut keindonesiaan:Persembahan untuk Prof. Dr. A.M. Djuliati Suroyo., Semarang: Undip Press. G. J. Knaap, 1996, Shallow waters, rising tide: shipping and trade in Java around 1775, Leiden: Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde. Hui, Kian Kwee, 2006, The political economy of Java’s northeast coast, c. 1740-1800: elite synergy. Leiden; Boston : Brill. Lucas, Anton E., 1991, One soul one struggle: region and revolution in Indonesia, Sydney : Asian Studies Association of Australia in association with Allen and Unwin. Nagtegaal, L. W., 1994, “Diamonds are a regent’s best friend: Javanese bupati as political entrepreneurs” dalam Schutte, G.J. (Ed.), State and Trade in the Indonesian Archipelago, Leiden: KITLV Press.
7
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Pires, Tome., 2014, Suma Oriental: Perjalanan dari Laut Merah ke Cina & Buku Francisco Rodrigues, Yogyakarta: Penerbit Ombak. Pujo Semedi, 2003, Close to the stone, far from the throne: the story of a Javanese fishing community, 1820s-1990s, Yogyakarta: Benang Merah. Raffles, Thomas Stamford, 1965, The history of Java. Kuala Lumpur and New York: Oxford University Press. Stockdale, John Joseph; John Bastin, 2011, Island of Java, New York: Tuttle Pub. Vickers, Adrian., 2009, Peradaban pesisir : menuju budaya Asia Tenggara, Denpasar: Pustaka Larasan; Udayana University Press.
8
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
PUSAKA BAHARI DI INDONESIA: DEFINISI DAN RUANG LINGKUPNYA Dr. Abdul Wahid, M.Phil. Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada I. Pendahuluan Secara geografis, Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Ia memiliki sekitar 13.000 gugusan pulau dengan garis panjang pantai kurang lebih 99.093 km, 1 yang juga merupakan terpanjang di dunia. Dari sudut pandang geo-politik dan ekonomi, kepulauan Indonesia dianggap memiliki posisi yang strategis karena berada di antara bentangan benua Asia dan Australia dan di perlintasan Samudra Hinda dan Pasifik. Kajian historis dan arkeologis telah membuktikan bahwa dengan kondisi geografis tersebut kepulauan Nusantara telah menjadi bagian dari dinamika sejarah global migrasi manusia Austronesia sejak periode kuno (pra-sejarah) 2 dan jaringan kegiatan perdagangan maritim dan pertukaran budaya dan agama sejak periode modern awal (Chaudhuri, 1985). Oleh karena itu, kepulauan Nusantara tidak hanya memiliki budaya dan peradaban maritim yang kuat, diantaranya ditandai dengan kemunculan berbagai kekuatan politik dan ekonomi berbasis maritim, tetapi juga sejarah panjang maritim dan berbagai peninggalannya yang luar biasa kaya. Meski demikian, sejarah juga mencatat bahwa sejak Abad ke-16 Nusantara sebagai kekuatan maritim dunia mengalami titik balik yang dahsyat. Kedatangan bangsa-bangsa Eropa, awalnya Portugis dan Spanyol kemudian Belanda dan Inggris, secara perlahan melumpuhkan dan bahkan menghancurkan kekuatan-kekuatan politik ekonomi utama di seluruh Nusantara dan mengambil alih kedaulatan dan kekuasaan atas maritim Nusantara. Momentum inilah yang ‘diratapi’ oleh Pramoedya Ananta Toer lewat dalam salah satu karyanya yang berjudul ‘Arus Balik’ (Toer, 1995). Dalam karya tersebut, sang penulis menggambarkan keruntuhan Majapahit sebagai kekuatan utama maritim Nusantara dan ‘kekuatan peradaban dari utara’, telah menghentikan kontribusi Nusantara dalam ‘dialog peradaban global utara – selatan’. Akibatnya, pada periode sejarah berikutnya Nusantara tidak saja kehilangan kekuatan peradaban yang bisa mengimbangi arus gelombang peradaban dari selatan; lebih buruk lagi Nusantara kemudian menjadi wilayah taklukan kekuatan maritim dari selatan, Portugis – Inggris – Belanda, yang kemudian memaksa penduduk Nusantara ‘memunggungi laut’ dan berkonsentrasi pada daratan, pada peradaban agraris pedalaman. 3 Ini merupakan perhitungan terbaru Badan Informasi Geospasial (BIG) Indonesia, yang merevisi data PBB tahun 2008 yang menyatakan garis pantai Indonesia adalah 95.181 km. Lihat tautan http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/10/terbaru-panjang-garispantai-indonesia-capai-99000kilometer 1
2 Seperti yang diungkap dalam dua buku Bellwood (Bellwood, 2007 dan Bellwood, Foxx & Tryon, 2006)
3
Simak interpretasi menarik gagasan ‘Arus Balik’-nya Pramoedya Ananta Toer dalam dinamika kebudayaan Indonesia oleh Hilmar Farid dalam “Arus Balik Kebudayaan: Sejarah sebagai Kritik’, Pidato Kebudayaan disampaikan di Dewan kesenian Jakarta pada 10 November 2014.
9
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Terlepas dari hancurnya basis kekuatan politik-ekonomi maritim Nusantara, dan menjadikannya sebagai pusat eksploitasi agraris utamanya Jawa, kekuatan imperialisme Belanda tidak sepenuhnya mampu menghancurkan budaya bahari dan ekonomi kelautan penduduk di berbagai kawasan pesisir Nusantara. Nelayan dan pelaut Bugis, Mandar, Madura, Jawa, Melayu, Ternate, dan suku bangsa lain tetap menjadikan laut sebagai sumber kehidupan mereka, meskipun seringkali dianggap illegal oleh otoritas kolonial yang mengklaim dirinya sebagai penguasa politik tertinggi di Nusantara. Pelayaran dan pelabuhan ‘tradisional’, demikian aktivitas bahari penduduk bumiputra dikategorikan oleh penguasa kolonial, tetap hidup melayari lautan Nusantara bersama-sama dengan kapal-kapal raksasa berteknologi modern milik pemerintah kolonial. Mereka juga tetap menghubungkan gugusan pulau-pulau Nusantara dan berlabuh di pelabuhan-pelabuhan kecil ‘tradisional’ maupun pelabuhan raksasa yang dikelola secara modern oleh pemerintah Hindia Belanda(Lapian, 1991). Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa sejarah maritim Nusantara sebenarnya tidak pernah mengalami keterputusan, namun sebaliknya kesinambungannya terjaga walaupun dengan alur dan dinamika yang berbeda karena kehadiran kolonialisme Belanda. Dari sudut pandang studi warisan sejarah (heritage studies), Indonesia tetap memiliki kekayaan yang luar biasa melimpah, yang penting dikenali dan dilestarikan oleh segenap bangsa Indonesia. Lalu apa sajakah warisan sejarah maritim Nusanatara tersebut? Sejauh mana kita sudah mengenali, memahami dan mencoba untuk melestarikannya? Lalu kendala apa saja yang ada di lapangan yang harus diatasi oleh pemerintah dan masyarakat untuk menyelamatkan warisan sejarah tersebut dan menjadikannya sebagai pusaka sejarah Indonesia? Makalah ini akan berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Namun sebelumnya, akan dibahas terlebih dahulu definisi dan ruang lingkup warisan sejarah maritim, dan kemudian memetakan warisan sejarah maritim Indonesia dan berbagai ancaman dan tantangan untuk menyelamatkannya. II. Pusaka Sejarah (Heritage): Definisi dan Cakupan Menurut sebagian ahli, heritage merupakan istilah yang cukup sulit didefinisikan. Hal ini dikarenakan dalam prakteknya para pelaku, pengamat, dan masyarakat umum seringkali memiliki pandangan berbeda tentang apa yang bisa atau tidak bisa dimasukan ke dalam kategori heritage. Secara etimologis, Kamus Oxford Dictionary versi daring menyebutkan bahwa kata tersebut merupakan serapan dari Bahasa Perancis kuno heriter, artinya warisan atau mewariskan; kamus tersebut menjelaskan bahwa heritage adalah: “valued objects and qualities such as historic buidings and cultural traditions that have been passes down from previous generation” (benda-benda dan kualitas yang bernilai seperti bangunan dan tradisi yang telah diturunkan dari generasi sebelumnya (kepada generasi sekarang). 4 Sementara itu, secara terminologis, beberapa ahli telah memberikan definisi yang berbeda tentang heritage. Peter Howard, misalnya, mendefinisikannya sebagai berikut:
4
http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/heritage
10
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
“Heritage is taken to include everything that people want to save, from clean air to morris dancing, including material culture and nature. It is all-pervasive and concerns everyone.” (Howard , 2003:1) (Heritage mencakup segala sesuatu yang ingin diselamatkan oleh orang-orang, dari udara bersih hingga tarian moor, termasuk budaya material dan alam. Ia ada dimana-mana dan berkaitan dengan semua orang). Definisi Howard di atas, dianggap masih sangat umum dan belum mempertimbangkan kerumitan proses penetapan sebuah heritage, yang penuh dengan tumpang tindih klaim dan kepentingan. Sebagaimana dikemukakan oleh Turnbridge & Ashworth, pada dasarnya heritage adalah sebuah produk kontemporer yang dibentuk dari sejarah (‘a contemporary product shaped from history’) (Turnbridge dan Ashworth, 1996:20). Pendapat tersebut menyiratkan bahwa heritage bersifat subyektif dan ditentukan oleh kepentingan masa sekarang. David Harvey menegaskan bahwa heritage pada dasarnya merupakan konsep yang penuh dengan nilai dan kepentingan, yang berkaitan erat dengan kepentingan komodifikasi ekonomi dan kultural, yang secara intrinsik merefleksikan sebuah hubungan dengan masa lampau, terlepas bagaimana masa lampau itu dipahami dan didefinisikan (Harvey, 2001: 327-28). Berdasarkan pendapatpendapat di atas, definisi konsep heritage tidak semata-mata mengacu pada benda atau material bersejarah tertentu, melainkan juga mencakup proses sejarah yang bersifat material maupun nonmaterial berdasarkan kepentingan masa sekarang dan masa mendatang. Dalam konteks Indonesia, kata atau konsep heritage seringkali diterjemahkan sebagai ‘pusaka sejarah’. Hal ini utamanya mengacu pada ‘Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia’ (Indonesia Charter for Heritage Conservation) yang dirumuskan oleh Jaringan Pelestarian Pusaka Indonesia pada tahun 2003, dan menjadi dokumen acuan bagi para pelaku dan pemerhati perlindungan warisan/pusaka sejarah Indonesia. 5 Mengikuti konvensi internasional dan literatur ilmiah, piagam tersebut menetapkan bahwa pusaka Indonesia terdiri dari tiga jenis pusaka, yaitu pusaka alam, pusaka budaya, dan pusaka saujana. Piagam tersebut menjelaskan ketiga jenis pusaka tersebut sebagai berikut: pertama, pusaka alam adalah hasil bentukan alam yang istimewa; kedua, pusaka budaya adalah hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang istimewa dari lebih 500 suku bangsa di Tanah Air Indonesia, secara sendirisendiri, sebagai kesatuan bangsa Indonesia, dan dalam interaksinya dengan budaya lain sepanjang sejarah keberadaannya; dan ketiga, pusaka saujana adalah gabungan pusaka alam dan pusaka budaya dalam satu kesatuan ruang dan waktu. Dari sisi bentuk dan tampilannya ketiga pusaka tersebut dikelompokan menjadi dua, yaitu pusaka berwujud (tangible) dan pusaka tidak berwujud (intangible) (Harvey, 2001: 1-2). Menurut John Carman, pusaka sejarah yang berwujud mencakup tiga kategori besar, yaitu obyek, situs, dan lanskap atau saujana. Yang dimaksud obyek adalah benda-benda yang bisa berpindah tempat namun tetap solid,contohnya produk seni, kerajinan tangan, artefak, keramik, produk-produk logam, ecofact, 5
Jaringan Pelestarian Pusaka Indonesia dan International Council on Monuments and Sites (ICOMOS), “Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia” Ciloto, 2003, hlm. 1.
11
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
tulang belulang, dan sebagainya. Secara umum obyek-obyek tersebut bisa menjadi kepemilikan pribadi yang bersifat eksklusif; artinya orang maupun lembaga tertentu bisa memperoleh klaim kepemilikan atas benda-benda bersejarah tersebut. Sementara itu, situs adalah benda-benda yang tidak bisa berpindah tempat dan terikat pada lokalitas tertentu (fixed and bounded), sehingga kalau dipindahkan akan kehilangan makna historisnya. Termasuk dalam kategori situs ini adalah monument, candi, gedung atau arsitektur, dan sebagainya. Secara umum, benda-benda tersebut tidak bisa dimiliki oleh perorangan dan menjadi obyek pemeliharaan atau pengawasan kolektif sebuah komunitas atau negara. Terakhir, lanskap atau sujana adalah ruang terbuka yang berisikan konteks, gambaran tertentu, kluster dan kompleks monument, pola lingkungan atau bangunan tertentu, pemandangan dan lanskap peninggalan budaya dari periode sejarah tertentu (Carman, 2002: 30-32). Selain difahami sebagai benda-benda warisan atau pusaka sejarah, beberapa literatur menyebutkan bahwa heritage juga bermakna sebagai proses atau aktivitas sosial (social praxis) yang bertujuan melindungi pusakapusaka sejarah tersebut. Aktivitas terkait heritage tersebut umumnya ada lima, yaitu 1) proses inventarisasi berkelanjutan warisan-warisan sejarah yang dianggap penting; 2) proses legislasi perlindungan warisan sejarah; 3) upaya peningkatan kapasitas dan profesionalisme pengelola warisan sejarah; 4) konsultasi dan partisipasi para pemangku kepentingan, dan 5) evaluasi berkesinambungan peran dan tanggungjawab para professional, stakeholder, dan pemerintah. 6 Di banyak negara, lembaga-lembaga utama yang menjalankan fungsi heritage atau pemeliharaan pusaka sejarah adalah museum dan galeri seni, perpustakaan, kantor arsip, dan open air museum. Museum dan galeri seni merupakan lembaga yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan karyakarya seni, artefak, dan bendabenda bernilai sejarah lainnya. Sementara perpustakaan difungsikan sebagai lembaga penyimpan, dan pengelola produk-produk cetakan seperti buku, majalah, koran; dan non-cetakan lainnya terutama manuskrip dan dokumen visualaudiovisual. Kantor arsip pada umumnya menyimpan dokumen-dokumen arsip pemerintahan, organisasi swasta dan koleksi pribadi. Adapun open air museum merupakan lembaga yang didirikan untuk memelihara dan menjaga kelestarian sebuah lanskap atau saujana, baik itu artistektur, situs, monument, dan kawasan cagar budaya/alam lainnya. Selain keempat lembaga tersebut, seiring perkembangan teknologi informasi, dewasa ini juga telah dikembangkan konsep museum virtual yang biasanya bertujuanuntuk mengkoleksi, memelihara dan menyebarluaskan berbagai jenis informasi kesajarahan dengan tema tertentu. III. Pusaka Sejarah Maritim Indonesia Sebagai negara-bangsa bahari, dengan sumber daya alam dan lingkungan geografis maritim yang kaya dan melimpah tentunya Indonesia memiliki sejarah dan pusaka sejarah maritim yang juga sangat kaya. Mengikuti definisi National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), Department of Commerce Amerika Serikat, pusaka sejarah maritim mencakup semua jenis sumber daya (resources) yang Seperti yang diutarakan Bob McKercher & Hilary Du Cros, “The relationship between tourism and cultural heritage” dalam buku Chon, Heung, & Wong (Eds.)(2002: 386-90).
6
12
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
memiliki nilai historis, kultural dan arkeologis yang memiliki nilai komersial dan kultural, baik yang bersifat berwujud maupun tidak berwujud (tangible and nontangible ones). Lebih lanjut, lembaga ini menjelaskan bahwa: “Maritime heritage includes not only physical resources such as historic shipwrecks and prehistoric archaeological sites, but also archival documents and oral histories. Maritime heritage can also include the stories of indigenous cultures that have lived and used the oceans for thousands of years. 7 (Pusaka sejarah maritime mencakup tidak hanya sumberdayasumberdaya yang bersifat fisik, seperti bangkai kapal karam dan situs-situs arkeologis prasejarah, tetapi juga dokumen-dokumen arsip dan sejarah-sejarah lisan. Pusaka sejarah maritim dapat juga mencakup cerita-cerita lokal dari kebudayaan bumiputra yang telah hidup dan memanfaatkan lautan selama ribuan tahun lamanya). Berdasarkan pengertian tersebut, pusaka sejarah maritim di Indonesia juga memiliki komponenkomponen yang bersifat bendawi berwujud, nonbendawi tidak berwujud dan lingkungan keduanya yang terikat satu sama lain sebagai saujana. A. Pusaka Maritim bendawi dan berwujud (tangible). Berdasarkan pengamatan langsung dan survey literatur, maka pusaka maritim yang bersifat bendawi dan berwujud yang banyak ditemukan di Indonesia diantaranya adalah; 1. Pelabuhan, kolam pelabuhan, peti kemas, crane, timbangan, dan sejenisnya. Indonesia memiliki banyak pelabuhan komersial baik yang sudah berskala internasional maupun nasional. Pelabuhan-pelabuhan komersial yang berskala internasional terletak di kota-kota utama perdagangan dan pelayaran Indonesia. Beberapa pelabuhan tersebut terletak di Jawa, diantaranya adalah Pelabuhan Tanjung Priuk dan Sunda kelapa di Jakarta, Pelabuhan Tanjung Mas di Semarang, Pelabuhan Cirebon di Cirebon, Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya, dan Pelabuhan Cilacap di Cilacap. Selain pelabuhan-pelabuhan modern dan berskala besar tersebut, terdapat pula pelabuhan-pelabuhan kecil yang berskala nasional dan umumnya melayari jalur pelayaran domestik dan aktivitas penangkapan ikan di sepanjang pantai utara maupun selatan Jawa. Di Sumatra terdapat Pelabuhan Belawan dan Sibolga di Sumatra Utara, Pelabuhan Teluk Bayur di Padang, dan Pelabuhan Bakauheni. Seperti halnya di Jawa pelabuhanpelabuhan kecil juga tersebar di sepanjang pantai timur dan barat pulau Sumatra. Pelabuhan besar lainnya adalah Pelabuhan Makassar di Sulawesi Selatan, Pelabuhan Banjarmasin di Kalimantan, dan masih banyak lagi lainnya. Pelabuhan-pelabuhan tersebut sebagian besar saat ini dikelola oleh Perusahaaan Negara PT. Pelindo I, Pelindo II dan Pelindo III. Pelabuhanpelabuhan tersebut memiliki berbagai fasilitas pendukung seperti kolam pelabuhan, cranedan alat angkut, serta timbangan. Semua pelabuhan dan fasilitas tersebut memiliki sejarah yang panjang, yang bisa dirunut ke belakang ke masakolonial, dan bahkan sebagian pelabuhan tersebut sudah ada sejak zaman pra-kolonial. 7
http://oceanservice.noaa.gov/facts/marheritage.html
13
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
2. Gedung-gedung bersejarah yang ada di dalam dan di sekitar pelabuhan. Fasilitas pendukung lainnya yang bisa ditemukan di hampir semua pelabuhan komersial tersebut di no. 1 adalah gedung-gedung bersejarah yang terletak di daratan. Gedung-gedung tersebut terdiri dari gedung perkantoran, menara pengawas, gudang-gudang, dan sebagainya. Gedung dan arsitektur tersebut di sejumlah pelabuhan besar sudah dibangun sejak abad ke-19 oleh otoritas pelabuhan kolonial, sehingga memiliki makna historis yang penting. Sebagian besar gedung tersebut saat ini berada dalam kondisi yang memprihatinkan, tidak terusur dan bahkan hampir roboh. PT Pelindo hanya menggunakan sejumlah kecil bangunanbangunan tua tersebut untuk mendukung operasinya, dan membiarkan sisanya tidak terawat. 3. Perahu, kapal, galangan kapal (dok), dan sejenisnya. Benda-benda bersejarah lain yang juga penting di dalam dan di sekitar pelabuhan di Indonesia adalah perahu, kapal, galangan kapal, alat tangkap ikan, dan semua benda yang mengapung di perairan di sekitar pelabuhan. Indonesia memiliki khasanah perahu tradisional yang sangat kaya. Hampir di setiap pulau dan kelompok etnik pelaut memiliki corak perahu dan kapalnya sendiri. Beberapa yang sangat dikenal misalnya adalah perahu phinisi, perahu jukung, perahu layang, dan sejenisnya. Demikiana pula halnya dengan kapal-kapal modern peninggalan masa kolonial, sebagian masih bisa ditemukan di sejumlah pelabuhan di Indonesia, meskipun kondisinya juga tidak semuanya terpelihara dengan baik. Hal yang sama juga berlaku dengan dok atau galangan kapal tempat untuk perbaikan kapal. Beberapa masih berfungsi atau difungsikan, namun sebagian lain sudah tidak terawatt atau terancam punah. Untuk yang terakhir bisa dicontohkan Pulau Onrust di kepulauan Seribu, yang merupakan bekas galangan kapal sejak zaman VOC. Dewasa ini hampir sudah tidak bisa disaksikan lagi jejaknya. 4. Bangkai kapal atau perahu dan semua benda arkeologis bawah laut Indonesia juga dikenal memiliki kekayaan bawah laut yang melimpah berupa benda-benda arkeologis dan bangkai kapal (shipwreck). Bangkai kapal yang ada di Indonesia tidak hanya kapal-kapal milik pelaut atau perusahaan Indonesia semata, tetapi juga kapal-kapal internasional yang datang melayari lautan Indonesia. Indonesia merupakan salah satu mata rantai penting pelayaran dunia sejak zaman pra-kolonial, sehingga bukanlah hal yang aneh jika banyak ditemukan bangkai-bangkai kapal tua maupun modern terdampar di perairan Indonesia. Sebagian kapal tersebut memiliki muatan benda-benda bernilai ekonomis tinggi, yang kemudian dianggap sebagai peninggalan dan khasanah kekayaan arkeologi maritim Indonesia. 5. Tempat pelelangan ikan, pasar, alat-alat angkut, dan alat tangkap ikan lain. Pusaka sejarah maritim berikutnya yang banyak ditemukan di pelabuhan dan kota-kota pelabuhan di Indonesia adalah pasar ikan, tempat pelelangan ikan, alat-alat angkut dan alat tangkap ikan lainnya 14
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
yang biasa dipergunakan oleh para nelayan. Hampir di semua pelabuhan penangkapan ikan, ditemukan pasar dan tempat pelelangan ikan, yang keberadaanya sudah sangat tua, sejak abad-abad awal nusantara. Sebagian fasilitas tersebut diperbaiki dan dikembangkan pada masa kolonial, dan juga masa kemerdekaan. Namun secara umum, kondisi dan perawatan fasilitas tersebut umumnya kurang memadai, terlebih di daerah-daerah yang jauh dari pusat kota atau pusat ekonomi utama. 6. Arsip, buku, majalah, foto, rekaman suara, film, dan dokumen lainnya Aktivitas pelabuhan dan otoritas administrasi pelabuhan pastinya meninggalkan berbagai bentuk dokumen, baik arsip, buku, foto, film, majalah, Koran, dan rekaman lain yang bersifat visual, audio, dan audiovisual. Dokumen-dokumen tersebut sangat penting artinya sebagai pusaka sejarah maritim Indonesia. Sebagian kecil saja dari dokumendokumen tersebut yang sudah disimpan di kantor-kantor arsip yang ada, sebagian besar lainnya masih di simpan oleh kantor-kantor otoirtas pelabuhan, atau kantor-kantor perusahaan swasta yang bergerak di sektor maritim di pelabuhan-pelabuhan yang ada di Indonesia. 7. Saujana dalam bentuk benteng Belanda, pemukiman nelayan, dan pantai. Sejumlah kota pelabuhan di Indonesia juga memiliki kekayaan sejarah peninggalan militer kolonial Belanda dan Jepang, yang utamanya berupa benteng-benteng pertahanan. Benteng-benteng tersebut sebagian besar sudah diidentifikasi dan masuk daftar benda cagar budaya, sehingga relatif terlindungi dan terpelihara. Meski demikian, sebenarnya saujana lain yang juga penting dan hampir bisa ditemukan di semua daerah pemukiman di wilayah pesisir adalah perkampungan nelayan, dan ekologi pantai. Hanya sejumah kecil saja pusaka sejarah jenis ini yang sudah ditata dengan baik, dan disadari nilai historisnya oleh pemerintah dan masyarakat setempat. Sisanya masih belum dianggap sebagai warisan sejarah penting yang harus dirawat dan dipelihara. B. Pusaka Sejarah Maritim non-bendawi dan tidak berwujud (intangible). Seperti halnya pusaka sejarah pada umumnya, pusaka sejarah maritim yang tidak berwujud atau intangible maritime heritage memiliki definisi dan cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan pusaka yang berwujud (tangible). Adapun definisi dari pusaka maritim tak berwujud tersebut bisa mengikuti pengertian umum tentang pusaka sejara htak wujud yang didefinisikan oleh UNESCO pada tahun 2003, yaitu: “Praktek, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan—baik berupa peralatan, obyek, artefak dan ruang kultural terkait—yang dipandang oleh komunitas, kelompok, dan terkadang, perorangan sebagai bagian dari warisan budayanya yang diturunkan dari generasi ke generasi, dan dikreasikan ulang secara berkesinambungan oleh komunitas dan kelompok sebagai respon terhadap lingkungannya, interaksi dengan alam dan sejarahnya, dan memberi mereka suatu identitas sehingga menumbuhkan rasa hormat atas keragaman budaya dan kreativitas manusia”. 8 8
http://www.unesco.org/culture/ich/
15
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Berdasarkan pengertian tersebut, pusaka sejarah tak berwujud mencakup komponen-komponen budaya dalam bidang berikut: tradisi lisan dan ekspresi, termasuk bahasa; seni pertunjukan; praktek sosial, ritual, perayaan; pengetahuan dan praktek berkaitan dengan lingkungan dan alam semesta; dan pengetahuan dan keterampilam untuk menghasilkan kerajinan tradisional. Menurut UNESCO, pada umumnya pusaka sejarah tak berwujud sangat rentan terhadap ancaman dari luar. Meski demikian, ia merupakan faktor penting dalam upaya menjaga keragaman budaya masyarakat lokal dalam menghadapi arus globalisasi. Makna penting, pusaka sejarah tak berwujud ini – demikian lanjut UNESCO, tidaklah semata karena ia merupakan manifestasi kebudayaan itu sendiri namun lebih karena kekayaan pengetahuan dan keterampilan yang diturunkan melaluinya dari satu generasi ke generasi berikutnya yang memiliki nilai sosial ekonomis yang sangat strategis. Lebih lanjut, UNESCO merumuskan empat karakteristik utama yang senantiasa melekat pada pusaka sejarah tak berwujud di manapun mereka berada, yaitu: 1) mereka bersifat tradisional, kontemporer dan pada saat yang sama juga hidup dan berkembang; 2) mereka bersifat inklusif; 3) mereka juga representatif dari masyarakat pemiliknya; dan 4) mereka senantiasa berbasis pada komunitas. Berdasarkan konsep pusaka sejarah tak berwujud dari UNESCO di atas, maka dapat diidentifikasi dengan mudah khasanah kekayaan pusaka sejarah maritim tak berwujud yang ada di kawasan Nusantara. Khasanah tersebut setidaknya meliputi komponen-komponen pusaka sejarah maritim berikut ini: 1. Jaringan pelayaran nusantara, baik tradisional maupun modern (termasuk produk sejarh kolonial) Sebagai negara-bangsa bahari, Indonesia memiliki sejarah peradaban maritim yang panjang, terbentang sejak periode pra sejarah hingga periode modern. Jalur pelayaran merupakan salah satu warisan sejarah terpenting dari peradaban maritime tersebut, yang terbentuk melalui aktivitas pelayaran (seafaring) dengan pola, intensitas, jarak, tujuan, dan lalu lintas yang teratur selama berabad-abad lamanya. Jaringan tersebut merupakan produk intelektual (knowledge) para pelaut, yang seiring waktu terus dikembangkan dan diwariskan secara turun temurun oleh para pelaut nusantara dari generasi yang berbeda dan kemudian pelaut juga dikembangkan oleh pelaut/pedagang internasional. Melalui jaringan tersebut pertukaran dan perdagangan antar pulau dan bahkan antar benua berlangsung secara intensif dan berkesinambungan, sehingga bisa bertahan hingga dewasa ini. 2. Pengetahuan navigasi, keterampilan membaca angin dan cuaca, dan mendeteksi lokasi populasi ikan. Para pelaut Nusantara sudah memiliki, mengembangkan, dan mewariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi pengetahuan ‘tradisional’ tentang sistem navigasi samudra, kemampuan dan keterampilan membaca arah mata angina, perubahan cuaca dan rasi bintang sebagai cara untuk memandu arah dalam pelayaran mereka. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses ‘belajar dengan bekerja/praktek’ (learning by doing) dan dilembagakan dalam sistem 16
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
pengetahuan lokal dan diwariskan secara lisan ke generasi berikutnya. Demikian pula halnya, pengetahuan dan keterampilan untuk mendeteksi letak populasi ikan di kalangan nelayan, juga merupakan pusaka sejarah maritim lainnya yang juga penting. Tanpa pengetahuan, teknologi dan keterampilan tersebut hampir tidak mungkin para pelaut nusantara dapat mengarungi samudra, melakukan perdagangan antar pulau dan bahkan benua, dan melakukan penangkapan ikan di samudra dalam yang jauh jaraknya dari garis pantai di mana mereka tinggal. 3. Sistem kesyahbandaran, pengelolaan pelabuhan, dan pengaturan lalu lintas laut Di beberapa kawasan Nusantara, sejumlah pelabuhan tradisional telah berkembang dan bereoperasi sejak periode-periode awal modern (prakolonial). Pelabuhan-pelabuhan tersebut telah memiliki sistem pengaturan ‘administrasi’ pelabuhan, pengaturan lalu lintas keluar masuk perahu dan kapal samudra, lalu lintas di sekitar pelabuhan, bongkar muat barang, sistem ‘kepabeanan’ (sejenis bea cukai), dan seterusnya. Semua itu merupakan warisan sejarah peradaban maritim yang penting dan strategis, walaupun tidak semuanya terdokumentasikan dengan baik dalam dokumen-dokumen tertulis. Ramai tidaknya sebuah pelabuhan tradisional sangat tergantung kepada kualitas pengelolaan pelabuhan tersebut. Sistem tersebut merupakan bagian dari pengetahuan tradisional yang sebagian kemudian dikembangkan dan dipertahankan dalam sistem pengelolaan pelabuhan modern yang diperkenalkan oleh pemerintah kolonial Belanda. 4. Teknologi dan keterampilan membuat dan memperbaiki perahu Barangkali inilah pusaka sejarah maritim tak berwujud yang paling dikenal masyarakat luas. Banyak literatur telah mengungkapkan kemampuan dan keahlian para nelayan Nusantara dalam membuat perahu dan kapal ‘tradisional’. Beberapa suku bangsa di Nusantara yang berdomisili di pesisir pantai seperti suku bugis, Jawa, Madura, Banjar, Melayu, Ternate, dan seterusnya hingga ke Papua memiliki tradisi pembuatan perahu yang khas dan hanya dimiliki dan dikembangkan oleh masyarakat setempat. Keterampilan dan penguasan teknologi pembuatan kapal tersebut juga diwariskan secara turun temurun dan telah bertahan berabad-abad lamanya hingga saat ini. Kemajuan teknologi pembuatan kapal modern, tidak sepenuhnya menggusur keberadaan dan posisi teknologi pembuatan kapal dan perahu tradisional tersebut. Beberapa perahu tradisional bahkan sudah dianggap sebagai ikon peradaban maritime nusantara, contoh terbaik adalah kapal phinisi. 5. Teknologi penangkapan ikan, pengetahuan dan teknik pengolahan dan pengawatan ikan, dan teknik pengolahan ikan untuk konsumsi. Masyarakat pesisir Nusantara yang umumnya bekerja sebagai nelayan dan dikenal karena keberaniannya mengarungi lautan samudra untuk menangkap ikan di wilayah-wilayah yang jauh letaknya dari garis pantai, walaupun hanya dengan menggunakan perahu tradisional. Teknik dan teknologi penangkapan ikan yang mereka kembangkan juga sangat beragam dan kaya, semuanya ditemukembangakan dan diwariskan secara 17
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
turun temurun sebagai kekayaan kultural mereka. Selain teknologi penangkapan ikan, Nelayan nusantara juga telah mengembangkan sistem pengolahan ikan dan sumber daya hayati laut lainnya secara tradisional. Beberapa contoh adaah teknik pengasinan ikan, pembuatan trasi, pengawetan tripang, dan pembuatan kerajinan dari ikan dan sumber daya hayati lainnya. Tak kalah penting juga adalah teknik dan ketermapilan dalam mengolah ikan untuk dikonsumsi. Masyarakat Nusantara memiliki kekayaan kuliner yang sangat melimpah, yang diciptakan dengan memanfaatkan hasil-hasil rempah yang dihasilkan bumi Nusantara. Semuanya merupakan kekayaan pusaka sejarah yang meskipun tidak tertulis namun terus bisa bertahan dan dijaga kesinambungannya melalui proses pewarisan secara tradisional. 6. Adat istiadat, ritual, dan kepercayaan setempat tentang dunia maritim (mitos, legenda, dan tradisi lisan lainnya) Seperti halnya masyarakat dan penduduk di pedalaman yang kuat dipengaruhi kebudayaan agraris, penduduk kawasan pesisir juga memiliki khasanah budaya religi, adat istiadat, ritual yang tidak kalah kayanya. Hal itu ditambah dengan mitos, legenda, dan tradisi lisan yang seringkali mendasari dan memperkuat ajegnya tradisi ritual dan adat istiadat setempat. 7. Pengetahuan lokal (kearifan) menyangkut keseimbangan dan kelestraian ekologis dan penanggulangan bencana Selain tradisi lisan yang cenderung mistik dan ‘irrasional’, banyak diantara mitos, legenda dan tradisi lisan lainnya di berbagai wilayah pesisir Nusantara sebenarnya mengandung nilai-nilai ‘rasional’ yang sangat penting artinya bagi keseimbangan lingkungan dan keselamatan masyarakat setempat. ‘Pengetahuan etnik’ (etnosains) seperti ini bisa disaksikan dari cara dan teknik para nelayan menangkap ikan yang memperhatikan kesinambungan populasi ikan, cara mereka menjaga kelestarian dan kebersihan pantai, dan cara mereka memahami ‘tandatanda alam’ yang berkaiatan dengan ancaman yang bisa muncul sewaktuwaktu dari laut. Setelah terjadinya Tsunami di Aceh tahun 2006 yaang lalu, banyak studi dilakukan yang menunjukan bahwa di bebeberapa wilayah pesisir Nusantara masyarakat setempat sudah memiliki cara sendiri untuk mendeteksi bahaya yang datang. Demikianlah beberapa kekayaaan pusaka sejarah maritim yang tidak berwujud (non-fisikal) yang dimiliki masyarakat Nusantara. Bisa jadi masih banyak pusaka sejarah maritim lainnya yang belum dicakup dalam tulisan ini, mengingat panjangnya sejarah maritime dan melimpahnya kekayaan budaya, dan sumber daya alam yang dimiliki Nusantara. IV. Penutup Berdasarkan uraian singkat di atas, dapat disimpulkan bahwa sejumlah besar komponen penting dari pusaka sejarah maritim, baik yang bersifat kasat mata maupun yang tidak kasat mata bisa ditemukan dengan mudah di sepanjang pesisir di wilayah Indonesia. Sebagian besar dari pusaka-pusaka sejarah tersebut masih belum disadari makna dan keberadaannya, baik oleh masyarakat maupun 18
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
pemerintah setempat sehingga tidak terawat dan terancam kepunahan. Kondisi inilah yang menyebabkan masih terbatasnya pusaka sejarah maritim yang telah memperoleh status cagar budaya maritime, terutama pusaka sejarah berwujud seperti situs, artefak, dan arsitektur dan pusaka sejarah saujana. Bahkan yang cukup ironis adalah fakta bahwa sebagian pusaka yang bersifat bendawi – utamanya yang ada di dalam dan di sekitar pelabuhan – justru dihancurkan oleh otoritas pelabuhan karena dianggap tidak mendukung upaya modernisasi dan pengembangan pelabuhan. Sementara di kawasan-kawasan non-pelabuhan pemerintah daerah dan masyarakat setempat juga belum menunjukan kesadaran dan upaya yang serius untuk menata, merawat dan memelihara pusaka sejarah yang berbentuk saujana laut di wilayahnya. Kondisi ini jelas merupakan hambatan dan ancaman utama yang harus segera diatasi untuk mencegah kehancuran lebih lanjut dari pusaka-pusaka sejarah tersebut. Untuk itu, diperlukan upaya-upaya sistematis yang melibatkan semua pemangku untuk secara bersama-sama mengatasi kondisi dan permasalahan tersebut. Daftar Pustaka Bellwood, P., 2007, Pre-history of the Indo-Malaysian Archipelago. E-Press edition. Canberra: ANU Press ___________., James J Foxx, and Darrel Tryon (ed.), 2006, The Austronesians: Historical and Comparative Perspectives. Canberra: ANU E-Press. Carman, J., 2002, Archaelogy & Heritage: An Introduction. London/New York: Continuum. Chaudhuri, K.N., 1985, Trade and Civilization in the Indian Ocean: An Economic History from The Rise of Islam to 1750. 1st edition. Cambridge: Cambridge University Press. David Harvey, Spaces of Capital: Towards A Critical Geography (London: Routledge, 2001), hlm. 327-28. Farid, H., 2014 “Arus Balik Kebudayaan: Sejarah sebagai Kritik’, Pidato Kebudayaan disampaikan di Dewan kesenian Jakarta, 10 November 2014. Howard, P., 2003, Heritage: Management, Interpretation, and Identity. London: Bloomsbury. Jaringan Pelestarian Pusaka Indonesia dan International Council on Monuments and Sites (ICOMOS), “Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia” Ciloto, 2003. Lapian, A.B., 1991, Orang laut, Bajak Laut, dan Raja Laut: Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX. Cetakan ke-2. Jakarta: Komunitas Bambu. McKercher, B. & Hilary Du Cros, 2002, “The relationship between tourism and cultural heritage”. In Chon, K., V. Heung, & K. Wong (Eds.), 2002, Tourism in Asia: Development, Marketing and Sustainability. Hong Kong: The Hong Kong Polytechnic University, SAR. Toer, P. A., Arus Balik: Sebuah Epos Pasca Kejayaan di Nusantara Di Awal Abad 16 (Jakarta: Hasta Mitra, 1995).
19
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Turnbridge, J.E. & Gregory J. Ashworth, 1996, Dissonant Heritage: The Management of the Pas As A Resource in Conflict Virginia: J. Wiley and University of Virginia Press. http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/heritage http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/10/terbaru-panjang-garispantai-indonesia-capai99000-kilometer http://oceanservice.noaa.gov/facts/marheritage.html http://www.unesco.org/culture/ich/
20
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
MEREKONSTRUKSI KEMBALI SRIWIJAYA SEBAGAI KEKUATAN MARITIM NUSANTARA Sultan Prasasti 1 SMA Muhammadiyah Boarding School Yogyakarta A. Pendahuluan Secara geografis, Indonesia merupakan negara kepulana terbesar dan mempunyai dampak yang vital bagi kehidupan masyarakat diseluruh dunia. Dengan laut wilayah Republik Indonesia terbentang hingga 81.000 km dengan luas 3,9 juta km2 (kementrian kelautan RI, 2015) . Namun, hasil perairan yang begitu luas tersebut masih belum dapat dinikmati masyarakat secara optimal. Sejak kemerdekaan RI, optimalisasi penggunaan laut masih belum berjalan dengan baik tidak seperti yang digunakan pada jaman kerajaan-kerajaan sebagai jalur transportasi perdagangan dan penghubung antar pulau. Banyak pelabuhan-pelabuhan yang besar dan memiliki sisi historikal yang tinggi terbengkalai dan tidak terurus sama sekali. Boro-boro dihormati sejarahnya sebagaian dari itu sudah tidak layak lagi disebut sebagai pelanbuhan padahal konon, dahulu kemegahan dan kemewahannya susah tersaingi. Sebelum bangsa-bangsa Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris, dan lainnyamerapat ke perairan Nusantara(sekarang Indonesia:red) sudah terdapat pelbagai jenis etnis Melayu, dengan Bahasa Melayu sebagai pemersatu diantara mereka. G.Barclay, seorang novelis, A History of the pacific from the stone Age to the Present Day (1919:12), mengatakan bahwa lingua franca merupakan fenomena tunggal di Asia Tenggara. Sementara itu buat Pigaffeta (Panggung sejarah 1999: 154) , pengarang kisah perjalana Magellan, tidak disangsikan lagi bahwa Bahasa Melayu adalah satu-satunya bahasa umum atau bahasa dagang yang dipakai oleh berbagai etnis diseluruh Kepulauan Nusantara. Bahasa tersebut sampai ke Maluku melalui perdagangan. Bahasa itulah yang dipakai oleh golongan-golongan asing (India, Cina, Arab, Eropa) bila berhubungan dengan orang-orang Nusantara yang memiliki berbagai macam Bahasa daerah. Nama Sriwijaya mulai muncul dan dikenal tahun 1918, sejak George Coedes, peneliti berkebangsaan Perancis, menulis buku berjudul Le Royaume de Çriwijaya (Kerajaan Sriwijaya). Sebelum Coedes menulis karangan Le Royaume de Çriwijaya yang fenomenal itu, pada tahun 1718, E. Renaudot telah menerjemahkan naskah Arab yang berjudul “Akhbaru ‘s-Shin wa ‘lHind” (Kabar-kabar Cina dan India) yang ditulis oleh seorang musafir Arab bernama Sulaiman pada tahun 851 M. Naskah itu menceritakan adanya sebuah kerajaan besar di daerah Zabaj (Jawa). Istilah atau kata “Jawa” yang dimaksudkan oleh orang Arab kala itu adalah seluruh wilayah kepulauan Indonesia saat ini. Lalu tahun 1845, J.T. Reinaud menerjemahkan catatan Abu Zaid Hasan yang mengunjungi Asia Tenggara tahun 916 M. Catatan Abu Zaid Hasan mengatakan bahwa maharaja Zabaj bertahta di negeri Syarbazah yang ditransliterasikan oleh J.T. Reinaud menjadi Sribuza. Para sarjana sepakat bahwa kekuasaan dan kemakmuran kerajaan ini disebabkan penguasaannya atas Selat Malaka, yang merupakan jalur laut terkenal dalam sejarah perdagangan. Beberapa abad kemudian Raffles menemukan bahwa Singapura yang terletak diSelat Malaka adalah pelabuhan yang bagus posisinya karena dilalui jalur pelayaran antarbangsa dan juga mampu menarik “perdagangan pedalaman” Asia Tenggara. Dongeng-dongeng Jataka melukiskan pelayaran-pelayaran berbahaya ke Suvannabhumi, “Negeri Emas”, yang telah ditafsirkan dengan hati-hati oleh Levi sebagai negeri-negeri disebelah timur teluk Bengala. Kiskhinda Kanda dalam Ramayana menyebut nama Suvarnadvipa, yang pada abad selanjutnya dikenal sebagai Sumatera. Syair cerita Tamil Pattinappaiyang kemungkinan disusun pada abad pertama Masehi menceritakan banyaknya perdagangan antara orang india dengan Kalagam, yang sekarang diketahui sebagai Keddah.
1
Peserta siswa terbaik pertama dari Provinsi D.I. Yogyakarta dalam lawatan sejarah regional BPNB 2016
21
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Dihubungkan dengan masa lampau yang begitu gemilang dengan kerja keras Indonesia dapat kembali membangun Nusantaranya yang kokoh melalui potensi kemaritimannya yang harus dieksplorasi kembali dan selaknya dapat menjangkau apa yang telah dapat dijangkau oleh para pendahulu bangsa-bangsa Nusantara khususnya pada masa kerajaan Sriwijaya yang juga bias disebut sebagai kerajaan Nasional Pertama. Dari uraian tersebut, pertanyaan yang dijadikan landasan dalam penelitian ini antara lain bagaimana perkembangan kerajaan Sriwijaya dalam membangun kekuatan maritim? Bagaimana upaya merekonstruksi kejayaan maritim Sriwijaya untuk Indonesia Kedepannya? Untuk mengetahui jawaban pertanyaan tersebut, perlu disusun prosedur penelitian atau tata cara penelitian yang baik. Prosedur Penelitian yang dimaksud dalam penelitan ini adalah caracara yang dilakukan selama dalam penelitian. Prosedur penelitian dilaksanakan secara runtut agar hasil yang dicapai dapat maksimal. Prosedur penelitian ini meliputi pengumpulan dan pengambilan data penelitian serta teknik yang digunakan untuk analisis data. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara antara lain melalui pengamatan. Pengamatan dilakukan mealui sumber-sumber sejarah terdekat yaitu buku-buku acuan yang berada diperpustakaan daerah DIY dan e-book dari sumber-sumber terpercaya. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam makalah adalah mengumpulkan semua sumbersumber sejarah yang ada didalam buku-buku dan sumber-sumber terpercaya yang dapat dihubungi dan berhubungan dengan kerajaan Sriwijaya dan kemaritiman. Teknik yang digunakan untu analisis data lebih merujuk pada cara-cara yang digunakan untuk menganalisis data yang telah diperoleh dalam penelitian. Sebelum teknik analisis data ini digunakan maka peneliti akan mengukur atau membahas terlebih dahulu keadaan kemaritiman Nusantara lalu membahas masa keemasan kerajaan Sriwijaya yang telah berjaya dan keadaan Indonesia saat yang yang dapat direkonstruksikan kembali searah dengan kekuatan kerajaan Sriwijaya yang dipandang mampu menguasai wilayah kemaritiman yang begitu luas. Sumber tertulis yang digunakan dalam makalah ini adalah literatur-literatur dalam bahasa indonesia dan bahasa asing yang telah diterjemahkan. B. Wilayah Kemaritiman Sriwijaya Menurut Literatur China Pada pertengahan pertama abad ke-3 terdapat dua jalur perdagangan trans asia. Jalur yang mempunyai sejarah yang lebih panjang adalah jalur yang menuju ke Cina utara melalui Turkistan dari Suriah yang dikuasai Roma, atau dari Laut Merah via India baratlaut. Fraute de Mieux, pemerintah Wu terpaksa bergantung pada jalur lain yang baru, yaitu jalur dari India baratlaut melalui darat menuju ke sungai Gangga, atau India selatan dari Sri Langka kepelabuhan-pelabuhan dibagian utara Semenanjung Melayu. Ahli epigrafi Louis Charles Damais mengatakan, sumber-sumber kesusasteraan asing (luar Indonesia), khususnya dari India, menyebut nama Sumatra, antara lain dari Kitab Milindapanca yang ditulis sekitar abad ke-1 SM, sedangkan Kitab Mahanidesa yang ditulis sekitar abad ke-3 Masehi menyebut nama beberapa pulau, seperti Swarnabhumi (Sumatra), Jawadwipa (Jawa), dan Wangka (Bangka). Demikian pula sumber Cina, antara tahun 245 M sampai 473 M, juga mencatat beberapa nama tempat seperti Tu-po (Cho-ye), Ho-lo-tan, Pohuang, Kan-to-li, dan Ko-ying, yang semuanya terletak di daerah “Laut Selatan” .Dalam system perdagangan internasional peran selat Melaka kecil. Catatan atau kronik Cina yang berasal dari abad ke-7 dan ke-8 Masehi banyak menyebutkan keberadaan sebuah negeri atau kerajaan di Nan-hai (Laut Selatan) yang bernama Shih-li-fo-shih. Setelah melalui penelahaan yang mendalam oleh para pakar sejarah, disepakati bahwa Shih-li-fo-shih merupakan transliterasi dari Sriwijaya (kerajaan Sriwijaya). Sumber-sumber berita dari negeri Cina menyebutkan keberadaan Shih-li-fo-shih berdasarkan kronik Dinasti Tang (618-902 M), kronik perjalanan pendeta Budha I-Tsing (671 M), kronik Dinasti Sung (960-1279 M), kronik Ling-wai Tai-ta oleh Chou Ku Fei (1178 M), kronik Chu-fan-chi oleh Chau Ju-kua (1225 M), kronik Tao Chih Lio oleh Wang Ta Yan (1345 M), kronik Dinasti Ming (1368-1643 M), dan kronik Ying-yai Sheng-lan oleh Ma Huan (1416 M). Pada tahun 1913, peneliti Hendrik Kern mengindentifikasikan Sriwijaya adalah nama seorang raja, yaitu Raja Wijaya. Alasannya, karena gelar Sri biasanya dipakai sebagai sebutan
22
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
atau gelar seorang raja. Lima tahun kemudian (1918) pendapat Kern dibantah oleh Coedes. Coedes berpendapat, berdasarkan telaah teks pada Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di Palembang dan catatan-catatan perjalanan para pendeta Cina bahwa Sriwijaya adalah nama sebuah kerajaan. Selain itu, Coedes mengemukakan bahwa nama Sriwijaya yang ditransliterasikan dalam kronik-kronik Cina dengan nama Shih-li-fo-shih atau San-fo-tsi adalah kerajaan Sriwijaya. Sejak tahun 1918, kerajaan Sriwijaya makin populer di kalangan para peneliti sejarah. Para peneliti sejarah banyak yang tertarik untuk menulis tentang Sriwijaya, di antaranya, J.P. Vogel menulis karangan Het Koninkrijk Çrivijaya, tahun 1919. Hubungan negeri Cina dengan negeri-negeri di wilayah Asia Tenggara telah terjalin sejak lama. Para musafir Cina yang berziarah ke India dengan menggunakan jalan laut tentu akan melewati negeri-negeri di Asia Tenggara. Selain itu, kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara senantiasa mengirimkan utusan-utusannya ke negeri Cina sebagai tanda persahabatan atau adanya hubungan dengan kaisar Cina. Tidak mengherankan, jika dalam kronik-kronik Cina banyak tercantum nama-nama negeri di Asia Tenggara. Jatuhnya kerajaan Funan yang terletak di sepanjang sungai Mekong dan Phnom Penh (Kamboja), sebagai salah satu kekuatan besar di Asia Tenggara, membuka bangkitnya kerajaam maritim di ujung barat Nusantara, sebagai kekuatan baru di Asia Tenggara, yaitu kerajaan Sriwijaya. Nama negeri-negeri di Asia Tenggara tersebut, biasanya ditulis dalam bahasa Cina yang memiliki kecenderungan berbeda jauh dengan nama aslinya. Oleh karena itu, para pakar peneliti sejarah Sriwijaya sepakat terhadap nama suatu kerajaan atau suatu tempat yang terdapat dalam catatan-catatan Cina perlu diidentifikasi atau ditransliterasikan secara cermat, kemudian baru diperkirakan lokasinya, seperti istilah Shih-li-fo-shi dan San-fo-tsi. Para pakar sejarah Sriwijaya juga sudah menyepakati, baik Shih-li-fo-shi maupun San-fo-tsi merupakan sebutan bangsa Cina terhadap kerajaan Sriwijaya yang terletak di kawasan Asia Tenggara, seperti dalam laporan atau berita perjalanan mereka. Identifikasi lokasi kerajaan Sriwijaya yang paling lengkap diceritakan melalui catatan kisah perjalanan (pelayaran) pendeta Cina yang bernama I-Tsing, dari Kanton (Cina) ke India, ia sempat singgah di negeri Sriwijaya. Setelah kembali dari India, ia menetap bertahun-tahun di Sriwijaya. Pada tahun 689 M, I-Tsing sempat pulang ke Kanton lalu kembali ke Sriwijaya. Selama tinggal di Sriwijaya, antara tahun 689 M sampai tahun 692 M, ia menghasilkan dua buah buku, yaitu Nan-hai Chi-kuei Nei-fa dan Ta-tang Hsy-yu Chiu-fa Kao-seng chuan. Tiga tahun kemudian (695 M), barulah I-Tsing benar-benar pulang ke Kanton atau tidak kembali lagi ke Sriwijaya. Dalam dua buku tersebut, I-Tsing menceritakan letak dan keadaan Sriwijaya. Catatan pelayarannya dari Kanton ke Sriwijaya tahun 671 M, I-Tsing menggambarkan letak kerajaan Sriwijaya sebagai berikut: “Ketika angin timur laut mulai bertiup, kami berlayar meninggalkan Kanton menuju selatan…. setelah kurang dua puluh hari berlayar, kami sampai di negeri Shi-li-fo-shih. Di sini saya berdiam selama 6 bulan untuk belajar sabdawidya (tata bahasa Sanskerta). Sribaginda (Sriwijaya) sangat baik kepada saya (I-Tsing). Beliau menolong mengirimkan saya ke negeri Mo-lo-yu (Melayu), tempat saya singgah selama dua bulan. Kemudian saya kembali meneruskan pelayaran menuju Chieh-cha (Kedah)…. berlayar dari (Kedah) menuju utara selama lebih dari sepuluh hari, kami sampai di kepulauaan “orang telanjang” (Nikobar)…. dari sini berlayar ke arah barat selama setengah bulan, lalu kami sampai di Tan-mo-li-ti (Tamralipti, pantai timur India).” Dari tulisan atau berita I-Tsing di atas, dapat diketahui bahwa pelayarannya dari Sriwijaya ke Kedah, ia sempat singgah di negeri Melayu. Artinya, negeri Melayu terletak di tengah jalur pelayaran antara Sriwijaya dengan Kedah. Ketika I-Tsing pulang dari India tahun 685 M, ia berlayar dari Tamralipti (India) menuju Kedah. Nama Mo-lo-yu (Melayu) muncul untuk pertamakalinya ketika mengirimkan cinderamata negeri Melayu kepada kaisar Cina pada tahun 644 M. Negeri Melayu itu terletak di Provinsi Jambi sekarang ini. Ketika I-Tsing pertama kalinya berkunjung ke Sriwijaya, ia pergi
23
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
juga ke negeri Melayu dengan naik kapal. I-Tsing menuliskan, pelayarannya dari Sriwijaya ke Melayu memakan waktu 15 hari. Rute pelayaran dari Tamralipti (India) ke Sriwijaya tersebut, I-Tsing menuliskan, namanama negeri di Asia Tenggara yang diuraikan secara berurut dari barat ke timur, nama Sriwijaya ditulis sesudah nama Melayu. Artinya, kerajaan Sriwijaya terletak di sebelah timur atau tenggara kerajaan Melayu atau Jambi sekarang. Berikut petikan catatan perjalanan I-Tsing ketika pulang dari India tahun 685 M. “Tamralipti adalah (pelabuhan) kami naik kapal jika kembali ke Cina. Berlayar dari sini menuju tenggara dalam waktu dua bulan kami di Kedah. Tempat ini kini menjadi kepulauan Sriwijaya. Saat kapal tiba adalah bulan purnama atau kedua. Kami tinggal di Kedah sampai musim dingin, lalu naik kapal ke arah selatan. Setelah kira-kira sebulan lamanya kami sampai di negeri Melayu, yang kini menjadi bagian Sriwijaya. Kapal-kapal umumnya juga tiba pada bulan pertama atau kedua. Kapal-kapal itu senantiasa tinggal di negeri Melayu sampai pertengahan musim panas, lalu mereka berlayar ke arah utara, dan mencapai Kanton dalam waktu sebulan.” Ketika I-Tsing pulang ke Kanton, ia berangkat dengan menumpang kapal yang sedang berlabuh di sungai yang terdapat di kerajaan Sriwijaya Hal ini berarti bahwa sungai di Sriwijaya yang dimaksud I-Tsing itu cukup lebar sehingga dapat dilalui dan dimasukki kapalkapal. Nia Kurnia Sholihat Irfan mengatakan, di sebelah timur atau tenggara Jambi yang mempunyai sungai lebar, satu-satunya tempat yang memenuhi syarat adalah Palembang dengan sungai Musinya. Jadi, waktu itu, diperkirakan pusat Sriwijaya terletak di tepi sungai Musi Palembang sekarang. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian geomorfologi yang membuktikan Palembang pada abad ke-7 Masehi masih terletak di tepi laut. Catatan I-Tsing yang mengatakan, “Orang yang berdiri pada tengah hari di Sriwijaya tidak mempunyai bayang-bayang”. Menurut Nia, tidak berarti bahwa lokasi Sriwijaya harus dicari tepat pada garis khatulistiwa (lintang nol derajat), melainkan dapat ditafsirkan bahwa Sriwijaya terletak di sekitar khatulistiwa. Palembang pun memenuhi syarat sebagai lokasi Sriwijaya, karena terletak pada posisi tiga derajat Lintang Selatan. Jadi masih dekat dengan khatulistiwa. Perlu diingat bahwa I-Tsing biasa hidup di negerinya (Cina), bayang-bayang pada tengah hari cukup panjang. Dapat dipahami jika I-Tsing mengatakan di Sriwijaya (maksudnya Palembang) tidak ada bayang-bayang pada tengah hari. Ditinjau dari data-data arkeologi, pendapat lokasi Sriwijaya di Palembang memperoleh bukti atau fakta yang kuat. Sebagian besar prasasti ditemukan di Palembang seperti Prasasti Kedukan Bukit, Prasasti Talang Tuwo, Prasasti Telaga Batu, Prasasti Boom Baru, dan beberapa pecahan (fragmen) batu prasasti, serta batu-batu yang menceritakan siddhayatra (perjalanan suci). Pada salah satu pecahan prasasti yang ditemukan di Palembang terdapat keterangan mengenai perdatuan (wilayah inti raja). Prasasti Telaga Batu misalnya, menyebutkan berbagai nama pembesar tinggi kerajaan, baik sipil maupun militer, yang hanya mungkin terdapat di ibukota atau pusat pemerintahan suatu negara, seperti putra mahkota, selir raja, para menteri, hakim, senapati (pejabat militer), sampai kepala pembersih istana, dan pelayan istana. Juga di Palembang banyak ditemukan arca Budha yang kini tersimpan di Museum Negeri Balaputra Dewa Provinsi Sumatra Selatan maupun yang tersimpan di Museum Nasional, Jakarta. Berdasarkan telaah lokasi pusat kerajaan Sriwijaya yang keberadaannya dimulai abad ke-7 Masehi, banyak ahli sejarah yang sepakat bahwa Palembang merupakan pusat ibukota Sriwijaya, dengan alasan, pertama, prasasti Sriwijaya paling banyak ditemukan di daerah Palembang. Kedua, prasasti tertua Sriwijaya (Prasasti Kedukan Bukit) ditemukan di Palembang. Ketiga, posisi Palembang berada di sebelah Selatan negeri Melayu (Jambi), sesuai catatan perjalanan pendeta I-Tsing. Dan keempat, berdasarkan hasil pemotretan udara (penelitian geomorfologi), keberadaan pantai timur Sumatra pada sekitar abad ke-10 Masehi, ternyata saat itu, Palembang dan Jambi masih terletak di tepi pantai. Fakta ini kian memperkuat pendapat bahwasanya Sriwijaya adalah kerajaan maritim. Merujuk pada potensi alam dan temuan sisa-sisa hunian kuno serta kesinambungannya dengan keberadaan rumah panggung dan rumah rakit di Sumatra Selatan hingga sekarang,
24
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
dapat diprediksi istana kerajaan Sriwijaya juga kemungkinan besar terbuat dari konstruksi kayu. Professor Hsing Ta, seorang peneliti literature china menduga bahwa Wan Chen adalah Gubernur Tan yang memerintah dipermukaan sekitar 222-228 M dan 234 M, dan memegang jabatan diantara dua orang gubernur lainnya.wajar bila ia mengetahui negeri-negeri asing seperti Sriwijaya berikut kapal-kapal yang ada. Wan Chen menuliskan tentang sebuah negeri yang terletak 7.000 li { 1 li= 500m} atau di sebelah utara India, dengan tembok kota dan istana yang terletak seperti yang ada dalam Ta-ch’in. Kutipan yang terdapat didalam ensiklopedia T’ung tien dari Tu Yu (735-812) dan disalin dalam ensiklopedia Wen hsien t’ung k’ao karya Ma-Tuan-Lin pada abad ke-13.berbunyi : “Negeri Gunung Api. Dikenal pada zaman Sui, (581-618M). Letaknya 5.000 li disebelah timur Chou-po. Negeri ini mempunyai banyak gunung api. Sekalipun turun hujan apinya tidak padam…” Chou-po ditunjukkan secara samar-samar disebelah timur borneo. Hal ini menandakan bahwa daerah itu menunjukkan Nusantara bagian barat. Berabad-abad setelah itu, orang Arab melaporkan terdapat sebuah gunung berapi didekat Javaga, pusat kerajaan Sriwijaya yang terletak di pantai tenggara pulau Sumatera. Menurut literatur arah nya sampai ke Gunung Dempo lebih empat derajat disebelah khatulistiwa. Perkembangan perdagangan Laut dan pengaruh ke kerajaan-kerajaan lain. Walaupun saat itu masyarakat Nusantara belum mengenal tulisan, dari catatan di atas diuraikan bahwa pulau-pulau tertentu di Nusantara kala itu sangat subur dan menghasilkan beras, emas, cula badak, kayu cendana, dan komoditas lain. Menurut hasil penelitian, J.L. Brandes, ahli tentang kebudayaan Nusantara, menjelang masuk ke periode sejarah (mulai mengenal tulisan), penduduk Nusantara telah mengenal beberapa kepandaian, yakni dapat membuat figur manusia atau hewan (patung atau arca), mengenal pola-pola hias, mengenal instrumen musik, mengetahui cara mengecor logam, mengembangkan tradisi lisan, mengenal alat tukar, mengenal teknik navigasi, mengetahui ilmu astronomi, melaksanakan irigasi pertanian, dan mengenal tatanan masyarakat yang sudah teratur dan tertata baik. Munculnya kerajaan Sriwijaya di bumi Nusantara menimbulkan sejumlah pertanyaan, terutama berkaitan dengan masa-masa pra-Sriwijaya. Realitas sejarah menunjukkan pada abad ke-7 muncul sebuah kerajaan (Sriwijaya) yang dalam waktu relatif singkat dapat berkembang menjadi besar dan kuat sehingga memegang peranan dan berpengaruh di kawasan Asia. Sekitar satu abad menjelang munculnya Sriwijaya, di pesisir timur Sumatra mulai memperlihatkan kemajuan yang berarti. Di Kota Kapur, pulau Bangka (tempat ditemukannya Prasasti Kota Kapur dari masa Sriwijaya), telah ditemukannya dua buah candi (Candi I dan II) yang terbuat dari material batu putih. Hasil penelitian karbon (C14) yang diperoleh dari tempat di bawah reruntuhan candi, memperlihatkan suatu usia (awal abad ke-6 Masehi) yang berarti lebih tua dari umur kemunculan Sriwijaya. Pada bangunan Candi II, yang tersisa hanya bagian kaki candinya itu, di bagian tengahnya terdapat sebuah batu bulat yang menancap menyerupai menhir. Pada salah satu sisinya, terdapat tanda-tanda adanya saluran kecil semacam somasutra yang menghubungkan antara menhir itu dengan bagian sisi luar bangunan. Pada sisa bangunan Candi I, para peneliti juga menemukan dua arca serta sejumlah pecahan (fragmen) tangan arca. Kedua arca tersebut menggambarkan arca Wisnu yang secara ikonografis (ilmu tentang arca kuno) dapat dikelompokkan sebagai arca-arca produk abad ke-6 Masehi pula. Selain penemuan yang bersifat artefak aktivitas religius itu, pada tahun 2000-an, di pemukiman transmigrasi Karangagung Tengah, desa Karangmukti dan Mulyo-agung, Kecamatan Bayunglincir, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatra Selatan ditemukan situs pemukiman masyarakat kuno yang diduga hidup pada menjelang masa sejarah (abad ke-4 Masehi). Hal ini membuktikan, bahwa sebelum kemunculan Sriwijaya sebagai kekuatan besar di kawasan Asia pada sekitar abad ke-7 Masehi, telah ada masyarakat yang memiliki pemukiman padat di wilayah Sumatra Selatan. Pencarian emas merupakan motif penting orang India datang setelah orang Vespasia menghentikan pengiriman emas Roma ke India. Suvarnabhumi dan Suvarnadvipa, yang
25
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
berarti “Pulau Emas”dan “Kepulauan Emas”. Pada masa perdagangan awal, transaksi antara orang India dengan Nusantara kemungkinan sudah dilakukan atas dasar kesamaan derajat. Teks-teks masa awal India menyebutkan bahwa kayu Gahayu dan kayu Cendana datang dari negeri-negeri asing dan kemungkinan dari Asia Tenggara. Kayu cendana putih (Santalum album) dari timur Nusantara yang sangat bernilai dibawa ke barat Nusantara yang kemudian dibawa ke India. Munculnya hasil pasar berupa tanaman obat-obatan yang telah sampai diCina dan India merupakan hasil penyesuaian diri dalam hubungan perdagangan yang dilakukan pedagang timur dan barat Asia. Awalnya Sriwijaya hanya disinggahi oleh para pendeta Cina untuk urusan keagamaan, karena Sriwijaya mampu mengembangkan diri sebagai pusat kegiatan agama Budha. Pendetapendeta Cina berziarah ke Sriwijaya untuk mempelajari bahasa Sanskerta atau menerjemahkan naskah-naskah Budha. Menurut I-Tsing, di Sriwijaya berdiam seorang guru agama Budha yang termasyur, ia bernama Syakyakirti. Dikatakan juga bahwa di Sriwijaya terdapat lebih dari 1.000 pendeta agama Budha yang rajin mempelajari dan meneliti ajaran Budha. Para pendeta tersebut mempelajari seluruh masalah secara nyata seperti di India. Oleh karena itu, pendeta I-Tsing yang ingin pergi ke India, belajar di Sriwijaya dulu baru pergi ke India. Pada awalnya, perkembangan bidang keagamaan di Sriwijaya, lebih maju dibandingkan dengan perkembangan ekonomi dan perdagangan. Sedangkan di Melayu dan Kedah, perkembangan ekonomi dan perdagangan lebih menonjol, dibandingkan dengan perkembangan agama, karena memang Melayu dan Kedah memiliki pelabuhan yang lebih strategis di Selat Malaka. Maka, satu jalan untuk mengembangkan negerinya, Sriwijaya mau tidak mau harus menguasai atau menaklukan Melayu dan Kedah. Tetapi sebelum menaklukkan Melayu dan Kedah, strategi kerajaan Sriwijaya adalah menguasai daerah di sekitarnya terlebih dahulu seperti Bangka, Tulang Bawang, baru Melayu, dan Kedah, sampai ke Kepulauan Riau dan Lingga. Bahkan sampai ke pulau Jawa, seperti yang tercantum dalam Prasasti Kota Kapur. Orang Buddha ataupun Brahman menjadi kepercayaan pada masa-masa kerajaan dang kerajaan mengirimkan utusan-utusan mereka ke Cina. Disisi lain, nahkoda-nahkoda kapal, menyandarkan kapal-kapal mereka dipelabuhan-pelabuhan di Ho-ling (Sriwijaya). Para bangsawan serta rakyat kerajaan menjadi penengah bagi nahkoda yang memiliki permasalahan dan menerima cap perniagaan jabatan atau hadiah-hadiah raja sebagai simbol dukungan terhadap raja. Status istimewa yang dibawa para nahkoda dijadikan umpan untuk memikat para saudagar lainnya agar berdagang dan berlayar melalui jalur kerajaan Ho-ling. Oleh karena itu, kapal-kapal perang kerajaan dikerahkan untuk memaksa kaum perompak menjaga keamanan lautan disekitar tempat itu. Dengan cara ini Sriwijaya menjadi besar dan menjadi penguasa Malaka yang memiliki keuntungan yang besar.Kemakmuran saat itu bergantung pada perdagangan Persia yang benar-benar tidak terganggu pada abad ke-5 dan pertengahan abad ke-6. Menurut Ming-shih, sesudah Palembang dikuasai oleh orang Jawa pada abad ke-14, negeri itu menjadi lebih miskin. Hanya sedikit kapal dagang yang datang kesana. Pada abad ke-15 Palembang mengalami kemerosotan dan menjadi sarang perompak. Pada zaman Sriwijaya, pantai diMalaka terus berperan sebagai penghubung antara samudera Hindia dan Laut Cina Selatan, sedangkan selat malaka tetap menjadi bagian perjalanan ke Sumatera Selatan.I Tsing menyatakan bahwa untuk sampai ke Melayu dari Keddah diperlukan waktu yang sama dengan waktu untuk sampai ke Kanton dari Melayu. Itu menandakan kapal-kapal itu tidak berada diambang Cina, dan perjalanan itu belangsung selama satu bulan. Abu Zayn menyatakan bahwa jarak itu sama dengan separuh jarak Arab-Cina. Demikian kunci lokasi jalur perdagangan ke cIna yang diwarisi Sriwijaya diSumatera Tenggara. Sebelum adanya konflik, Ko-ying menarik para pedagang India kepantai yang sama. Pada abad ke-5 dan abad ke-6 pantai Melaka dikuasai Kan-t’o-li, yang merupakan jaminan bagi perdagangan Persia. Keemasan Sriwijaya Diberitakan, setelah hubungan pelayaran dan perdagangan dunia ketika itu khususnya di wilayah Asia semakin ramai, dengan ditemukannya jalur laut antara Romawi dan Cina. Rute baru jalur laut hubungan dagang antara Cina dengan Romawi itu, nampaknya telah
26
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
mendorong pula hubungan dagang pada daerah-daerah yang dilalui, termasuk wilayah Nusantara. Karena posisi Nusantara yang strategis di tengah-tengah jalur hubungan dagang Cina dengan Romawi, maka terjadilah hubungan dan transaksi dagang antara Nusantara dengan Cina dan juga India. Melalui hubungan dagang antara Nusantara dengan India, maka secara lambat laun budaya dan agama Budha-Hindu masuk, dianut oleh para raja-raja dan bangsawan, kemudian tersebar di Nusantara. Berawal dari keluarga raja dan para bangsawan itulah agama BudhaHindu tersebar luas sampai ke lingkungan rakyat biasa. Penyiaran budaya dan agama Budha dalam sejarahnya lebih dahulu masuk ke Nusantara dibandingkan dengan budaya dan agama Hindu. Tersiarnya ajaran Budha di Nusantara itu, diperkirakan sejak abad ke-2 Masehi, dibuktikan dengan penemuan beberapa patung batu, beberapa diantaranya ditemukan di Palembang. Sejak masuknya pengaruh budaya dan agama Budha-Hindu di Nusantara, maka semula masyarakatnya hanya mengenal sistem suku atau kepala suku (interpares), lambat laun berganti dengan sistem raja atau kerajaan. Kerajaan Sriwijaya memiliki hubungan kuat dengan kerajaan Mataram di Jawa yang diperintah oleh dinasti Syailendra dan Sanjaya. Salah satu raja yang ada yaitu Panangkaran,yang disebut rakyat dan maharaja. Dalam pemerintahan Syailendra banyak didiriakn lembaga-lembaga keagamaan Buddha. Dalam Prasasti Ligor disebutkan tiga orang raja yaitu raja Sriwijaya, yang pada tahun 775 memberkati lembaga-lembaga Buddhis, disisi lainnya disebutkan Wisnu dan Kama sedangkan yang kedua disebutkan Sri Maharaja yang ditunjukkan dengan sebutan’pembunuh musuh-musuh yang gagah perkasa’. Dalam pada tiu, Wisnu pribadi adalah keturunan seorang dewa matahari, akan tetapi karena perkawinannya dengan seorang putri dari keturunan dewi bulan (kantalaksmya), telah menjadi anggota somawangsa (Bosch,1975) Bababkan-tarikh kerajaan Sriwijaya bermula dari penghabisan abad VII dan berakhir abad XII, itu pun sebagai kerajaan seluruh Indonesia. Dalam kesusasteraan Indonesia-lama dan menurut cerita naluri maka bukit siguntang mahameru ialah tempat turunnya maha raja pertama yang berkuasa di Indonesia yang berpusat di Palembang. Selang beberapa tahun ditemukan patung Buddha yang menurut langgam Amarvati dari abad VI, beberapa tulisan dengan hufur Palawa dengan menyebutkan nama Sriwijaya, tulisan Kedukan Bukit bertarikh 683 T.M., tulisan Talang Tuwo (684), kemudian tulisan Kota Kapur (686) dipulau Bangka dan bukti-bukti lainnya. Penaklukkan atau ekspansi awal yang dilakukan Sriwijaya adalah terhadap negeri-negeri yang terdekat dengan Sriwijaya. Setelah menundukkan Bangka, Lampung juga dapat dikuasai. Bukti Bangka dan Lampung pernah menjadi daerah kekuasaan Sriwijaya ditemukannya prasasti-prasasti persumpahan di daerah tersebut, yaitu Prasasti Kota Kapur di Bangka dan Prasasti Palas Pasemah di Lampung. Setelah Bangka dan Lampung takluk, maka Sriwijaya terus memperluas ruang lingkup wilayah ekspansinya atas daerah-daerah sekitar dengan menguasai Melayu, penaklukkan ini bertujuan untuk menguasai pelabuhan-pelabuhan Melayu di Selat Malaka yang saat itu memang mempunyai fungsi yang sangat strategis untuk mengembangkan perekonomian Sriwijaya. Menurut Nia Kurnia Sholihat Irfan, penaklukkan kerajaan Melayu oleh Sriwijaya diperkirakan terjadi sebelum tahun 682 M, sebab pada tahun 682 M tentara Sriwijaya sudah menguasai Minanga (Binanga), sebagaimana tercantum dalam Prasasti Kedukan Bukit. Dalam prasasti itu disebutkan bahwa Dapunta Hyang berangkat dari Minanga dengan diikuti 20.000 balatentara. Dengan penguasaan negeri Melayu dan Minanga, maka daerah pantai timur Sumatra praktis telah berada dalam pengawasan kerajaan Sriwijaya. Bahwa negeri Melayu sudah benar-benar ditaklukkan oleh Sriwijaya, terbukti dengan ditemukannya prasasti persumpahan, yaitu Prasasti Karang Berahi di Jambi, serta pernyataan ITsing, ketika pulang dari India tahun 685, negeri Melayu sudah menjadi daerah kekuasaan Sriwijaya. Kedah menjadi korban berikutnya, setelah menaklukkan Melayu, Sriwijaya menyeberang dari Selat Malaka untuk menduduki Semenanjung Malaka. Sasaran utamanya
27
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
adalah negeri Kedah yang cukup ramai disinggahi oleh para pedagang asing. I-Tsing mengatakan ketika ia pulang dari India tahun 685, Kedah sudah menjadi kekuasaanya kerajaan Sriwijaya. Sriwijaya juga menguasai daerah Muangthai Selatan (775 M). Hal ini dibuktikan dari keterangan Prasasti Ligor yang ditemukan di Tanah Semenanjung Melayu (Thailand Selatan). Dalam Prasasti tersebut disebutkan seorang raja Sriwijaya memerintahkan pembuatan bangunan-bangunan Budha. Tahun 686 M, tentara Sriwijaya berangkat menyerang pulau Jawa. Pada waktu itu, kerajaan Taruma di Jawa Barat masih berdiri, sebab masih mengirimkan utusan ke negeri Cina pada tahun 669 M. Setelah ada penyerangan pasukan Sriwijaya tahun 686 M, nama Taruma juga menghilang dari catatan kronik Cina. Diperkirakan kerajaan Taruma juga menjadi korban ekspansi Sriwijaya. Setelah kerajaan Taruma sebagai pintu masuk ke pulau Jawa dikuasai, Sriwijaya juga dapat menaklukkan kerajaan di Jawa Tengah. Dengan menguasai Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa. Sriwijaya mulai mendominasi jalur pelayaran dan perdagangan internasional saat itu. Setiap pelayaran dari Asia Barat dan Asia Timur atau sebaliknya. Mau tidak mau harus melewati teritorial kerajaan Sriwijaya. Penguasaan Sriwijaya atas jalur pelayaran strategis selama berabad-abad tentu harus didukung dan dilindungi oleh pasukan armada yang kuat. Pasti, Sriwijaya harus menguasai teknologi perkapalan dan ilmu navigasi. Dengan penguasaan jalur pelayaran strategis dan mendominasi perdagangan, jelas menguntungkan kerajaan Sriwijaya untuk menarik pajak-pajak dari kapal yang masuk di wilayahnya. Pundi-pundi yang mengisi kas kerajaan Sriwijaya menjadi besar dan kaya. Dampaknya, rakyat Sriwijaya dibebaskan dari segala macam pajak kepada negara. Apalagi sejak bertahtanya Raja Balaputra Dewa, bidang sosial budaya, politik, agama di kerajaan Sriwijaya berkembang sangat pesat. Balaputra Dewa menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan besar seperti kekaisaran Cina, dan India. Hubungan itu bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan sosial masyarakatnya. Selain itu, Balaputra Dewa berusaha meningkatkan taraf kehidupan masyarakatnya melalui pendidikan. Hal ini dapat dibuktikan melalui Prasasti Nalanda di India Selatan yang menyebutkan terdapat pelajar dan mahasiswa dari kerajaan Sriwijaya yang belajar berbagai ilmu pengetahuan di Nalanda. Juga, adanya seorang guru besar agama Budha di kerajaan Sriwijaya yang bernama Dharmakirti. Dengan pengembangan pengetahuan itu secara jelas membuktikan bahwa tingkat kehidupan sosial ini pun akan mempengaruhi kehidupan dan perkembangan kerajaan Sriwijaya. Penghasilan negara Sriwijaya terutama diperoleh dari sektor perdagangan, seperti komoditas ekspor dan bea cukai bagi kapal-kapal asing yang singgah di pelabuhan-pelabuhan milik kerajaan Sriwijaya. Salah seorang peneliti sejarah Sriwijaya, J.C. van Leur, merinci jenisjenis komoditas ekspor tersebut, yakni kayu gaharu, kapur barus, cendana, gading, timah, ebony (kayu hitam), kayu sapan, rempah-rempah, dan kemenyan. Sedangkan ke negeri Cina, Sriwijaya mengekspor gading, air mawar, kemenyan, buah-buahan, gula putih, cincin kristal, gelas, kapur barus, batu karang, kapas, cula badak, wangi-wangian, bumbu masak, dan obatobatan. Barang-barang tersebut bukan produksi Sriwijaya dalam negeri Sriwijaya seluruhnya. Tapi, mungkin ada yang berasal dari pertukaran barang dengan negara lain yang punya hubungan degang dengan Sriwijaya. Catatan Cina, Hsin-tang-shu (sejarah Dinasti Sung), menyebutkan bahwa Sriwijaya kala itu sudah mempunyai 14 kota dagang. Menurut berita Cina dan berita Arab, komoditas yang diperdagangkan dan berasal dari Sriwijaya adalah cengkeh, pala, kapulaga, lada, pinang, kayu gaharu, kayu sapan, rempahrempah, penyu, emas, perak, dan lada. Barang-barang ini oleh pedagang asing dibeli atau ditukar dengan porselen, kain katun, dan kain sutra. C. Warisan dan prospek Sriwijaya Ketika berbicara mengenai Sriwijaya, pasti tidak lepas dari pembicaraan tentang kemaritiman. Tak pelak lagi berdasarkan kisah sejarahnya, Sriwijaya telah malang-melintang di
28
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
perairan Asia Tenggara sampai ke daerah Madagaskar di selatan benua Afrika. Sebuah kajian masa lampau, memperoleh bukti bahwa banyak nama-nama tempat di pantai Campa dan Annam (Vietnam sekarang) berasal dari bahasa Melayu. Hal ini mendukung pendapat pelayaran orang-orang Melayu ke negeri Cina memang dilakukan oleh pelaut-pelaut Melayu dengan menggunakan perahu sendiri. Hegemoni Sriwijaya atas Selat Malaka dan Laut Jawa selama berabad-abad sudah tentu harus ditopang oleh armada laut yang kuat. Untuk mendukung kekuatan ini, teknologi perkapalan dan ilmu navigasi harus ada. Salah seorang peneliti Sriwijaya berkebangsaan Perancis, Pierre Yves Manguin, mengatakan Sriwijaya sudah menggunakan kapal-kapal besar dalam jalur perdagangan di Samudra Hindia dan Laut Cina Selatan. Provinsi Sumatra Selatan menyimpan banyak potensi situs artefak perahu. Hal ini dibuktikan dari 12 situs perahu kuno di Indonesia 5 di antaranya berada di Sumatra Selatan, yakni situs Tanjung Jambu. Samirejo, Kolam Pinisi, Tulung Selapan, dan Karanganyar, Pada sekitar tahun 1980-an, di satu bagian tebing sungai Lematang di dusun Tanjung Jambu, Kecamatan Merapi Lahat, ditemukan papan perahu kuno yang panjangnya berkisar 3,75 cm, lebar 21 cm, dan tebal 2,4-2,6 cm. Lalu tahun 1987, di Samirejo, di desa Mariana-Musi Banyuasin ditemukan bangkai perahu kuno Pada saat ditemukan kondisi bangkai perahu terletak pada dasar sungai tua yang dahulunya merupakan anak sungai Musi. Ukuran terpanjang papan 10,93 meter dan terpendek 3,5 meter dengan ketebalan 3,5 cm dan lebar 23 cm. Di situs Kolam Pinisi yang terletak di kaki Bukit Siguntang ditemukan juga bekas struktur bangunan perahu yang panjangnya sekitar 2,5 meter dengan ketebalan papan 5 cm dan lebar 20-30 cm. Pada tahun 1992, ditemukan bangkai perahu kuno di dusun Tulung Selapan, OKI. Diduga perahu itu berasal dari abad ke-5 dan ke-8 Masehi. Kemudian di situs Karanganyar (sekarang TPKS) ditemukan potongan papan berukuran panjang 60 cm dengan ketebalan 3 cm. Mengenai bentuk dan konstruksi kapal pada era Sriwijaya terlihat pada relief-relief (lukisan yang dipahatkan) di dinding Candi Borobudur yang terletak di pulau Jawa. Di antara 11 relief tersebut, menurut pengamatan peneliti van Erp (1923), ada tiga jenis, yakni perahu lesung yang sangat sederhana, perahu lesung yang dipertinggi dengan cadik, dan perahu lesung yang dipertinggi tanpa cadik. Sedangkan van der Heide membuat tipologi berdasarkan jumlah tiang yang dipakai, yakni perahu dayung tanpa tiang, perahu bertiang tunggal tanpa cadik, perahu bertiang tunggal tanpa cadik dengan tiang yang terdiri dari dua buah kaki, perahu bertiang tunggal dengan cadik, dan perahu bertiang ganda dengan cadik. Relief kapalkapal besar tersebut memperlihatkan variasi dalam bentuk, nampak sekali teknologi pembuatan kapal-kapal Sriwijaya tersebut sudah maju. Bobot kapal Sriwijaya mencapai 250 sampai 1000 ton, dengan panjang sekitar 40 meter. Kapasitas kapal itu mampu menampung penumpang sampai 1000 orang, belum termasuk muatan barang. Kapal jung Cina yang berlayar pada abad ke-16, ketika kerajaan Sriwijaya sudah punah, diduga merupakan tiruan bentuk kapal Sriwijaya. Karena, sebelum abad ke-9 Masehi, negeri Cina tak pernah punya kapal-kapal antarsamudra seperti yang dimiliki armada kerajaan Sriwijaya. I-Tsing yang mencatat perkembangan kerajaan Sriwijaya pada sekitar abad ke-7 Masehi mengatakan, pelayaran orang-orang Melayu di Sumatra ke negeri Cina memang dilakukan pelaut-pelaut Melayu menggunakan perahu sendiri. Kajian Wolters, dari Cornell University, mengenai abad-abad pra-Sriwijaya pun membawa pada kesimpulan yang dimaksud dengan The Shippers of the “Persian’ trade” adalah orang-orang Melayu. Orang Melayu memang pelaut ulung, sehingga orang Portugis membuat buku panduan laut (roteiros) berdasarkan petunjuk-petunjuk dari pelaut Melayu. Ketangkasan bangsa Melayu sebagai pelaut ulung hingga sekarang masih tersisa, misalnya seperti yang masih dapat disaksikan pada kepiawaian sukubangsa Melayu di masyarakat Palembang yang masih bergelut dengan sungai Musi dan di daerah Kepulauan Riau. Bukti tertulis mengenai penggunaan perahu sebagai sarana transportasi pada masa Sriwijaya disebutkan dalam prasasti Sriwijaya, berita Cina, dan berita Arab. Prasasti dari zaman Sriwijaya yang menyebutkan penggunaan perahu sebagai alat transportasi utama adalah Prasasti Kedukan Bukit. Dalam Prasasti itu disebutkan bahwa Dapunta Hyang berangkat dari
29
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Minanga dengan membawa 20.000 balatentara dan 200 peti perbekalan (logistik) yang diangkut dengan perahu-perahu. Apabila dibandingkan dengan perahu pinisi yang dapat mengangkut 500 orang, maka perahu yang dibutuhkan Dapunta Hyang dalam ekspedisinya tersebut, sekurang-kurangnya dibutuhkan 40 perahu yang seukuran dengan perahu pinisi. Tidak ada satupun sukubangsa yang berkebudayaan lebih maritim daripada sukubangsa “orang laut”. Sukubangsa ini mendiami daerah-daerah muara sungai dan hutan bakau di pantai timur pulau Sumatra, Kepulauan Riau-Lingga, dan pantai barat Semenanjung Tanah Melayu sampai ke Muangthai Selatan. Mereka hidup di rumah-rumah di atas perahu menjadikan mereka orang laut dalam arti yang sesungguhnya. Berita Cina yang berasal dari tahun 1225 M menguraikan tentang kehidupan rakyat di kerajaan Swarnabhumi (Sriwijaya). Disebutkan bahwa rakyat tinggal di sekitar kota atau di atas rakit yang beratap rumbia. Mereka tangkas dalam peperangan baik di darat maupun di laut. Ketika akan perang dengan kerajaan lain, mereka berkumpul dan memilih sendiri panglima dan pemimpinnya. Walaupun keperluan mereka dipenuhi, semua persenjataan dan perbekalan ditanggung mereka masing-masing. Dalam menghadapi lawan dengan resiko mati terbunuh, di antara bangsa-bangsa lain, mereka sulit dicari tandingannya. Mungkinkah “orang laut” yang mendiami Sumatra bagian timur itu keturunan dari mereka itu? Sebagai “orang laut”, masyarakat maritim Sriwijaya bergaul dan berdagang dengan berbagai bangsa di Asia Tenggara. Dampak, adanya hubungan dengan daratan Asia Tenggara, membawa suatu kemajuan dalam teknologi pembuatan perahu mereka. Berabad-abad setelah keruntuhan Srwijaya, di seluruh perairan Indonesia sekarang ini, banyak ditemukan reruntuhan perahu atau kapal yang tenggelam atau kandas. Dari reruntuhan itu para pakar perahu dapat mengidentifikasikan teknologi perahu berdasarkan wilayah budayanya, yaitu wilayah budaya Asia Tenggara dan wilayah budaya Cina. Perahu yang dibuat dengan teknologi tradisi Asia Tenggara mempunyai ciri-ciri khas, antara lain badan (lambung kapal) perahu berbentuk seperti huruf V, sehingga bagian lunasnya (bentuk bagian dasar yang membulat) berlinggi, haluan dan buritan lazimnya berbentuk simetris, tidak ada sekat-sekat kedap air di bagian lambungnya, dalam seluruh proses pembangunannya sama sekali tidak menggunakan paku besi, dan kemudi berganda di bagian kiri dan kanan buritan. Teknik yang paling mengagumkan untuk ukuran masa kini, adalah cara mereka menyambung papan. Selain tidak menggunakan paku besi, teknik menyambung antarpapan mengikatnya dengan tali ijuk. Sebilah papan, pada bagian tertentu dibuat menonjol. Di bagian yang menonjol ini, diberi 4 lubang, menembus ke bagian sisi tebal. Melalui lubang-lubang itu, tali ijuk kemudian dimasukkan dan diikatkan dengan bilah papan yang lain. Di bagian sisi yang tebal, diperkuat dengan pasak-pasak dari kayu atau bambu. Teknik penyambungan papan seperti ini dikenal dengan istilah “teknik papan ikat dan kupingan pengikat” (sewn-plank and lashed-lug technique). Sisa perahu yang ditemukan di Samirejo, Mariana, dan Kolam Pinisi di kawasan Palembang, juga sisa perahu yang ditemukan di tempat lain di Indonesia, dan negara jiran (Malaysia), ada kesamaan yang dapat kita cermati, yaitu teknologi pembuatannya. Teknologi pembuatan perahu atau kapal yang ditemukan itu, antara lain; teknik ikat, teknik pasak dari kayu atau bambu, teknik gabungan ikat dan pasak dari kayu atau bambu, dan perpaduan teknik pasak dari kayu dan dari paku besi. Melihat teknologi rancangbangun perahu atau kapal tersebut, dapat diketahui tanggal pembuatannya. Bukti tertulis tertua yang berhubungan dengan penggunaan pasak dari kayu atau bambu dalam pembuatan perahu atau kapal di Nusantara berasal dari sumber sejarah bangsa Portugis pada awal abad ke-16 Masehi. Dalam sumber itu disebutkan bahwa perahu-perahu niaga orang Melayu dan Jawa yang disebut jung (berkapasitas lebih dari 600 ton) dibuat tanpa sepotong besi pun di dalamnya. Untuk menyambung papan maupun gading-gading hanya digunakan pasak dari kayu. Cara pembuatan perahu dengan teknik tersebut, sampai sekarang masih tetap ditemukan di Indonesia, seperti yang terlihat pada perahu-perahu niaga dari Sulawesi dan dan Madura yang kapasitasnya lebih dari 250 ton.
30
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Kapal-kapal yang dibangun menurut tradisi negeri Cina mempunyai ciri-ciri khas, antara lain tidak mempunyai bagian lunas (bentuk bagian dasarnya membulat), badan perahu atau kapal dibuat berpetak-petak dan dipasang sekat-sekat yang struktural, antara satu papan dengan papan lain disambung dengan paku besi, serta mempunyai kemudi sentra tunggal. Dari sekian banyak perahu kuno yang ditemukan di perairan Nusantara, sebagian besar dibangun dengan teknik tradisi Asia Tenggara. Varian dari kapal-kapal yang dibangun dengan teknik tradisi Asia Tenggara adalah kapal pinisi dan beberapa perahu tradisional di berbagai daerah di Indonesia. Pada perahu pinisi, teknik papan ikat dan kupingan pengikat dengan menggunakan tali ijuk sudah tidak dipakai lagi. Para pelaut Bugis sudah menggunakan teknik yang agak modern, tetapi masih mengikuti teknik tradisi Asia Tenggara. Akan tetapi, jangan dilupakan perahu tradisional yang pernah berlalu-lalang di sungai Musi, yaitu perahu kajang. Perahu kajang adalah jenis perahu sungai yang dibuat dari kayu dengan ukuran yang terpanjang sekitar 10 meter dan lebar sekitar 3 meter. Sampai sekitar tahun 1980-an, jenis perahu kajang yang berukuran besar masih dimanfaatkan penduduk di daerah hulu Sumatra Selatan, yakni daerah Kayuagung, untuk mengangkut tembikar produk Kayuagung yang dipasarkan di Palembang. Sejalan dengan kurangnya minat masyarakat memakai barangbarang tembikar, kian lama perahu kajang jenis yang besar berkurang jumlahnya, bahkan sekarang dapat dikatakan sudah punah. Data runtuhan perahu Sriwijaya yang ditemukan di situs Samirejo, boleh jadi merupakan jenis perahu kajang yang berukuran besar. Demikian juga yang ditemukan di situs Tulung Selapan, Sungai Buah, dan Kolam Pinisi yang semuanya terletak di kawasan Palembang. D. Indonesia dalam Kemaritiman Setiap bangsa pendahulu yang diidentifikasikan dalam lingkup kerajaan maritim pada perjalanannya pasti dapat berjaya dengan kemampuan maritimnya yang menjadi andalan utama dalam bidang pelayaran dan perdagangannya. Indonesia dengan wilayah yang sama seharusnya dapat sama kuat dan sama hebatnya dengan para pendahulu. Nyatanya, saat ini pemerintah hanya berfokus terhadap pembangunan wilayah daratan, padahal Indonesia merupakan Negara kepulauan bukan Negara yang memiliki daerah daratan yang luas . Kembalinya Indonesia kedalam sistem maritim diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi demi kesejahteraan rakyat. Dapat dibuktikan melalui negera Singapura yang maju dengan pelabuhan-pelabuhannya, sera Belanda yang dapat membangun negaranya melalui pajak-pajak dari Negara jajahannya.Mengapa mereka dapat? Kuncinya yaitu menerapkan atau menyatukan visi Negara menjadi Negara maritim. Wawasan maritim adalah elemen awal untuk mewujudkan Negara maritim diikuti kedaulatan diaut, industri maritim, tata ruang kelautan, dan sistem hukum kelautan. Kelima elemen inilah yang akan menjadikan Indonesia kembali menjadi Negara maritim. Wawasan kemaritiman Indonesia haruslah diterapkan sejak dini melalui pendidikan disekolah-sekolah.. Visi menuju Negara maritim ini harus dibangun disemua lini diIndonesia dalam konteks NKRI. E. Kesimpulan Dari kehidupan para pendahulu bahwa nenek moyang bangsa Indonesia merupakan “pelaut handal” yang mewariskan sejarah dan kepiawaiannya dalam konteks membangun Negara maritim yang hebat. Melalui Sriwijaya dapat ditarik kesimpulan bahwa kerajaan ini memiliki sistem yang dapat ditiru dan diterapkan di Indonesia untuk mencapai visi Negara kemaritiman yang hebat. Daftar Pustaka Hsien, Wen. t’ung k’ao Ma-Tuan-Lin. halaman 332, 2607 Sauvaget, J., 1948. ‘Ahbar as-Sin wa l’Hind. Paris : Belles Lettres. halaman 10 W, Wolters O., 2011, Kemaharajaan Maritim Sriwijaya di Perniagaan Dunia. Depok: Komunitas Bambu.
31
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Laufer, B., 1919,. “Sino-Iranica:Chienese contributions to the history of civilization in acient Iran, with special refrence to the history of cultivated plant and product. Chicago: Filed Museum of Natural history ,Publication series 201,edisi 3, no.3 Anshori, Nashruddin, Dri Arbaningsih, 2008, Negara maritim Nusantara Jejak sejarah yang terhapus. Yogyakarta: Tiara Wacana.
32
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
PERANAN KOTA TEGAL TERHADAP BERDIRINYA BENTENG PERTAHANAN MARITIM NUSANTARA Nikita Devy Haryono 1 SMA Stella Duce 1 Yogyakarta Jl. Sabirin No. 1-3 Kotabaru, Yogyakarta I. Pendahuluan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti sering mengundang kontroversi dikalangan masyarakat. Kebijakan beliau menyangkut pengeboman kapal-kapal negara asing yang memasuki wilayah perairan Indonesia dianggap dapat memutuskan kerja sama antara Indonesia dengan negara-negara yang bersangkutan. Namun, apakah pernah terpikirkan oleh masyarakat Republik Indonesia sendiri mengenai dampak yang terjadi bila kapal asing terus menerus memasuki perairan Indonesia dan merebut kekayaan alam Indonesia. “Lautan Yang Luas Dengan Kekayaan Alam Berlimpah Bagi Sejuta Kehidupan”. Untaian kata-kata tersebut patut direnungkan oleh masyarakat Indonesia. Mengapa? Indonesia ingin berkembang menjadi negara maju, namun untuk menjadi sebuah negara maju tidaklah mudah. Diperlukan kualitas masyarakat yang baik pula. Seperti yang dikatakan oleh Menteri Susi, “Satu dari tiga anak Indonesia bertumbuh kuntet karena kurang protein.” Kekurangan protein, seharusnya bukan menjadi masalah bagi Indonesia. Mengingat bahwa negara kita adalah negara maritim, dengan perairan yang begitu luas yang menggambarkan bahwa Indonesia mempunyai banyak sumber protein bagi masyarakatnya terutama protein berupa ikan. Keamanan laut adalah kunci dari pembangunan nasional. Banyaknya pelanggaran perbatasan laut Indonesia menyebabkan banyak kerugian bagi Indonesia, baik bagi keuangan negara, potensi sumber daya alam, dan juga kualitas sumber daya manusia. Untuk mengatasi masalah ini maka diperlukan suatu sistem pertahan dan keamanan di laut nasional. Pertahanan dan keamanan di laut dilaksanakan oleh TNI-AL (Angkatan Laut). Peranan TNI-AL sebagai sistem HANKAM di laut harus terus menerus dibina dalam pelaksanaan tugas dan kualitas sarana-prasarana. Namun, apakah masyarakat Indonesia mengenal apa itu TNI-AL? Atau hanya sebatas tahu bahwa mereka mempunyai kekuatan pertahan di laut tanpa mempedulikan asal-usul dan tugas sebenarnya dari TNI-AL? Apakah masyarakat dengan jelas mengetahui sejarah dari kekuatan HANKAM Laut Indonesia? Bagaimana dengan proses perjuangan saat awal pembentukan kekuatan pertahan laut ini? 1
Peserta siswi terbaik ke-II dari Provinsi D.I. Yogyakarta dalam lawatan sejarah regional BPNB DIY 2016
33
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Banyak pertanyaan yang dapat dilontarkan pada masyarakat Indonesia, banyak yang mungkin dapat menjawab dengan yakin, namun banyak juga yang dijawab dengan sikap masa bodoh. Apa jadinya bila pertanyaan seperti ini dilontarkan oleh masyarakat luar negeri? Apakah kita tidak malu bila kita tidak mengetahui asal-usul dari suatu badan yang memiliki pengaruh sangat penting bagi pertahanan dan keamanan laut negara kita sendiri? Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, pertanyaan utama yang muncul untuk mencari tahu mengenai perkembangan suatu badan pertahanan yang memiliki pengaruh sangat penting bagi pertahanan dan keamanan laut di pantai utara Jawa, dalam hal ini TNI AL di kota tegal yaitu bagaimana awal mula pembentukan TNI-AL? apa saja yang menjadi pertimbangan pemilihan Kota Tegal sebagai tempat lahirnya Pangkalan TNI-AL? Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat kualitatif dengan menggunakan metode penelitian sejarah (historical research). Metode dengan mengumpulkan data-data dan bukti yang jelas untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan. Proses pencarian data (Heuristik) dilakukan dengan menelusuri sumber-sumber kepustakaan (buku) yang dapat membantu mengumpulkan fakta dan data-data yang dibutuhkan. Selain itu juga sumber lain yang diperoleh melalui wawancara informan untuk mendukung kebenaran data yang didapatkan. II. Sejarah TNI-AL Awal mula berdirinya TNI-AL tidak lepas dari faktor internal berupa situasi yang dialami negara Republik Indonesia. Pada bulan Februari 1957, Presiden Soekarno memanggil semua pejabat sipil dan militer serta semua pimpinan partai ke Istana Merdeka. Presiden Soekarno mengajukan konsepsinya yang berisi tentang pembentukan Kabinet Gotong Royong yang terdiri dari wakil-wakil semua partai ditambah dengan golongan fungsional. Selain itu, pembentukan Dewan Nasional (kemudian bernama Dewan Pertimbangan Agung), yang beranggotakan wakil-wakil partai dan golongan fungsional pada masyarakat. Gagasan-gagasan ini ditolak oleh sebagian besar partai sehingga situasi politik menjadi memanas. 17 Desember 1957 Presiden mengumumkan keadaan darurat perang (SOB) untuk seluruh wilayah Indonesia. Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden yang berisi: 1. Pembubaran Konstituante 2. Berlakunya kembali UUD 1945 3. Tidak berlakunya UUDS Sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dimulailah pelaksanaan demokrasi terpimpin dimana terjadi pemusatan kekuasaan pemerintah kepada Presiden Soekarno. A. Modernisasi ABRI Usaha ke arah pembentukan satu ABRI dimulai pada masa Ir. Djuanda menjadi menteri pertama. Dibentuklah panitia yang dipimpin Deputi Menteri Keamanan Nasional Hidajat dengan anggota KSAD, KSAL, dan KSAK. 34
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Ternyata Presiden tidak menyetujuji hal ini karena struktur seperti ini tidak sesuai dengan aspirasi politiknya. Dalam struktur organisasi ABRI, Presiden menginginkan adanya jabatan Panglima Tertinggi yang akan dipegangnya sendiri. Akhirnya panitia mengadakan beberapa perubahan. Dimana dalam konsep kedua diajukan jabatan Kepala Staf Operasi Angkatan Bersenjata (KSOB) sebagai pengganti KSAB, akan bertugas membantu Pnglima Tertinggi dalam bidang operasi. Namun, konsep kedua ini juga ditolak oleh Presiden. Maka muncullah keputusan Presiden yaitu ditetapkannya organisasi pucuk pimpinan Angkatan Bersenjata dengan pucuk pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang yang memegang kekuasaan teringgi atas Angkatan Bersenjata. Dalam melaksanakan tugasnya Presiden dibantu oleh Staf Angakatan Bersenjata dibantu 3 orang Deputy, yaitu Deputy Operasi, Deputy Pembinaan, dan Deputi Khusus. Mengenai susunan organisasi Angkatan Darat, Laut, Udara, dan Kepolisian akan diatur sedemikian rupa sehingga diperoleh keseragaman. B. Penambahan Peralatan Modern Sesudah pengakuan kedaulatan, ABRI menerima warisan perlatan dari Belanda. Namun peralatan itu sebenarnya tidak memadai dan sudah out of date (usang), karena merupakan peralatan yang berasal dari Perang Dunia II. Di saat negara lain sudah mampu memproduksi peralatan modern, ABRI masih belum dapat melakukannya. Persoalan di dalam negeri seperti persoalan partai politik menempatkan ABRI di bawah kekuasaan politik. Pemberontakanpemberontakan yang terjadi sangat memakan waktu dan tenaga sehingga membuat modernisasi peralatan tidak terpikirkan. Usaha modernisasi perlatan didesak oleh dua hal, yaitu Pemberontakan PRRI-Persemesta dan semakin meningkatnya perjuangan pembebasan Irian Barat. Salah satu cara yang paling mudah untuk dilakukan pada waktu itu adalah membeli peralatan militer dari luar negeri. Sesuai dengan politik Indonesia yang bebas aktif, maka pembelian diusahakan dari berbagai pihak, baik Blok Barat maupun Blok Timur. Untuk melaksanakan tugas pembelian peralatan, Desember 1960 pemerintah membentuk misi yang dipimpin oleh Menteri Keamanan Nasional/Kasad Jenderal AH. Misi itu berangkat ke Moakwa dengan tujuan mempercepat pembelian senjata, perlengkapan dan perbekalan bagi pasukan Indonesia berdasarkan persetujuan Indonesia-Uni Sovyet dalam 1958. Sesuai dengan geografi Indonesia yang merupakan daerah kepulauan, maka unsur armada juga tidak dilupakan. Selain perjanjian pembelian perlengkapan untuk Angkatan Darat dan Angkatan Udara, terdapat juga pembelian armada untuk Angkatan Laut. Dengan penambahan perlengkapan itu, ABRI semakin kuat. Hal ini memberikan manfaat yang sangat besar dalam perjuangan pembebasan Irian Barat. Di mana pada akhirnya Belanda bersedia mengembalikan wilayah Irian Barat kepada Indonesia. C. Menuju Angkatan Laut Jaya
35
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, terjadi perubahan yang fundamental dalam sistem politik dan ketatanegaraan Republik Indonesia. Sesuai dengan Ketetapan Presiden No. 7 tahun 1959 ALRI menjadi suatu departemen dengan nama Departemen Angkatan Laut yang dipimpin oleh Menteri/Kepala Staf Angkatan Laut. Berkembangnya organisasi Angkatan Laut menjadi departemen, menyebabkan misi ALRI bertambah luas. Tugas-tugas yang harus dilaksanakan adalah menunjang program Kabinet Kerja, salah satu diantaranya adalah untuk membebaskan Irian Barat dari penjajahan Belanda. Perubahan penting lainnya adalah fungsi Angkatan Laut yang semula hanya sebagai kekuatan Hankam kemudian berfungsi juga di bidang Non-Hankam, yaitu menunjang program pemerintah dibidang ekonomi, sosial, dan budaya. Tahun 1960 kekuatan ALRI makin nyata dengan datangnya pesawatpesawat jenis Ganet dan Albatros dari luar negeri sebagai senjata bantu Armada ALRI. Berkaitan dengan hal ini telah diresmikan Pangkalan Udara Angkatan Laut Morokrembangan pada tanggal 1 Maret 1960, kemudian ALRI membuat Pangkalan Udara di Waru yang mampu didarati oleh segala tipe pesawat udara dan merupakan pangkalan udara termodern di Asia Tenggara saat itu. Untuk memenuhi pengawakan kapal perangmaka diadakanlah penambahan personnel secara besar-besaran melalui pendidikan. Lembaga pendidika ALRI yang menjadi tempat pelatihan para personel ALRI adalah Akademi Angkatan Laut (AAL), Kursus Calon Perwira (Suscapa), Sekolah Calon Bintara (Secaba), dan Sekolah Calon Tamtarna (Secata). Selain itu untuk menambah profesionalisme terdapat Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut (Seskoal), Sekolah Komando Umum Angkatan Laut (Sekual), dan Institut Ilmiah Angkatan Laut (IIAL). Berdasarkan perkembangan yang telah dicapai sepanjang periode 1959-1966, ALRI telah memiliki komponen tempur Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT), yang terdiri atas: 1. Kapal perang berjumlah ± 140 buah yang dikendalikan oleh Komando Armada. 2. Korpa Komando Angkatan Laut (KKO-AL) terdiri dari 2 Paskoarma dengan 10 Batalyon. 3. Konerbal dengan pangkalannya di PUAL Juanda Surabaya mempunyai beberapa skwadron pesawat. 4. Konatal di Surabaya yang tidak hanya mampu mereparasi kapalkapal perang tetapi tidak dapat memproduksi beberapa jenis kapal perang. III. Prospek Kota Tegal Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dibentuk yang kemudian berubah nama menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) dengan susunan dan perlengkapan yang disempurnakan. ALRI mengadakan pangkalan di Tegal legkap dengan galangan kapan dan Sekolah Angkatan Laut-nya. Dalam usaha 36
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
mendatangkan senjata api dari luar negeri, maka sering pangkalan IV dari ALRI di Tegal dapat menerobos blokade Belanda di lautan. Karena blokade itu timbullah usaha-usaha dari penduduk kota dan kabupaten Tegal untuk memproduksi sendiri barang-barang kebutuhan sehari-hari. Kota Tegal mempunyai luas wilayah 38,5 km2 pernah menjadi ibukota keresidenan, yang terdiri dari daerah Tegal, Pemalang, dan Brebes. Sejak tahun 1901, Tegal menjadi ibukota kabupaten dan daerah Tegal. Sebuah kota kecil yang mungkin kurang diperhitungkan keberadaannya, namun dapat dipilih sebagai tempat berdirinya pangkalan pertama TNI-AL. Kota Tegal mengalami perkebangan yang sangat baik tiap tahunnya. Hal ini didukung oleh letaknya yang sangat strategis, yaitu pada titik pertemuan antara jalan kereta api maupun jalan raya dari Jakarta ke Surabaya dan dari Tegal ke Purwokerto. Dapat dikatakan bahwa Tegal merupakan pintu masuk dari Jawa Barat ke Jawa Tengah. Letak Kota Tegal yang tergambar pada atlas.
Sumber: Schoolatlas Van Nederlandsch Oost-Indie, 1911
Selain karena letaknya yang strategis, Kota Tegal juga dipilih sebagai tempat berdirinya pangkalan pertama TNI-AL karena alasan keamanan. Pada masa-masa perlawanan mempertahankan kemerdekaan RI, banyak sekali perlawanan yang terjadi di berbagi daerah. Kota Tegal dipilih karena dianggap paling baik sebagai pangkalan kekuatan laut dikarenakan kota-kota lainnya telah dikepung. Di Kota Tegal juga didirikan Sekolah Angkatan Laut (SAL) yang dilakukan oleh Laksamana III Mas Pardi, Laksamana III Adam dan Mayor R.E. Martadinata, pada tanggal 12 Mei 1946 yang diresmikan oleh Presiden Soekarno. Peresmian SAL Tegal ini dijadikan sebagai momen penting dan tonggak sejarah bagi cikal bakal perkembangan pendidikan TNI-AL sehingga setiap tanggal 12 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan TNI AL. III. Penutup A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan sebelumnya, kesimpulan yang dapat diambil antara lain TNI-AL dibentuk dengan berbagai perjuangan saat menghadapi tantangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. 37
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Didirikannya TNI-AL adalah untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan dari aspek laut. Namun sekarang, tugas dari TNI-AL adalah mengisi kemerdekaan Indonesia dengan membangun, menjaga, dan meningkatkan kedaulatan yuridiksi laut Indonesia serat melaksanakan pertahanan dan menjaga laut Indonesia dari segala ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan. Banyak aspek yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pemilihan Kota Tegal sebagai tempat awal berdirinya Pangkalan TNI-AL yaitu letak dari Kota Tegal yang sangat strategis dan mempertimbangkan alasan keamanan. Selain itu warga masyarakat di Kota Tegal juga selalu memberikan dukungan yang sangat positif sehingga Kota Tegal bisa berkembang dengat pesat. Selain menjadi tempat awal berdirinya Pangkalan TNI-AL, Tegal juga menjadi tempat berdirinya Sekolah Angkatan Laut yang melahirkan perwira-perwira TNI-AL yang nantinya akan mengabdi bagi bangsa Indonesia dalam mempertahankan keamanan laut Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Anonim.1911. Schoolatlas Van Nederlandsch Oost-Indie. Groningen: J. B. Wolters. Azis, Abdul. 1989. PERISTIWA TIGA DAERAH, Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut. 2012. SEJARAH TNI ANGKATAN LAUT 1959-1965 III, Jakarta: TNI-AL Kusumoprojo, Wahyono S. 1979. Beberapa Pikiran Tentang Kekuatan dan Pertahanan di Laut, Jakarta: Surya Indah Masyhuri. 1996. Menyisir Pantai Utara; Usaha dan Perekonomian Nelayan di Jawa dan Madura 1850-1940, Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama Suputro. 1959. TEGAL DARI MASA KE MASA, Jakarta: Bagian Bahasa Djawatan Kebudajaan Kementerian P. P. dan K. Tim Litbang Kompas. 2003. Profil Daerah Kabupaten dan Kota Jilid 3, Jakarta: Kompas Zuhdi, Susanto. 2014. NASIONALISME, LAUT, DAN SEJARAH. Depok: Komunitas Bambu DAFTAR INFORMAN Nama Alamat Pekerjaan Jabatan
: Kristanto, SE. , MAP. : Perum TNI AL, Blok G16/01, Sidoarjo, Jawa Timur : TNI AL : Kasubdep Kesla, RSAL Dr. Ramelan
38
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
PASANG SURUT PELABUHAN PERIKANAN KLUWUT DI TENGAH KEHIDUPAN MASYARAKAT AGRARIS Lesta Al Fatiana 1 SMA Negeri 1 Kecamatan Bumiayu I. Pendahuluan Indonesia merupakan Negara kepulauan (archipelago state) yang terdiri atas pulau-pulau yang dibatasi oleh laut dan selat. (Kemendiknas RI, 2013 : 60 ) Istilah “negara kepulauan” merupakan padanan dalam bahasa Indonesia dari pengertian archipelagic state. Jika menyimak arti sesungguhnya dari kata archipelago, maka (menurut kamus Oxford dan Webster) kata ini berasal dari bahasa Yunani, yakni arch (besar,utama) dan pelagos (laut). Jadi, archipelagic state sebenarnya harus diartikan sebagai “negara laut utama” yang ditaburi dengan pulau-pulau, bukan Negara pulau-pulau yang dikelilingi laut. Dengan demikian paradigma perihal Negara kita seharusnya terbalik, yakni Negara laut yang ada pulau-pulaunya (Adrian B. Lapian, 2009 : 2 ). Sejak abad ke-9 Masehi, bangsa Indonesia telah berlayar jauh dengan menggunakan kapal bercadik. Mereka ke utara mengarungi lautan, ke barat memotong lautan Hindia hingga Madagaskar, ke timur hingga Pulau Paskah. Dengan kian ramainya arus pengangkutan komoditas melalui laut, mendorong munculnya kerajaan-kerajaan di nusantara yang bercorak maritim dan memiliki armada laut yang besar. Sejarah mencatat bahwa kehidupan bahari bangsa Indonesia sudah lahir jauh sebelumnya, hal ini dibuktikan dengan adanya temuan-temuan situs prasejarah maupun masa-masa berikutnya (Lombard, 2005: 19-20). Salah satu contohnya yaitu adanya gambar perahu bercadik pada salah satu relief candi Borobudur . Sampai saat ini Negara Indonesia masih diakui kemaritimannya oleh dunia. Hal ini dibuktikan dengan disertakannya Negara Indonesia sebagai bagian dari Segitiga Terumbu Karang dunia, bersamaan dengan Malaysia, Filipina, Timor Lesta, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon. Wilayah segitiga terumbu karang ini dibuat berdasarkan besarnya jumlah terumbu karang yang ada di wilayah tersebut ( lebih dari 600 spesies ). Wilayah laut ini juga merupakan habitat enam dari tujuh spesies penyu dunia dan lebih dari 2000 spesies ikan karang. (K. Wardiyatmoko, 2013 : 326) 1 Peserta siswi terbaik ke-I dari Provinsi Jawa Tengah dalam kegiatan lawatan sejarah regional BPNB DIY 2016.
39
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Kekuatan dan keunggulan maritim Indonesia memang besar jika kita lihat studi sejarah yang ada di Indonesia. Ironisnya, studi sejarah Indonesia hingga sekarang lebih banyak mementingkan peristiwa yang terjadi di darat, walaupun sesungguhnya lebih dari separuh wilayah Indonesia terdiri dari laut. Dengan demikian, ada bagian besar dari pengalaman dan kegiatan penduduk masa lampau yang lolos dari pengamatan para sejarawan, khusunya tentang sejarah maritim. Jika dilihat dari potensi yang dimiliki oleh Republik Indonesia pada masa kini, tentu ini merupakan suatu petunjuk bahwa ada cukup banyak orang Indonesia menggantungkan diri baik secara langsung maupun tidak langsung pada laut. Berbicara tentang laut, tentu kita tidak bisa lepas terhadap yang dinamakan dengan Pelabuhan. Baik itu pelabuhan kapal maupun pelabuhan perikanan. Melihat kondisi geografis tersebut Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki sekitar 516 pelabuhan. Dari 516 pelabuhan terdapat 218 pelabuhan yang dapat dimasuki kapal, dan secara keseluruhan hanya ada 63 pelabuhan yang dapat dianggap memenuhi syarat untuk melayani pelayaran dan perdagangan dalam dan luar negeri (Lawalata, 1981 : 48-50) Ada banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan laut sebagai sumber mata pencaharian. Sebagai contoh kecil, masyarakat di sekitar pesisir Pantai Utara Jawa Tengah tepatnya di Kabupaten Brebes mereka sangat menggantungkan diri terhadap hasil laut. Dengan hal ini adanya pelabuhan perikanan sangatlah berperan penting. Selain sebagai sarana penampungan juga bisa digunakan sebagai sarana pengolahan dan pemasaran. Salah satu pelabuhan perikanan di Brebes yang masih aktif sampai sekarang yaitu pelabuhan perikanan Desa Kluwut, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Berebes. Oleh karena peran pelabuhan perikanan yang sangat penting maka dari itu penulis tertarik hatinya untuk membuat sebuah karya tulis tentang sejarah pelabuhan perikanan Kluwut Brebes dengan judul “Pasang Surut Pelabuhan Perikanan Kluwut Di Tengah Kemaharajaan Sektor Agraris” Dengan harapan karya ini dapat meningkatkan dan menumbuhkan kesadaran warga Indonesia tentang arti penting dan peran penting pelabuhan perikanan dalam proses mata pencaharian para masyarakat pesisir pantai. Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan tersebut, permasalahan yang muncul untuk dikaji lebih mendalam yaitu bagaimana sejarah pasang surut Pelabuhan Perikanan Kluwut ? Bagaimana kondisi masyarakat di sekitar Pelabuhan Perikanan Kluwut dahulu hingga sekarang? Bagaimana budaya dan tradisi yang berkembang di Pelabuhan Perikanan Kluwut sebagai desa maritim
40
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
sekaligus desa agraris ? Apakah dampak dari adanya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 terhadap masyarakat Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut ? Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini antara lain untuk mengetahui sejarah pasang surut Pelabuhan Perikanan Kluwut. Selain itu, untuk mengetahui kondisi masyarakat di sekitar Pelabuhan Perikanan Kluwut dahulu hingga sekarang. Di sisi lain, untuk mengetahui budaya dan tradisi yang berkembang di Pelabuhan Perikanan Kluwut sebagai desa maritim sekaligus desa agraris. Tujuan lainnya yaitu untuk mengetahui dampak dari adanya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 terhadap masyarakat Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut. Agar dalam penelitian ini tidak terjadi kesimpangsiuran maka dalam penelitian ini perlu adanya pembatasan ruang lingkup kajian yang meliputi lingkup wilayah (spatial scope) dan lingkup waktu (temporal scope). Spatial scope yang di maksud adalah Desa Kluwut, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes. Sedangkan scope temporal antara tahun 1998-2016, di mana dalam kurun waktu tersebut merupakan awal berkembangnya Pelabuhan Perikanan Kluwut. Landasan teori diperlukan dalam penelitian ini untuk mempermudah dalam menjawab pertanyaan penelitian. Landasan teori yang dipergunakan diselaraskan dengan ruang lingkup kajian. Adapun landaan teori yang relevan dengan penelitian ini antara lain tentang lingkup pelabuhan. Pelabuhan sendiri menurut Peraturan Pemerintah No.69 Tahun 2001 Pasal 1 ayat 1, tentang Kepelabuhanan yaitu tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas – batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi. Selainitu, untuk melihat wilayah Kluwut juga harus memahami uraian mengenai perikanan yang menurut UU Nomor 45 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (1) diartikan sebagai semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Dalam kehidupan masyarakat Kluwut juga mengenal berbagai tradisi. Oleh karena itu perlu dijelaskan terminologi dari tradisi itu sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat,
41
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
tradisi merupakan adat kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan dalam masyarakat (Departemen Pendidikan Nasional, 2012: 1483). Letak desa Kluwut yang berdekatan dengan laut juga berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat pesisir. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama: -terpelajar. (Departemen Pendidikan Nasional, 2012: 885) dan pesisir adalah tanah datar berpasir di pantai (di tepi pantai). (Departemen Pendidikan Nasional, 2012: 1065) Metode penelitian yang digunakan untuk menggali informasi dalam penulisan ini antara lain studi literatur, wawancara, analisis, dan sintesis. Studi literatur dilekukan dengan mengambil beberapa referensi sebagai bahan acuan dan pelengkap dalam penyusunan dan juga sebagai landasan teori. Wawancara (interview) dilakukan dengan melakukan wawancara kepada beberapa narasumber (informan) yang relevan sebagai bahan acuan dan pelengkap dalam penyusunan. Analisis dilakukan dengan menganalisis permasalahan yang bersifat umum dan khusus tentang pelabuhan perikanan. Sintesis dilakukan dengan menyusun hasil analisis dalam bentuk kerangka yang terarah dan terpadu berupa deskripsi konsep perancangan sebagai pemecahan yang selanjutnya menghasilkan suatu kesimpulan. II. Sejarah Pasang Surut Pelabuhan Perikanan Kluwut Desa Kluwut merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes dimana wilayahnya terbagi oleh Sungai Kluwut dan Jembatan Kluwut. Hanya ada sedikit sekali literatur yang menceritakan tentang sejarah Desa Kluwut. Untuk mengetahui tentang sejarah Kluwut hanya bisa mencari sumber dari warga-warga desa. Menurut cerita yang berkembang, adanya desa kluwut ini masih ada kaitannya dengan Kerajaan Sunda. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya makam sesepuh desa yakni Syekh Abdurrahman atau yang biasa masyarakat sebut dengan “simbah kluwut”. Syekh Abdurrahman atau Simbah Kluwut diketahui berasal dari Tatar Pasundan. Lokasi pemakamannya berada tepat di sebelah timur Sungai Kluwut. ( Wawancara Isa Anshori, 41)
42
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Lokasi pemakaman “Simbah Kluwut”
Sumber foto : Dokumen pribadi
Selain itu, kebudayaan yang berkembang di desa ini tidak hanya kebudayaan jawa, namun ternyata berkembang pula budaya sunda. Bahkan menurut penuturan warga, budaya sunda di Desa Kluwut lebih kental daripada budaya jawa nya sendiri. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa adanya Desa Kluwut berkaitan erat dengan Kerajaan Sunda. Menurut naskah kuno primer Bujangga Manik batas Kerajaan Sunda sebelah timur adalah Ci Pamali (“Sungai Pamali”, sekarang disebut sebagai Kali Brebes). Adanya keterangan ini semakin memperkuat bahwa adanya Desa Kluwut berkaitan erat dengan kekuasaan Kerajaan Sunda. Disebutkan bahwa nama Desa Kluwut diambil dari nama sungai yang membelahnya, yakni Sungai Kluwut. Menurut data yang diperoleh dari Arsip Balai Desa Kluwut, pada saat itu yang menjadi lurah pertama Kluwut bernama ki Suratruna. Sampai sekarang sudah ada 12 generasi kepala Desa Kluwut. Jika kita melihat generasi kepala desa yang hanya baru dua belas generasi, tentu akan berfikir bahwa Desa Kluwut ini desa baru, padahal tidak. Penyebab masih sedikitnya generasi lurah yaitu karena dalam satu kali masa pemerintahan lurah Desa Kluwut zaman dahulu bisa menjabat sampai bepuluh-puluh tahun lamanya, bahkan ada yang seumur hidup. Kehidupan masyarakat Desa Kluwut pada zaman dahulu sudah bergantung terhadap laut dan pertanian. Hal ini dikarenakan adanya Sungai Kluwut yang saat itu bermuara di pantai yang jaraknya kurang lebih 12 km dari Sungai Kluwut, sehingga masih memungkinkan masyarakat untuk mencari penghidupan dari laut. Pada saat itu peralatan yang digunakan masih sangat sederhana, bahkan alat transportasi laut yang digunakan masih berupa perahu kecil atau yang kita kenal dengan sebutan sampan. Masyarakat biasanya melaut dan baru mendarat setelah berminggu-minggu.
43
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Pada saat itu, masyarakat Desa Kluwut masih hidup nomaden atau berpindahpindah. Hal ini disebabkan karena hasil tangkapan ikan yang sangat minim. Ketika mereka hanya mendapatkan tangkapan ikan yang minim, biasanya mereka akan mencari tempat yang terdapat banyak ikan. Bahkan persebaran masyarakat Kluwut sampai ke Sumatera. Hal ini dibuktikan dengan adanya kelompok masyarakat berbahasa jawa di wilayah Sumatera. Selama berpuluh-puluh tahun mereka berlayar dengan menggunakan perahu kecil atau yang biasa disebut dengan sampan. Baru pada era reformasi, pemerintahan KH. Abdurrahman Wahid sekitar tahun 1998 mulai ada perahu yang ukurannya lebih besar daripada sampan, dan perahu besar ini sudah bisa dijumpai di wilayah Tegal. Pada masa ini masyarakat Desa Kluwut sudah tinggal menetap di sekitar Sungai Kluwut. Perahu besar tersebut berasal dari perahu dari wilayah Tegal yang kemudian dibongkar dan oleh pemudapemuda Kluwut ditiru untuyk nantinya memproduksi sendiri . Keadaan seperti ini berlangsung selama kurang lebih empat tahun. Baru pada tahun 2004, pada masa pemerintahan Bupati Tadjudin Noor Ali di Desa Kluwut dicanangkan untuk membangun sebuah pelabuhan perikanan yang sebenarnya seperti di Tegal. Namun syarat agar bisa membangun pelabuhan ikan yang sebenarnya yaitu harus melakukan bedol desa sekitar sepanjang satu kilometer. Karena jika ingin dibangun sebuah pelabuhan tentu harus membutuhkan lahan yang sangat luas. Masyarakat Desa Kluwut tentu menolak jika harus diadakan bedol desa. Mereka tidak ingin permukimannya dibedol. Akhirnya rencana untuk membuat pelabuhan yang sebenarnya belum bisa terwujud. Sebenarnya, pada saat itu ketika masyarakat melaut, hasil laut mereka dibawa ke Pelabuhan Tegal terlebih dahulu baru kemudian dibawa ke Kluwut. Jadi di Kluwut itu hanya sebagai tempat bongkar muat, dan tempat pelelangan ikan saja. Sampai saat ini, rencana pembuatan pelabuhan perikanan yang sebenarnya masih belum dapat terwujud. Karena ada banyak sekali faktor penyebabnya, diantaranya yaitu area dan lokasi Desa Kluwut yang tidak memenuhi syarat, karena jaraknya yang jauh dari laut sekitar dua belas kilometer. Kemudian adanya pendangkalan sungai yang disebabkan oleh adanya material bawaan dari laut, karena posisi garis pantai kluwut yang menjorok ke laut.
44
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Kondisi kapal-kapal dan Sungai Kluwut yang mengalami pendangkalan
Sumber foto : Dokumen pribadi
Saat ini, sudah hampir satu tahun Pelabuhan Kluwut tidak ada kegiatan, hanya ada sewaktu-waktu itu pun jumlah ikan yang masuk hanya sedikit. Dengan adanya permasalaham seperti ini, akhirnya pada tahun 2012 Pelabuhan Kluwut rencana akan dipindahkan atau dialihkan ke Desa Pulau Lampes, hal ini dikarenakan jarak Desa Pulau Lampes yang lebih dekat dengan laut yaitu sekitar dua kilometer. Desa Pulau Lampes masih merupakan bagian dari Kecamatan Bulakamba. Dan diperkirakan jika pelabuhan perikanan di Desa Pulau Lampes jadi, maka para nelayan Desa Kluwut tidak harus ke Tegal terlebih dahulu, mereka bisa langsung membawa hasil laut ke Pelabuhan Desa Pulau Lampes. III. Kondisi Masyarakat Di Sekitar Pelabuhan Perikanan Kluwut. Desa Kluwut merupakan desa yang memiliki penduduk terpadat ke-2 se-Kabupaten Brebes., dengan jumlah penduduk mencapai 31.565 jiwa. Luas wilayahnya mencapai 690 Ha dengan klasifikasi 160 Ha permukiman penduduk, dan seluas 530 Ha merupakan persawahan. Hal inilah yang menjadi salah satu keunikan dari Desa Kluwut. Desa Kluwut terkenal sebagai desa pelabuhan karena disana terdapat pelabuhan perikanan, akan tetapi, luas wilayah persawahan mencapai 530 Ha, dan hal ini berarti sebagian penduduk juga bermata pencaharian sebagai petani. Jika di prosentasekan berdasarkan mata pencahariannya, 60% penduduk bermata pencaharian sebagai nelayan, 20% petani, 20% pedagang dan sisanya lain-lain. Masyarakat Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut mayoritas beragama islam. Bahkan disebutkan bahwa majlis ta’lim yang ada karena saking banyaknya, perputaran pengajian tidak akan berhenti selama 2 tahun. Bisa dibayangkan, betapa kental rohani islam di desa ini. (Arsip resmi Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut, 2016) Di Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut ada banyak remaja yang putus sekolah. Putus sekolah ini bukan disebabkan karena tidak ada biaya atau adanya pernikahan dini. Putus sekolah yang dialami oleh remaja Desa 45
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Pelabuhan Perikanan Kluwut yaitu karena sejak dini mereka diajak dan diajari oleh orang tuanya untuk melaut, jadi begitu menginjak remaja mereka sudah mahir melaut dan sudah mempunyai penghasilan sendiri. Maka dari itu mereka memutuskan untuk berhenti sekolah dan lebih memilih melaut untuk membantu perekonomian keluarga. Mungkin hal ini juga yang menyebabkan Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut dalam data kabupaten termasuk kedalam desa termiskin se-Kabupaten Brebes. Dari 6600 kepala keluarga, tercatat ada 2489 kepala keluarga yang masuk kategori miskin (Arsip resmi Kabupaten Brebes). Padahal jika ditilik langsung tidak ditemukan sedikitpun adanya tanda-tanda kemiskinan. Sepertinya Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut masuk kedalam kategori desa termiskin karena tingginya angka putus sekolah. Pemerintah mengira putus sekolah yang dialami para remaja ini disebabkan oleh adanya keterbatasan ekonomi, padahal sebaliknya karena mereka, para remaja sudah mampu mendapatkan penghasilannya sendiri. Seperti yang kita ketahui, kebiasaan buruk yang berkembang di desadesa maritim yang ada di Indonesia yakni adanya free sex serta sarana-sarana yang berkaitan dengan maksiat. Entah itu kafe, diskotik, bahkan sampai tempat prostitusi. Akan tetapi, tidak untuk Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut. Disana tidak ada satupun sarana-sarana untuk maksiat. Kebiasaan paling buruk nelayan Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut yaitu minum minuman beralkohol. Karena itupun tujuannya untuk menghangatkan tubuh dari dinginnya udara malam saat melaut. ( Wawancara Damir,57) Tentang mata pencaharian, di Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut seolaholah seperti sudah dibuat spesialisasi untuk setiap blok. Padahal hal tersebut terjadi secara tidak sengaja. Maksud dari spesialisasi tersebut yaitu, di bagian Timur sungai, masyarakat mayoritas merantau ke luar daerah. Di bagian selatan sungai masyarakat mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan. Di sebelah barat sungai mayoritas berwiraswasta. Sedangkan di bagian utara sungai mayoritas pedagang (warteg, seafood dll). (Wawancara Bambang Kusworo, 43)
46
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Diferensiasi pekerjaan berdasarkan kompleks tempat tinggal
Kompleks Wiraswasta
Keterangan Biru = Sungai Kuning = Jalan
Kompleks Nelayan
Kompleks Perantauan
Kompleks Petani
Sumber: Peta Google Map yang telah diolah
Masyarakat Desa Kluwut sejak zaman dahulu menggantungkan hidup pada sektor pertanian dan perikanan. Untuk sektor pertanian mayoritas penduduk menanam padi dan buah-buahan. Kondisi persawahan di Desa Kluwut merupakan sawah tadah hujan, padahal jika dilihat dari wilayahnya, Desa Kluwut sangat dekat sekali dengan sumber air. Inilah satu lagi yang menjadi keunikan daripada Desa Kluwut. Persawahan yang ada di Desa Kluwut sangat sulit sekali mendapatkan irigasi. Maka dari itu, selama mereka menunggu panen atau musim hujan tiba, biasanya masyarakat Desa Kluwut berlayar untuk mencari ikan. (Wawancara Durrosid, 51) Sedangkan untuk di sektor perikanan, Pelabuhan Perikanan Kluwut mengalami pendangkalan. Pendangkalan disebabkan oleh adanya material bawaan yang berasal dari laut. Akan tetapi hal ini tidak menjadi penghalang untuk tetap melaut. Hasil tangkapan mereka biasanya dibawa ke Pelabuhan Tegal, selain karena wilayahnya yang lebih luas, disana juga terdapat banyak tengkulak. Jadi di Kluwut itu hanya sebagai tempat bongkar muat saja. Untuk pembagian hasil biasanya mereka menjual hasil tangkapan, kemudian dikurangi perbekalan dan sisanya dibagi rata antara pemilik kapal dengan Anak Buah Kapal. Sebagai contoh misalnya, penghasilan dari melaut seratus juta maka harus dipotong untuk perbekalan yang telah digunakan selama berlayar, sebut saja enam puluh juta. Jadi sisanya empat puluh juta dibagi fifty fifty antara pemilik kapal dengan anak buah kapal. (Wawancara Sugiarto, 55). Ketika cuaca sedang tidak mendukung, maka para nelayan
47
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
beralih pekerjaan sebagai petani. Sehingga kegiatan perekonomian masyarakat tidak pernah berhenti. Lokasi bongkar muat hasil tangkapan ikan
Sumber foto : Dokumen pribadi
IV. Budaya dan Tradisi yang Berkembang di Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut Sebagai Desa Maritim Sekaligus Desa Agraris. Setiap daerah pasti mempunyai adat, tradisi, dan budaya masing-masing. Inilah salah satu hal yang menyebabkan Indonesia merupakan Negara yang mempunyai keanekaragaman budaya atau yang dikenal dengan istilah multikultural. Begitupun dengan Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut. Desa ini mempunyai aneka budaya dan tradisi. Yang menjadi keunikan tersendiri yaitu adanya dua budaya yang berkembang, yakni kebudayaan Sunda dan kebudayaan Jawa. Kebudayaan Sunda yang berkembang di Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut merupakan pengaruh dari kekuasaan Kerajaan Pasundan. Pada bab sebelumnya sudah dibahas tentang kaitannya antara Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut dengan Kerajaan Pasundan. Salah satu contoh kebudayaan sunda yang ada yakni wayang golek. Masyarakat Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut jika sedang ada pagelaran atau acara tertentu, mereka lebih suka mengundang wayang golek yang berasal dari Jawa Barat. Sebagai contoh wayang golek “si cepot” dengan dalang Asep Sunandar Sunarya. Selain budaya sunda, ada juga budaya Jawa yang berkembang, bahkan lebih dominan karena mayoritas masyarakat beretnis jawa. Salah satu tradisi yang biasanya dijadikan sebagai event pesta rakyat yaitu sedekah laut dan sedekah bumi. Sedekah laut merupakan bentuk implementasi rasa syukur para masyarakat nelayan kepada sang maha pencipta atas hasil laut yang menjadi sector utama sumber mata pencaharian. Biaya daripada sedekah laut biasanya dibebankan kepada para nelayan, sedangkan petani tidak dibebankan biaya. Acara sedekah laut biasanya diselenggarakan setiap tanggal 1 syuro, akan tetapi terkadang kondisional tergantung dari kesepakatan semua 48
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
masyarakat. Acara sedekah laut berlangsung selama satu minggu penuh. Biasanya dimulai pada malam Sabtu dengan acara istighosah, sebagai bentuk ucapan rasa syukur dan meminta perlindungan kepada yang maha kuasa. Kemudian Sabtu pagi dilanjutkan dengan tradisi mengarak kepala kerbau menuju ke pantai Kluwut yang berjarak kurang lebih 12 km dari Pelabuhan Perikanan Kluwut. Pada malam Minggu dilanjutkan dengan acara hiburan, biasanya adalah pagelaran seni wayang golek yang berasal dari Jawa Barat. Minggu pagi adalah tradisi larung sesaji. Ini adalah acara puncak dari tardisi sedekah laut, biasanya masyarakat mengarak sesaji dengan menggunakan perahu sampai ke pantai. Sesaji yang digunakan biasanya terdiri dari buah-buahan, nasi tumpeng lengkap dengan lauk-pauknya dan lain-lain. Acara biasanya dilanjutkan dengan hiburan seperti tarling dangdut dan semacamnya. Hari terakhir acara ditutup dengan tabligh akbar ditambah dengan acara sunat masal dan santunan untuk anak yatim. Menurut keterangan narasumber, dalam satu kali perayaan bisa menghabiskan dana mencapai dua ratus juta. Dimana dana tersebut berasal dari iuran para nelayan. Nelayan yang mempunyai perahu kecil biasanya membayar iuran sebesar lima puluh ribu rupiah, sedangkan untuk kapal besar bisa mencapai dua ratus sampai lima ratus ribu per kepala keluarga. (Wawancara Isa Ansori, 41) Sedangkan untuk acara sedekah bumi merupakan sebuah acara sebagai bentuk rasa syukur atas hasil pertanian yang melimpah. Dan dana yang digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut berasal dari iuran seluruh warga Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut. Jadi perbedaannya, pada saat acara sedekah laut, dana berasal hanya dari nelayan saja, sedangkan pada saat sedekah bumi dana berasal dari seluruh warga Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut. Meskipun demikian, pada saat kedua acara tersebut berlangsung semua masyarakat ikut merasakan dan memeriahkan. Dan acara sedekah laut khususnya, dijadikan ajang sebagai “Pesta Rakyat”. (Wawancara Durrosid, 51) V. Dampak Dari Adanya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 Terhadap Masyarakat Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut. Adanya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/PermenKP/2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia memberikan dampak yang cukup besar terhadap
49
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
masyarakat Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut. Menurut data dan keterangan yang diperoleh, sekitar 90% nelayan Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut menggunakan alat tangkap yang tidak sesuai dengan Permen KP No. 2 Tahun 2015. Nelayan Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut merasa keberatan jika harus mengganti alat tangkap yang sesuai dengan Permen KP yaitu alat tangkap yang ramah lingkungan. Karena jika mereka mengganti alat tangkap maka akan membutuhkan dana sebesar lima ratus juta rupiah. Sebagai bentuk protes terhadap pemerintah, nelayan Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut melakukan demo ke Jakarta sebanyak dua kali bersama dengan nelayan-nelayan lain yang berasal dari wilayah pantura ( Moga, Batang, Juwana, Rembang, Pati). Nelayan Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut mengalami sebuah insiden sebagai akibat dari adanya Permen KP No. 02 Tahun 2015 yaitu sekitar bulan Februari Tahun 2016 yang lalu nelayan Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut ditangkap di wilayah perairan Sulawesi Selatan oleh patroli karena menggunakan alat tangkap yang tidak sesuai dengan Permen KP. No 02 Tahun 2015. Sekitar 13 nahkoda serta beberapa anak buah kapal menjadi tahanan disana. Selain karena tidak menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan, nelayan Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut juga melakukan sebuah keslahan lagi yaitu keluar dari wilayah perairan Laut Jawa. Sehingga sanksi yang mereka dapatkan tidak tanggung-tanggung. Sanksinya yaitu hukuman selama satu tahun penjara serta denda sebanyak dua milyar. Proses hukum sampai saat ini masih berlangsung. Semua ABK sudah dipulangkan, akan tetapi sebanyak 13 nahkoda masih ditahan menunggu keputusan sampai proses hukum berakhir. Dengan adanya kejadian seperti ini, menyebabkan beberapa keluarga yang ada Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut menjadi tidak mempunyai pemasukan, sehingga berpengaruh pula terhadap kondisi perekonomian Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut. (Wawancara Isa Anshori, 41). VI. Penutup A. Kesimpulan Dari analisis tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut memiliki sejarah yang berkaitan erat dengan Kerajaan Sunda. Berawal dari perahu kecil atau sampan, sampai akhirnya pada era reformasi 1998 mulai digunakan perahu besar. Pelabuhan Perikanan Kluwut mengalami masa kejayaan pada tahun 1998, hingga pada tahun 2012 akhirnya dicanangkan
50
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
untuk dipindahkan ke Desa Pulau Lampes. Kondisi masyarakat Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut mengalami perubahan, dari yang tadinya nomaden sampai sekarang menetap. Begitupun dengan kondisi perekonomiannya mengalami perubahan. Ada dua kebudayaan yang berkembang di Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut yaitu Kebudayaan Jawa dan Kebudayaan Sunda. Dengan adanya Permen KP No. 2 Tahun 2015 mengakibatkan nelayan Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut yang terdiri dari 13 nahkoda dan beberapa ABK yang ditangkap di perairan Sulawesi. B. Saran Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan kondisi masyarakat nelayan, khususnya masyarakat Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut terlebih untuk di bidang perekonomian. Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut memliki potensi yag sangat besar, dan jika pemerintah bisa membantu mengoptimalkan potensi tersebut, maka Desa Pelabuhan Perikanan Kluwut akan menjadi poros perekonomian masyarakat Brebes Utara, khususnya untuk di bidang kelautan dan perikanan.
DAFTAR PUSTAKA Bahan rujukan dari buku : Arsip Resmi Desa Kluwut, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes 2016. Departemen Pendidikan Nasional. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kemendiknas RI. 2013. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan: Jakarta: Erlangga. Lapian, Adrian B. 2009.Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut, Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX. Jakarta: Komunitas Bambu. Lawalata, H.A.C, 1981. Pelabuhan dan Niaga Pelayaran (Port & Operation).Jakarta: Aksara Baru. Lombard, Denys.2005. Nusa Jawa Silang Budaya “Jaringan Asia”, Jakarta: Gramedia Pustaka. Suwartono. 2014. Dasar-dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta: ANDI OFFSET.
51
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Peraturan Kementrian Kelautan dan Perikanan No. 02 Tahun 2015 tentang penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan. Peraturan Pemerintah No.69 Tahun 2001 Pasal 1 ayat 1, tentang Kepelabuhanan. Undang undang No.45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Wardiyatmoko K. 2013. Geografi. Jakarta: Erlangga. Bahan rujukan dari informan : 1. 2. 3. 4. 5.
Bapak Isa Ansori S.H (41) Kepala Desa Kluwut Bapak Damir (57) Ketua Kelompok Nelayan Inti Desa Kluwut Bapak Sugiarto (55) Karyawan Tempat Pelelangan Ikan Desa Kluwut Bapak Bambang Kusworo (43) Kaur Pemerintahan Desa Kluwut Bapak Durrosid (51) Petani Desa Kluwut
52
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
KEJAYAAN MARITIM PANTAI UTARA JAWA TENGAH: SEJARAH PELABUHAN Danang Giri Sadewa 1 Sma Negeri 1 Kota Mungkid A. Pendahuluan Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah pulau terbanyak di dunia. Jumlah pulau yang banyak ditambah dengan letak geografis Indonesia yang sangat strategis menjadikan Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti jalur emas ditengah laut. Indonesia menduduki posisi “titik pusat pada persimpangan jalan” Antara Benua Asia dan Benua Australia, serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Dan dua samudra yaitu bersifat dunia maka posisi silang Indonesia itu dinamakan posisi silang dunia. Peran pelabuhan sangatlah penting bagi bangsa Indonesia, mengingat keterjangkauan wilayah dalam penunjang aktivitas manusia didalamnya. Peran dari pelabuhan di wilayah Indonesia yang pada dasarnya adalah (archipelagic State) atau dalam pemahaman kita adalah sebuah negara kepulauan dimana satu daerah dengan daerah lain dipisahkan oleh perairan. Disinlah kehadiran sebuah pelabuhan merupakan suatu bentuk dari perwujudan integrasi antar daerah. Selain itu pelabuhan bisa menjadi sebuah pendukung dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dengan adanya pelabuhan maka kegiatan ekonomi suatu negara akan dapat menjadi lebih lancar. Berdasarkan fakta yang ada pada beberapa negara, barang – barang ekspor impor sebagian besar dikirim melalui jalur laut (menggunakan kapal) yang berarti membutuhkan pelabuhan sebagai tempat untuk bertambat. Peran pelabuhan sudah tidak asing sejak abad ke-9 Masehi, bangsa Indonesia telah berlayar jauh dengan menggunakan kapal bercadik. Mereka ke Utara mengarungi lautan, ke Barat memotong lautan Hindia hingga Madagaskar, ke Timur hingga pulau Paskah. Dengan kian ramainya arus pengangkutan komoditas perdagangan melalui laut, mendorong munculnya kerajaan-kerajaan di Nusantara yang bercorak maritim dan memiliki armada laut yang besar. Sejarah mencatat bahwa kehidupan bahari bangsa Indonesia sudah lahir jauh sebelumnya, hal ini dibuktikan dengan adanya temuan temuan situs prasejarah maupun masa-masa berikutnya (Lombard,2005: 19-20).
1 Peserta siswa terbaik ke-II dari Provinsi Jawa Tengah dalam kegiatan lawatan sejarah regional BPNB DIY 2016.
53
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Kejayaan nenek moyang bangsa Indonesia pada masa lalu haruslah memberikan sebuah pemahaman tentang kejayaan maritim di masa lalu dan diimplementasikan kepada kesejahteraan dan pembangunan bangsa dalam mengelola wilayah laut. Hal ini senada dengan progam pemerintah Presiden Joko Widodo yang bertekad mengembalikan kejayaan bangsa dengan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Banyak pemuda Indonesia tidak begitu memahami sejarah kemaritiman karena tidak banyak akses atau media yang menyampaikan potensi kemaritiman Indonesia khususnya Pantai Utara Jawa Tengah. Atas dasar latar belakang tersebut penulis menyajikan tulisan tentang “Sejarah Pelabuhan” Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini antara lain bagaimana arti penting Pelabuhan sebagai jejak sejarah maritim di pantai utara Jawa Tengah? Bagaimana kondisi Pelabuhan pantai utara Jawa Tengah sebagai jejak sejarah maritim di pantai utara Jawa Tengah? Apa saja potensi potensi Pelabuhan pantai utara Jawa Tengah sebagai jejak sejarah maritim di pantai utara Jawa Tengah? Bagaimanakah upaya pengembangan Pelabuhan pantai utara Jawa Tengah sebagai jejak sejarah maritim di pantai utara Jawa Tengah? Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini tentunya selaras dengan tujuan dan manfaat penulisan karya ilmiah yang dilakukan. Berdasarkan latar belakang di atas tujuan dari penulisan hasil penelitian ini antara lain untuk mengetahui arti penting Pelabuhan sebagai jejak sejarah maritim di pantai utara Jawa Tengah. Selain itu, mengetahui kondisi Pelabuhan pantai utara Jawa Tengah sebagai jejak sejarah maritim di pantai utara Jawa Tengah. Mengetahui potensi potensi Pelabuhan pantai utara Jawa Tengah sebagai jejak sejarah maritim di pantai utara Jawa Tengah. Mengetahui upaya pengembangan Pelabuhan pantai utara Jawa Tengah sebagai jejak sejarah maritim di pantai utara Jawa Tengah. Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan referensi pihak-pihak yang membutuhkan informasi mengenai sejarah pelabuhan Indonesia. Selain itu, manfaat lain dari penulisan karya tulis ini terutama bagi generasi muda yaitu dapat digunakan sebagai sumber ilmu dan meningkatkan kesadaran generasi muda terhadap pentingnya sejarah maritim serta menumbuhkan rasa cinta kepada daerah khususnya pantai utara Jawa Tengah. Penelitian ini juga bermanfaat bagi pemerintah sebagai referensi dan masukan bagi pemerintah khususnya pemerintah Provinsi Jawa Tengah agar melakukan upaya pembangunan pantai uatara Jawa Tengah. 54
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tentang peran pelabuhan, kondisi pelabuhan dan pengaruhnya terhadap proses islamisasi, potensi pelabuhan pantai utara jawa tengah, upaya pengembangan pelabuhan pantai utara jawa tengah. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 buah pulau, panjang pantai 81 ribu km dan laut sekitar 5,8 juta km2 (Juliantara, 2004: 103) hal ini menjadikan pelabuhan merupakan salah satu aspek yang sangat peting dalam dunia kemaritiman Indonesia. Kehadiran sebuah pelabuhan memberikan dampak yang luar biasa dalam perkembangan suatu negara. Fungsi laut tidak akan dapat menjadi penghubung antar pulau apabila tanpa disertai dengan kehadiran pelabuhan sebagai pintu gerbang antar pulau. Di sinilah peran pelabuhan dirasakan sangat pengting. Selain itu, lokasi geografis pelabuhan hanya menguntungkan kalau berada dekat atau berdekatan dengan konsentrasi penduduk yang padat. (Kartodirjo et al., 1975:65). Kedua hal inilah merupakan suatu hubungan yang tidak akan bisa dipisahkan. Peran manusia memiliki faktor dalam mendorong kegiatan pelayaran. Suatu kegiatan pelayaran yang dilakukan manusia memiliki suatu tujuan tertentu yang tidak lepas dari suatu interaksi antar sesama manusia. Sejarah mencatat bahwa bersatunya Nusantara dilakukan dengan menggunakan laut sebagai jalur pemersatu, hal ini dapat dibuktikan dengan terdapat banyak peninggalan budaya yang melukiskan peradaban maritim yang maju. Masa keemasan kerajaan Sriwijaya dan Majapahit telah membuktikan bahwa pelabuhan atau bandar adalah suatu tempat strategis dalam memberikan pengaruh kerajaan dan tempat perdagangan yang memiliki banyak fungsi. Setelah kedatangan pengaruh islam di Nusantara, perlahan perjalanan waktu kejayaan dan keemasan Sriwijaya dan Majapahit semakin menurun. Terlebih kepada Majapahit yang berada di pulau Jawa, peran kerajaan Majapahit perlahan digantikan oleh kerajaan Demak dibawah kepimimpinan Raden Patah. Pada masa pemerintahannya, Demak berkembang pesat. Daerah kekuasaannya meliputi daerah Demak sendiri, Semarang, Tegal, Jepara dan sekitarnya, dan cukup berpengaruh di Palembang dan Jambi di Sumatera, serta beberapa wilayah di Kalimantan. Karena memiliki bandar-bandar penting seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Gresik. Raden Patah memperkuat armada lautnya sehingga Demak berkembang menjadi negara maritim yang kuat. (Graaf dan T.H.Pigeaud, 1985: 38-39)
55
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Kejayaan maritim kerajaan Demak didukung dengan adanya kota Pelabuhan Jepara. Jepara pada waktu itu adalah sebuah daerah yang dipisahkan oleh sebuah selat dengan Demak. Secara geografis letak Jepara berada di ujung Utara Jawa Tengah, hal ini jelas menjadikan Jepara sebagai sebuah kota bandar yang sangat strategis. Pada masa pemerintahan Sultan Agung dan Amangkurat I kota Jepara menjadi ibukota dari Pasisiren Wetan, tempat kedudukan seorang Wedana Bupati. (Kartodirjo et al., 1975: 69) Jepara pada waktu itu terkenal beras sebagai barang ekspor yang paling penting. Dalam suatu sistem pelabuhan terdapat banyak kelas sosial, selain golongan pedagang terdapat pula golongan tukang, pengrajin, dan pandai pandai, yang karena ada dalam sektor produksi serta memupunyai monopoli ketrampilan merupakan kelas ekonomi tersendiri. Ditinjau dengan latar belakang sosial tersebut itu wajarlah apabila pemeluk agama Islam pertama terdapat di kalangan mereka dan kota pelabuhan menjadi pusat kehidupan agama serta pangkal pemencaranya. Pasai, Tuban, Gresik, Kudus, Demak, Cirebon dengan para walinya yang menjadi persaksian tentang fakta itu.( Kartodirjo 1987: 22) Kerangka teoritis lainnya yaitu terkait dengan potensi pelabuhan pantai utara Jawa Tengah. Pantai utara Jawa memiliki daerah pesisir yang agak landai dibanding daerah pantai lain di utara pulau Jawa. Hampir disepanjang pantai utara Jawa Tengah memunginkan untuk dibangun sebuah pelabuhan atau tempat bertambat sebuah kapal. Selain pelabuhan yang melayani mobilitas manusia maupun barang, dibutuhkan juga sebuah bandar yang menampung kapal kapal nelayan dalam melakukan aktivitas mencari ikan. Kehadiran sebuah pelabuhan memungkinkan kapal kapal barang masuk dan melaksanakann kegiatan perekonomian yang akan mampu menunjang kegiatan ekspor dan impor. Hal ini jelas akan sangat berpengaruh terhadap pola perekonomian suatu negara. Pelabuhan bukan hanya digunakan sebagai tempat merapat bagi sebuah kapal melainkan juga dapat berfungsi untuk tempat penyimpanan stok barang, seperti tempat penyimpanan cadangan minyak dan peti kemas (container), karena biasanya selain sebagai prasarana transportasi manusia pelabuhan juga kerap menjadi prasarana transportasi untuk barang – barang. Bagi kerajaan maritm pada masa lalu pelabuhan sudah mengenal adanya suatu sistem penarikan pajak seperlunya yang menjadikan pelabuhan sebagai salah satu sumber penghasilan yang amat penting bagi kerajaan. 56
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Sebuah pelabuhan merupakan tempat yang strategis guna menambah cadangan kas negara. Pemungutan Beacukai terhadap barang yang masuk dari pelabuhan merupakan sebuah potensi yang amat besar terhadap perekonomian suatu negara, mengingat sebagian besar kegiatan keluar masuk barang dilakukan dengan menggunakan jalur laut. Selain itu peran sebuah pelabuhan juga sangat penting terhadap upaya mempertahankan kedaulatan suatu negara. Pencurian ikan yang marak terjadi secara tidak langsung telah mengancam kedaulatan negara. Keberadaan sebuah pangkalan angkatan bersenjata akan menambah suatu sistem pertahanan dan keamanan dalam suatu wilayah. 2.4.
Upaya pengembangan Pelabuhan pantai utara Jawa Tengah
Kehadiran sebuah pelabuhan sudah selayaknya terus dikembangkan. Mengingat tuntutan akan standarisasi sebuah pelabuhan apakah layak digunakan atau tidak. Upaya pengembangan bukan hanya tugas dari pemerintah pusat melalui kementrian terkait, dan pemeintah daerah, akan tetapi seluruh elemen masyarakat harus ikut ambil bagian dalam pengembangan suatu pelabuhan agar terjalin suatu sinergi dalam pengembangan suatu pelabuhan. Keterjangkauan pelabuhan terhadap daerah lain terutama di daerah pedalaman haruslah diperhatikan. Bisa dipastikan apabila pelabuhan tidak memiliki akses dengan daerah yang jauh dari laut terutama kawasan industri maka fungsi sebuah pelabuhan akan sia-sia. Senada dengan itu menurut Menteri Perindustrian Salih Husin, salah satu fasilitas penting yang perlu diperhatikan saat pembangunan pelabuhan dan kawasan industri adalah akses jalan yang memadai. Sebab jika pelabuhan sudah beroperasi, dipastikan banyak kendaraan besar yang bakal melintas.(Suara Merdeka, 18 April 2016: 8)
B. Peranan pelabuhan di Pantai Utara Jawa Tengah Keberadaan pelabuhan sebagai sebagai jejak sejarah maritim di pantai utara Jawa Tengah memiliki arti penting dalam perkembangan peradaban bangsa Indonesia. Mengingat banyak sekali sumber yang menjelaskan kemaharajaan kerajaan-kerajaan berbasis maritim memanfaatkan pelabuhan sebagai salah satu aspek penunjang perkembangan suatu kerajaan, hal ini telah mewarnai dinamika sejarah bangsa Indonesia. Kerajaan maritim telah
57
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
membuktikan adanya upaya dalam memanfaatkan peranan sebuah pelabuhan dalam menujang kemajuan sebuah daerah kekuasaan. Pelabuhan di Indonesia memiiki banyak sekali peran dalam perkembangan sejarah, hal ini dibuktikan dengan adanya banyak pendatang dari luar wilayah yang melakukan kegiatan perdagangan. Selain kegiatan perdagangan, ada hal lain yang dilakukan oleh para pedagang yaitu menyebarkan ideologi baru ke dalam suatu sistem masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan beberapa masa sejarah yang dipengaruhi oleh peradaban bangsa Indonesia seperti masa Hindu-Budha, Islam, dan pengaruh Bangsa Barat. Hasil dari sebaran ideologi tersebut bisa dibuktikan dengan terdapatnya kerajaan bercorak maritim seperti Sriwijaya, Majapahit, dan Demak. Pelabuhan merupakan sebuah tempat yang luar biasa dalam perkembangan suatu peradaban. Selain fungsi utama sebuah pelabuhan digunakan sebagai tempat untuk bertambat kapal, pelabuhan memiliki fungsi fungsi penunjang lainya seperti perdagangan , sarana mobilitas masyarakat, tempat berlabuh suatu kapal, pos patroli untuk menjaga kedaulatan, penarikan pajak dan tempat penyimpanan barang. C. Kondisi Pelabuhan di Pantai Utara Jawa Tengah Pada saat ini kondisi sebuah pelabuhan bisa dikatakan memprihatinkan. Dewasa ini marak adanya penyelundupan barang seperti narkoba dan imigran gelap. Fungsi dan peranan suatu pelabuhan haruslah kembali kearah yang lebih baik, setidaknya kejayaan maritim yang pernah dicapai oleh nenek moyang bangsa Indonesia kita raih kembali. Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) menuntut bangsa ini jauh lebih bisa bersaing dengan negara negara lainnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Sandi Mahendra jam 9.30 Wib, Jumat, 29 April 2016 mengemukakan apabila bangsa ini tidak siap dalam menghadapi MEA bisa dikatakan kejayaan maritim semakin lama semakin meredup. Serangan produk dan tenaga kerja Cina serta imigran gelap yang masuk kedalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui pelabuhan jelas merupakan suatu ancaman yang amat serius bagi negara ini. Kenyamanyan juga merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam perkembangan suatu pelabuhan. Hasil wawancara dengan Ten Galih pada 10.30 Wib, Jumat, 6 Mei 2016 menuturkan sering adanya pengemis yang berkeliaran di sekitar pelabuhan serta kurangnya fasilitas
58
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
umum yang memadahi seperti tempat sampah dan toilet umum terutama pelabuhan yang melayani mobilitas manusia. Sudah seharusnya kenyamaman juga harus diperhatikan guna pemanfaatan dan pengembangan suatu kawasan pelabuhan. Faktor keamaman dan pemantauan terhadap kegiatan yang berada di suatu pelabuhan haruslah ditingkatkan. Menurut hasil wawancara dengan Syamsul Farid seorang anggota TNI AL yang berada di POS TNI AL Demak pada Rabu, 30 Maret 2016, jam 9.15 Wib, mengemukakan dalam POS TNI AL di Moro Demak, Demak hanya dijaga oleh 5 orang anggota padahal tugas dari TNI AL sendiri banyak sekali. Melihat kembali sejarah kemaritiman membuktikan bahwa pada masa keemasan kejayaan kerajaan maritim, selain perdagangan yang diutamakan akan tetapi dibutuhkan suatu kekuatan armada laut yang mumpuni. D. Jejak Sejarah Maritim Di Pantai Utara Jawa Tengah Dan Pelabuhannya Sekarang.
Potensi
Pemahaman tentang sebuah pelabuhan juga merupakan suatu elemen penting dalam pemahaman terhadap fungsi, potensi, serta masalah yang dihadapi oleh pelabuhan itu sendiri. Pemahaman terhadap fungsi, potensi, serta masalah yang dihadapi oleh pelabuhan ternyata belum bisa diterima oleh semua elemen masyarakat. Seperti hasil wawancara dengan salah seorang siswa SMA Negeri 1 Kota Mungkid yaitu Dean Haidar Setyawan jam 10.15 Wib, Jumat, 13 Mei 2016 melihat pelabuhan hanyalah tempat untuk kapal dan nelayan yang sedang mencari ikan, padahal jika dikaji lebih dalam fungsi dan peranan sebuah pelabuhan sangat banyak sekali. Kondisi pantai utara Jawa Tengah sangat berpotensi apabila dikembangkan dalam suatu proyek pengembangan suatu pelabuhan. Letak geografis Jawa Tengah yang merupakan Center of Java Island atau merupakan posisi sentral dalam kegiatan kemaritiman. Keterjangkauan antar wilayah juga bisa dikembangkan lebih, melihat letak geografis pantai utara Jawa Tengah yang strategis. Hal ini sering dijadikan pedagang sebagai sarana memasarkan barang produksi ke pulau lain. Potensi terhadap pariwisata juga dapat dikembangkan melalui pelabuhan. Suatu pelayanan yang baik akan memudahkan para wisatawan dalam menuju suatu destinasi wisata. Potensi pariwisata seperti kepulauan Karimun Jawa adalah salah satu destinasi wisata yang amat baik apabila terus
59
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
dikembangkan. Hal ini jelas membutuhkan suatu pelabuhan yang baik dalam menunjang kegiatan pariwisata tersebut. upaya pengembangan Pelabuhan pantai utara Jawa Tengah sebagai jejak sejarah maritim di pantai utara Jawa Tengah. Peran aktif dari seluruh elemen masyarakat adalah suatu kekuatan yang bisa diharapkan. Integrasi yang terjalin akan membuat fungsi dan peranan sebuah pelabuhan akan jauh meningkat. Adanya sikap saling memiliki dan saling peduli terhadap pelabuhan adalah modal awal pengembangan suatu pelabuhan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Sukro seorang petugas Museum Bahari Yogyakarta pada 13.00 Wib, Senin, 11 April 2016 menuturkan bahwa tujuan dari pendirian museum untuk membuka wawasan tentang bahari/maritim kepada generasi muda Indonesia. Hal-hal seperti inilah yang harus selalu ada, kepedulian terhadap potensi pengembangan kemaritiman Indonesia terlebih pelabuhan. Wacana pemerintah terhadap pembangunan pelabuhan di Jepara merupakan wujud nyata keseriusan pemerintah dalam menghadapi MEA dan sekaligus merupakan suatu titik sejarah baru didalam membangkitkan kembali kejayaan masa kemaritiman bangsa Indonesia. Upaya pengembangan seperti ini diharapkan tidak hanya dari pemerintah saja, akan tetapi seluruh elemen masyarakat harus ikut andil dalam pengembangan suatu pelabuhan baru. Pengembangan sarana dan prasarana penunjang kegiatan pelabuhan juga merupakan suatu upaya baru dalam mengembangkan dan mendukung pelabuhan-pelabuhan yang sudah ada seperti pelabuhan Tanjung Mas. Pelabuhan seperti Tanjung Mas di Semarang memang sudah selayaknya dibantu oleh kehadiran pelabuhan baru yang setara atau bahkan jauh lebih baik di Jawa Tengah, dimana dalam pelaksanaanya pelabuhan-pelabuhan yang sudah ada kuwalahan dalam menghadapi kegiatan yang ada di pelabuhan. 4.1.
Kesimpulan
Kebesaran suatu pencapaian negara tak lepas dari asal mula sejarah yang ada di belakangnya. Sejarah telah membuktikan bahwa bangsa Indonesia pernah menjadi salah satu kekuatan maritim yang besar. Kejayaan maritim kerajaan Sriwijaya, Majapahit, dan Demak sudah sangat membuktikan bahwa bangsa ini tumbuh menjadi bangsa yang besar dan menjadi satu dari laut. Pencapaian bangsa ini tak lepas dari peranan suatu pelabuhan, dimana pelabuhan adalah 60
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
suatu kawasan yang merupakan pintu gerbang utama yang memisahkan daerah perairan dan daratan. Peran sebuah pelabuhan menjadikannya sebagai suatu tempat yang sangat strategis. Dimana kegiatan berdagang, menyebarkan ideologi, penyimpanan barang, mobilitas manusia ada di satu kawasan yaitu pelabuhan. Sejalan dengan itu semua, berdasarkan keinginan Presiden Joko Widodo menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia secara tidak langsung membuktikan bahwa bangsa ini menghadapi degradasi dalam sebuah perkembangan kemaritiman. Hal ini jika dicermati lebih dalam, degradasi perkembangan kemaritiman Indonesia dikarenakan adanya suatu sikap apatis dan kurangnya pemahaman masyarakat terutama generasi muda terhadap sejarah kemaritiman bangsa Indonesia. Serangan barang terlarang seperti narkoba serta maraknya imigran gelap yang masuk ke Indonesia merupakan suatu ancaman yang tidak bisa dianggap sepele. Perlu adanya suatu integrasi, kerja keras dan upaya yang hadir dari pemerintah dengan seluruh elemen masyarakat, apabila hal tersebut tidak terlaksana akan menjadi sesuatu yang sia-sia terhadap realisasi wacana pemerintah menjadikan Indonesia menjadi poros maritim dunia. Setidaknya dengan memberikan gambaran awal terhadap potensi kemaritiman yang dapat dikembangkan lebih dalam seperti pemahaman terhadap pelabuhan menjadi salah satu upaya yang cukup efektif guna terwujud kembali kejayaan maritim bangsa Indonesia. 4.2.
Saran
1. Pemerintah melakukan sosialisai mengenai peran pelabuhan dalam merealisasikan wacana pemerintah menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia melalui sejarah kemaritiman Indonesia 2. Pemerintah hendaknya memperhatikan dan membuat sumber-sumber informasi terkait kemaritiman seperti pada Museum Bahari Yogyakarta. 3. Pemerintah bersama kementrian terkait melakukan pengembangan tingkat keamanan terkait kegiatan keluar masuk barang dan manusia sebagai antisipasi ancaman bagi kedaulatan negara. 4. Generasi muda hendaknya memanfaatkan pelabuhan sebagai jendela pengetahuan dan pembelajaran dalam menjadikan negara Indonesia menjadi poros maritim dunia.
61
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2016. “Pelabuhan Direstui Menteri”. Suara Merdeka, Senin 16 April 2016 Juliantara, Dadang. 2004. Maritim, Partnership, dan Pembaruan. Pembaruan.
Bantul:
Kartodirjo, Sartono. 1998. Pengantar Sejarah Indonesia Baru:1500-1900, Dari Emporium Sampai Imperium Jilid 1. Jakarta: Gramedia Pustaka Kartodirjo, Sartono., Marwati, D.P, & Nugroho, Notosusanto. 1975. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Balai Pustaka Lombard, Denys. 2005. Nusa Jawa Silang Budaya “Jaringan Asia”, Jakarta: Gramedia Pustaka,. Pigeaud, T.H. 1960. Java in The Fourtheenth Century: A Study Cultural History: The Negara Kertagama by Rakawi Prapanca of Majapahit, The hague: Koninklijk Instituut Voor Taal-, Lnad- En Volkenkunde.
62
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
PERDAGANGAN ANTAR PULAU NUSANTARA BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT PESISIR JAWA Aulia Mutiara Syifa 1 SMAN 2 Surabaya A. Pendahuluan Indonesia adalah suatu negara kepulauan terbesar di dunia. Karena bentuknya yang terdiri dari gugusan pulau besar dan kecil dan terpisahkan oleh banyak perairan seperti laut, selat, sungai bahkan samudera. Istilah negara kepulauan merupakan kesatuan kata bahasa Indonesia dari serapan istilah archipelagic state. Menurut kamus Oxford, kata ini berasal dari bahasa Yunani yaitu arch yang berarti besar, utama dan pelagos yang berarti laut 2. Jadi archipelagic state diartikan sebagai negara laut utama yang tersebar banyak gugusan pulau di dalamnya 3. Walaupunbentukgeografisnya yang banyak terpisahkan oleh perairan, Indonesia dapat mengukuhkan persatuannya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dengan lebih dari 17 ribu pulau yang tersebar, menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan ciri khas potensi kekuatan maritim terbesar di dunia serta kemahakayaan sumber daya alam di setiap pulaunya. Hal ini dilatarbelakangi oleh nenek moyang Indonesia sebagai salah satu pelopor dalam ekspedisi pelayaran dunia melewati laut dan samudera dengan kapal sebagai media transportasinya. Dan dilanjutkan pada masa kejayaan Sriwijaya sebagai pembentuk Nusantara Pertama. Sriwijaya sebagai kerajaan maritime pertama dan terbesar di Nusantara berhasil memanfaatkan kekuatan alam Indonesia yaitu kemaritimannya. Justru dari wilayah Nusantara yang terpecah-pecah dalam bentuk kepulauan, kerajaan ini berhasil mengembangkan fungsi perairannya sebagai penghubung antar pulau di Nusantara. Pada saat itu bahkan sudah diketahui tujuan utama adanya pelayaran ini bermula dari adanya niat berdagang dengan bangsa lain sebagai salah satu usaha primer manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Perdagangan inilah yang menjadi faktor utama terbukanya gerbang Nusantara terhadap dunia luar. Terjadi banyak interaksi dan akulturasi yang membentuk keanekaragaman budaya Indonesia. Selain itu, jalur perdagangan Indonesia dengan bangsa lain pun semakin berkembang yang dibuktikan adanya Jalur Sutera yang menghubungkan perdagangan Nusantara dengan bangsa Cina. Selain hubungan perdagangan dengan bangsa luar, terbuka jugalah akses perdagangan antar pulau Nusantara terutama sejak kemunculan kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha hingga kerajaan Islam. Dengan Malaka sebagai pusat rempahrempah membuat nama Nusantara semakin tersohor. Hingga jatuhnya Malaka pada tahun 1511 atas Portugis membuat terjadi perubahan dalam perdagangan di Nusantara baik rute, pedagang lokal dan mancanegara hingga pada perkembangan kehidupan masyarakat Nusantara, khususnya di pulau Jawa. 1 Peserta siswi terbaik ke-I dari Provinsi Jawa Tengah dalam kegiatan lawatan sejarah regional BPNB DIY 2016. 2Oxford for Advanced Learner’s Dictionary 3Adrian B. Lapian, Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut (Depok: Komunitas Bambu,2009), hlm. 3
63
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu bagaimana perbandingan perdagangan antar pulau di Nusantara sebelum dan sesudah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis? Bagaimana dampak perdagangan antar pulau bagi masyarakat pesisir Jawa? Permasalahan tersebut selaras dengan tujuan dan manfaat yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini. Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu untuk mempelajari perbandingan perdagangan antar pulau Nusantara dari sebelum hingga sesudah kejatuhan Malaka. Selain itu untuk mempelajari perkembangan kehidupan masyarakat pesisir Jawa terhadap perdagangan antar pulau Nusantara. Manfaat dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui proses sejarah perdagangan antar pulau Nusantara. Selain itu untuk mengetahui pengaruh perdagangan antar pulau bagi masyarakat pesisir.Penelitian ini bermanfaat sebagai bentuk analisis perkembangan perdagangan Nusantara dari masa ke masa. Selain itu, sebagai bentuk kritis pengetahuan masyarakat mengenai potensi kekuatan maritim Indonesia.
1.1 Metode Metode yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah metode sejarah. Dimulai dari heuristik, yaitu mengumpulkan sumber-sumber sejarah sebagai data. Sumber yang diperoleh adalah sumber sekunder, yang berdasarkan studi kepustakaan dan literatur mengenai perkembangan perdagangan antar pulau di Nusantara. Tahap selanjutnya adalah melakukan kritik atau verifikasi sumber data sejarah yang relevan dan akurat sehingga dapat menuliskan fakta sejarah. Kemudian melakukan interpretasi dengan cara menafsirkan hubungan antarfakta. Dan yang terakhir adalah historiografi, yaitu menuliskan peristiwa sejarah terkait perdagangan antar pulau di Nusantara bagi kehidupan masyarakat di pulau Jawa.
64
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
2.1
BAB II PEMBAHASAN
Perdagangan Antar Pulau Nusantara Sebelum Kejatuhan Malaka Menurut Poesponegoro dan Notosusanto, pada masa prasejarah, penduduk kepulauan Indonesia atau Nusantara telah dikenal sebaga pelayar tangguh yang sanggup mengarungi lautan lepas dalam rangka melakukan kegiatan perdagangan 4 . Perdagangan di Nusantara bermula dengan adanya jalur perdagangan, Jalur Sutra atau “the Silk Road”. Jalur Sutra ini berawal dari abad 1 hingga 7 Masehi dan menghubungkan jalur dagang dari Cina dengan perdagangan benua Eropa. Rute jalur ini menggunakan jalur darat yang bermula dari Cina, lalu melintasi Gurun Gobi, Pegunungan Pamir, masuk ke Persia, lalu menyeberang melewati perairan Laut Mediterania hingga ke Venesia di Italia dan Konstantinopel yang pada saat itu sudah menjadi pusat perdagangan di benua Eropa yang terkemuka. Barang-barang komoditi yang diperdagangkan melalui jalur ini adalah kain sutera dan keramik. Seiring berjalannya waktu, di sekitaran Gurun Gobi pun mulai muncul perompak-perompak Mongol yang menjarah barang komoditi. Hal ini mulai meresahkan pedagang-pedagang Jalur Sutra dan solusinya pun mereka mulai mencari alternatif lain untuk berdagang yaitu mulai membuka Jalur Sutra melalui laut. Rute pedagang Jalur Sutra pun mulai berubah yakni berawal dari Cina, lalu ke arah Cina Selatan, masuk ke kepulauan Nusantara dan melintasi Tumasik, Selat Malaka lalu keluar Nusantara menyusuri pesisir pulau Sumatera ke arah Kalikut (India) lalu ke Selat Hormuz, Teluk Persia dan menyeberang Laut Mediterania untuk mencapai Venesia dan Konstantinopel. Nusantara, terutama Selat Malaka, dalam rute Jalur Sutra yang baru ini menjadi persimpangan antara benua Asia dengan benua Eropa sehingga menjadikan pesisir di sekitar Selat Malaka ini menjadi ramai dan penuh arus perdagangan. Banyak pedagang Cina, Arab, Gujarat, Persia dan Turki yang melakukan transit di Malaka. Selain itu, berdatangan pula para pedagang lokal dari berbagai pulau di Nusantara untuk menjajakan kayu-kayuan dari Nusa Tenggara, lada dari Sumatera dan rempah-rempahan dari Maluku yang ternyata salah satu komoditi yang sangat laku di pasaran Eropa. Dalam sekejap, Malaka pun menjadi gerbang pertemuan serta pusat perdagangan mancanegara dan lokal di Nusantara. Hal ini memicu munculnya bandarbandar dagang penting seperti di bagian barat Nusantara ada bandar Pasai, Pedir, Jambi, Palembang, Barus, Banten dan Sunda Kelapa dengan komoditi lada, kapur barus, sutera, madu dan damar serta di timur Nusantara terdapat bandar Ternate dan Tidore dengan komoditi cengkih, rempah-rempahan dan kayu cendana. Pedagang lokal yang telah berdagang di Malaka pun juga memperdagangkan barang dagangannya ke seluruh wilayah Nusantara. Pada masa ini, para pedagang lokal mengarungi kepulauan Nusantara dan banyak melakukan transit di tiap pesisir pulaunya. Terangkum pula, rute yang dilalui pada saat ini berawal dari sekitar Selat Malaka lalu menyusuri pesisir timur
4Marwati
Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia II (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), hlm. 24
65
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
pulau Sumatera, selanjutnya ke Banten, Demak, Banjar, Makassar lalu ke Ternate dan Tidore yang terletak di sebelah timur kepulauan Nusantara. Perdagangan di sekitar Malaka pun semakin berkembang karena dukungan pemerintah kerajaan Sriwijaya yang saat itu juga menguasai daerah pesisir Malaka. Sriwijaya dikenal dengan kekuatan maritim dan perdagangan internasionalnya dan juga dikenal sebagai suatu kerajaan yang begitu terbuka pada seluruh pedagang dari mana saja, baik mancanegara dan lokal. Sikap dan kekuatan seperti inilah yang membuat bersatunya kepulauan Nusantara melalui perdagangan lokal antar pulau dan juga pedagang mancanegara yang transit mendapatkan keamanan dan kenyamanan selama melakukan kegiatan perdagangan di sekitar Malaka. Setelah kejatuhan Sriwijaya pada 1225 karena serangan dari kerajaan lain serta mulai munculnya pengaruh Islam di Nusantara, kerajaan Samudera Pasai dapat menggantikan kedudukan Sriwijaya dalam kelangsungan pusat perdagangan Malaka. Perdagangan di Malaka terus berkembang pesat seperti yang digambarkan Tome Pires, Samudera Pasai dapat melakukan hubungan dagang hingga ke daerah pantai utara Jawa dan diperkirakan Pasai dapat mengekspor 8.000 hingga 15.000 ton merica per tahunnya dan selain itu, juga mengekspor sutera, kapur barus dan emas yang diperoleh dari pedalaman 5. Samudera Pasai pun menjadi bandar komoditi dagang penting di sekitar Selat Malaka. Tak hanya kerajaan Samudera Pasai saja, kerajaan Hindu-Buddha di pulau Jawa yakni Majapahit pun dapat menjadi penyaing dan pengganti Sriwijaya dalam hal perdagangan internasional maupun kepulauan Nusantara di sekitar Selat Malaka sejak kemunculannya di tahun 1293. Bahkan kekuasaan kerajaan ini dapat memonopoli perdagangan di sekitar Selat Malaka. Salah satunya adalah pedagang Jawa yang berdagang di bandar Samudera Pasai yang terletak di sekitar pesisir Selat Malaka,memiliki hak istimewa yaitu pembebasan bea cukai impor maupun ekspor terhadap seluruh barang dagang yang dibawa 6. Lalu, pada tahun 1453 ketika Konstantinopel sebagai pusat perdagangan di benua Eropa jatuh direbut dan dikuasai oleh pemerintahan Turki Ottoman yang mengusir semua pedagang Eropa. Banyak pedagang Eropa pun yang mulai mengadakan ekspedisi samudera untuk mencari sendiri pusat penghasil rempah-rempah di dunia timur yang harganya selangit bagi bangsa Eropa. Dan salah satunya yang menjadi pelopor ekspedisi pencarian “Mutiara dari Timur” ini adalah bangsa Portugis yang pada saat itu dipimpin oleh Alfonso d’ Albuqueruqe. Melihat keramaian dan kekuasaan sekitar pesisir Malaka di dunia perdagangan membuat Portugis pun tertarik dan mulai berusaha merebut dan memonopoli seluruh perdagangannya di Malaka. Ditambah lagi, pada saat itu kedudukan Majapahit telah runtuh di tahun 1400 Saka atau 1478 Masehi dan Samudera Pasai yang semakin lemah (yang nantinya akan runtuh pada 1527 karena invasi Portugis) sehingga dengan mudahnya Portugis merebut Malaka. Dan hal ini jugalah yang menyebabkan kejatuhan sekitar pesisir Selat Malaka atas Portugis di tahun 1511 yang dampaknya begitu berpengaruh bagi perdagangan Nusantara. 5Tome 6Tome
Pires, Suma Oriental II, hlm.239 Pires, Suma Oriental I, hlm. 44
66
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
2.2
Perdagangan Antar Pulau Nusantara Setelah Kejatuhan Malaka Setelah berhasil merebut Malaka di tahun 1511, Portugis mengadakan monopoli perdagangan di sskitar pesisir Selat Malaka atas perdagangan komoditi rempah-rempahan untuk dijual kembali di pasaran Eropa dengan untung yang sangat tinggi. Portugis melakukan segala cara untuk mendapatkan harga termurah atas komoditi tersebut. Apa yang dilakukan oleh Portugis sangat tidak kooperatif dengan pedagang-pedagang lainnya. Berbeda dengan monopoli perdagangan yang dilakukan oleh Sriwijaya dan Majapahit, kedua kerajaan ini masih membuka pintu kesejahteraan bagi pedagang lainnya. Mengingat bangsa Portugis adalah anti-Muslim, maka banyak pedagang Muslim yang bermukim dan berdagang di Malaka harus melarikan diri ke pulau Jawa yang sebelumnya menjadi kota transit dagang. Migrasi pedagang Muslim ini pun banyak diikuti oleh pedagang Cina, India, Arab dan pedagang lokal lainnya yang melarikan diri dan memilih berdagang di tempat pelarian pedagang Muslim yaitu di sepanjang pesisir pantai utara pulau Jawa seperti di Cirebon, Demak, Banten. Sedangkan di pulau Sumatera sendiri, setelah Samudera Pasai semakin lemah, muncullah kerajaan Islam yang lain yaitu Kesultanan Aceh. Aceh adalah salah satu kerajaan Islam yang kuat kemiliteran dan perdagangannya sehingga mampu menjadi pengalih alur perdagangan di sekitar Sumatera dan sekaligus penentang kekuasaan Portugis. Aceh menjadi harapan baru bagi pedagang mancanegara dan lokal yang ingin berdagang ke dalam ataupun ke luar Nusantara. Dengan begitu, para pedagang mulai menghindari Selat Malaka yang berada di sisi timur pulau Sumatera dan masuk ke kepulauan Nusantara melalui daerah pusat Kesultanan Aceh di ujung pulau Sumatera, lalu menyusuri pantai barat Sumatera dan memasuki pulau Jawa tepatnya di Banten, lalu ke Demak, Banjar, Makassar lalu ke Ternate dan Tidore. Berubahnya rute ini membuat hilangnya Malaka sebagai pusat perdagangan Nusantara dan karena itulah perdagangan di Nusantara semakin meluas lagi karena tidak ada lagi lokasi dimana seluruh perdagangan berpusat. Pada saat inilah, perdagangan bisa tercipta hampir di seluruh wilayah kepulauan Nusantara. Sejak adanya rute inilah membuat semakin banyak kota transit dagang di sepanjang pesisir pulau terutama di pulau Jawa. Dari kotakota transit inilah maka berkembang menjadi kota-kota pelabuhan baru yang semakin menyokong perdagangan antar pulau di Nusantara. Kota-kota pelabuhan yang semakin ramai dan menjadi pusat perdagangan pada saat itu meliputi Tuban, Sunda Kelapa, Gresik, Jepara, Hujung Galuh (kini Surabaya), Banten dan Demak yang terletak di sepanjang pesisir pantai utara pulau Jawa. Sebenarnya, kota-kota pelabuhan ini keberadaannya sudah eksis di masa perdagangan sebelum kejatuhan Malaka. Terutama Hujung Galuh yang merupakan kota pelabuhan serta pusat perdagangan bagi pedagang kerajaan Majapahit. Namun pada saat itu posisi ketiga kota pelabuhan ini hanya sebagai tempat transit para pedagang di pulau Jawa untuk memperdagangkan barang-barang dagang yang telah didapatkan dari Malaka. Seiring berjalannya waktu, kota-kota pelabuhan ini berkembang pesat dan semakin berpengaruh bagi kemajuan perdagangan Nusantara. Banten menjadi gerbang utama pulau Jawa bagi tiap pedagang yang datang dari arah
67
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Sumatera. Selain itu, Banten juga menjadi kerajaan Islam di Jawa yang pengaruhnya meluas ke seluruh Nusantara sehingga daerah ini terus-menerus ramai sebagai kawasan perdagangan di Jawa. Bahkan kerajaan Banten berhasil menguasai kota pelabuhan Sunda Kelapa. Sunda Kelapa sendiri adalah salah satu pelabuhan di pantai utara Jawa yang telah dikenal sejak masa kerajaan Padjajaran dan dikenal sebagai pelabuhan transito dengan komoditi dagang berupa lada yang didapatkan dari pulau Sumatera yang letaknya cukup berdekatan dengan Sunda Kelapa. Hingga masa kolonialisme Barat pun, kota pelabuhan ini tetap ramai dikunjungi oleh kapal-kapal asing yang membawa porselen, kopi, sutra, anggur serta pedagang lokal yang membawa rempah-rempahan, beras, lada, asam, hewan, emas, sayuran dan buah-buahan. Sedangkan Demak dikenal sebagai pusat perdagangan sekaligus pusat Kerajaan Islam pertama di pulau Jawa dimana proses islamisasi terus berkembang. Demak pada saat itu dipenuhi oleh pedagang Muslim terutama yang berasal dari Arab maupun Gujarat, India. Pada masa kejayaan Demak, disepanjang pantai utara Jawa juga berjaya kota-kota pelabuhan antara lain Tuban, Panarukan, Gresik, Sedayu, Brondong, Juwana, Jepara, dan lain-lain 7. Perdagangan di Demak selain mengembangkan kesejahteraan juga menimbulkan dampak akulturasi di sekitarnya. Selain itu, pengaruh perdagangan Demak pun terasa hingga ke Banjar di bagian selatan pulau Kalimantan dan hal ini menimbulkan jalinan dagang antar Demak di pulau Jawa dengan Banjar dan sekitarnya di pulau Kalimantan. Kota pelabuhan Jepara sudah eksis pada saat masa kejayaan kerajaan Kalingga terdahulu, sebelum kejatuhan Malaka, yang dipimpin oleh Ratu Sima yang bijaksana. Dibuktikan terdapat salah satu berita Cina yang menyatakan bahwa terdapat kerajaan Hindu bernama Ho-Ling, atau para pakar sejarah menyebutnya Kalingga, di Jawa sekitar abad 7 Masehi. Ratu Sima mengonsep Jepara sebagai akses pintu masuk kerajaan dengan mengoptimalkan perdagangannya di sana sehingga banyak dikunjungi pedagang asing seperti Cina, India dan Arab. Hingga pada masa kerajaan Demak, secara langsung Jepara menjadi daerah kekuasaan Demak dalam salah satu pelabuhannya. Pada saat itu, Demak tengah mengoptimalkan pertaniannya dengan komoditi beras. Dengan begitu, Jepara semakin berkembang pesat sebagai kota pelabuhan perdagangan sekaligus sebagai gudang penyimpanan beras yang cukup penting di Nusantara. Selain menyimpan beras, Jepara juga dikenal sebagai pelabuhan transito rempah-rempahan yang dikirim langsung dari Malaka untuk dijual ke seluruh pulau Jawa dan Nusantara melalui perdagangan laut. Selanjutnya kota pelabuhan Tuban yang sempat jaya pada masa kerajaan Majapahit, kembali mendapatkan kejayaannya setelah kejatuhan Malaka. Pada sekitar tahun 1350-an, Tuban dikenal sebagai pelabuhan transito Majapahit bersanding dengan Hujung Galuh, namun mulai ditinggalkan ketika para pedagang menganggap bahwa Malaka jauh lebih menguntungkan bagi de Graaf, “De Regering van Panembahan Senopati Ingalaga” dalam Verhandelingenvan het kononkrijkInstituut voor Taal, Land en Volkenkunde(S’Gravenhage P: Martinus Nijhoff,1954), hlm. 6768.
7H.J.
68
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
2.3
mereka. Setelah kejatuhan Malaka, Tuban pun kembali berkembang sebagai kota pelabuhan transito dengan distribusi komoditi yang penting dalam perdagangannya karena merupakan bandar rempah-rempahan terbesar di Jawa. Bersanding dengan Tuban, Gresik yang sejak abad ke-11 telah aktif menjadi kota pelabuhan semakin berkembang pesat lagi dengan keberadaannya yang menjadi tempat persinggahan kapal-kapal pedagang asing maupun dari Maluku yang membawa komoditi rempah-rempahan menuju Sumatera dan daratan Asia. Bahkan sejak abad ke-15, Tome Pires menyebutkan Gresik sebagai permata di pulau Jawa di antara pelabuhan dagang. Keberadaan Gresik sebagai pelabuhan dagang yang penting terus eksis hingga era VOC. Selain dengan semakin banyaknya kota pelabuhan yang bermunculan, perubahan rute ini juga semakin memperkaya kawasan penghasil komoditi dagang Nusantara. Bahan komoditi yang cukup penting ialah lada dari Sumatera dan Jawa, pala dari Maluku Tengah, cengkeh dari Maluku Utara serta kayu-kayuan dan hasil hutan yang berada di sepanjang rute ini. Rute ini juga memungkinkan terciptanya cabang dari jalan raya laut yang dilayari oleh kapal-kapal setempat untuk mengangkut hasil-hasil hutan dan rempahrempahan tersebut. Seperti pula daerah Tiku dan Pariaman, dalam catatan Tome Pires masih belum menghasilkan lada, namun menurut sumber Belanda, kedua daerah ini sudah menghasilkan lada sejak kejatuhan Malaka karena daerahnya yang dilintasi oleh pedagang-pedagang lada 8. Tak hanya di pulau Jawa saja, namun di kota-kota pelabuhan seperti Banjar, Makassar, Ternate dan Tidore hingga Gowa-Tallo di bagian timur Nusantara pun semakin berkembang dan menjadi bandar-bandar dagang penting. Maluku sebagai daerah asli penghasil rempah-rempah pun juga dapat semakin terekspos ke perdagangan dunia. Dari paparan di atas, kejatuhan Malaka ke tangan Portugis tentu adalah suatu hal yang tragis bagi perdagangan Nusantara. Namun, kejatuhan ini justru dapat memberikan berkah dimana perdagangan antar pulau Nusantara dapat berkembang dan meluas lagi dan mencakupi seluruh wilayah Nusantara dan juga memungkinkan terjadinya peningkatan kesejahteraan, migrasi serta akulturasi penduduk antar pulau sehingga menjadikan Indonesia yang maha kaya budayanya. Perkembangan Kehidupan Masyarakat Pesisir Jawa Sebelum kejatuhan Malaka ke tangan Portugis, kehidupan perdagangan hanya berpusat di Malaka dan sekitarnya saja. Walaupun sudah ada perdagangan antar pulau Nusantara, tapi peran kota-kota pelabuhan di pesisir pantai utara Jawa hanyalah sebagai transit, ataupun juga tempat kembali asal para pedagang tersebut. Penduduknya hanyalah sebatas sebagai penerima hasil dari perdagangan itu saja. Posisi pulau Jawa yang terletak di tenah-tengah kepulauan Nusantara kurang termanfaatkan dengan baik. Namun sejak kejatuhan Malaka, dimana semua rute perdagangan menghindari Malaka yang diduduki Portugis, banyak pedagang Muslim yang melarikan diri ke pantai utara Jawa dan diikuti pedagang lainnya. Hal ini
8Marwati
150
Djoened Poesponegoro, dkk.Sejarah Nasional Indonesia III (Jakarta: Balai Pustaka,2008), hlm. 149-
69
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
3.1
semakin membuka wawasan perdagangan Nusantara khususnya di Jawa. Hadirnya para pedagang ini juga sangat berdampak bagi kehidupan masyarakat. Yang pertama, dengan munculnya peristiwa kejatuhan Malaka ini yang semakin mengembangkan proses islamisasi ke seluruh wilayah Indonesia karena mengikuti migrasi para pedagang Islam. Andai saja tidak terjadi peristiwa kejatuhan Malaka ini, maka proses islamisasi tidak akan semaju sekarang dan mungkin saja masih berpusat hanya di sekitar pulau Sumatera. Munculnya para pedagang di sekitar pantai utara Jawa menandakan mulai maraknya kehidupan perdagangan di kota-kota pelabuhannya. Pelabuhan dagang di Jawa tidak lagi menjadi pelabuhan transito saja namun sudah memiliki peran penting dalam setiap transaksi dan distribusi komoditi dagang Nusantara. Maraknya kehidupan perdagangan di pelabuhan Jawa inilah yang secara otomatis mendongkrak kehidupan masyarakatnya. Masyarakatnya menjadi memiliki pekerjaan tetap dengan untung yang pasti. Seperti contohnya keadaan geografis Jawa yang agraris berhasil dimanfaatkan sebagai persawahan penghasil beras. Dengan inilah, penghasilan penghidupan masyarakat semakin bertambah mengingat komoditi beras adalah salah satu yang terpenting. Dan seiring berjalannya waktu, masyarakat Jawa pun semakin pintar mengelola tanahnya dan mulai membuka lahan ladang tebu karena komoditi ini laris dibeli orang-orang Inggris yang bermukim di Banten. Kesejahteraan masyarakat pesisir Jawa pun semakin meningkat Munculnya perdagangan yang ramai juga memungkinkan banyaknya pedagang bangsa asing yang menetap sementara, terutama di sekitar Banten, Demak dan Jepara, untuk berdagang sambil menunggu musim yang tepat untuk kembali berlayar. Pedagang asing ini berkomunikasi dan berinteraksi kepada penduduk asli pesisir Jawa sehingga dari sinilah dapat tercipta asimilasi serta akulturasi kebudayaan yang semakin memperkaya budaya Indonesia kedepannya. Selain itu perkawinan silang antar bangsa juga semakin merapatkan hubungan budaya ini. Tak hanya di bidang budaya saja, adanya interaksi antar bangsa ini juga semakin membuka pintu ilmu dan wawasan keduniaan terutama mengenai ideologi dan perbedaan karakteristik bangsa. Kedua hal itu lah yang menjadikan dasar wawasan politik Indonesia. Hal ini jugalah yang menjadi dasar perbaikan kesejahteraan masyarakat Jawa di bidang sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan politik. Sehingga posisi pulau Jawa yang terletak di tengah-tengah kepulauan Nusantara ditambah dengan seluruh perkembangan kehidupan masyarakat Jawa khususnya di pesisir dapat menjadikan pulau Jawa sebagai pulau sentral dan maju di kehidupan bangsa Indonesia hingga saat ini. Kesimpulan Perdagangan antar pulau di Nusantara bermula dari adanya hubungan dagang Indonesia dengan Cina melalui Jalur Sutra. Jalur Sutra via darat yang dianggap sudah tidak aman lagi karena bermunculan perampok-perampok dari Mongol maka membuat terbukanya Jalur Sutra via perairan yang melintasi Asia Tenggara dan kepulauan Nusantara. Hal inilah yang menyebabkan Selat Malaka yang berada di persilangan akses dagang antara benua Eropa dengan
70
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
benua Cina menjadi ramai oleh pedagang dan menjadi titik simpul perdagangan mancanegara maupun antar pulau di Nusantara. Malaka terus berkembang dari masa kerajaan Hindu-Buddha seperti Sriwijaya dan Majapahit hingga memasuki masa kerajaan Islam. Selain lokasi yang strategis, perkembangan Malaka ini didukung pula oleh posisinya sebagai bandar komoditi rempah-rempah yang sangat laku di pasaran dunia. Nama Malaka pun semakin tersohor dan semakin banyak pula para pedagang yang berdatangan. Seluruh perdagangan di Nusantara pun terpusat di sekitar Selat Malaka. Hingga kesohoran Malaka ini justru membawa bencana bagi Malaka karena kedatangan bangsa Portugis ke dunia Timur untuk mencari daerah penghasil rempah-rempah setelah kejatuhan Konstantinopel yang dimana pemerintah Turki Ottoman memblokade semua pedagang Eropa. Portugis pun, setelah melihat perdagangan yang sangat menguntungkan di Malaka, merebut dan mengadakan monopoli perdagangan di sana yang berdampak pada larinya seluruh pedagang ke daerah pantai utara Jawa dan merubah rute perdagangan yang awalnya melintasi sisi timur pulau Sumatera menjadi melewati sisi barat pulau Sumatera hingga ke seluruh pulau Nusantara. Namun justru dari bencana inilah yang membawa keberkahan bagi kehidupan Nusantara selanjutnya. Setelah kejatuhan Malaka, maka tidak ada lagi pusat perdagangan yang sangat mendominasi di Nusantara. Seiring menyebarnya pedagang karena melarikan diri dari Portugis maka berhasil tercipta kota-kota pelabuhan yang baru dan semakin banyak di sepanjang pesisir kepulauan Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Persebaran rute perdagangan ini memberikan dampak besar bagi kehidupan masyarakat pesisir di pulau Jawa. Pada saat sebelum kejatuhan Malaka ke Portugis, proses islamisasi yang dibawa oleh para pedagang Muslim hanya terpusat di pesisir Selat Malaka dan sekitarnya sehingga dampaknya tidak merata ke seluruh Nusantara. Lalu setelah jatuhnya Malaka, maka proses islamisasi pun dapat semakin berkembang luas seiring dengan berpindahnya para pedagang. Selanjutnya, kota pesisir di pantai utara Jawa tidak lagi menjadi pelabuhan transito saja namun memiliki peran penting dalam tiap transaksi dan distribusi komoditi dagang. Perekonomian masyarakat pun semakin berkembangg dan semakin sejahtera, dan ditambah lagi dengan peran tambahan kota pesisir sebagai pintu gerbang segala hal dari dunia luar menjadikan semakin berkembangnya akulturasi dan asimilasi serta wawasan dengan bangsa-bangsa asing yang datang ke Indonesia. Dengan semua hal inilah, maka dapat menjadi sebab kemajuan serta kedudukan pulau Jawa sebagai pulau sentral di Negara Kesatuan Republik Indonesia hingga saat ini. 3.2
Saran
Dalam pemaparan di atas maka dapat diketahui bahwa sejak dahulu, Indonesia yang didukung oleh kekayaan sumber daya alamnya, sudah dikenal sebagai pusat penghasil rempah-rempah, hasil hutan, perkebunan maupun pertanian yang berkualitas tinggi sehingga menjadi sangat laku di pasaran dunia. Seharusnya, masyarakat Indonesia saat ini menyadari bahwa negaranya adalah negara yang kaya dan dapat menghasilkan sendiri produk-produk
71
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
dagang yang berkualitas dan sebaiknya seluruh masyarakat dapat semakin mencintai produk buatan dalam negeri Indonesia. Selanjutnya, masyarakat seharusnya semakin menambah kepeduliannya terhadap potensi kekuatan maritim Indonesia yang termasuk terbesar di dunia dengan cara menjaga kesejahteraan lingkungan perairan Indonesia serta menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia karena dari perairan Indonesia jugalah, kesatuan Nusantara yang tersohor mulai tercipta bagi negara kepulauan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Bulbeck, David.1998.Southeast Asian Export since the 14th Century: Cloves, Pepper, Coffee and Sugar. Leiden: KITLV Press Cortesao, Armando.2016.Suma Oriental karya Tome Pires: Perjalanan dari Laut Merah ke Cina & Buku Ferdinand Rodrigues.Yogyakarta: Penerbit Ombak de Graaf, H.J. 1954. “De Regering van Panembahan Senopati Ingalaga” dalam Verhandelingenvan het kononkrijkInstituut voor Taal, Land en Volkenkunde. S’Gravenhage P: Martinus Nijhoff Hornby, A.S.___.Oxford Advanced Learner’s Dictionary.____________ Lapian, Adrian B.2009.Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut.Depok: Komunitas Bambu Mansoer, Mohd Dahlan.1979.Pengantar Sejarah Nusantara Awal. Kuala Lumpur:______ Meilink-Roelofsz, M.A.P.2016.Perdagangan Asia dan Pengaruh Eropa di Kepulauan Indonesia antara 1500 dan sekitar 1630.Yogyakarta: Penerbit Ombak Pires, Tome. ___.Suma Oriental I & II.___________ Poesponegoro, Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka Poesponegoro, Marwati Djoened.1984.Sejarah Nasional Indonesia III.Jakarta: Balai Pustaka Reid, Anthony.1992.Asia Tenggara dalam Kurun Niaga Jilid 1: Tanah di Bawah Angin.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Reid, Anthony.2011.Asia Tenggara dalam Kurun Niaga Jilid 2: Jaringan Perdagangan Global. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Ricklefs, M.C.2008.Sejarah Indonesia Modern 1200 – 2008.Jakarta: Penerbit Serambi Wells, Kathirithamby.1967.Journal of Southeast Asian History.Cambridge: Cambridge University Press Whitfield, Susan.1999.Life Along the Silk Road. London: John Murray
72
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
SI HANTU LAUT PENGUASA DUNIA MARITIM Wanodyaning Aqila Ma’rifah Salsabila 1 SMA Negeri 1 Talun A. Pendahuluan
“Nenek moyangku seorang pelaut” Penggalan lagu tersebut bukanlah isapan jempol semata. Nenek moyang bangsa Indonesia adalah bangsa Austronesia yang kedatangannya di Indonesia mulai sekitar 2000 tahun SM. Masa kedatangan mereka termasuk dalam jaman neolitikum yang memiliki dua kebudayaan dan dua jalur penyebaran. Pertama, cabang kapak persegi yang penyebarannya bermula dari daratan Asia melalui jalur barat dengan bangsa Austronesia sebagai pendukung kebudayaan tersebut. Kedua, kebudayaan kapak lonjong, yang penyebarannya melalui jalur Timur dengan bangsa PapuaMelanesoide sebagai bangsa pendukungnya. Penyebaran kedua kebudayaan ini merupakan gelombang pertama perpindahan bangsa Austronesia (termasuk Papua Melanesia yang akhirnya melebur menjadi Austronesia) ke berbagai daerah atau pulau-pulau di Indonesia. Gelombang perpindahan bangsa Austronesia terjadi pada jaman logam yang membawa jenis kebudayaan baru yang disebut dengan istilah kebudayaan Dongson. Hasil penelitian menginformasikan luasnya bahasa Austronesia membuktikan bahwa wilayah Indonesia merupakan tempat persinggahan kedua dari perpindahan bangsa Austronesia selanjutnya. Lebih dari itu, jika penyebaran nenek moyang bangsa Indonesia bisa mencapai pulau-pulau yang berjarak sangat jauh dari asalnya dan terpisahkan oleh lautan yang luas, dapat dipastikan mereka mempunyai peralatan yang digunakan menyeberangi laut, yaitu perahu. Dengan kata lain, nenek moyang bangsa Indonesia adalah bangsa pelaut, yang tentu saja memiliki budaya maritim sebagai hasil kebudayaannya. Sebagai contoh, mereka memiliki pengetahuan yang cukup tinggi tentang laut, angin, musim, bahkan ilmu perbintangan sebagai pengetahuan untuk bernavigasi. Kehidupan terus berjalan dan menghasilkan kebudayaan-kebudayaan baru. Bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa pelaut juga mengalami perubahanperubahan tersebut. Oleh karena sering berhubungan dengan bangsa lain, bangsa Indonesia juga mendapat pengaruh di dalam perubahan kebudayaan tersebut. Salah satu contoh dari perubahan tersebut ialah terbentuknya sistem kerajaan dalam bidang politik dan pemerintahan. Munculnya kerajaan-kerajaan maritim di Indonesia merupakan fakta sejarah yang tak ternilai harganya. Indonesia memilii dua kerajaan maritim yang terkenal, yaitu Kerajaan Majapahit dan Sriwijaya. Kerajaan maritime tersut tentu memiliki strategi pembangunan kekuatan sosial, ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan, dan infrastruktur kebaharian masing-masing. Kerajaan Sriwijaya pada dasarnya merupakan suatu kerajaan yang berkuasa di laut. Sriwijaya adalah kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara pada zamannya. Bukti-bukti tentang kerajaan Sriwijaya berasal dari beberapa prasasti yang ditemukan di wilayah tersebut. Bahkan ada yang ditemukan di Bangka, Ligor (Malaysia), dan Nalanda (India Selatan). 1 Peserta siswi terbaik ke -II dari Provinsi Jawa Tengah dalam kegiatan lawatan sejarah regional BPNB DIY 2016.
73
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Kerajaan Sriwijaya mengalami zaman keemasan pada saat diperintah oleh Raja Balaputradewa pada abad ke-9. Wilayah Kerajaan Sriwijaya meliputi hampir seluruh Sumatra, Kalimantan Barat, Jawa Barat, dan Semenanjung Melayu. Oleh karena itu, Kerajaan Sriwijaya disebut kerajaan Nusantara pertama. Sriwijaya dikenal sebagai kerajaan maritim, pusat agama Buddha, pusat pendidikan, dan sebagai pusat perdagangan di Asia Tenggara. Berikut adalah kelebihan-kelebihan yang dimiliki Sriwijaya:
1. Mempunyai angkatan laut yang tangguh dan wilayah perairan yang luas. 2. Sebagai pusat pendidikan penyebaran agama Buddha, dengan bukti catatan I-tsing dari China pada tahun 685 M, yang menyebut Sriwijaya dengan She-le-fo-she. 3. Sebagai pusat perdagangan karena Palembang sebagai jalur perdagangan nasional dan internasional sehingga banyak kapal yang singgah dan menambah pemasukan pajak.
Kerajaan selanjutnya adalah Kerajaan Majapahit. Menurut Krom, kerajaan Majapahit ini berdasar pada kekuasaan di laut. Laut-laut dan pantai yang terpenting di Indonesia dikuasainya. Kerajaan ini memiliki angkatan laut yang besar dan kuat. Pada tahun 1377, Majapahit mengirim suatu ekspedisi untuk menghukum raja Palembang dan Sumatra. Majapahit juga mempunyai hubungan dengan Campa, Kampuchea, Siam, dan Vietnam serta mengirim dutanya ke Cina. Kejayaan Majapahit sebagai negara maritim tidak dapat ditandingi ketika Gajah Mada, patih Majapahit kala itu, ingin menyatukan kerajaan-kerajaan kecil nusantara di bawah koordinasi Kerajaan Majapahit melalui Sumpah Palapa. Tidak dapat dipastikan apakah Mahapatih Gajah Mada dan Mpu Nala, panglima laut Majapahit, sudah memahami geopolitik wilayah perairan kerajaan Majapahit atau belum tetapi yang jelas adalah kehendak mereka untuk mempersatukan wilayah perairan nusantara di bawah panji-panji Majapahit merupakan pemahaman akan kondisi geografis Nusantara. Karena alasan itulah, wilayah perairan kepulauan ini selanjutnya dinamakan Nusantara oleh Majapahit. Di samping ekspansi politis yang memiliki dampak terhadap kebijakan ketahanan wilayah kerajaan tersebut, pemanfaatan laut sebagai sarana transportasi serta alat pertahanan dimanfaatkan Majapahit sebagai pusat kerajaan, yang negeri asalnya berjumlah puluhan baik di Pulau Sumatera maupun di Pulau Kalimantan. Tindakan politis yang dilakukan Mahapatih Gadjah Mada dapat dikatakan, bahwa Majapahit memiliki visi kemaritiman, meskipun hanya sebatas sebagai sarana transportasi dan ketahanan wilayah. Melalui laut, Majapahit mampu mengkordinasikan negeri asalnya serta melindungi diri dari serangan musuh. Itulah visi kemaritiman Majapahit. Dari uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kekuatan utama kerajankerajaan maritim pada zaman dahulu terletak pada kekuatan angkatan laut sebagai komponen utama sistem pertahanan negara. Saat ini, Indonesia sedang gencargencarnya melakukan kampanye pengembangan negara maritim. Bahkan, pemerintah menginginkan Indonesia menjadi poros maritim dunia mengingat letak Indonesia yang strategis dan sejarah Indonesia. Sementara itu, di dalam sejarah tersebut kita dapat mengetahui bahwa untuk menguasai laut kita harus memiliki armada laut yang tangguh. Untuk itulah, penulis ingin mengetahui peran TNI-AL dalam pengembangan proyek negara maritim. Maka dari itu, disusunlah karya tulis ini dengan judul “Si Hantu Laut Penguasa Dunia Maritim”.
74
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Bertitik tolak dari latar belakang tersebut, maka permasalahan yang hendak diangkat dalam penelitian ini antara lain apakah maksud dari Indonesia sebagai negara maritim? Bagaimana sejarah TNI Angkatan Laut sehingga dapat mempertahankan kedaulatan Indonesia? Bagaimana peran TNI Angkatan Laut dalam proyek negara maritim? Setiap penelitian memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai. Adapun tujuan dari penelitian ini yang hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui maksud Indonesia sebagai negara maritim dan i sejarah TNI Angkatan Laut sehingga dapat mempertahankan kedaulatan NKRI. Selain itu juga untuk mengidentifikasi peran dan kesiapan TNI Angkatan Laut dalam rangka pengembangan negara maritim. Penelitian ini juga diharapkan bisa bermanfaat dalam menumbuhkan rasa cinta dan tanggung jawab kepada Indonesia sebagai negara maritim. Selain itu menambah wawasan tentang sejarah Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut; dan turut serta mempersiapkan diri dalam rangka pengembangan negara maritim. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini antara lain studi pustaka dan wawancara. Studi pustaka dilakukan dengan menelusuri referensi yang berada di perpustakaan sekolah maupun perpustakaan daerah dan beberapa sumber buku elektronik. Interview dilakukan dengan wawancara tokoh yang relevan dengan subjek dalam penelitian ini.
75
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
B. Indonesia Sebagai Negara Maritim Untuk membentuk suatu negara yang maju, kita harus mengetahui ciri khas dan potensi dari negara tersebut. Salah satu yang menjadi ciri khas Indonesia adalah julukannya sebagai negara maritim. Maka dari itu, sebelum kita mengambil suatu kebijakan terhadap Indonesia, negara kita, kita harus mengetahui apa yang dimaksud dengan negara maritime terlebih dahulu. Negara maritim terdiri dari dua kata, yaitu: negara dan maritim. Negara adalah adalah sekumpulan orang yang menempati wilayah tertentu dan diorganisasi oleh pemerintah negara yang sah dan memiliki kedaulatan. Negara juga merupakan suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku bagi semua individu di wilayah tersebut, dan berdiri secara mandiri. Sementara itu, menurut KBBI, maritim adalah sesuatu yang berkenaan dengan laut; berhubungan dng pelayaran dan perdagangan di laut. Di dalam kamus bahasa Inggris, maritime yang berasal dari kata maritime berarti suatu kata sifat yang menjelaskan obyek atau kegiatan berkaitan dengan laut. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa maritime adalah segala hal atau kegiatan yang berhubungan dengan laut. Dari paparan-paparan di atas, kita dapat mengetahui bahwa negara maritim bukan hanya negara yang memiliki wilayah perairan yang luas ataupun pulau yang banyak. Dari penjelasan tersebut, kita dapat memahami bahwa negara maritim merupakan suatu negara yang memiliki laut yang luas dan mampu memanfaatkannya sebagai salah satu sumber daya alam yang mendukung kegiatan-kegiatan penduduk negara tersebut. Oleh karena itu, tidak semua negara yang memiliki laut yang luas dapat disebut sebagai negara maritim. Salah satu contoh negara maritim adalah lnggris, yang merupakan negara kepulauan di kawasan Eropa dan telah berhasil menerapkan visi maritim dalam upaya menyejahterakan rakyatnya dan membela kedaulatan negaranya. Selanjutnya contoh negara maritim lainnya adalah Belanda, negara kecil di Benua Eropa, yang menerapkan visi maritim dalam penyelenggaraan kebijakannya. Di Asia ada satu negara maritim, yaitu Jepang yang merupakan negara kepulauan dimana negara Jepang bervisi maritim dalam penyelenggaraan pemerintahan negaranya. Dapat kita lihat bahwa negara ini telah mencapai kemakmuran dan menjadi satu-satunya negara Asia yang termasuk negara maju. Untuk menjadikan Indonesia seperti negara-negara di atas, diperlukan kearifan lokal dalam mengolah sumber daya yang tersedia. Kearifan lokal diartikan sebagai kebijaksanaan atau pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat dalam rangka mengelola lingkungan. Dalam kearifan lokal terkandung pula kebudayaan lokal yang menyebabkan pembangunan pada daerah tersebut tidak boleh menghilangkan unsur budayanya. Seharusnya pembangunan di suatu daerah harus melihat terlebih dahulu kondisi sosial-budayanya sehingga penduduk dapat mengolah sumber daya dengan baik tanpa merugikan siapapun yang pada akhirnya akan memajukan perekonomian daerah dan nasional.
1. Sejarah Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Laut
Sejarah pembentukan TNI-AL diawali ketika keadaan perang semakin memburuk bagi Angkatan Perang Jepang. Untuk mensiasati hal tersebut, Jepang berusaha untuk menarik simpati rakyat Indonesia dengan organisasi-organisasi bagi para pemuda. Mereka juga mengajak para pemuda Indonesia untuk mengurus organisasi tersebut.
76
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Apabila dalam bidang politik dibentuk organisasi-organisasi dan diangkatnya orang-orang pribumi untuk menduduki jabatan yang tinggi, maka dalam bidang pertahanan Jepang membentuk organisasi semi militer maupun militer. Organisasi semi militer adalah adalah organisasi yang tidak dikhususkan untuk melakukan pertahanan secara militer namun lebih bersifat ke keamanan. Pelatihan dibidang kemiliteran tetap ada, namun tidak begitu ditekankan. Contohnya, yaitu Seinendan, Keibodan, Fujinkai, Syuisyintai, Hizbullah, dan Gokukutai. Sementara itu, organisasi militer adalah organisasi yang dikhususkan untuk melakukan pertahanan secara militer guna mempertahankan wilayah Indonesia. Contoh dari organisasi militer adalah PETA dan Heiho. Di samping itu, Jepang juga memperhatikan bidang-bidang lain yang penting sebagai penunjang perang. Hal ini disebabkan oleh filosofi Jepang untuk melindungi harga diri mereka. Oleh karena itu, memenangkan perang bagi Jepang merupakan persoalan yang sangat penting. Mengingat bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan, maka pihak Jepang juga memperhitungkan hal-hal di bidang maritim. Untuk melancarkan usaha tersebut, Jepang membentuk Jawatan Pelayaran Pemerintah (Gunseikanbu Kaiji Sokyoku) yang berpusat di Jakarta. Badan tersebut bertugas untuk mengurus hal-hal yang berhubungan dengan laut baik antar pulau maupun ke luar negeri. Selain itu, ada pula perusahaan-perusahaan pelayaran milik pemerintah (Jawa Unko Kaisya) yang memiliki cabang-cabang di beberapa pelabuhan Jawa. Setelah kedudukan Jepang dalam perang Pasifik semakin, dibentuklah Armada Angkutan Militer yakni Akatsuki Butai. Jadi, pada masa pendudukan Jepang terdapat tiga instansi yang secara operatif menyelenggarakan pelayaran di Indonesia baik pelayaran intersulair maupun pelayaran samudra. Adanya instansi pelayaran menyebabkan kebutuhan kapal meningkat. Maka dari itu, dibangunlah beberapa galangan kapal. Dalam waktu yang tidak lama, Jepang telah berhasil memobilisasikan galangan kapal di Pasar Ikan, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Juana, Lasem dan Tanjung Balai Asalah. Produksi dari galangan-galangan kapal tersebut adalah kapal-kapal kayu yang bertonase 60 sampai 250 ton. Kebutuhan akan tenaga pelaut bagi kapal-kapal kayu tersebut pada mulanya didapat dengan menggunakan tenaga-tenaga pelaut bangsa Indonesia yang telah berpengalaman pada zaman Belanda yakni bekas Gouverments Marine, Koninklijke Paketwaart Maatsehappiy, dan Koninklijke Marine. Akan tetapi, dengan bertambahnya kapal-kapal produksi dalam negeri maka Pemerintah Jepang membutuhkan banyak pelaut dalam waktu singkat. Pada tahun 1943 mulailah dibuka Sekolah Pelayaran Tinggi di Jakarta kemudian berturut-turut dibuka pula di kota-kota pelabuhan yakni di Semarang, Cilacap, Tegal, Pasuruan, dan Makassar. Selain Sekolah Pelayaran Tinggi dibuka pula Sekolah Pelayaran Rendah di Jakarta, Semarang, Tegal, Pasuruan, Probolinggo, Padang, Tanjung Balai, Makasar, dan Banjarmasin. Kedua sekolah tersebut berada di bawah Jawatan Pelayaran tetapi penempatan lulusannya tidak selalu di kapal-kapal Jawatan Pelayaran. Setelah lulus, mereka dapat ditugaskan di kapal-kapal Jawa Unko Kaisya, Akatsuki Butai atau ditugaskan sebagai guru di sekolahnya dulu. Setelah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945, Ir. Soekarno dan Drs. Mohmmad Hatta menemui para pemuda untuk merundingkan keputusan PPKI tentang pembentukan Tentara Nasional Indonesia. Para pemuda mengusulkan supaya tindakan perebutan kekuasaan diatur dengan cepat dan diikuti aksi serentak tanpa kompromi. Presiden dan Wakil Presiden tidak menyetujui hal tersebut melainkan mengutamakan jalan diplomasi. Oleh karena
77
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
adanya perbedaan pendapat ini, pemuda membuat dekrit yang berisikan bahwa Republik Indonesia sudah berdiri sehingga kekuatan militer juga harus segera dibentuk dengan anggota PETA, Heiho, dan Kaigun sebagai inti kekuatan pertama. Atas desakan tersebut, Presiden dan Wakil Presiden menyetujui pembentukan Tentara Republik Indonesia yang akan menjadi tulang punggung negara dan dapat digerakkan setiap waktu. Pihak Jepang yang mengetahui hal tersebut menganggap bahwa itu adalah suatu perbuatan perlawanan terang-terangan terhadap Jepang. Akhirnya, Presiden dan Wakil Presiden mengubah istilah Tentara Republik Indonesia menjadi Alat Keamanan Negara di samping Polisi. Tidak hanya sampai di situ, Pemerintah Jepang juga membubarkan PETA dan Heiho di seluruh Indonesia dan melucuti senjata anggotanya. Atas dasar inilah, sidang PPKI pada 22 Agustus 1945 memutuskan untuk hanya membentuk Badan Keamanan dengan tujuan menjaga keamanan umum dalam negeri. Jadi, jelas bahwa BKR bukanlah tentara melainkan suatu korps bantuan setempat untuk menjamin ketentraman umum. Begitu BKR dibentuk dengan persenjatan yang sederhana, mereka langsung terjun ke dalam pertempuran-pertempuran sehingga berangsur-angsur Badan Keamanan ini berubah bentuk menjadi tentara yang bersenjata. Pada tanggal 10 September 1945 terjadi pemisahan nama BKR, yaitu: BKR Laut dan BKR Darat. BKR Laut berdiri di Jakarta yang dijadikan sebagai BKR Laut Pusat. Setelah pembentukan tersebut, para pejuang bahari yang tergabung dalam BKR secara serempak langsung mengambil alih berbagai fasilitas laut yang dulunya dikuasai oleh Jepang. Hal ini diawali dengan pengambilalihan fasilitas pelabuhan berikut infrastrukturrnya. Pelabuhan sebagai basis pertama yang harus dikuasai karena pelabuhan merupakan pusat pergerakkan pelayaran laut baik secara militer maupun secara komersial. Pelabuhan berfungsi sebagai sebuah pangkalan yang akan menjadi pusat berbagai kegiatan dan persedian senjata dan amunisi. Hal inilah yang melatar belakangi mengapa pengambilalihan pelabuhan sebagai sebuah gerakkan pertama yang dilakukan oleh para pejuang bahari saat itu. Kemudian setelah itu penguasaan kapalkapal perang milik jepang menjadi target sasaran selanjutnya. BKR juga mengambil alih dan menginventarisasi atas gedung-gedung dan peralatan milik Jawa Unko Kaisya dan Sekolah Pelayaran Tinggi. Pada tanggal 5 Oktober 1945 sesuai dengan Dekrit Presiden tentang pembentukan Tentara Keamanan Rakyat, BKR Laut diubah menjadi TKR Laut. Dengan adanya perubahan tersebut maka berubah pula fungsi TKR Laut sehingga perlu disusun suatu struktur organisasi yang berpola militer sebenarnya. Pemerintah pusat pada akhirnya memindahkan Markas Umum TKR Laut ke Yogyakarta pada tanggal 10 November 1945. Hal ini juga dimaksudkan untuk menghindari bentrokan fisik antara TKR dengan tentara Sekutu yang sudah masuk sejak 29 September 1945. Pada tanggal 25 Januari 1946 nama TKR Laut berubah menjadi TRI Laut dan pada bulan Februari 1946 diubah menjadi Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI). Perubahan nama tersebut tidak mempengaruhi struktur organisasi yang telah ada. Adapun perubahannya terletak pada nama Markas Besar Tertinggi TKR Laut kemudian berubah menjadi Markas Besar Umum ALRI. Dalam kebijakannya, Markas Besar Umum ALRI lebih menekankan fungsi ALRI yakni sebagai alat negara yang bertugas di laut. Oleh karena itu, pendidikan kebaharian harus diutamakan. Sesuai dengan prinsip tersebut, struktur resimen dan battalion TKR Laut menjadi pangkalan
78
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
yang merupakan eselon kedua. Pada umumnya struktur organisasi pangkalan adalah sebagai berikut:
1. Staf pangkalan, yang terdiri dari: panglima pangkalan, kepala staf, kepala administrasi, kepala personalia, kepala intendans, kepala perbekalan, kepala keuangan, dan sebagainya; 2. Unsur tempur, yang terdiri dari: Kesatuan-kesatuan Navigasi, Kesatuan Korps Marinir, dan Kesatuan Polisi Tentara Laut; 3. Unsur pembinaan, yang terdiri dari: Bagian Kesehatan, Bagian Pendidikan, dan Bagian Persenjataan. Di dalam pembinaan personalia maka dianutlah sistem korps sebagai berikut: a. Korps Laut terdiri dari: Korps Navigasi dan Korps MSD (Machine Stoom Dienst) b. Korps Marinir c. Korps Polisi Tentara Laut (PTL) d. Korps Perhubungan
Hasil perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB) 27 Desember 1949 menimbulkan konsekuensi ALRI menjadi ALRIS sesuai dengan Kepres No. 9 tanggal 28 Desember 1949 dan Kepres RIS No. 42 Tanggal 25 Januari 1950 serta Surat Keputusan Menteri Pertahanan No. 34/MP/50 ditetapkan struktur organisasi ALRIS pada 4 Februari 1950. Kemudian tanggal 17 Agustus 1950 RIS dihabus sehingga ALRIS beubah lagi menjadi ALRI. ALRI yang menganut struktur organisasi Line and Staff, setelah tersusun Staf Angkatan laut. Pada tanggal 5 Mei 1947 presiden mengeluarkan dekrit guna membentuk Panitia Pembentukan Organisasi Tentara Nasional Indonesia dengan anggota 21 orang dari berbagai laskar yang paling berpengaruh kuat. Panitia itu dipimpin Presiden Soekarno sendiri. Pada tanggal 7 Juni 1947 keluar sebuah keputusan untuk membentuk sebuah organisasi tentara yang bernama Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai penyempurna TRI. Didalam penetapan itu, antara lain diputuskan bahwa mulai tanggal 3 Juni 1947 secara resmi Tentara Nasional Indonesia dengan segenap anak buah angkatan perang yang ada sebagai inti kekuatannya. Setelah pergantian nama tersebut, terjadi banyak pertempuran yang harus dihadapi TNI, termasuk TNIAL. meskipun sebelumnya mereka juga sudah pernah bertempur. Pertempuran-pertempuran terus-menerus mereka hadapi. Tentara kita terus menghadapi serangan Belanda, yang berusaha mengembalikan kekuasaan kolonialnya melalui agresi militer Belanda pertama pada 21 Juli 1947 dan agresi militer Belanda kedua pada 19 Desember 1948. Dari tahun 1950 hingga 1960-an Republik Indonesia berjuang untuk mempertahankan persatuan negara terhadap pemberontakan lokal dan gerakan separatis di beberapa provinsi. TNI, khususnya TNI-AL, juga membantu menumpas pemberontakan Republik Maluku Selatan pada tahun 1963. Dari tahun 1961 sampai 1963, TNI AL terlibat dalam operasi militer untuk pengembalian Irian Barat ke Indonesia. Sementara itu, dari tahun 1962 sampai 1965 TNI-AL terlibat dalam Konfrontasi Indonesia-Malaysia. Pada masa Orde Baru, militer di Indonesia lebih sering disebut dengan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). ABRI adalah sebuah lembaga yang terdiri dari TNI dan Polri. Pada masa awal Orde Baru unsur angkatan perang disebut dengan ADRI (Angkatan Darat Republik Indonesia), ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia) dan AURI
79
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
(Angkatan Udara Republik Indonesia). Namun sejak Oktober 1971, sebutan resmi angkatan perang dikembalikan lagi menjadi Tentara Nasional Indonesia, sehingga setiap angkatan disebut dengan TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut dan TNI Angkatan Udara. Pada masa Orde Baru ketika Presiden Soeharto berkuasa, TNI diperbolehkan terjun ke dunia politik. Keterlibatan militer dalam politik Indonesia adalah bagian dari penerapan konsep Dwifungsi ABRI yang menyimpang dari konsep awalnya. Di lembaga legislatif, ABRI mempunyai fraksi sendiri di Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang anggotanya diangkat tanpa melalui proses pemilu. Fraksi ini disebut dengan Fraksi ABRI atau biasa disingkat FABRI. Keadaan tersebut berbanding terbalik dengan keadaan militer di lapangan. Dari tahun 1970 hingga tahun 1990-an militer Indonesia bekerja keras untuk menekan gerakan separatis bersenjata di provinsi Aceh dan Timor Timur. Pada tahun 1991 terjadi Peristiwa Santa Cruz di Timor Timur yang menodai citra militer Indonesia secara internasional. Insiden ini menyebabkan Amerika Serikat menghentikan dana IMET (International Military Education and Training), yang mendukung pelatihan bagi militer Indonesia. Namun, setelah Reformasi pada tahun 1998, MPR telah menetapkan pemisahan tugas antara TNI dengan Polri. Pada akhirnya, ketiga angkatan (Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara) berubah nama menjadi Tentara Nasional Indonesia yang memiliki fungsi untuk Pertahanan negara. Sedangkan Kepolisian Republik Indonesia menjadi institusi yang memiliki kedudukan di bawah Presiden Republik Indonesia yang memiliki fungsi untuk penegak hukum, ketertiban, dan keamanan.
2. Peranan TNI-AL Dalam Proyek Negara Maritim
Dalam mewujudkan visi bangsa Indonesia menjadi poros maritim dunia menurut Presiden RI dalam pidatonya saat KTT Asia Timur di Nay Pyi Taw, Myanmar, 13 November 2014 mengemukakan lima pilar penting dalam agenda yang akan dibangun, yaitu:
a. Pembangunan budaya maritim. Bangsa Indonesia harus menyadari dan melihat dirinya sebagai bangsa yang identitasnya, kemakmurannya, dan masa depannya, sangat ditentukan oleh bagaimana kita mengelola samudra; b. Pembangunan kedaulatan pangan dengan nelayan sebagai pilar utamanya. Menjaga dan mengelola sumber daya laut, melalui pengembangan industri perikanan, dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama menghasilkan kekayaan maritim yang akan digunakan sebesar-sebesarnya untuk kepentingan rakyat; c. Pembangunan infrastruktur dan konektivitas maritim. Melaksanakan pembangun tol laut, deep seaport, logistik, industri perkapalan, dan pariwisata maritim; d. Pelaksanaan diplomasi maritim. Mengikutsertakan dan mengajak semua mitra-mitra Indonesia untuk bekerjasama di bidang kelautan; dan e. Pembangunan kekuatan pertahanan maritim. Menjaga kedaulatan dan kekayaan maritim sebagai bentuk tanggungjawab dalam menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan maritim. Kebijakan 80
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
pemerintah yang mencanangkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia adalah ketentuan yang dijadikan pedoman TNI AL dalam pelaksanaan atau pengembangan program pembangunan kemampuan dan kekuatan dalam mendukung dan mencapai tujuan Nasional.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh penulis, kekuatan pertahanan maritim dinilai berpengaruh besar terhadap proyek negara maritim. Untuk menjaga amanat tersebut, TNI-AL harus menjadi angkatan laut berkelas dunia yang selalu membela kedaulatan NKRI. Untuk menjadi angkatan laut yang berkelas dunia, TNI-AL harus didukung pula oleh segenap komponen bangsa lainnya, lembaga eksekutif dan legislatif. Untuk menjadi kekuatan menengah dunia pada tahun 2030 dan mencapai kualitas yang berkelas dunia, terdapat beberapa persyaratan penting:
1. Sumber daya manusia yang professional; 2. Bidang pengendalian laut yang merupakan kemampuan inti dalam Sea Power; 3. Memiliki sistem pertahanan yang handal.
Secara alamiah Angkatan Laut berkelas dunia selalu memainkan peran penting sebagai pemimpin di kawasan. Dengan kekuatan dan kemampuan yang ada, TNI Angkatan Laut mampu mengamankan perairan yurisdiksi nasional dan menjaga kepentingan nasional di luar wilayah yurisdiksi nasional, menjamin dan menjaga kedaulatan NKRI, melaksanakan diplomasi, serta berpartisipasi dalam upaya menjaga perdamaian dunia. TNI Angkatan Laut saat ini mampu melaksanakan kegiatan yang kompleks dalam waktu yang relatif bersamaan dengan jangkauan operasi sampai dengan kawasan global. Keunggulan kemampuan operasional yang harus dimiliki oleh TNI Angkatan Laut sebagai angkatan laut kelas dunia, antara lain;
a. Kehadiran di laut, yaitu mampu hadir di laut baik di perairan nasional, regional maupun global sesuai dengan kepentingan operasinya; b. Daya gentar, yaitu mampu memberikan dampak penangkalan; c. Pengendalian laut, yaitu mampu melaksanakan tugas pengendalian laut; d. Proyeksi kekuatan, yaitu mampu memproyeksikan kekuatan dari laut ke darat sesuai dengan tugas operasi baik OMP maupun OMSP; e. Keamanan maritim, yaitu mampu melaksanakan tugas konstabulari/polisionil; f. Penanggulangan bencana, yaitu mampu melaksanakan tugas bantuan kemanusiaan dan penanggulangan bencana; dan g. Keterlibatan dalam kegiatan internasional, yaitu mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan internasional bersama dengan negara lain.
Peran Universal TNI AL yang mencakup peran militer, diplomasi dan polisionil TNI AL dalam melaksanakan tugas melalui kemampuan operasi diperairan di wilayah yurisdiksi nasional merupakan wujud tanggungjawab TNI AL untuk menjaga keamanan maritim dan keselamatan pelayaran, melaksanakan diplomasi Angkatan Laut melalui peningkatan kerjasama internasional di bidang militer untuk menghilangkan sumber konflik dilaut seperti pelanggaran batas wilayah, menjaga perairan yuridiksi nasional dari kegiatan-kegiatan ilegal dan menjaga kedaulatan sesuai dengan kebijakan politik luar negeri pemerintah.
81
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas kita dapat menemukan bahwa Indonesia sebagai negara maritim ialah Indonesia yang memiliki dan dapat memanfaatkan dengan baik sumber daya alam dan manusianya.
a. Dengan semangat nasionalismenya, TNI-AL mampu bertahan dalam menghadapi berbagai ancaman sehingga Negara Indonesia masih ada sampai saat ini; dan b. TNI-AL memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan Indonesia sebagai negara maritim sehingga memerlukan dukungan berbagai pihak untuk melaksanakan tugas tersebut. 2. Saran a. Sebaiknya pemerintah lebih memperhatikan: – Pembangunan infrastuktur penunjang kegiatan pelayaran dan perdagangan di sekitar daerah pesisir; – Pengembangan fasilitas bagi masyarakat pesisir agar dapat mengelola potensi-potensi kelautan dan kemaritiman yang ada; – Memperbanyak lembaga-lembaga pendidikan tentang kelautan dan kemaritiman; dan – Membuat undang-undang yang mengatur kehidupan maritime secara rinci. b. Sebagai masyarakat yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, masyarakat pesisir diharapkan untuk: – Meningkatkan dan mengembangkan pendidikan yang mereka miliki, khususnya maritim, agar dapat memanfaatkan potensi yang ada secara maksimal; – Menjaga kelestarian dan kelangsungan kehidupan di dalam laut; dan – Turut serta dalam membuat kebijakan yang berhubungan dengan kelautan atau kemaritiman.
82
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
DAFTAR PUSTAKA Abimanyu, Soedjipto. 2014. Kitab Sejarah Terlengkap Kearifan Raja-Raja Nusantara: Sejarah dan Biografinya. Yogyakarta: Laksana. Dick-Read, Robert. 2005. Penjelajah Bahari: Pengaruh Peradaban Nusantara di Afrika. Terjemahan Edrijani Azwakti. 2008. Bandung: PT Mizan Pustaka. Hartati, Atik & Sarwono. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementerian Pendidikan Nasional Mangindaan, Robert. Desember 2014. Poros Maritim Dunia: Suatu Wacana. Swantara, hlm. 43 – 46. Marsetio. Desember 2014. Kekuatan Laut sebagai Prasyarat Negara Maritim. Swantara, hlm. 35-37. Murgiyanto, B., Soedarmata, JB. & Darmawan. 2013. Menggapai Negara Maritim. Jakarta: Persatuan Purnawirawan Angkatan Laut. Nugroho, Irawan Djoko. 2011. Majapahit Peradaban Maritim. Jakarta: Yayasan Suluh Nuswantara Bakti. Poesponegoro, Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Sejarah Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut: Periode Perang Kemerdekaan 1945 – 1950. 1973. Jakarta: Dinas Sejarah TNI-AL. Soemantri, Sri. 2014. Hukum tata negara Indonesia: pemikiran dan pandangan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Widodo, Joko. 2014. Inilah Lima Konsep Doktrin Poros Maritim Jokowi, (rekaman). Jakarta: Berita Satu. Daftar Narasumber
1. Nama Pangkat NRP Jabatan Alamat
: Agus Siswantoro (1970 – sekarang) : Serka : 72988 : Pelatih menembak : RT. 01 RW. 01 Ngrendeng, Selorejo, Blitar
2. Nama :Suwarno (1942 – sekarang) Pangkat : Pelda bahari NRP : 18482 Masa jabatan : 1960 – 1990 Alamat : Kendalrejo, Garum, Blitar 3. Nama Pangkat NRP Alamat
: Yudhi Darmawan (1979 – sekarang) : Kopral : 104239 : RT. 02 RW. 01 Ngrendeng, Selorejo, Blitar
83
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
4. Nama Pekerjaan Alamat Peranan
: Sukardi (1939 – sekarang) : Petani : RT. 04 RW. 01 Ngrendeng, Selorejo, Blitar : Sebagai saksi hidup perjuangan kemerdekaan Indonesia
5. Nama Pekerjaan Alamat Peranan Indonesia
: Suwardi (1945 – sekarang) : Pensiunan Guru : RT. 01 RW. 01 Ngrendeng, Selorejo, Blitar : Sebagai saksi hidup saat mempertahankan kemerdekaan
84
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
PARA WANITA PERKASA DI DERMAGA TAMBAKLOROK SEMARANG Nur Qosim, S.Pd.,M.Pd. Pengajar SMA Negeri 3 Demak A. Pendahuluan Dalam masyarakat Jawa relasi yang tercipta antara laki -laki dan perempuan terlihat seperti penguasa dan abdi. Dalam istilah Jawa dikenal dengan konco wingking, (teman di belakang) atau wong buri (orang belakang) dimana perempuan berada dalam subordinasi (Wandi, 2015: ). Sebutan itu dapat dikatakan wajar karena para ibu hanya memiliki tugas yang ruang lingkupnya sangat sempit, baik dalam lingkup keruangan maupun dalam level tugas dan pekerjaan. Tugas kaum ibu pada masa dulu hanya sebatas masak, macak (berias) dan manak (melahirkan). Disamping itu ruang lingkup pekerjaannya hanya meliputi dapur (tempat memasak), sumur (tempat cuci) dan kasur (tempat tidur). Berdasarkan uraian itu jelas tergambar bahwa para wanita Jawa pada masa dulu memiliki status dan peranan yang sangat rendah, tidak diakui eksistensinya dan dianggap remeh oleh para kaum suami. Seperti dijelaskan oleh Elizabeth (2007: 3) Seiring dengan perkembangan zaman peran kaum wanita semakin mengalami pergeseran. Perubahan peran dan status para wanita umumnya disebabkan oleh perkembangan masyarakat dan wilayah di lingkungan tempat tinggal mereka. Perubahan masyarakat tersebut dipacu oleh pertumbuhan ekonomi. Tentu perubahan tersebut akan berdampak pada perubahan sosial dan budayanya. Perkembangan ekonomi dan sosial menimbulkan disintegrasi pembagian kerja antar jender yang secara tradisional telah terbentuk sejak zaman dulu. Ini berarti para wanita tidak lagi hanya bertugas mengurus rumah tangga, namun juga membantu suami dalam memenuhi kebutuhan, bahkan tak jarang menjadi ujung tombak dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi. Di era modern sekarang kenyataan-kenyataan ini sering kita jumpai dimanamana. Salah satu obyek kajian yang penulis kemukakan dalam hal ini adalah kegiatan para wanita di dermaga Tambaklorok Semarang. Keterlibatan kaum wanita di Tambaklorok sejalan dengan perkembangan masyarakat setempat. Partisipasi aktif mereka terlihat dalam berbagai kegiatan di sana seperti perdagangan dan pengolahan ikan serta perjualan kebutuhan sehari-hari di kampung setempat. Partisipasi aktif para wanita di dermaga Tambaklorok sudah muncul seiring dengan keberadaan komunitas nelayan itu. Pada waktu melakukan observasi awal penulis merasa kagum mendapati banyaknya para wanita yang melakukan aktivitas di sekitar Pelabuhan Ikan Tambaklorok Semarang. Jumlah mereka bahkan lebih banyak dari pada kaum pria. Bermacam-macam kegiatan yang terjadi di sana mulai dari berdagang ikan, mengolah ikan dan aktivitas lain dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang mayoritas dilakukan oleh para wanita. Kebijakan pemerintah Indonesia sejak tahun 1980 sangat berperan dalam menggerakkan perekonomian para nelayan karena pemerintah telah melarang pengoperasian kapal dengan pukat harimau ( jaring trawl). Tentu hal ini disambut baik oleh para nelayan, karena telah memberi kesempatan lebih banyak kepada para nelayan kecil untuk mendapatkan tangkapan ikan lebih banyak. Bagi para nelayan kecil larangan itu tidak menimbulkan masalah, karena mereka telah mengembangkan alat penangkap ikan yang lebih sederhana, mudah dioperasikan serta cara
85
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
membuatnya relatif mudah dan murah, yakni disebut dengan cotok atau arad. Alat ini sebenarnya masih sejenis dengan pukat harimau tapi berukuran kecil. Penggunaan alat ini sebenarnya juga dilarang oleh pemerintah, akan tetapi selama ini penggunaan oleh para nelayan tidak ada teguran, mereka tetap menggunakannya. Dengan adanya larangan terhadap pukat harimau berarti telah memberikan kesempatan terhadap peningkatan pendapatan para nelayan kecil. Meningkatnya hasil tangkapan nelayan berarti pula meningkatkan kegiatan perdagangan dan pengolahan ikan serta pemenuhan kebutuhan pokok rumah tangga sehari-hari yang dikelola oleh para wanita di sana. Sayangnya kekurangberdayaan koperasi sering dimanfaatkan oleh para nelayan bermodal besar. Mereka memberikan pinjaman modal tanpa bunga kepada para nelayan kecil tetapi dengan syarat semua hasil penangkapan harus dijual dengan pemodal itu dengan harga yang telah ditentukan. Pada essay ini sengaja penulis memilih tema tentang aktivitas wanita. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan appresiasi kapada para wanita yang berstatus sebagai istri dan ibu rumah tangga, pendamping suami dan pengasuh anak. Namun mereka telah melampaui batas kewajibannya sebagai istri dan ibu, yakni sebagai pekerja yang membantu mencari nafkah dan banyak diantara mereka justru sebagai ujung tombak ekonomi keluarga.
Berdasarkan uraian pada latarbelakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa masalah yakni 1) Bagamanakah peran dan kegiatan para wanita dalam bidang sosial ekonomi di sekitar dermaga Tambaklorok Semarang ? 2) Bagaimanakah dampak yang ditimbulkan dari peran dan aktivitas para wanita dalam bidang perekonomian masyarakat sekitar dermaga Tambaklorok Semarang ?
Adapun manfaat penyusunan essay ini adalah 1) Sebagai informasi kepada para pembaca tentang peran penting para wanita dalam menopang perekonomian keluarga dan masyarakat, yang pada akhirnya memotivasi agar terjadi apresiasi terhadap kaum wanita dalam kesetaraan gander di era global. 2) Sebagai informasi bagi pemerintah, khususnya Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pemberdayaan Wanita dan Perlindungan Anak, Pemerintah Propinsi Jawa Tengah serta pemerintah Kota Semarang sebagai bahan informasi untuk pengambilan kebijakan terkait dengan pengentasan kemiskinan dan perlindungan kaum wanita di kalangan masyarakat nelayan. Sebagaimana diketahui bahwa Tambaklorok bukanlah sebuah pelabuhan yang fenomenal seperti halnya Tanjungmas atau Tanjungpriok Jakarta, namun hanya sebuah dermaga kampung yang kecil. Tapi dari dermaga itulah semua orang bisa mengetahui bagaimanakah wujud kemiskinan nelayan bahkan kemiskinan nelayan kota di Pantura Jawa Tengah.
Obyak Penelitian. Dalam penelitian ini penulis berusaha merekonstruksi gambaran kehidupan masyarakat Tambaklorok terutama kegiatan para wanitanya sejak kampung dermaga itu berdiri. Jadi obyek penelitian ditekankan pada sumber-sumber primer dan skunder yang didasarkan pada pengalaman dan kesaksian pelaku sejarah serta beberapa arsip dan buku yang dapat ditemukan. Waktu penelitian. Waktu penelitian hanya dilakukan beberapa hari saja secara sporadis yakni sekitar bulan April 2016. Metodologi. Dalam penelitian ini penulis menekankan pada empat langkah penelitian sejarah sesuai dengan pendapat Wasino (2007: 9), yakni heuristik (pengumpulan data/ sumber), verifikasi (seleksi sumber), interpretasi 86
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
(menafsirkan dan menerjemahkan sumber data) dan historiografi (penulisan laporan dalam bentuk karya tulis). Langkah heuristik dilakukan dengan mengumpulkan beberapa arsip, observasi terhadap lokasi dermaga Tambaklorok dan interview dengan beberapa narasumber sebagai pelaku/ saksi sejarah, yakni para nelayan dan terutama para ibu yang berprofesi sebagai pekerja dan pedagang ikan di sekitar TPI Desa Tambaklorok Semarang dengan dipadukan dengan beberapa studi pustaka atau referensi dari beberapa ahli. Verifikasi adalah penilaian terhadap data atau informasi yang didapatkan. Yakni pemeriksaan terhadap kebenaran informasi tentang sebuah peristiwa. Dengan demikian akan didapatkan data/ informasi yang sahih dan sesuai dengan materi penelitian. Berikutnya interpretasi, maksudnya adalah kegiatan merangkai beberapa fakta yang didapatkan menjadi satu kesatuan yang harmonis dan logis. Dalam hal ini setiap kasus atau peristiwa yang didapat kemudian ditafsirkan dan diberikan pandangan teoritis. Yang terakhir historiografi atau penulisan merupakan tahap akhir dari sebuah penelitian. Dalam menulis tidak sekedar merangkai beberapa peristiwa menjadi sebuah diskripsi, tapi harus juga disampaikan suatu pemikiran melalui interpretasi berdasarkan fakta hasil penelitian.
B. Sejarah Tambaklorok Semarang Pada awalnya daerah Tambaklorok merupakan rawa-rawa bibir pantai yang berbatasan langsung dengan laut. Sekitar tahun 1942 menjelang kedatangan bangsa Jepang ke Semarang didatangi oleh berbagai nelayan dari beberapa daerah, antara lain Wedung (Demak), Juwana dan Jepara. Pada mulanya kedatangan mereka hanya singgah untuk sementara sambil menunggu saat pulang ke daerahnya. Mereka menjadikan Tambaklorok untuk tempat berlabuh sementara karena tempatnya yang berupa teluk sehingga terbebas dari hempasan ombak. Mereka pada awalnya mendirikan gubug-gubung yang dibangun dengan kayu brayo yang banyak tumbuh disekitar pantai itu. Dari sumber lisan diketahui bahwa seorang bernama Sutho adalah seorang tokoh generasi awal yang membuka kampung Tambaklorok. Pada awalnya kampung ini disebut dengan Kalibanger (banger = bau busuk). Hal ini dikarenakan daerah ini dialiri air sungai limbah yang berbau busuk. Kemudian pada perkembangan berikutnya disebut dengan tambaklorok karena masyarakat selalu gagal ketika membendung air disekitar tambak. Lorok berarti longsor. Jadi tambaklorok berarti tambak yang bendungannya selalu longsor oleh hempasan air laut. Pasca Proklamasi Kemerdekaan wilayah Tambaklorok semakin ramai didatangi oleh para nelayan dari daerah lain. Beberapa diantara mereka ada yang menetap di daerah ini sehingga jumlah penduduk semakin bertambah. Pada tahun1982 daerah Tambaklorok pernah bernama Tambakmulyo. Pemberian nama ini dengan maksud agar para nelayan di daerah ini mendapatkan peningkatan kesejahtraan. Namun menurut Bapak Sunarto (nelayan) nama Tambaklorok ini sudah terlanjur memasyarakat, sehingga menjadi penamaan umum warga masyarakat. C. Kondisi Geografi Dermaga Tambaklorok Semarang
Pada tahun 1970 kampung Tambaklorok menjadi bagian Rejomulyo, Kecamatan Semarang Utara. Rata-rata wilayah dikatakan memiliki ketinggian yang sangat rendah sehingga banjir. Secara administratif batas-batas Kelurahan Rejomulyo
87
dari kelurahan kelurahan ini sering dilanda adalah sebelah
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
utara adalah Laut Jawa, sebelah selatan adalah Kelurahan Mijen, sebelah timur adalah Kecamatan Genuk dan sebelah barat adalah Kelurahan Bandarharjo. Selain sering terkena banjir daerah dermaga ikan Tambaklorok dapat dikatakan relatif sangat menguntungkan karena dekat dengan pusat ekonomi kota Semarang yakni Pasar Johar dan Pasar Ikan Sayangan di Terminal Bubakan serta Pasar Ikan di Kelurahan Rejomulyo sendiri. Pada tahun 1971 di Kelurahan Rejomulya hanya satu Rukun Kampung yaitu RK 8 saja yang ditermasuk wilayah Pelabuhan Ikan Tambaklorok. Namun tahun 1982 jumlahnya bertambah menjadi 2 RK. Kemudian pada tahun 1987 jumlah RW meningkat menjadi 4, yakni RW 13, 14, 15 dan 16 (Semarang Dalam Angka Tahun 1971,1977 dan 1982) Berdasarkan angka statistik jumlah penduduk Tambaklorok selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, namun angka pasti belum diketahui. Penulis hanya bisa melihat dari data per Kelurahan Rejomulyo. Tahun 1990 diketahui bahwa jumlah penduduk Rejomulyo sekitar 21.875. Jumlah ini menggambarkan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Sejak tahun 1993 Tambaklorok menjadi wilayah Kelurahan Tanjungmas Kecamatan Semarang Utara.
D. Aktivitas Nelayan Tambaklorok Jumlah penduduk Tambaklorok yang bekerja sebagai nelayan baik yang aktif maupun sambilan lebih dominan bila dibandingkan dengan profesi lainnya. Data kelurahan Tanjungmas tahun 1997 menunjukkan bahwa jumlah penduduk nelayan sebanyak 972 orang. Sedangkan pada tahun 2000 jumlah tersebut meningkat hingga menjadi 1.064 orang. Angka ini adalah perhitungan nelayan tetap belum termasuk yang sambilan. Menurut Pak Solikin (nelayan), pengertian nelayan sambilan adalah nelayan yang bekerja hanya pada musim ikan saja meskipun profesi mereka bukan nelayan. Sedangkan bila memasuki musim ikan sepi mereka lebih memilih sebagai buruh bangunan. Berdasarkan data monografi Kelurahan Tanjungmas tahun 1997 dapat diketahui bahwa profesi sebagai nelayan ternyata menempati urutan ketiga setelah buruh bangunan dan buruh industri. Menurut Pak Surahman (nelayan) tentunya hal ini dapat dimaklumi karena daerah sekitar Kelurahan Tanjungmas merupakan daerah kawasan industri dan juga karena tingkat pendidikan yang umumya rendah jadi hanya memungkinkan bekerja di sektor itu termasuk nelayan. Berdasarkan Laporan Dinas Perikanan Kelautan Propinsi Jawa Tengah tahun 1970 dan Laporan KUD Usaha Mina tahun 1978-1980 maka dapat diketahui bahwa jumlah nelayan di Tambaklorok mengalami naik turun dari tahun ke tahun. Pada tahun 1970 jumlah nelayan sebanyak 230 dan pada tahun 1974 meningkat menjadi 605. Lonjakan ini disebabkan adanya modernisasi dalam bidang perikanan dimana Tembaklorok ditetapkan sebagai Unit Desa Nelayan. Realisasi dari hal itu diwujudkan dalam bentuk pembentukan KUD, TPI, pemukiman nelayan dan sebagainya. Kondisi demikian menyebabkan banyak nelayan dari luar daerah yang pindah ke Tambaklorok. Pada tahun 1975 terjadi penurunan jumlah nelayan Tambaklorok karena beroperasinya kapal pukat harimau di perairan Indonesia, sehingga banyak nelayan Tambaklorok yang bekerja di kapal-kapal pukat harimau sebagai ABK. Selain itu dengan beroperasinya kapal pukat harimau yang daya tangkap daya muatnya lebih besar maka mereka kalah bersaing dan pendapatannya menjadi menurun. Tahun 1980
88
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
operasi kapal pukat harimau dilarang oleh pemerintah sehingga aktivitas nelayan menjadi meningkat kembali. Tahun 1985-1987 jumlah nelayan Tambaklorok menjadi menurun karena banyak diantara mereka beralih profesi menjadi tenaga buruh bangunan, karena pada saat itu bersamaan dengan pembangunan PLTU Indonesia Power di sebelah kampung Tambaklorok yang membutuhkan banyak buruh bangunan. Pembagian tugas pekerjaan secara umum dalam masyarakat Tambaklorok dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni berdasarkan usia dan jenis kelamin. Suami berperan sebagai kepala rumah tangga yang bertanggungjawab menghidupi keluarga. Sedangkan peran para istri nelayan tergantung pada situasi dan kondisinya masingmasing. Ada istri nelayan yang bekerja sebagai pedagang ikan di pasar, baik ikan segar maupun ikan olahan, menjual ikan tangkapan sendiri dari suaminya, bekerja sebagai buruh pengupas udang dan rajungan atau berjualan di kios belanja yang menjual kebutuhan pokok sehari-hari. Mereka menjalankan usahanya di rumah atau pasar setempat yang letaknya tak jauh dari Tempat Pelelangan Ikan dan biasanya dibantu oleh anak perempuannya untuk menjaga kios dan melayani pembeli. Pedagang ikan yang didominasi oleh para wanita terdiri dari empat kriteria, yakni 1) Pedagang eceran atau bakul emberan. 2) Bakul besar atau agen pengepul untuk pabrik. 3) Kegiatan mengolah ikan, yakni kegiatan memanfaatkan ikan yang tidak laku dijual untuk dikeringkan kemudian dijadikan campuran pembutan terasi dan 4) adalah kegiatan pembuatan ikan asin dan pemanggangan. Selain itu para isteri nelayan juga memiliki aktivitas lainnya disaat-saat waktu luang, yakni menerima order untuk memperbaiki jaring yang rusak. Pekerjaan ini sering disebut dengan ngitengi. Aktivitas lelang di TPI Tambaklorok tidak lepas dari peran para kuli bongkar (KB) atau biasa disebut manol. Sebagian dari mereka adalah juga para wanita yang bekerja bersama suami mereka. Sudah menjadi kebiasaan setiap perahu yang berlabuh kegiatan menurunkan hasil tangkapan harus dilakukan oleh KB. Upah para KB berupa ikan berdasarkan kesepakatan antara mereka dengan nelayan pemilik kapal. Setiap KB biasanya mengangkut tong-tong ikan dari pelabuhan ke TPI dengan gerobak. Diatas gerobak biasanya terdapat anak lelaki yang disebut alang-alang. Aktivitas KB selalu tidak lepas dari alang-alang yang selalu memungut ikan yang tercecer, bahkan tidak jarang dari mereka meminta ikan kepada nelayan untuk lawuhan (lauk) di rumah. Namun demikian kalau jumlah ikan yang terkumpul bagitu banyak tidak jarang malah dijual kepada bakul emberan di pasar ikan setempat. Kebanyakan nelayan tidak keberatan dengan aktivitas alang-alang karena mereka para nelayan sewaktu kecilnya juga menjadi alang-alang. Jadi hal itu sudah menjadi tradisi. Menurut Pak Subowo, Ketua RW 04 nelayan di Tambaklorok tidak semuanya memiliki kapal. Banyak diantara mereka menjadi buruh dengan menjalankan perahu milik juragan. Pembagian hasilnya adalah setelah dipotong dengan biaya operasional maka dibagi maro. Artinya masing-masing mendapatkan setengah bagian. Nelayan yang ingin memiliki perahu sendiri tetapi tidak memiliki modal maka biasanya miminta pada pengijon (mereka tidak mau disebut riba dan lebih mengarah kepada bagi hasil). Para pengijon membelikan perahu kepada para nelayan yang pembayarannya diangsur tiap bulan. Nelayan di perkampungan Tambaklorok dapat dikategorikan sebagai masyarakat pesisir yang identik dengan perkotaan. Hal ini dikarenakan letak geografisnya yang berada di jantung kota Semarang. Namun karena faktor SDM dan penguasaan teknologi yang rendah, maka masyarakat tersebut identik dengan
89
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
kemiskinan. Pada tahun 1974 pemerintah membuat kebijakan tentang Revolusi Biru dengan memodernisasi bidang perikanan yang salah satunya bertujuan meningkatkan kehidupan para nelayan. Maka berdasarkan keputusan Walikota tanggal 26 Desember 1974 Tambaklorok akhirnya terpilih sebagai Unit Desa Nelayan (UDN). Kemudian keputusan itu diperkuat lagi dengan SK Gubernur KDH Tk. I Jawa Tengah tanggal 12 Mei 1975. Maka sejak itu berbagai bantuanpun digulirkan, mulai pembangunan 15 unit rumah nelayan, bantuan dua unit kapal purseseine Pati Unus I dan II serta mesin motor untuk perahu dan kredit pinjaman lunak. Keputusan tersebut mengamanatkan bahwa untuk menjadi UDN maka harus dilengkapi dengan berbagai sarana, antara lain Tempat Pelelangan Ikan (TPI), dermaga pendaratan ikan, Penyuluhan Perikanan Lapangan, Lembaga Perkreditan serta KUD yang berfungsi melaksanakan pengelolaan dan pemasaran hasil produksi perikanan. Usaha pemerintah ini tentu berdampak pada peningkatan pendapatan para nelayan Tambaklorok. E. Faktor Pendorong Aktivitas Para Wanita Di Tambaklorok Pembangunan secara menyuluh menuntut peran serta laki-laki dan perempun dalam segala bidang. Perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam pembangunan. Menurut Handuni (1994:23) partisi perempuan secara umum dapat dikategorikan menjadi dua, yakni tradisi dan transisi. secara tradisi meliputi peran perempuan sebagai istri dan ibu rumah tangga dan secara transisi mencakup peran wanita sebagai anggota masyarakat, pekerja dan masyarakat pembangunan. Secara umum peran wanita dalam masyarakat nelayan ada 3 jenis, yakni 1) para wanita yang bekerja disektor perikanan dan di luar perikanan. Di sektor perikanan mereka bekerja sebagai pengamba’ (pedagang ikan besar), bijjhah (pedagang ikan di luar desa pesisir), pemindang ikan, pengasap ikan, budidaya rumput laut dan pengawal pengiriman ikan ke luar daerah. Adapun pekerjaan di luar sektor perikanan misalnya sebagai pemilik warung, penjahit, pencuci baju dan ternak hewan. 2) Sebagai pengelola keuangan keluarga, yakni untuk mengatur keuangan keluarga, perbekalan nelayan dan kepentingan bermasyarakat. 3) mendidik dan mengasuh anak. Dengan demikian mereka dapat dikatakan berperan aktif secara tradisi dan transisi. Hal seperti ini juga dilakukan oleh para wanita di Tambaklorok. Terdapat empat faktor yang mendorong aktivitas para wanita di Tambaklorok. Yakni 1) faktor ekonomi, 2) faktor meraih status sosial, 3) mengisi waktu luang dan 4) kebiasaan turun menurun. Faktor ekonomi. Sebagaimana disampaikan Kusnadi (2006:79) Faktor paling utama wanita nelayan pesisir bekerja mencari nafkah penghasilan adalah untuk menunjang pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari karena pendapatan suami dalam kegiatan nelayan kurang mencukupi. Pekerjaan nelayan sangat tergantung pada oleh irama musim, iklim, kapasitas sarana penangkapan dan keberuntungan. Dengan demikian sifat dan penghasilan nelayan menjadi spekulatif, fluktuatif dan tidak pasti. Kondisi penghasilan yang demikianlah yang menjadi alasan kuat para istri nelayan untuk ikut bekerja mengatasi kesulitan ekonomi rumah tangga. Hal ini dilakukan atas kesadaran dan kemauan sendiri, tanpa paksaan dan tentuanya dengan seijin suami. Ibu Suwaidah seorang pedagang ikan menceritakan bahwa pada awalnya dia ikut bekerja karena terdesak oleh kebutuhan ekonomi keluarga. Pada saat itu tahun 1985 setelah anaknya lahir jumlah kebutuhan menjadi meningkat. Karena sang suami hanya seorang nelayan kecil yang perahunya dibeli dari pinjaman seorang pedagang pengepul. Akibatnya hasil tangkapan suaminya harus dijual dengan pedagang tersebut dengan harga murah. Disamping itu alasan lain yang mengharuskan dijual kepada bakul karena kurang memenuhi standar pabrik. Ia memilih berdagang ikan di
90
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
pasar karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki. Dia hanya lulusan SD jadi tidak memungkinkan bekerja di sektor formal. Faktor meraih status sosial. Ibu Siti Zulaikhah seorang pedagang ikan menjelaskan pada kenyataannya hasil dari pekerjaan tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan primer saja, namun juga kebutuhan lainya seperti pendidikan anak, kesehatan, kendaraan, perhiasan, perabot rumah dan kebutuhan sosial lainnya. Status sosial didasarkan pada jumlah kepemilikan atas kekayaan, sehingga mereka berlomba untuk memperolehnya. Maka salah satu cara untuk mendapatkannya adalah harus bekerjasama antara suami dan isteri. Salah satu contoh keberhasilan wanita nelayan dalam bekerja diceritakan oleh ibu Asropah. Sejak menikah dia telah berdagang ikan ke Solo, Magelang, Yogyakarta dan Magelang. Kini wanita itu telah memiliki rumah bagus, mobil, perhiasan, perabot dan bahkan telah mampu beribah haji. Keadaan ini membuat keluarganya dipandang sebagai keluarga mampu dan terhormat di lingkungan tempat tinggalnya. Faktor mengisi waktu luang. Kusnadi (2006:77) menjelaskan bahwa pembagian kerja dalam keluarga nelayan telah menempatkan sang suami sebagai “raja” di lautan dan isteri sebagai “ratu” di daratan. Dengan demikian para wanita nelayan memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk beraktivitas dalam kegiatan sosial ekonomi. Bagi para wanita Tambaklorok aktivitas pekerjaan di sektor publik tentu menyesuaikan dengan perannya secara tradisional, yakni mengurus rumahtangga. Umumnya sebagian besar dari mereka berpendidikan sangat rendah sehingga tidak bisa mendapatkan pekerjaan formal. Semula waktu luang mereka dihabiskan untuk bercengkerama dengan keluarga sambil menunggu suami pulang di sore hari. Namun kebiasaan itu tidak selamanya menyenangkan. Maka untuk mengatasi masalah ini digunakan untuk bekarja. Faktor kebiasaan turun menurun. Struktur sosial masyarakat pesisir telah menempatkan para wanita dalam posisi yang sangat khas. Masyarakat pesisir telah menempatkan wanita sebagai kontributor penting dalam dinamika ekonomi pesisir. Keikutsertaan para wanita dalam ekonomi publik di Tambaklorok sudah ada seiring dengan munculnya masyarakat itu sendiri. Wanita Tambaklorok umumnya menuruni jiwa usaha dari ibu-ibu mereka yang sudah bekerja sejak zaman dulu. Mereka bekerja di sektor publik seperti pedagang ikan, warung kelontong, pengolahan ikan, buruh pengupas udang dan rajuangan dan sebagainya. Tentu aktivitas ini bukan sesuatu yang baru karena umumnya mereka telah dilatih sejak kecil oleh orang tua mereka. F. Aktivitas Para Wanita Dalam Perekonomian Tambaklorok Aktivitas para wanita dalam perekonomian di Tambaklorok dapat kelompokkan menjadi 4 perode, yakni 1) era sebelum tahun 1973, 2) era motorisasi (tahun 1974-1980), 3) era beroperasinya cantrang, seine sampai mini trowl (tahun 1980-1990) dan 4) Era meluasnya jaring arad dan melemahnya TPI (tahun 1990-2000). Era sebelum tahun 1973. Pada era ini para nelayan mayoritas masih menggunakan perahu layar. Faktor penting yang mempengaruhi usaha nelayan adalah faktor teknologi, ketersediaan modal dan pemasaran hasil produksi. Keberadaan komunitas nelayan tak dapat dipisahkan dengan jaringan perdagangan yang dijalankan oleh para bakul ikan. Sektor perdagangan ikan di Tambaklorok terbuka untuk siapa saja tanpa memberikan persyarakatan apapun, seperti pendidikan. Kebanyakan bakul ikan di Tambaklorok berpendidikan rendah, rata-rata tamatan SD dan jarang yang lulusan SLTP. Ada beberapa bakul yang tidak lulus sekolah bahkan tidak mampu membaca dan menulis. Faktor lingkungan sosial membentuk mereka menjajaki dunia penuh dengan persaingan tersebut. Dengan
91
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
demikian syarat utama menjadi bakul ikan adalah memiliki keulatan dan mampu bekerja keras. Pada awal tahun 1970-an pedagang ikan di Tambaklorok terbagi menjadi dua kategori, yakni bakul kecil (pengecer) dan bakul besar (penampung). Pertama, pedagang pengecer adalah adalah para penjual ikan disekitar TPI Tambaklorok. Mereka mendapatkan hasil laut lainnya dari nelayan atau alang-alang.Terkadang kalau mereka memiliki modal lebih mereka ikut melelang di TPI. Ada kalanya bakul membawa dulu hasil tangkapan nelayan dengan perjanjian harga dimuka yang sering disebut ngalap nyaur. Sistem ini bisa saja merugikan pihak bakul karena apabila harga tiba-tiba turun maka nelayan tidak mau tahu, risiko tetap harus ditanggung oleh bakul. Pedagang pengecer umumnya didominasi wanita setempat. Selain menjual ikan basah mereka juga menjual ikan olahan seperti ikan asap, gereh (ikan asin). Para pedagang pengecer ini mulai menggelar dagangannya di dekat TPI Tambaklorok sekitar jam-jam tertentu, yakni sekitar pukul 07.00-09.00 dan 16.00-18.00 sore yang disesuaikan dengan jadwal kepulangan nelayan dan lelang di TPI. Kedua, Pedagang ikan menengah (penampung). Menurut Bu Asropah yang dimaksud kelompok ini adalah pedagang besar atau bakul penampung yang umumnya mempunyai nelayannelayan sendiri. Mereka merupakan pedagang lokal dan ada juga dari luar seperti Sayung, Genuk dan Wedung. Selepas nelayan pulang para istri nelayan segera menyetor hasil tangkapan suaminya ke bakul-bakul penampung. Hubungan keduanya dijalankan dengan konsep patron-client, yakni antar mereka sama-sama bergantung. Ikan dan hasil tangkapan nelayan yang disetorkan pada bakul akan disortir sesuai jenis, ukuran dan kualitasnya. Khusus untuk udang yang berkualitas bagus akan disetorkan pada agen-agen pengepul atau dijual di kota Semarang. Pada saat itu yakni Pasar Ikan Sayangan Lama atau Pasar Pathok yang bertempat di Jalan Sayangan (sekarang Jalan Ronggowarsito). Menurut ibu Tumirah (pengrajin terasi) industri pengolahan ikan di Tambaklorok juga memegang peranan penting dalam perekonomian masyarakat setempat. Sebab sampai tahun 1973 bahan baku industri tidak hanya menampung hasil lokal tetapi terkadang mendatangkan dari luar, terutama ketika hasil tangkapan sedang menurun. Sehingga dengan demikian perekonomian tetap berjalan. Masalah pemasaran tidak mengalami kendala karena pasar kongsi Tambaklorok sudah dikenal sebagai pusat produk olahan ikan laut. Sehingga banyak para pedagang yang datang untuk kulakan (membeli untuk dijual kembali) di Tambaklorok. Produk tersebut kemudian dijual kembali ke seluruh pasar-pasar di Semarang dan sekitarnya. Era Motorisasi (tahun 1974-1980). Modernisasi adalah suatu bentuk perubahan sosial yang terarah dan didasarkan pada perencanaan. Modernisasi dalam bidang perikanan diwujudkan dengan program motorisasi dan perubahan alat tangkap yang canggih. Modernisasi di Tambaklorok pada tahun 1974 menyebabkan meningkatnya jumlah tangkapan nelayan setempat. Akibatnya usaha dagang dan pengolahan ikan para wanita Tambaklorok juga meningkat. Bahkan menurut penuturan Bu Rusminah (pedagang ikan) melalui KUD para pedagang ikan memasarkan hasil tangkapan nelayan ke beberapa perusahaan cold storage seperti PT Semarang coldstorage & Industry dan PT Central Java Marine. Produksi ikan yang melimpah juga menguntungkan bagi usaha pengolahan ikan yang mendapat pesanan dari berbagai kota seperti Yogyakarta, Temanggung, Sragen, Muntilan dan Wonosobo. Maka berdasarkan penuturan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada periode ini modernisasi perikanan berdampak pada jumlah tangkapan ikan yang meningkat dan para pedagang mulai merintis hubungan dagang dengan daerah lain.
92
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Era beroperasinya cantrang, seine sampai mini trowl (tahun 1980-1990). Setelah penghapusan jaring trawl 1980 sebagian besar perahu purseseine (pukat kantong) maupun cantrang yang beroperasi melewati perairan Semarang melelang hasil tangkapan di TPI Tambaklorok. Menurut Pak Suwondo (nelayan) banyak sekali nelayan luar yang tinggal untuk sementara dan akan kembali dengan membawa banyak uang. Kedatangan nelayan dari luar membawa berkah tersendiri karena keberadaan mereka telah memberikan penghidupan bagi beberapa komponen masyarakat seperti bakul ikan, usaha pengolahan ikan, alang alang, kuli bongkar dan petugas TPI sendiri. Selain para nelayan luar yang mondok di rumah-rumah memberikan pemasukan bagi masyarakat Tambaklorok. Para bakul ikan baik besar maupun kecil juga diuntungkan karena mereka juga menjual hasil tangkapannya kepada mereka. Para nelayan luar hanya menetap untuk sementara di Tambaklorok pada saat musim ikan saja dan kembali ke daerahnya pada saat musim barat. Namun ada juga nelayan luar itu datang hanya untuk melelang ikan di TPI dan setelah mendapatkan hasil mereka langsung pulang tanpa menginap di Tambaklorok. Tahun 1980-1990 dapat dikatakan masa pertumbuhan aktivitas wanita Tambaklorok. Setelah jaring trowl dilarang aktivitas kenelayanan semakin bergairah. Hal ini otomatis berdampak pada aktivitas para wanita. Pada periode ini juga para wanita berkesempatan untuk mengumpulkan modal. Ibu Asropah menuturkan bahwa era tahun 1985 sampai beberapa tahun kemudian adalah titik awal dia mengembangkan usaha. Sebelumnya dia hanya pedagang kecil yang menjual tangkapan suaminya. Namun seiring dengan meningkatnya hasil tangkapan warga maka usahanyapun berkembang pesat. Era meluasnya jaring arad dan melemahnya TPI (tahun 1990-2000). Memasuki tahun 1990 secara menyeluruh jaring arad (trawl mini) secara menyeluruh digunakan oleh nelayan Tambaklorok dan tidak ada teguran dari pemerintah. Sebenarnya larangan penggunaan trawl telah ada sejak tahun 1980. Peraturan ini mengharuskan pengusaha menggantikan alat mereka dengan alat tangkap lain yang memenuhi beberapa persyaratan sehingga tetap memberi keuntungan (Widodo, 2005:160). Dengan demikian banyak pengusaha berlomba-lomba untuk memanfaatkan purseseine dan gillnet untuk mengembangkan usaha perikanan. Sayangnya nelayan Tambaklorok tetap menggunakan cotok dan arad dalam usaha penangkapan ikan sehari-hari. Perkembangan nelayan Tambaklorok sesungguhnya sangat berkaitan dengan keberadaan TPI. Melalui TPI diharapkan dapat membantu nelayan dalam menjaga kestabilan harga ikan melalui sistem lelangan yang bersih dari manipulatif. Memasuki tahun 1990an sebagian besar nelayan Tambaklorok terutama nelayan soppek tidak melelangkan hasil tangkapannya di TPI dan memilih menyetorkan langsung kepada bakul atau menjualnya langsung ke pasar setempat. Hal ini disebabkan karena banyak kuli-kuli bongkar yang meminta imbalan dengan unsur pemerasan sehingga dirasa merugikan para nelayan. Selain itu mereka harus merelakan sebagian hasil tangkapannya untuk diambil petugas lelang yang kemudian dikenal dengan istilah jimpitan. Pungutan itu sudah dikeluhkan sejak tahun 1987. Pungutan tersebut dirasa merugikan nelayan Tambaklorok yang juga menerima potongan 5 % secara resmi setiap kali melelangkan hasil tangkapan di TPI. Selanjutnya pendangkalan sungai Banjirkanal Timur juga mempersulit pendaratan kapal perseseine ke dermaga TPI Tambaklorok. Pendangkalan ini disebabkan pembelokan sungai tersebut yang menjauh dari areal pelabuhan pada tahun 1985. Kesulitan berlabuh juga diperparah oleh pembangunan rumah-rumah penduduk yang menjorok ke perairan sehingga sungai menjadi sempit dan menggangu kapal lewat, terutama kapal-kapal berukuran
93
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
besar. Disisi lain tidak sedikit dari nelayan setempat yang mengalami ketergantungan dengan para bakul besar sehingga tercipta hubungan patron-clein yang dibungkus dengan kekeluargaan. Sehingga mereka cukup berhubungan dengan bakul besar daripada TPI. Uniknya, para nelayan Tambaklorok tidak merasa dirugikan dengan hubungan ekonomi tersebut, mengingat banyaknya jasa yang yang telah diberikan oleh para bakul terutama pada masa paceklik. Semakin sedikit nelayan yang melelang ikan tangkapannya di TPI maka semakin lesu pula perdagangan ikan di Tambaklorok. Dengan melemahnya aktivitas TPI berarti telah meningkatkan aktifitas para wanita karena memberi peran lebih pada para wanita dalam perdagangan dan pengolahan ikan. Setelah mengalami penurunan hasil pasca dihapuskannya trawl pada tahun 1980 usaha mengolahan ikan Tambaklorok kembali bergairah semenjak tahun 1990-an. Perubahan yang menonjol terjadi ketika Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kodya Semarang pada tahun 1993 melakukan survei dan menemukan potensi wanita nelayan Tambaklorok yang bisa dikembangkan lebih lanjut. Tanggal 15 Januari 1993 dibentuk Kelompok Usaha Bersama Mina Karya yang diketuai oleh Ibu Tumirah. Unit usaha yang bernaung di bawah KUB Mina Karya yaitu pembuatan terasi, petis, abon ikan, kupas udang, tepung ikan dan pengasinan ikan. Pemerintah Kotamadya Semarang terus melakukan pendampingan, penyuluhan dan pemberian bantuan peralatan usaha. KUB Mina Karya juga telah mengikuti bagi pengusaha makanan dan minuman industri rumahtangga dengan harapan hasil produksi kelompok tersebut dapat higenis dan sehat. Pengolahan terasi yang tergabung dalam KUB Mina Karya mengambil bahan baku udang rebon dari nelayan setempat. Namun ketika persediaan dari nelayan setempat berkurang maka bahan baku dipesan dari luar daerah seperti Kendal, Cirebon, Cilacap, Madura, Rembang dan sebagainya. Terasi Tambaklorok mempunya tiga tingkatan, yakni 1) terasi kualitas unggul berbahan baku udang rebon murni sehingga harga jualnya tinggi. 2) terasi kualitas sedang berbahan baku campuran antara rebon dengan ikan. Sadangkan yang 3) terasi kulitas rendah, yaitu terasi yang berbahan baku campuran rebon, udang dan dominan ikan-ikan yang tidak laku dijual. Harga terasi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kenaikan itu disebabkan kenaikan harga bahan baku utama yakni rebon. Selain KUB Mina Karya pada tanggal 1 Juni 1999 Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Semarang juga membentuk KUB baru yang diberi nama KUB Mina Asri. Data tertulis menunjukkan bahwa KUB itu beranggotakan 25 perempuan pengolah ikan panggang dan 3 orang pengolah bandeng presto. Secara bergantian tiap anggota mendapatkan bantuan modal sebesar Rp 400 ribu yang akan diangsur selama 10 bulan. G. Dampak Aktivitas Para Wanita Di Tambaklorok Peran dan sumbangan wanita keluarga nelayan Tambaklorok yang bekerja disektor perikanan cukup besar bagi kelanjutan perekonomian setempat. Wanita Tambaklorok yang menyandang peran domestik dan peran publik tidak dapat dikesampingkan. Keterlibatan mereka memberikan pengaruh yang signifikan baik dalam lingkup keluarga maupun lingkup publik. Konsekuensi dari keterlibatan perempuan dalam menjalankan peranannya tersebut mendatangkan beberapa dampak diantaranya adalah 1) peningkatan taraf hidup keluarga, 2) perluasan lapangan kerja, 3) perubahan pendangan masyarakat, 4) perubahan pola pembagian kerja, 5) perubahan pengambilan keputusan dan 5) peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan taraf hidup keluarga. Penyebab utama wanita pesisir bekerja mencari penghasilan adalah untuk menjunjung pemenuhan kebutuhan sehari-hari karena pendapat suami tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
94
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
kondisi ini menjadi alasan sangat kuat bagi para isteri nelayan untuk bekerja mengatasi kesulitan ekonomi rumah tangga. Pada masa-masa sulit seperti pada musim barat menyebabkan banyak para nelayan tidak berani bekerja. Saat cuaca buruk para nelayan merasakan kesulitan ekonomi. Namun pada keluarga yang istrinya berdagang atau terjun dalam usaha pengolahan ikan beban ekonomi itu dapat diatasi. Keterlibatan para wanita dalam mencari penghasilan dapat dilihat dari kualitas dan kuantitas keluarga yang bersangkutan. Selain bisa mengatasi masa-masa sulit disaat suami tidak melaut, keterlibatan wanita juga bisa diandalkan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, seperti pendidikan, kesehatan dan dana sosial yang tak terduga. Sebuah kisah diperolah dari seorang nelayan kecil bernama Bapak Suwarno. Berkat kerjasamanya dengan istrinya yang membuka usaha pengolahan terasi maka ia berhasil mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya seperti membeli sembako, membangun rumah, membeli perabotan dan bahkan menyekolahkan anak pertama mereka di sebuah universitas swasta. Padahal duhulunya Suwarno hanya nelayan pendatang yang tidak punya apa-apa pada saat pertama kali datang di Tambaklorok. Perluasan peluang pekerjaan. Perkembangan perdagangan dan pengolahan ikan di Tambaklorok pada kurun waktu 1970 sampai dengan 2000 telah membuka lapangan pekerjaan untuk kaum wanita bahkan kaum laki-laki. Usaha pengolahan ikan seperti pembuatan terasi dan ikan panggang membutuhakan banyak tenaga kerja. Seiring dengan meningkatnya jumlah pesanan maka setiap unit usaha membutuhkan tenaga kerja yang diambil dari ibu-ibu rumahtangga setempat. Di Tambaklorok ada sebuah gang dimana yang hampir semua ibu-ibunya bergelut dalam bidang pemanggangan ikan. Banyaknya unit pemenggangan ikan di sana mengakibatkan gang tersebut mendapat julukan sebagai gang panggang. Aktivitas ekonomi para wanita Tambaklorok antara tahun 1979-2000 telah memberikan lapangan pekerjaan terutama untuk para ibu rumah tangga. Data tertulis tidak menyebutkan jumlah keseluruhan dari wanita produktif yang terlibat aktif dalam kegiatan ekonomi di Tambaklorok. Namun berdasarkan data jumlah nelayan tahun 1999 sebesar 1.048 maka diperkirakan jumlah wanita di Tambak lorok sama yakni 1.048. Meraka adalah para istri-istri nelayan yang melaut. Sedangkan para wanita yang tergabung dalam kelompok usaha pengolahan ikan maka terdapat 212 orang wanita. Dengan demikian pada tahun 1999 aktivitas pengolahan ikan di Tambaklorok menyerap tanaga kerja wanita sebesar 20 %. Perhitungan ini belum termasuk para wanita yang bergerak dalam perdagangan ikan. Pada kegiatan perdagangan ikan, udang dan rajungan berskala besar juga membutuhkan banyak tenaga kerja wanita untuk melakukan panggaraman dan pengepakan. Jumlah partisipasi wanita di luar pengolahan ikan diperkirakan mencapai 10 %. Jadi total semuanya adalah 30 %. Selain itu tidak kalah penting adalah terbukanya jasa transportasi dari dermaga Tambalorok ke pusat-pusat perdagangan ikan baik di dalam kota Semarang maupun luar kota, termasuk angkutan ke perusahaan-perusahaan pengolahan ikan. Umumnya para pedagang menyewa becak, truk atau pick up untuk mengangkut hasil tangkapan nelayan dan olahannya. Perubahan pandangan masyarakat. Perkembangan peran wanita dalam perekonomian masyarakat Tambaklorok membawa perubahan pandangan di masyarakat. Adanya anggapan dalam masyarakat Jawa bahwa “ wong wedok bisone mung ning buri” tidak berlaku lagi pada masyarakat Tambaklorok, karena kaum wanita dapat berperan aktif dalam perekonomian masyarakat setempat melalui usaha perdagangan dan pengolahan ikan. Para istri bahkan dapat membantu suami untuk mencari tambahan penghasilan guna mempertahankan eksistensi keluarga. Pandangan terhadap para wanita yang gemar bergerombol dan bergunjing secara perlahan telah
95
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
hilang karena waktu mereka dihabiskan dalam berbagai kegiatan, di luar tugas pokok sebagai ibu rumahtangga. Sebagai contoh dikemukakan oleh Bapak Suwondo, bahwa wanita yang mengeloh ikan panggang harus membeli ikan dari Pasar Ikan Kobong yang jaraknya sekitar lima kilometer dari tempat tinggalnya. Kegiatan ini ketika hasil tangkapan ikan nelayan tidak mencukupi. Pengolahan ikan panggang harus meninggalkan rumah pukul 03.00 dini hari. Aktivitas ini menjadi pandangan umum yang sudah lazim di perkampungan Tambaklorok. Tidak ada anggapan miring yang menyertai yang menyertai aktivitas para wanita tersebut karena sudah terjadi puluhan tahun yang lalu. Selanjutnya pernyataan senada dikemukakan oleh Ibu Khotijah. Baginya pergi setiap dini hari sudah menjadi kebiasaan setiap hari. Setiap pagi selepas subuh harus mencari bahan baku untuk membuat ikan panggang di Pasar Kobong, terutama pada saat jumlah pesanan di luar kota meningkat dan hasil para nelayan tidak mencukupi untuk diolah. Para tentangga tidak pernah mempermasalahkan aktivitas Ibu Khotijah karena sudah menjadi kebiasaan umum di masyarakat. Perubahan pola pembagian kerja. Di dalam masyarakat Jawa umumnya kedudukan wanita sangat berbeda dengan kaum laki-laki. Peran wanita dalam keluarga berkisar pada pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci, mengasuh anak dan sebagainya. Selanjutnya suami berkewajiban mencari nafkah karena mendapat posisi yang lebih dalam rumah tangga. Meningkatnya kedudukan wanita tidak lagi sekedar sebagai ibu rumah tangga saja, namun berdampak dalam perekonomian keluarga. Wanita pekerja mendapatkan pendapatan sendiri maka tidak lagi tergantung pada suami ketika harus mengambil keputusan dalam berekonomi, misalnya membeli barang kebutuhan rumah. Secara umum dalam masyarakat Tambaklorok para wanita memegang peranan yang sangat penting dalam menjaga kelangsungan rumahtangga. Mereka selain bertanggangjawab mengurus rumah juga harus membantu pekerjaan suami dan terlibat secara aktif dalam mencari nafkah. Peran para wanita yang paling umum adalah menjualkan hasil tangkapan ikan suaminya. Nelayan yang enggan melelangkan ikan di TPI setelah pulang melaut mereka menyerahkan hasil ikan kepada istrinya untuk dijual kepada bakul ikan atau agen pengepul. Keterlibatan para istri ini semakin marak ketika aktivitas TPI semakin sepi antara 1990-2000. Nelayan yang keberatan dengan sistem jimpitan lebih percaya pada istrinya untuk menjual hasil tangkapannya kepada bakul pengepul atau pasar ikan setempat. Perubahan pengambilan keputusan. Saat ini masih ada anggapan bahwa wanita tidak mempunyai peran dalam pengambilan keputusan, baik di luar maupun di dalam berumahtangga. Berdasarkan norma yang berlaku pada kebanyakan masyarakat Jawa kewenangan pengambilan keputusan ada pada suami. Hal tersebut tentu tidak dapat dipungkiri karena tampak nyata dalam kehidupan masyarakat Jawa. Kondisi seperti keadaan di atas tidak mutlak berlaku pada masyarakat era global sekarang ini. Di era sekarang para istri cenderung memiliki kewenangan yang sama dengan suami. Menurut Rosaldo (1981:88) ada beberapa faktor yang mempengaruhi peranan wanita dalam pengambilan keputusan, yaitu faktor ekonomi, proses sosialisasi, pendidikan, latar belakang perkawinan, kedudukan dalam masyarakat dan pengaruh luar lainnya. Pernyataan itu sesuai dengan kondisi yang terjadi pada masyarakat Tambaklorok. Mayoritas wanita di Tambaklorok tidak memiliki pendidikan yang tinggi, namun mereka memiliki kedudukan yang tinggi di masyarakat karena faktor kepemilikan modal dan harta benda. Keadaan ini menyebabkan mereka mempunyai peran dalam pengambilan keputusan baik dalam lingkup keluarga maupun masyarakat. Ibu Mukrotun menceritakan bahwa sejak ia bekerja dan memiliki
96
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
penghasilan sendiri maka tidak perlu menunggu suami untuk membeli kebutuhan rumah tangga yang sifatnya kecil, misalnya sembako. Ibu Mukrotun juga tidak lagi merasa sungkan atau ewuh bila ingin menggunakan penghasilannya untuk menengok orang tuanya atau membantu keluarganya yang membutuhkan, meskipun akhirnya diberitahukan kepada suami. Selanjutnya Ibu Khotijah memberikan pengalamannya yang lebih arif. Meskipun tidak selalu menggantungkan pada suami namun ia selalu bermusyawarah pada suami untuk mengambil keputusannya. Hal ini dikarenakan kedua belah pihak punya andil sepadan dalam sosial ekonomi. Kekompakan suami harus dijaga untuk mengembangkan sikap demokratis dan menjaga keharmonisan dalam keluarga. Maka berdasarkan penuturan-penuturan tersebut dapat disimpulkan bahwa wanita yang memiliki kemampuan ekonomi sepadan memiliki kewenangan yang sama dalam mengambil keputusan. Peningkatan kualitas SDM. SDM perikanan yang berkualitas adalah SDM yang tinggi. Untuk mencapai tujuan itu maka harus ada upaya perubahan pada semua aspek, baik kognetif, afektif dan psikomotorik. Oleh karenanya upaya itu harus dilakukan oleh segenap komponen dalam masyarakat terutama para wanita pesisir. Menurut Kusnadi (2008:101) sumber daya wanita pesisir yang berkualitas merupakan kunci bagi produktifitas nasional dan menguatkan daya saing bangsa di bidang ekonomi dan sosial terutama di era global yang semakin kompetitif. Perkembangan aktivitas para wanita Tambaklorok yang semakin meningkat intensitasnya telah mendorong pemerintah melalui dinas-dinasnya untuk melakukan pendampingan, penyuluhan dan pelatihan kewirausahaan. Program-program itu bertujuan agar para wanita Tambaklorok memiliki pemahaman dan kepekaan melihat potensi SDA diwilayahnya sebagai mata pencaharian alternatif. Pada tanggal 2 Oktober 1999 ibu Tumirah sebagai ketua KUB Mina Karya telah mengikuti penyuluhan bagi pengusaha makanan dan minuman industri rumah tangga yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan. Setelah Ibu Tumirah melakukan diseminasi pada para warga maka mereka para pengrajin terasi tergerak dan bersepakat untuk mendaftarkan produk olahan mereka. Dinas Kesehatanpun akhirnya memberikan izin tertulis atas kualitas kebersihan dan kesehatan hasil olahan KUB tersebut. Dengan demikian kegiatan tersebut telah memberikan pengetahuan baru kepada para wanita yang melalkukan pengolahan ikan di Tambaklorok untuk terus menjaga kualitas kebersihan dan kesehatan produknya. Hal yang sama disampaikan Ibu Khotijah ketua KUB Mina Asri. Beberapa penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah telah memberikan pengetahuan baru kapada para wanita setempat, terutama menjaga kebersihan proses produksi. Setiap unit pengolahan ikan panggang secara berangsurangsur telah mengganti dapur mereka yang semula berupa bilik bambu dengan lantai tanah menjadi tembok batu dengan lantai keramik. H. Penutup Modernisasi perikanan yang telah dicanangkan oleh pemerintah Orde Baru membawa dampak yang sangat signifikan terhadap kemajuan kesejahtraan para keluarga nelayan Tambaklorok. Sejak dicanangkannya program itu maka aktivitas kaum wanitanya menjadi meningkat. Mereka dapat melaksanakan dua aktivitasnya sekaligus, yakni didasarkan pada peran tradisional/ domestik dimana dalam hal ini para wanita melakukan aktivitasnya sebagai ibu rumah tangga. Yang kedua yaitu peran transisi dimana para wanita melakukan aktivitasnya dalam sektor publik. Dalam hal ini para wanita Tambaklorok melakukan pekerjaan sebagai pedagang ikan dalam berbagai tingkatan, mulai yang kecil, menengah sampai pedagang pengepul,
97
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
bahkan memiliki pabrik pengupasan rajungan dan udang. Selain itu wanita Tambaklorok memiliki aktivitas sebagai pengolah hasil perikanan mulai pembuat terasi, ikan asin dan ikan panggang. Bahkan beberapa dari mereka membuka jualan di warung kelontong untuk menyediakan perbekalan nelayan bekerja dan kebutuhan sehari-hari keluarga nelayan. Perkembangan aktivitas para wanita Tambaklorok dilatarbelakangi oleh beberapa faktor yakni 1) faktor ekonomi, 2) meraih status sosial, 3) mengisi waktu luang dan 4) tradisi turun-temurun. Kegiatan para wanita Tambaklorok sebenarnya telah berjalan seiring dengan penggunaan teknologi perikanan setempat. Perkampungan dermaga Tambaklorok telah ada sejak masyarakat nelayan itu muncul pada era 1940-an hingga menjelang kemerdekaan. Perkembangan aktivitas para wanita mengalami pasang surut sesuai dengan keadaan yang terjadi di Tambaklorok. Pada era sebelum tahun 1973 dimana toknologi masih sederhana, maka aktifitas para wanita juga lebih sederhana. Mereka bekerja sebagai bakul kecil (pengecer) dan bakul besar (penampung). Dan sebagian mengolah hasil tangkapan dengan teknologi yang seadanya. Pada era motorisasi (tahun 19741980) ditandai dengan modernisasi di Tambaklorok pada tahun 1974 menyebabkan meningkatnya jumlah tangkapan nelayan setempat. Akibatnya usaha dagang dan pengolahan ikan para wanita Tambaklorok juga meningkat. Pada era beroperasinya cantrang, seine sampai mini trowl (tahun 1980-1990). Pada periode ini dapat dikatakan masa pertumbuhan aktivitas wanita Tambaklorok. Setelah jaring trowl dilarang aktivitas kenelayanan semakin bergairah. Hal ini otomatis berdampak pada semakin meningkatnya aktivitas para wanita. Era meluasnya jaring arad dan melemahnya TPI (tahun 1990-2000). Pada era ini sebagian besar nelayan Tambaklorok terutama nelayan soppek tidak melelangkan hasil tangkapannya di TPI dan memilih menyetorkan langsung kepada bakul atau menjualnya langsung ke pasar setempat. Ini berarti aktivitas para wanita menjadi meningkat setelah kegitan di TPI melemah. Terlebih lagi setelah dibentuk Kelompok Usaha Bersama maka aktivitas para wanita benar-benar meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas. Perkembangan aktivitas para wanita dalam perekonomian Tambaklorok telah berdampak secara signifikan dalam kehidupan masyarakat setempat dan keluarga para nelayan masing-masing. Adapun beberapa dampak yang terlihat adalah 1) peningkatan taraf hidup keluarga, 2) perluasan lapangan kerja, 3) perubahan pendangan masyarakat, 4) perubahan pola pembagian kerja, 5) perubahan pengambilan keputusan dan 5) peningkatan kualitas sumber daya manusia. DAFTAR PUSTAKA Elizabeth.Roosganda(2007), Pemberdayaan Wanita Mendukung Strategi Gender Mainstreaming dalam Kebijakan Pembangunan Pertanian di Pedesaan, (Forum Penelitian Agro ekonomi Vol. 25 No. 2 Desember 2007) Handuni (1994), Potensi dan Partisipasi dalam Kegiatan Ekonomi di Pedesaan, LP3ES: Jakarta Laporan Dinas Perikanan Kelautan Propinsi Jawa Tengah tahun 1970 Laporan KUD Usaha Mina tahun 1978-1980 Kusnadi (2006). Perempuan Pesisr. LKIS: Jakarta.
98
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Kusnadi(2008). Keberdayaan Nelayan dan Dinamika Ekonomi Pesisir, Arus Media: Yogyakarta. Monografi Kelurahan Tanjungmas tahun 1997 Rosaldo M.Z. dan Lamphere (1981), Men, Women and Change : Para Ibu Berperan Tunggal dan Yang Berperan Ganda, UI: Jakarta. Semarang Dalam Angka Tahun 1971,1977 dan 1982 Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Jawa Tengah No. Huk/58/1975 Surat Keputusan Walikota Semarang No. 1679/WK/1974 Tangal 26 Desember 1974 Wandi. Gusri (2015), Rekonstruksi Maskulinitas: Mengauak Peran Laki-laki dalam Perjuangan Kesetaraan Gander, IAIN Imam Bonjol Padang Wasino (2007), Dari Riset hingga Tulisan Sejarah,UNNES PRESS: Semarang Widodo. Sutejo K. (2005). Ikan Layang Terbang Menjulang: Perkembangan Pelabuhan Pekalongan Menjadi Pelabuhan Perikanan Tahun 1900-1990, Undip: Semarang DAFTAR NARA SUMBER
1
Nama Jenis Kelamin
Sunarto Laki laki
Usia Pekerjaan
39 tahun Nelayan
Pendidikan Alamat
SD Tambakmulyo/ Tambak Lorok Rt.03/ 15 Subowo Laki laki
Nama Jenis Kelamin 2
Usia Pekerjaan Pendidikan Alamat Nama Jenis Kelamin
3
Usia Pekerjaan Pendidikan Alamat
7
49 tahun Pedagang SMP Tambakmulyo/ Tambak Lorok Rt. 05/ 12 Solikin Laki laki 49 tahun Nelayan SMP Tambakmulyo/ Tambak Lorok Rt. 05/
99
Nama Jenis Kelamin Usia Pekerjaan Pendidikan Alamat
8
9
Nama Jenis Kelamin Usia Pekerjaan Pendidikan Alamat Nama Jenis Kelamin Usia Pekerjaan Pendidikan Alamat
Rusminah Perempuan 64 tahun Pemilik pabrik pengupasan udang SD Tambakmulyo/ Tambak Lorok Rt. 04/ 15 Suwondo Laki laki 48 tahun Nelayan SMP Tambakmulyo/ Tambak Lorok Rt. 01/ 13 Suwarno Laki-laki 52 tahun Nelayan SD Tambakmulyo/ Tambak Lorok Rt. 02/
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
4
Nama Jenis Kelamin
15 Asropah Perempuan
Usia Pekerjaan
49 tahun Pedagang Ikan
Pendidikan Alamat
SD Tambakmulyo/ Tambak Lorok Rt. 04/ 15 Suwaidah Perempuan
Nama Jenis Kelamin 5
6
Usia Pekerjaan Pendidikan Alamat Nama Jenis Kelamin Usia Pekerjaan Pendidikan Alamat
10
50 tahun Pedagang Ikan SMP Tambakmulyo/ Tambak Lorok Rt. 03/ 15 Tumirah Perempuan 47 tahun Pengrajin terasi SMP Tambakmulyo/ Tambak Lorok Rt. 02/ 16
100
Nama Jenis Kelamin Usia Pekerjaan Pendidikan Alamat
11
Nama Jenis Kelamin Usia Pekerjaan Pendidikan Alamat
16 Khotijah Perempuan 49 tahun Pembuat ikan panggang SMP Tambakmulyo/ Tambak Lorok Rt. 05/ 13 Mukrotun Perempuan 45 Buruh panggang SMP Tambakmulyo/ Tambak Lorok Rt. 05/ 13
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
GURIHNYA GARAM WANGINYA TEMBAKAU: EKSISTENSI SUMENEP SEBAGAI KOTA PANTAI PADA ABAD XVIII-XIX Nurul Hidayati Agustin , S.Pd 1 Guru SMA Negeri 2 Sumenep A. Latar Belakang Keberadaan wilayah Madura dan selat Madura sebagai bagian dari Laut Jawa merupakan wilayah yang sangat penting bagi aktivitas pelayaran dan perdagangan laut sejak lama. Sepanjang sejarahnya, wilayah ini telah berperanaktif dalam hubungan antar wilayah-wilayah Nusantara terutama dengan Jawa,baik di bidang politik, ekonomi, agama, maupun budaya yang bersifat integratif. 2 Dari sisi politik dan ekonomi, wilayah ini tidak terlepas dari aktivitas pelayaran dan perdagangan laut di Pantai Utara Jawa pada khususnya dan Nusantara pada umumnya. Pantai Utara Madura yang merupakan bagian dari kawasan Laut Jawa dan Selat Madura merupakan bagian dari jalur pelayaran dan perdagangan laut antara Malaka dan Maluku. Situasi ini memungkinkan pertumbuhan kota-kota pantai di sekitar Selat Madura seperti Gresik, Surabaya, Pasuruan, Probolinggo, Besuki, Panarukan, Sumenep, Pamekasan dan Bangkalan. 3 Sumenep yang terletak di ujung Pulau Madura, antara 113° 32’54” 116° 16′ 48″ Bujur Timur dan 4° 55′ – 7° 24′ Lintang Selatan, memiliki batas-batas wilayah berikut ini, sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa; sebelah selatan berbatasan dengan selat Madura, sebelah timur berbatasan dengan Laut Jawa/ laut Flores dan sebelah barat berbatasan dengan Pamekasan. Letak yang strategis ini mendukung Sumenep sebagai daerah
1
Peserta guru pendamping terbaik dari provinsi Jawa Timur 2Selat Madura merupakan bagian dari laut keluarga “family sea” yang digunakan sebagai rute alternatif jalur perdagangan laut Nusantara antara Malaka dan Maluku. Oleh karenanya, secara bersamaan pula selat ini digunakan sebagai rute penyebaran dan perluasan pengaruh kekuasaan politik, agama dan kebudayaan. Sifat integratif ini terutama terlihat jelas di daerah-daerah pantai Selat Madura. Lihat Sutjipto Tjiptoatmodjo, “Kota-kota pantai di Sekitar Selat Madura: Abad XVII sampai medio abad XIX”(Yogyakarta: Disertasi Doktoral Ilmu Sejarah pada Program Pascasarjana UGM, 1983), hlm. 3;13 dan 14. 2Letak astronomis kota-kota pantai tersebut antara lain Nama Kota Lintang Selatan Bujur Timur Gresik 70 9’ 45” 1120 38’ 43” 0 Surabaya 7 14’ 20” 1120 43’ 53” Pasuruan 70 37’ 50” 1120 40’ 53” Besuki 70 43’ 18” 1130 12’ 44” Banyuwangi 80 12’ 50” 1140 22’ 32” Bangkalan 70 1’ 30” 1120 44’ 28” Sumenep 70 2’ 30” 1130 53’ 45” Lihat Sutjipto Tjiptoatmodjo, “Kota-kota pantai di Sekitar Selat Madura: Abad XVII sampai medio abad XIX”(Yogyakarta: Disertasi Doktoral Ilmu Sejarah pada Program Pascasarjana UGM, 1983), hlm. 3.
101
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
transit yang disinggahi banyak kapal dan perahu baik dari nusantara maupun dari luar negeri. Ruang lingkup spasial penelitian ini adalah Sumenep yang tumbuh pada abad 18 dan berkembang menjadi kota pantai pada abad ke-19. Selain itu, kajian ini mendeskripsikan peranan bandar kalianget dan Prenduan sebagai pelabuhan transit yang banyak disinggahi kapal-kapal. Lingkup temporal kajian karya tulis ini adalah abad ke-18 pada masa diangkatnya Tumenggung Ario Notokusumo, yaitu pada masa dibangunnya Keraton, Masjid Jamik, dan Asta Tinggi sebagai syarat munculnya kota. Namun demikian, pembatasan ini tidak kaku sehingga tidak mengabaikan peristiwa-peristiwa lain yang mendahului dan mendasari periode yang dikaji pada karya tulis ini. Ruang lingkup karya tulis ini adalah kajian sejarah maritim yang difokuskan pada munculnya Sumenep sebagai kota pantai pada abad keXVIII hingga abad XIX. Rentang waktu antara abad XVIII sampai abad XIX menjadi sangat menarik karena pada periode tersebut Sumenep mengalami perkembangan pada perdagangannya. Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah yang diuraikan di atas, rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu bagaimana kondisi kota pantai Sumenep pada abad XVIII-XIX? bagaimana aktifitas bandar-bandar kota pantai Sumenep selama abad XVIII-XIX? Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui Kota Pantai Sumenep dan juga mengetahui dinamika Bandar-bandar di Sumenep pada abad XVIII – XIX, sedangkan manfaat yang diharapkan dari tulisan ini antara lain sebagai sarana belajar penulis dalam mengaplikasikan teori maupun konsep dari berbagai disiplin ilmu dalam rangka pengembangan diri. Selain itu, hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian lanjutan. Tulisan ini juga diharapkan menjadi sumber informasi bagi masyarakat agar lebih mencintai dan memahami sejarah bangsa khususnya daerah lokal, sehingga sikap dan perilaku masyarakat setempat kedepannya berdsarkan nilai-nilai sejarah. penulisan karya ilmiah ini dalam menggunakan metode penelitian sejarah melalui pendekatan sejarah sosial dengan bentuk penulisan deskriptif naratif. Langkah-Iangkahnya terdiri dan lima tahap, yaitu: (1) pengumpulan sumber, (2) verifikasi (krilik sejarah, keabsahan sumber), (3) interpretasi: analisis dan sintetis, serta (4) historiografi. 4 Sumber data yang digunakan dalam penulisan ini yaitu sumber data primer, yang berupa data artefaktual yang berwujud bangunan masjid Jamik Sumenep, Asta Tinggi dan Keraton. Selain itu penelitian ini menggunakan sumber data sekunder, yang meliputi sumber data tekstual, berupa buku-buku yang berkaitan dengan sejarah Madura dan sejarah kemaritiman. Prosedur pengumpulan data pada penulisan ini menggunakan tahapan-tahapan yang meliputi tahap obeservasi dan 4Kuntowijoyo,
Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: PT. Benteng Pustaka), hlm. 90.
102
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
penelusuran data kepustakaan. Observasi merupakan pengumpulan data artefaktual yang berupa sumber data arsitektural/ teknik survey. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan dengan mengamati benda-benda artefaktual yang berkaitan dengan kota pantai Sumenep pada abad 18 yaitu masjid jamik, Keraton dan asta tinggi Sumenep. Metode kepustakaan dilakukan melalui library research. Teknik ini dimaksudkan sebagai sarana untuk menjelaskan deskripsi data yang diperoleh dari objek sejarah, serta melengkapi beberapa kekurangan yang tidak ditemui pada kedua tahapan sebelumnya. Setelah proses pengumpulan data maka tahap selanjutnya adalah tahap analisis dan interpretasi data. Sebelum melakukan analisis dan interpretasi data, penulis terlebih dahulu melakukan klasifikasi data untuk mempermudah penulis pada tahap selanjutnya. Analisis pada penelitian ini menggunakan analisis kualitatif yang dilakukan meliputi tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Setelah interpretasi selesai, maka tahap terakhir yang dilakukan adalah historiografi. II. Perkembangan Sumenep dari Masa Ke Masa Salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan kota pertama di Indonesia adalah peningkatan perdagangan kelautan Asia secara umum pada abad ke-13 dan ke-14 semenjak munculnya kerajaan-kerajaan Islam yang mayoritas terletak di daerah pesisir. Terjadinya kemudahan berinteraksi antar pedagang berdampak pada kehidupan sosial kota pantai yaitu lebih bersifat terbuka, dinamis dan mudah menyesuaikan diri dengan kebudayaan lain. Hal ini terlihat pada heterogenitas penduduk kota yang hidupnya saling berdampingan. 5 Keberadaan kota-kota pantai mulai terlihat perkembangannya sekitar abad ke 17 ketika mendapat dukungan dari pemerintah Hindia Belanda, salah satunya di bidang arsitektur. Sehingga berpengaruh terhadap ciri-ciri morfologi tatakota pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam di Nusantara seperti adanya pasar, tempat peribadatan, perkampungan dan keraton. 6 A. Penduduk Kota Sumenep abad XVIII-XIX 5Perbedaan
yang menyolok antara kota pantai dan kota pedalaman adalah sifat heterogen yang terdapat pada penduduk kota pantai akibat terjalinnya hubungan yang luas dengan bangsa-bangsa lain, yang tidak ditemukan pada penduduk kota pedalaman. Lihat Sutjipto Tjiptoatmodjo, “Kotakota pantai di Sekitar Selat Madura: Abad XVII sampai medio abad XIX”(Yogyakarta: Disertasi Doktoral Ilmu Sejarah pada Program Pascasarjana UGM, 1983), hlm. 236.Lihat juga Handinoto. Aristektur dan Kota-kota di Jawa pada masa Kolonial. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010) hlm. 423 6 LihatRaja Jusmartinah. “Sejarah Perkembangan Kota”(Buku Ajar Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. (Surabaya: Universitas PGRI Adibuana 2009), hlm. 60
103
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Pada masa pemerintahan Raffles (sekitar tahun 1815) daerah Sumenep dibagi menjadi 6 distrik, antara lain distrik Kota, distrik Jabakota, distrik Temor Daya, distrik Temor laut, distrik Barat-daya, distrik Barat Laut. (289). Kepala distrik kota Sumenep berkedudukan di kampung Pamolokan, kepala distrik jabakota berada di kampung Pecinan, kepala distrik Temordaya di di desa Batang-Batang, kepala distrik Temor laut di desa Balatu, kepala distrik Barat-Daya di desa Duka, sedangkan kepala distrik Barat Laut, berkedudukan di desa Guluk-Guluk. 7 Pada tahun 1815 hampir sekitar enam persen dari penduduk terdiri dari orang-orang asing. Hampir dua per tiga penduduk yang berasal dari luar Madura bertempat tinggal di kabupaten Sumenep. Mereka adalah orang Cina, peranakan, orang Melayu, orang Arab dan orang Bugis. Orangorang Cina dan Arab bertempat tinggal di daratan Sumenep, orang-orang Melayu dan Bugis kebanyakan berada di pulau-pulau dekat pantai dan di sebelah timur Madura. Kehadiran orang-orang asing yang cukup banyak menandakan adanya perdagangan yang ramai di masa itu. 8 Catatan penduduk pada tahun 1815 di daerah Sumenep terdiri dari penduduk pribumi 91. 661 jiwa, Cina 3.102 jiwa, Timur Asing 1. 474 jiwa, dan orang Eropa 327 jiwa. Tahun 1836 jumlah penduduk 132.762 jiwa. Tahun 1839 jumlah penduduk meningkat menjadi 150.000 jiwa. Sedangkan tahun 1846 jumlah tersebut melonjak menjadi 185.713 jiwa. Pada tahun 1856 penduduk Kabupaten Sumenep meningkat menjadi 205.759 jiwa dengan rincian sebagai berikut yaitu penduduk pribumi sebanyak 195.225 jiwa, Cina 3.759, Arab 727 jiwa, Melayu 4.420, India 37 jiwa dan Eropa 283 jiwa.9 Dari angka-angka tersebut dapat diketahui bahwa dalam jangka waktu 20 tahun penduduk nonpribumi mengalami pertambahan. Hal ini dimungkinkan karena masyakat kota pantai yang lebih bersifat terbuka dan mudah menyesuaikan diri dengan kebudayaan lain. Keraton Sumenep yang letaknya di ibukota memiliki 22 kampung dan desa yang terdiri dari 19 kampung Madura, 1 kampung Cina, 1 kampung Arab dan 1 kampung Melayu. Tempat kediaman orang-orang Eropa terletak beberapa kilometer dari Keraton, di dekat benteng yang telah dibangun pada masa VOC dengan 300 penduduk lebih terutama oleh orang Indo Eropa. 10 Adanya heterogenitas dalam masyarakat Sumenep melahirkan integritas yang tertuang pada arsitektur beberapa bangunan di pusat kota Sumenep, seperti Masjid Agung, Keraton dan Asta Tinggi. Masjid Agung kota Sumenep memiliki arsitektur yangkaya dengan percampuran budaya. Gapura yang bercorak khas Cina hingga hiasan di puncak gapura yang mirip ornamen pada tempat ibadah Buddha. Ketika Tjiptoatmodjo (1983), op. cit, hlm. 289-290 de Jonge, MADURA Dalam Empat Zaman: Pedagang, Perkembangan Ekonomi, dan Islam(Jakarta: PT. Gramedia, 1989), hlm. 26-27 9Sutjipto Tjiptoatmodjo (1983), op. cit, hlm. 290 10Huub de Jonge 1989, op. cit, hlm. 29 7Sutjipto 8Huub
104
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
akan memasuki masjid utama terdapat pintu masjid yang motif pahatannya pada pintu terdaptasi dari motif ukiran gaya Jawa, Bali, China dan Madura. Adapu ruangan utama masjid jamik memiliki 13 tiang pasak dimana ornamen bagian atas tiang yang berbentuk segi delapan mengadopsi dari budaya masjid di daerah Timur Tengah, Afrika dan Eropa. Mihrab dan mimbar masjid didominasi dengan keramik dinding asal china. Atapnya berbentuk tumpang yang memperilhatkan pengaruh kepercayaan sebelumnya yang masih dihomati. 11 Keterbukaan Sumenep dengan negara-negara luar juga terbukti padapintu gerbang Keraton yang merupakan percampuran budaya animisme atau yang dikenal dengan style tumpang dan gaya Inggris. Selain itu, gapura di Asta Tinggi Sumenep telah dipengaruhi bentuk bangunan Inggris dengan ukiran pada dinding kayu berpola kepala naga, ghunongan dan kerawang merupakan bentuk percampuran budaya Cina dan Madura. B. Dinamika Bandar-bandar di kota pantai Sumenep abad XVIII-XIX a. Prenduan Perbandingan antara curah hujan dan kondisi tanah secara umum menjadikan Madura tidak memiliki banyak wilayah subur untuk pertanian sawah terutama di dataran-dataran rendah bagian selatan. Sementara, di dataran tinggi terdapat wilayah-wilayah yang memungkinkan untuk pertanian permanen maupun sementara dikarenakan curah hujan lebih tinggi dan komposisi tanah berupa aluvial dan tanah liat bercampur kapur sehingga sebagian besar tanah pertanian di Madura diolah berdasarkan sistem tegalan. 12 Secara adminitratif desa Prenduan termasuk dalam wilayah Kecamatan Peragaan di sebelah barat daya Kabupaten Sumenep yang luasnya 4,5 km2.Desa Prenduan selain terletak pada teluk yang paling besar di pulau Madura, juga terletak di jalan besar pantai selatan yang menghubungkan antara kota Pamekasan dan Sumenep.Melihat letaknya yang menguntungkan dapat dipastikan bahwa desa tersebut telah berabad-abad usianya dan telah menjadi tempat dagang yang penting. Setidaknya desa itu telah ada pada zaman kekuasaan Mataram pada abad ke-17. Sebagaimana terdapat dalam kronik Jawa bahwa diperkirakan pada tahun 1670, seorang warga Keraton Sumenep dengan 700 prajurit berkemah di desa itu sebelum bergabung dengan Trunojoyo. 13Desa Prenduan juga disebut pada salah satu sumber Eropa yaitu pada kontrak pertama yang dibuat VOC dengan Sumenep pada tahun 1746 dimana desa tersebut merupakan bandar. 14 11
Abdurrahman, Pengantar Sejarah Jawa Timur (Sumenep:sun). hlm. 167-168 12Kuntowijoyo, Perubahan Sosial Dalam Masyarakat Agraris: Madura 1850- 1940 (Yogyakarta: Mata Bangsa, 2002), hlm.31 13Abdurrahman, Sedjarah Selajang pandang(Sumenep:sun). hlm. 21 14Huub de Jonge 1989, op. cit, hlm. 107
105
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Prenduan merupakan tempat yang paling penting antara ibukota Sumenep dan Pamekasan. Hal ini terlihat dari banyak pedagang Cina dan pribumi yang memiliki berbagai perahu sebagai alat transportasi ke daerah Surabaya dan daerah-daerah di sekitar Jawa Timur. Produk-produk ekspor yang penting adalah minyak kelapa, bawang merah, kacang, gula siwalan dan tembakau.Selain itu penangkapan ikan merupakan sumber pendapatan yang penting bagi penduduk Prenduan. 15 Perdagangan sebagian besar dilakukan di luar Madura. Perdagangan tembakau selain di Madura juga dipasarkan ke Bali yang dibawa oleh orang Bugis dan orang Makassar yang khusus beroperasi dari kota Sumenep. Mereka terutama membeli temabakau susur. Sebagian dari tembakau susur dibawa melalui Sepudi dan kepulauan Kangeanyang merupakan pangkalan dan tempat tinggal para pedagang ini. Perdagangan tembakau ke Jawa, dikuasai oleh para pedagang Madura dan Cina dari pantai selatan. Selain tembakau, Prenduan memiliki lahan yang luas dengan pohon-pohon siwalan. Dari air nira dibuatkan gula yang dijadikan bahan untuk membuat kecap. Hasilnya diekspor terutama ke Jawa timur. Adapun pendistribusiannya menggunakan perahu-perahu lokal untuk mengangkut barang dagangan mereka ke pulaupulau lain karena perahu-perahu Madura menempati tempat terkemuka dalam pelayaran di Nusantara. 16 Ramainya desa Prenduan sebagai bandar perdagangan, melahirkan para pedagang yang handal dan disegani oleh pemerintah Belanda. Gemma merupakan salah seorang pedagang yang sangat terkenal di desa Prenduan pada pertengahan abad ke-19. Beliau adalah pedagang palawija dan kebutuhan penduduk sehari-hari dengankekayaan kategori sangat kaya dan memiliki hubungan baik dengan keluarga Keraton kerajaan. 17.
b. Kalianget
Adanya istilah Madura sebagai pulau garam tidak terlepas dari perkembangan industri garam sejak zaman kolonial. Perkembangan produksi garam yang pesat didukung oleh kondisi topografi dari Pulau Madura yang memiliki garis pantai cukup panjang. Iklim disini juga cenderung kering dan kondisi permukaan tanah didominasi oleh susunan batu kapur dan endapan kapur, dengan lapisan aluvial laut di sepanjang pantai. Batu gamping dan batu lempung yang tersingkap di pesisir dan perairan dangkal akan mengalami pelapukan baik oleh cuaca maupun gelombang. Proses pelapukan secara berangsur berdampak pada pengkayaan komposisi mineral air laut. Pelapukan dari masing-masing jenis batuan tersebut memperkaya kandungan kalsium (Ca), natrium (Na) dan Kalium (K) pada garam yang dihasilkan. Sebaran mineral-mineral tersebut menjadi salah satu alasan garam yang dihasilkan di pesisir Madura memiliki kualitas yang bagus. Produksi garam dilakukan hanya terbatas pada pesisir selatan karena memiliki dua faktor alam yang mendukung. Pertama, pantai selatan merupakan wilayah pesisir yang memiliki kadar garam yang tinggi. Kedua, pengaruh angin gending dari Probolinggo
de Jonge 1989, op. cit, hlm. 88;107;109 de Jonge 1989, op. cit, hlm. 44; 88; 146; 175 17 Jamaluddin Kafie, Biografi K.H.A. Djauhari Chotib 1905-1971. (Prenduan Sumenep: Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, 1997) hlm. 6 15Huub 16Huub
106
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
yang berembus dari arah selatan ke wilayah Madura mempercepat proses kristalisasi air laut menjadi garam. 18 Salah satu produksi terpenting di Madura adalah garam. Sejak lama garam menjadi komoditas perdagangan laut yang berasal dari wilayah ini walaupun bukan penghasilan tertua. Garam diperdagangkan baik untuk kebutuhan industri pengolahan ikan yang sederhana sejak abad ke-9 maupun untuk keperluan bumbu makanan yang telah menjangkau seluruh Nusantara. Pada abad ke-17, selain tembakau dan beras, garam merupakan komoditas utama perdagangan di Jawa. 19 Pembuatan garam di Madura telah berlangsung sebelum VOC datang. Tempat-tempat dimana orang-orang membuat garam sering dinamakan zoutnegorizen, sedangkan pada masa pemerintahan kolonial orang lebih banyak menyebutnya zoutlanden. Akan tetapi dua istilah itu menunjuk pada nama daerah-daerah pembuatan garam yaitu kawasan yang terletak dekat Bunder di Pamekasan, dekat Krampon di Sampang dan kawasan terbesar berada dekat Kalianget di Kabupaten Sumenep. 20 Adanya daerah-daerah pembuatan garam yang begitu luas di Kalianget menginspirasi Pemerintahan Kolonial Belanda untukm membangun bandar di Kalianget. Bandar ini merupakan pintu gerbang perekonomian Madura Timur dan merupakan pelabuhan satu-satunya yang menghubungkan wilayah daratan Sumenep dengan wilayah pulau-pulau yang ada disekitarnya, seperti Pulau Kangean, Pulau Sapudi dan beberapa daerah di Jawa, bahkan aktivitas pelayaran dan perdagangan laut di Pantai Utara Jawa pada khususnya dan Nusantara pada umumnya. Sebuah fakta yang menguatkan keberadaan garam sebagai penghasilan utama masyarakat Kalianget dan komoditas ekspor pada tahun 1812, penduduk setempat memiliki sebanyak 3.765 buah perahu pribadi dengan total muatan 15.230 ton garam bersandar di pelabuhan Kalianget dan pada 1813 meningkat menjadi 4.752 perahu dengan total muatan 33.769 ton garam. 21 Hal ini membuktikan bahwa bandar di Kalianget sangat penting dalam pendistribusian garam sebagai salah satu komoditas utama di Madura. III. Penutup A. Kesimpulan Keberadaan Kota pantai di Indonesia mulai berkembang setelah berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia yang sebagian besar memilih daerah pantai sebagai pusat kerajaan. Kota pantai semakin tampak terlihat setelah didukung oleh pemerintahan Hindia Belanda memperkenalkan budaya kota kepada masyarakat pantai kala itu. Sumenep merupakan salah satu kabupaten di wilayah Madura yang dapat dikategorikan sebagai Kota pantai. Prespektif ini dapat dibuktikan dari berbagai syarat yang dipenuhi sumenep sebagai Kota pantai. Pertama, Letak Sumenep yang strategis 1989, op. cit, hlm. 396 de Jonge, Garam, Kekerasan, dan Aduan Sapi (Yogyakarta: LkiS, 2012), hlm.38 20Parwoto, Monopoli Garam di Madura 1905-1920. (Yogyakarta: Tesis S2 Program Studi Sejarah Jurusan ilmu-ilmu Humaniora pada Program Pascasarjana UGM, 1996), hlm. 52 21Kuntowijoyo 1989, op. cit, hlm. 421 18Kuntowijoyo 19Huub
107
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
pada saat itu menarik para pedagang dari bangsa Arab, Cina, Melayu dan Bugis untuk berbondong-bondong mendatangi dan mendiami kawasan pantai dan pusat kota, sebagian lagi memilih untuk mengembangkan daerah kepulauan seperti Bugis yang memilih untuk tinggal di Pulau Kangean dan Sepudi. Heteregenitas masyarakat Sumenep merupakan salah satu syarat sebagai Kota yang dikategorikan sebagai kota pantai. Kedua, terdapat dua Bandar besar sebagai pusat perdagangan pada masa itu, yaitu abad 18 sampai 19. Prenduan dan kalianget. Prenduan sebagai pusat perdagangan dengan komoditas siwalan, palawija dan tembakau. Yang tersebut di akhir adalah komoditas utama yang pada saat itu dikirim ke Jawa dan Bali. Sedangkan di kalianget, mengedepankan garam sebagai komoditasnya. Garam merupakan bahan penting sebagai bahan pengawet makanan dan bumbu dapur. Tercatat pada tahun 1813 Kalianget mampu memproduksi garam sebanyak 33 ribu ton. Ada perbedaan komoditas antara Prenduan dan Kalinget, hal ini diakibatkan karena letak geografis dan kondisi tanah yang berbeda antara keduanya. Berdasar paparan di atas, mulai abad ke 18 hingga 19 Sumenep merupakan kota pantai yang perkembangannya dapat dikategorikan signifikan.
Daftar Pustaka Abdurrahman. 1971. Sejarah Madura Selayang Pandang. Sumenep: sun Abdurrahman, 1971. Pengantar Sejarah Jawa Timur. Sumenep:sun. Handinoto. 2010. Aristektur dan Kota-kota di Jawa pada masa Kolonial. Yogyakarta: Graha Ilmu, Jonge, Hubb de. 1989. Madura dalam Empat Zaman:Pedagang Perkembangan Ekonomi dan Islam. Jakarta: Gramedia Jonge, Hubb de. 2012. Garam Kekerasan dan Aduan Sapi. Yogyakarta: LKiS Jusmartinah, Raja. 2009. Sejarah Perkembangan Kota. Surabaya: (Buku Ajar Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Universitas PGRI Adibuana . Kafie, Jamaluddin. 1997. Biografi K.H.A. Djauhari Chotib 1905-1971. Prenduan: Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan Kuntowijoyo, 1993. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: PT. Benteng Pustaka. Kuntowijoyo. 2002. Perubahan Sosial dalam masyarakat Agraris Madura 1850-1940. Yogyakarta: Mata bangsa. Moleong, L. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya
Parwoto, 1996. Monopoli Garam di Madura 1905-1920. Yogyakarta: Tesis S2 Program Studi Sejarah Jurusan ilmu-ilmu Humaniora pada Program Pascasarjana UGM. Syafi’i, Imam. 2013.Dari Selat Menuju Samudera Luas: Rivalitas Pengangkutan Garam Madura, 1912-1980.Semarang: Disertasi Ilmu Sejarah Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. 108
Lawatan Sejarah Regional BPNB DIY 2016 “Menelusuri Jejak Maritim di Pantai Utara Jawa”
Tjiptoatmojo,F. A Sutjipto. 1983.Kota-kota Pantai di Sekitar Selat Madura Abad XIX sampai Medio Abad XIX. Jogjakarta: (Disertasi Doktoral Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada, 1983). Zulkarnain, dkk. 2003. Sejarah Sumenep. Sumenep: sun
109
Read more ...
- Pathfit 2 Intro Handouts
Views 22
Downloads 0-
File size 204KB - Author/Uploader: Christine Joy Arrieta
PATHFIT 2 PHYSICAL ACTIVITY TOWARDS HEALTH AND FITNESS
INTRODUCTION Legal Basis (Law) why students are required to take up PE subjects as part of the completion of their course. In Article XIV, Section 19 of the 1987 Philippine Constitution, it mandates that the state shall promote physical education and encourage sports programs, league competitions to foster self discipline, teamwork and excellence for the development of a healthy and alert citizenry. This provision recognizes and underscores the importance of PE as a promoter of moral values and as a delivery system for the development of a healthy and alert citizenry.
FUNDAMENTALS OF FITNESS Five (5) Key components to a Healthy Life 1. 2. 3. 4. 5.
Physical Activity (regular physical exercises) Good Nutrition (balance, equal intake of food nutrients, fat, carbo, etc.) Stress Alleviation (activity to release stress, lifestyle) Psychological Balance (not temporarily agitated, focused, mind set) Routine Check-ups (cholesterol level and count, BP, Blood sugar, etc)
EXERCISE • •
Generally, it is an activity for training the mind and improving the physical condition It is a systematic, planned performance of bodily movements, postures or physical activities intended to provide a means to: 1. 2. 3. 4.
Remediate or prevent impairments Improve, restore or enhance physical function Prevent or reduce health risk factors Optimize overall health status, fitness or sense of well being
TRAINING It is a systematic process in which athletes improve their fitness to meet the demands of their sport/activity. BENEFITS OF REGULAR PHYSICAL ACTIVITY/ EXERCISE 1. 2. 3. 4. 5.
Improved Health (efficiency of heart and lungs) Improved sense of well-being (more energy, less stress) Improved appearance (weight loss, toned muscles, improved posture) Enhanced social life (improved self-image, opportunities to make new friends) Increased stamina (increased physical abilities, improved immunity to minor illnesses)
PERIODS OF EXERCISE Exercise routine should be done at least three times a week, at least thirty minutes to hour a day. 1. WARM-UP EXERCISES This period lasts for 5-10 minutes depending on the intensity of the kind of exercise to be undertaken. It is purposely done to increase the temperature of the body and its stretches and limbers up the muscles and speeds up the action of the heart in preparation for a more vigorous and intense activity . 2. EXERCISE PROPER/WORK OUT/ CIRCULATORY PERIOD 1. Usually low intensity activities that build and increase flexibility, muscle strength, endurance and tone up the abdominal, back, legs, arms and other major muscles. 2. Includes variation of drills 3. You should dress appropriately for the workout so that you will enable to move freely and safely. 4. Some exercise physiologists have suggested that a work-out or conditioning period, might consists of the following: 4.1. 10 to 15 minutes warm-up 4.2. 10 minutes of strength exercises 4.3. 20 minutes of cardio respiratory exercises 4.4. 5 to 10 minutes cool-down Conditioning Exercises – builds up and increases flexibility, muscle strength and endurance and tones up the major muscle groups. 3. COOLING OFF/ COOL DOWN EXERCISES This part of training helps in returning the blood to the heart for reoxygenation, thus preventing a pooling of the blood in the muscles of the arms and legs. METHODS OF EXERCISES 1. AEROBIC EXERCISES 1. It is any rhythmical activity that causes a sustained increase in heart rate, respiration and muscle metabolism. 2. It refers to exercise which is modern intensity, undertaken for a long duration. 3. It also means “with oxygen” and refers to the use of oxygen in a muscle’s energy generating process. 4. The goal of aerobic exercise is to increase cardiovascular endurance. EXAMPLE: Jogging, swimming, running and jumping rope, bicycling, dancing, hiking continuous training.
2. ANAEROBIC EXERCISE 1.
Includes strength and resistance training, tone muscles, as well as improve bone strength, balance and coordination.
EXAMPLES: Weight training, functional training, interval training, sprinting, and high intensity interval training increase short-term muscle strength. 3. CALISTHENICS 1.
It is a systematic, rhythmic bodily exercises usually without apparatus. When used for fitness, exercise series should be carried out in a steady and continuous fashion with no rest between exercises. EXAMPLE: Jumping jack, push-ups wind mill
3. ISOMETRIC (concentric) 1.
It involves the contraction of muscles without movement. Used for muscular strength, endurance and muscle tone. 2. It is one of the fastest ways to develop increased static-passive flexibility. EXAMPLE: Pushing the wall, push-ups, hand push, spine extensions 5. ISOTONICS 1. It involves muscle contraction of muscle with movement. 2. Lengthening of muscles 3. Shifting of Resistance 6. ISOKENITICS It requires movement with controlled resistance, usually involving exercising machines. It is also possible to do isokinetic exercises with a partner instead of machines. 7. DYNAMIC EXERCISE It keep joints, connecting tissues and muscles in good condition. It involves exercises and activities where movement and some resistance or load is involved. EXAMPLE: Swimming, walking, cross country skiing, bicycling, weight training 8. THERAPEUTIC EXERCISE Use as a rehabilitative method in treating disease or illness.
Read more ...
- Bahan I Think
Views 14
Downloads 0-
File size 2MB - Author/Uploader: kzman75
Program i-Think ini merupakna satu program yang memberi perhatian kepada Peta Pemikiran peta pemikiran digunakan untuk meningkatkan daya pemikiran seseorang. setiap peta pemikiran mempunyai proses pemikiran yang disesuaikan mengikut tajuk atau unit pelajaran. Program i-Think ini mengemukakan 8 jenis peta iaitu Peta Bulatan, Peta Buih, Peta Buih Berganda, Peta Pokok, Peta Dakap, Peta Alir, Peta Pelbagai Alir dan yang terakhir Peta Titi.
Berikut adalah gambaran keseluruhan Peta Pemikiran yang terdapat dalam iThink :
CONTOH PETA PELBAGAI ALIR
CONTOH PETA BUIH BERGANDA
CONTOH PETA BULATAN
CONTOH PETA TITI
CONTOH PETA POKOK
CONTOH PETA ALIR
CONTOH PETA DAKAP
CONTOH PETA BUIH
Takwim Aktiviti PERKARA
_________
BIL
TARIKH
1
21 / 01 / 2013 (Isnin)
_________ _________ _________
Majlis Pelancaran
_________ 2
5 / 01 / 2013 (Sabtu) Kursus Dalaman (Fasa 1)
_________ _________
30 – 31 Jan 2013
_________ _________
3
(Rabu dan Khamis) Kursus Dalaman (Fasa 2)
_________ ___
6 – 7 Feb 2013 JADUAL P 4
(Rabu dan Khamis) Kursus Dalaman (Fasa 3)
ELAKSAN AAN
20 April 2013
PROGRA M i-THINK
5
Sabtu Kursus Kemahiran Berfikir Aras Tinggi (HOTS)
SMK TAMAN MUTIARA
6 Pendedahan kepada pelajar
Lampiran C Januari – Oktober
7 Pemantauan
RINI 2 2013
Se
mua guru 8
Oktober 2013 Penilaian
diminta mematuhi
jadual pelaksanaan program i-THINK ini.
Pendedahan kepada pelajar mestilah dilaksanakan pada waktu pertama mengikut hari-hari yang telah ditetapkan di dalam jadual di bawah.
Guru-guru masa pertama diminta untuk mengajar pelajar bagaimana menggunakan 8 peta pemikiran di dalam pembelajaran mereka.
Guru mestilah menerangkan mengenai bentuk peta, syarat-syarat yang mesti dipatuhi, kerangka rujukan, isyarat tangan dan isyarat badan bagi setiap peta.
Sila ambil 1 contoh terbaik hasil kerja pelajar dan serahkan kepada penyelaras program iTHINK (Pn. Norazuraini) atau setiausaha program (Pn. Bibi Aishah) untuk didokumentasikan.
Kerjasama guru-guru sekelian sangat dihargai. Terima kasih… JENIS PETA
WAKTU (SESI PAGI)
WAKTU (SESI PETANG)
Peta Bulatan
7.30 pagi – 8.05 pagi
1.10 ptg – 1.45 ptg
Peta Buih
7.30 pagi – 8.05 pagi
1.10 ptg – 1.45 ptg
Peta Buih Berganda
7.30 pagi – 8.05 pagi
1.10 ptg – 1.45 ptg
Peta Pokok
7.30 pagi – 8.05 pagi
1.10 ptg – 1.45 ptg
Peta Alir
7.30 pagi – 8.05 pagi
1.10 ptg – 1.45 ptg
Peta Pelbagai Alir
7.30 pagi – 8.05 pagi
1.10 ptg – 1.45 ptg
25 Mac 2013
Peta Dakap
7.30 pagi – 8.05 pagi
1.10 ptg – 1.45 ptg
Selasa
Peta Titi
7.30 pagi – 8.05 pagi
1.10 ptg – 1.45 ptg
TARIKH Selasa 29 Januari 2013
Rabu 6 Februari 2013
Isnin 18 Februari 2013
Selasa 26 Februari 2013
Rabu 6 Mac 2013
Khamis 14 Mac 2013
Isnin
2 April 2013 Share this:
TAKWIM PROGRAM i-THINK 2013
PENYELARAS MENYEDIAKAN SENARAI SEMUA AKTIVITI PENYELARAS MEMBENTUK AHLI JAWATANKUASA PROGRAM i-THINK PENYELARAS MEMBUAT TAKWIM TAHUNAN PROGRAM i-THINK 2013
DRIVE TEAM MEMBUAT PERJUMPAAN DAN MESYUARAT -MESYUARAT AGUNG KALI PERTAMA -MESYUARAT AGUNG KALI KEDUA -MESYUARAT AGUNG KALI KETIGA KETUA PANITIA MEMBUAT PERJUMPAAN SEKURANG-KURANGNYA (SATU BULAN SEKALI) -BAHASA MELAYU -BAHASA INGGERIS -BAHASA ARAB -PENDIDIKAN ISLAM -MATEMATIK -DUNIA SAINS DAN TEKNOLOGI -DUNIA MUZIK -DUNIA SENI VISUAL -PENDIDIKAN JASMANI -PENDIDIKAN KESIHATAN -KAJIAN TEMPATAN -KEMAHIRAN HIDUP -PENDIDIKAN SIVIK DRIVE TEAM MEMBUAT KURSUS KEPADA SEMUA GURU ( 3 KALI SETAHUN) -KURSUS DALAMAN -KURSUS BULANAN -KURSUS BERSAMA PANITIA DRIVE TEAM MELENGKAP SUMBER MAKLUMAT GURU -MELENGKAPKAN MAKMAL i-THINK -MEMBUAT DAN MENGEDAR NOTA
-MENERBITKAN BULETIN -MEMBUAT NOTA EDARAN MEMPERKENALKAN PETA PEMIKIRAN KEPADA MURID -MINGGU 1- MEMPERKENALKAN PETA BULATAN -MINGGU 2-MEMPERKENALKAN PETA POKOK -MINGGU 3-MEMPERKENALKAN PETA BUIH -MINGGU 4-MEMPERKENALKAN PETA ALIR -MINGGU 5-MEMPERKENALKAN PETA BUIH BERGANDA -MINGGU 6-MEMPERKENALKAN PETA PELBAGAI ALIR -MINGGU 7-MEMPERKENALKAN PETA DAKAP -MINGGU 8-MEMPERKENALKAN PETA TITI -MINGGU 9-MENGGUNAKAN SEMUA PETA FASA MEMPERKENALKAN PETA PEMIKIRAN -MINGGU 1- 07 JAN – 11 JAN 2013 -MINGGU 2- 14 JAN – 18 JAN 2013 -MINGGU 3- 21 JAN – 25 JAN 2013 (24 JAN 2013 CUTI MAULIDUR RASUL) -MINGGU 4- 28 JAN – 01 FEB 2013 -MINGGU 5- 04 FEB – 08 FEB 2013 -MINGGU 6- 12 FEB – 15 FEB 2013 -MINGGU 7- 18 FEB – 22 FEB 2013 -MINGGU 8- 25 FEB – 01 MAC 2013 -MINGGU 9- 04 MAC -08 MAC 2013 DRIVE TEAM MENYEDIAKAN BAHAN BUKTI -PELAN PERANCANGAN -KERTAS KERJA -VIDEO -GAMBAR -KEPUTUSAN PEPERIKSAAN -KEDATANGAN MURID -HASIL KERJA MURID -BUKU REKOD RANCANGAN MENGAJAR DRIVE TEAM MENYEDIAKAN INSTRUMEN PEMERHATIAN PENGAJARAN -ASPEK YANG DINILAI -ALAT PEMIKIRAN YANG DIGUNAKAN OLEH GURU -SOALAN ARAS TINGGI YANG DIGUNAKAN -ALAT-ALAT PEMIKIRAN LAIN
DRIVE TEAM MENYEDIAKAN INSTRUMEN PEMANTAUAN KEMAJUAN -KRITERIA YANG DINILAI -PEMIMPIN; ADAKAH PENTADBIR MENUNJUKKAN KOMITMEN? PELAN TINDAKAN DISEDIAKAN? -PASUKAN PEMANDU; ADAKAH PASUKAN PEMANDU TELAH DILATIH UNTUK MELAKSANAKAN PELAN YANG DIBUAT? -PELAKSANAAN; ADAKAH AKTIVITI KEMAHIRAN BERFIKIR DILAKSANAKAN DALAM PENGAJARAN DAN PEMBELAJARAN? -LATIHAN; ADAKAH TERDAPAT KOMITMEN UNTUK MENYEDIAKAN LATIHAN SECARA BERTERUSAN? GURU KELAS/ GURU MATAPELAJARAN MENYEDIAKAN INSTRUMEN DALAM KELAS -BAHAN YANG PERLU ADA -FAIL SHOW-CASE -PELAN FASA MEMPERKENALKAN PETA PEMIKIRAN DRIVE TEAM & KETUA PANATIA MENYEDIAKAN BAHAN DALAM MAKMAL i-THINK -CARTA ORGANISASI -BROSER AIM -BROSER SEKOLAH -PELAN PERANCANGAN -PELAN FASA MEMPERKENALKAN PETA PEMIKIRAN -GAMBAR -LAPORAN -BUKU CATATAN PELAWAT SEMUA GURU MEMBUAT PERSEDIAAN TERHADAP LAWATAN DAN PENANDA ARAS -KEMASKINI BAHAN PAMERAN DALAM MAKMAL i-THINK P/S GB: TIDAK DINAFIKAN PADA APA YANG TELAH DIGARISKAN. PROSESNYA JUGA KITA PERLU MENGAMBIL KIRA ASPEK-ASPEK PELAKSANAANNYA. ANTARANYA: 1) PERANCANGAN STRATEGIK YANG BERKESAN MERUPAKAN PROSES MANUSIA DAN BUKAN PROSES KERTAS. 2) PROSES PEMBELAJARAN PERLU DILAKUKAN SECARA REFLEKSI DAN TIDAK FORMAL ( PERKATAAN DISOKONG OLEK ANGKA , DARIPADA ANGKA DISOKONG OLEH PERKATAAN) 3) PERLUKAN SIKAP KETERBUKAAN 4) MENERIMA HAKIKAT BAHAWA ORGANISASI MEMPUNYAI SUMBER TERHAD. MARILAH SAMA-SAMA KITA LAKSANAKAN UNTUK 2014
Apakah Program i Think ? Program yang bertujuan mempertingkatkan dan membudayakan kemahiran berfikir dalam kalangan murid ke arah menghasilkan murid berinovatif
Wawasan Memastikan bahawa pelajar dapat mencapai prestasi yang lebih cemerlang dengan menggunakan “Thinking Tools” yang dipelajari.
Visi “Thinking Tools” memacu kecemerlangan pelajar.
Misi Meningkatkan pencapaian akademik pelajar. Memperkukuhkan kaedah P & P guru. Meningkatkan kreativiti dan inovasi pelajar.
Objektif Guru lebih fokus dalam P & P. Pelajar lebih mudah memahami dan berminat untuk belajar. P & P dapat dilaksanakan dalam situasi yang lebih konduksif. Pelajar lebih aktif dan bersedia untuk mengambil bahagian dalam P & P.
2. Mesyuarat Penyelarasan Pasukan Pemandu i-THINK Sekolah Tarikh Masa Tempat Kehadiran Sains,
: 18 Dis 2012 (Selasa) : 1.45 – 3.00 petang : Sama dengan tempat Mesyuarat Guru Bil 1/2013 : Semua Penolong Kanan, Semua GKMP, KP BM, KP BI, KP KP Matematik, Pn Norashikin (JU BI), En Nazaruddin (JU
BM),
Pn Noor Liza Pamuji (JU Kebangsaan), Pn Suhanawati (JU Sains) dan Pn Suriani (JU Matematik). 3. LDP i-THINK Siri 1 Tarikh Masa pelajar) Tempat Kehadiran
: 19 Dis 2013 – Rabu : 8.30 – 10.30 pagi (Sebelum Keputusan PMR diberi kpd
: Bilik Mesyuarat, SMKSK : Semua Guru dan Pasukan Pemandu i-THINK Sekolah
Read more ...
- 8th NPLC – 9th NPLC Penyisihan
Views 12
Downloads 1-
File size 586KB - Author/Uploader: Mika Ozora
9th NPLC Penyisihan 1. Mamang adalah saudara dari Momong. Nenek dari Momong adalah Memeng, anak dari Memeng adalah Miming. Miming punya istri namanya Mumung. Momong adalah anak Miming. Siapa ayah Mamang? a. Mamang b. Memeng c. Miming d. Mumung e. Momong 2. Puspus punya 5 es krim di pantai dengan suasana yang cerah. Puspus memberikan 2 es krim ke Meong dan 1 lagi ke Bambang. Berapa es krim yang Puspus punya sekarang? a. 4 b. 3 c. 2 d. 1 e. Tidak ada 3. Di bawah ini yang memiliki ruang adalah … a. Persegi b. Lingkaran c. Kubus d. Segitiga e. Trapesium 4. Koki = masak Berdasarkan persamaan di atas pilih yang benar a. Pilot = nyetir pesawat b. Tikus = makan c. Tukang = jualan bakso d. Delman = kuda
e. Penjahat = penjara 5. Buah dan sayuran adalah makanan yang penting dalam kehidupan sehari hari. Yang menjadi pembeda keduanya adalah buah memiliki biji dan sayur tidak maka dapat di simpulkan bahwa… a. Tomat adalah sayur b. Cabai adalah buah c. Kangkung adalah buah d. Kacang adalah adalah sayur e. Durian adalah sayur 6. Jika baca = 122131, buku = 21111212, bumi = 2191131211, maka beli = … a. 215112191 b. 215191121 c. 219151122 d. 121915121 e. 121915212 7. I Am Not I I Am Beside U Who Am I? a. M b. Y c. T d. H e. S 8. Sebuah tanaman akan tumbuh sebanyak 1 cm setiap 5 menit. Namun setiap 3 menit, tanaman tersebut akan kembali mengecil sebanyak 3 cm. Jika seorang perawat tanaman akan memberi vitamin untuk tanaman tersebut setiap 4 menit yang akan menumbuhkan tanaman sebanyak 3 cm, maka berapakah tinggi tanaman pada setelah 32 menit jika tinggi tanaman saat ini adalah 9 cm? a. 6 b. 8 c. 9 d. 10 e. 12 9. Kalau manusia tidur, aku akan berdiri. Tapi kalau manusia bangun, aku akan tidur. Siapakah aku? a. Rambut b. Hidung c. Telapak kaki d. Lampu jalan e. Bulan 10. A = 2 B = 1 H = 3 N = 1 O = … a. 0 b. 1 c. 2 d. 3 e. 4 11. Tolong jangan dibalik, kalau dibalik nanti akan berkurang. a. 3 b. 6
c. 8 d. 9 e. 0 12. Satu hari sebelum kemarin lusa adalah sabtu. Hari apakah hari ini? a. Jumat b. Sabtu c. Minggu d. Rabu e. Kamis 13. Apa huruf keempat dalam abjad? a. A b. B c. C d. D e. E 14. Seseorang terjebak di dalam gua. Gua tersebut sangat gelap. Tetapi orang tersebut tenang karena ia membawa lilin dan obor di tangannya. Apa yang harus dinyalakan terlebih dahulu? a. Lilin b. Obor c. Senter d. Korek api e. Flashlight 15. Sebagian programmer mengeluhkan harga laptop naik. Daniel merupakan seorang programmer. a. Daniel pasti mengeluhkan harga laptop naik. b. Daniel tidak mengeluhkan harga laptop naik. c. Harga laptop bukanlah keluhan Daniel d. Daniel mungkin ikut mengeluhkan harga laptop naik e. Harga laptop naik atau tidak, Daniel tetap mengeluh 16. 50, 12, 42, 18, 34, … Nomor berapa yang tepat untuk mengisi lanjutan dari pola ini ? a. 42 b. 24 c. 30 d. 6 e. 40 17. Seorang lelaki bertemu seekor singa dan buaya di hutan. Singa itu berbohong setiap hari Senin, Selasa dan Rabu dan di hari-hari lain dia mengatakan yang sebenarnya. Buaya berbohong pada hari Kamis, Jumat dan Sabtu, dan hari-hari lain dalam seminggu dia mengatakan yang sebenarnya. “Kemarin aku berbohong,” kata singa kepada lelaki itu. “Aku juga,” kata buaya. Hari apakah itu? a. Minggu b. Selasa c. Kamis d. Sabtu e. Jumat
18. Temukan 10 digit angka di mana angka pertama adalah berapa banyak angka nol dalam angka tersebut, angka kedua adalah berapa banyak 1 dalam angka tersebut dan seterusnya hingga angka kesepuluh adalah berapa banyak 9 dalam angka tersebut. a. 6210019001 b. 6210001000 c. 8100000001 d. 6110000002 e. 5020000122 19. Seorang pria dibunuh di sebuah kantor pos. Tersangkanya adalah Oliver, Sarah, Jason, Benny, Patrick. Sebuah kalender yang ditemukan di dekat pria itu memiliki tulisan darah 6, 4, 9, 10, 11. a. Sarah b. Benny c. Patrick d. Oliver e. Jason 20. 8, 6, 9, 23, 87, … Nomor berapa yang tepat untuk mengisi pola tersebut ? a. 226 b. 128 c. 324 d. 429 e. 368 21. Ada tiga kantong yang masing-masing berisi dua bola. Kantong A berisi dua bola hitam, Kantong B berisi dua bola putih, dan Kantong C berisi satu bola putih dan satu bola hitam. Anda memilih tas acak dan mengeluarkan satu bola, yang berwarna putih. Berapa peluang terambilnya bola yang tersisa dari kantong yang sama juga berwarna putih? a. ? b. ? c. ½ d. ¼ e. ¾ 22. Yenny memiliki anak bernama Susi. Susi memiliki adik bernama Tina. Ayah Susi bernama Edgar, ia merupakan anak tengah dari 3 bersaudara, ia memiliki kakak laki-laki yang bernama Thomas. Ayah Edgar memiliki adik perempuan bernama Geneiver. Geneiver memiliki kakak ipar bernama Samantha. Samantha memiliki anak perempuan bernama Bonnie, yang telah menikah dengan Henry dan memiliki anak laki-laki bernama William. Siapakah Thomas bagi William? a. Kakek b. Kakak c. Sepupu d. Ayah e. Paman 23. Seorang pembeli memesan suatu patung kayu pada dua orang yang berbeda, yaitu Tony dan Brandon. Keduanya diberikan foto yang sama untuk dijadikan patung. Tony selesai membuat patung itu setelah menghabiskan waktu 60 jam. Bila keduanya bekerja sama untuk membuat patung tersebut, mereka dapat menyelesaikan patung itu dalam
waktu 24 jam. Berapa jam yang dibutuhkan oleh Brandon untuk menyelesaikan patung tersebut? a. 32 b. 40 c. 36 d. 24 e. 48 24. Enam tahun yang lalu, Henry dan Jenny memiliki perbandingan umur 13 : 17. Tanggal 31 Desember 2021, perbandingan umur mereka adalah 4 : 5. Tahun berapakah Henry lahir? a. 1990 b. 2004 c. 1981 d. 2008 e. 1989 25. 01001011 01101111 01101100 01101001 01101110 01100111 berarti a. Koding b. Kocing c. Kolang d. Kaling e. Koling 26. Seorang bayi telah lahir pada hari minggu. Pada hari ke-100 setelah anak itu lahir, orangtuanya ingin mengadakan suatu pesta. Hari apakah pesta itu dirayakan? a. Senin b. Selasa c. Rabu d. Kamis e. Jumat 27. Seseorang terjangkit virus COVID-19. Virus yang awalnya ada 2 tersebut terus berkembang biak dengan terbelah menjadi tiga setiap 6 jam. Orang itu terdeteksi positif pada hari ke-4. Dokter mengatakan bahwa ia akan sembuh asalkan ia rajin meminum obat yang telah diberikan. Obat itu ia minum pada hari ke-4 namun baru mulai bereaksi pada hari ke-5. Obat yang diberikan dapat menghentikan perkembangan virus dan mematikan 4.000.000 virus dalam tubuh orang itu setiap harinya. Berapa total hari dari awal orang itu terjangkit virus hingga orang itu sembuh? a. 20 b. 22 c. 24 d. 26 e. 28 28. Pada Suatu Hari, Seorang Pemburu sedang berjalan di hutan dan melihat 5 burung lagi diam diatas ranting pohon. Pemburu menembak 2 burung. Berapa burung yang ada diatas pohon ? a. 0 b. 1 c. 2 d. 3 e. 4
29. Ada lima angsa di kandang, di kali dua angsa. Ada berapa angsa di kandang ? a. Tidak ada b. 10 c. 5 d. 2 e. 3 30. Ada 20 ikan di kolam , setengah dari ikan tenggelam. Berapa sisa ikan yang hidup ? a. 20 b. 10 c. 5 d. 0 e. 15 31. Kayu randu adalah jenis kayu yang berguna. Kayu yang berguna harganya mahal. Kesimpulannya ? a. Semua kayu yang sangat berguna harganya tidak murah b. Kayu randu harganya mahal c. Kayu randu tidak dijual d. Semua kayu yang harganya murah adalah kayu randu. e. Semua salah 32. Rumus suku n jika barisan bilangan 7,16,25,… adalah ? a. 9n-2 b. 5+2n c. 3n+4 d. 10-3n e. 4n+3 33. Bryan melempar 2 dadu , peluang munculnya angka berjumlah 7 adalah ? a. 1/12 b. ? c. 2/36 d. ? e. 7/12 34. Berikut merupakan angka terkecil adalah ? a. 1/5 b. ?5 c. 1 / ?5 d. (?5 / 5) e. 1/(5*?5) 35. Sekumpulan pelayar dari Jepang berlayar menuju segitiga bermuda. Di tengah perjalanan benda berharga milik sang kapten hilang. Dia mencurigai 4 anak buahnya, namun mereka memiliki alibi masing-masing. Anak buah pertama mengawasi laut, anak buah kedua membersihkan dek kapal, anak buah ketiga membalik bendera yang terbalik, anak buah keempat tidur saat kejadian terjadi. Siapakah yang berbohong? a. Anak buah pertama b. Anak buah kedua c. Anak buah ketiga d. Anak buah keempat e. Semua berkata jujur
36. Terdapat lima anak bernama Baba, Bibi, Bubu, Bebe, dan Bobo. Baba selesai mandi sebelum Bibi, namun Bubu selesai terlebih dahulu. Bebe selesai mandi sebelum Bobo, tetapi Bibi selesai mandi duluan. Bagaimana urutan anak dari yang mandi duluan sampai terakhir? a. Baba-Bibi-Bubu-Bebe-Bobo b. Bubu-Baba-Bebe-Bobo-Bibi c. Bubu-Baba-Bibi-Bebe-Bobo d. Bebe-Bobo-Bibi-Baba-Bubu e. Baba-Bubu-Bebe-Bibi-Bobo 37. Seorang ayah dan ibu memiliki lima anak laki-laki. Jika masing-masing anak memiliki satu adik perempuan, berapa jumlah anak dalam keluarga tersebut? a. Enam b. Tujuh c. Delapan d. Sembilan e. Sepuluh 38. Dari manakah bumi berotasi? a. Timur ke barat b. Barat ke timur c. Utara ke selatan d. Selatan ke utara e. Semua jawaban salah 39. Seorang ayah dan ibu memiliki lima anak laki-laki. Jika masing-masing anak memiliki satu adik perempuan, berapa jumlah anak dalam keluarga tersebut? a. Enam b. Tujuh c. Delapan d. Sembilan e. Sepuluh 40. Lima Orang makan Apel, A selesai sebelum B , tetapi duluan C. D selesai sebelum E, tetapi duluan B. Mari urutkan, dari yang habis duluan sampai terakhir. a. ABCDE b. BCDEA c. CADEB d. CABDE e. DEBAC
Copyright © — National Programming and Logic Competition 2018
IMT Student Union, Teknik Informatika, Universitas Ciputra
Read more ...
- INDEFINITE+PRONOUNS +dialogue+docx
Views 16
Downloads 1-
File size 90KB - Author/Uploader: Randal Torres
INDEFINITE PRONOUNS Name:_____________________________Date:____ 1. CHOOSE TWO CONVERSATIONS AND PRACTICE THEM Conversation #1 Man: Do you want something to eat? Woman: I want something, but not just anything. Man: What are you the mood for? Woman: I’m in the mood for something spicy. Man: What about spicy Thai soup? Woman: That sounds great. But you know what, anything is fine. Conversation #2 Man: Did you go anywhere this weekend? Woman: Nowhere special, just the mall. Man: Did you buy anything? Woman: No, I had no money. Man: Did you see anyone there? Woman: No, I didn’t see anyone. Conversation #3 Man: Where did you go yesterday. Woman: Nowhere. Man: Nowhere! Come on. I’m sure you went somewhere. Woman: No, really, I didn’t go anywhere. I stayed home. Man: I didn’t go anywhere either. Woman: My gosh. We are so boring! Conversation #4 Man: Did anyone call? Woman: No. No one. Man: Nobody called. Woman: No. Were you expecting someone to call you? Man: Yes, someone. Woman: Ooh, who is this someone? Man: Just someone. Nobody you know
Las parejas están conformadas de la siguiente manera, se hizo al azar con los palitos. Y se realizará la presentación en el mismo orden en la clase del lunes.
La nota es individual. La presentación debe ser con la cámara encendida. Recuerden que leer baja la nota. Practiquen su pronunciación con el video que les sugerí en las diapositivas. Cualquier incumplimiento será calificado con BOrden
1
Conversations Student 1 (man) JORGE LÓPEZ 1y 3
Student 2 (woman) HECTOR BALNQUICETT JHON CONTRERAS ELIANA VANEGAS SANTIAGO MEJÍA MARIANA BALLESTAS
2 3 4 5
2y4 1y4 2y3 3y 4
6 7 8 9
1Y 2 2Y4 1y3 2y3
NAILETH HERRERA JEAN PIERRE GIL ANGELY SUREZ SANTIAGO FERNÁNDEZ KRISTOFER SUÁREZ JUAN OCHOA DUVANNYS LÓPEZ MARIANGEL LIZCANO
10 11 12
3y4 1 Y4 3y4
SAREN JIMENEZ JUNEIRYS POBLADOR JOSE GUZMÁN
NICOLAS HERNÁNDEZ ALEJANDRA GIL OSCAR CALDERÓN ANGHELINE MARTINEZ HECTOR RIVERA SANTIAGO RÍOS CARLOS TORRES
13
1y2
MICHELL ARMENTA
LAURA CALPA
14
1y4
ANA HERNÁNDEZ
LUISA CERQUERA
15
3y 4
SARAYS ZEA
MARIA GÓMEZ
Read more ...
- Presentasi 5 Okt 2021 Implementasi BIM Divisi 1
Views 14
Downloads 0-
File size 5MB - Author/Uploader: WasKito Ady
Dashboard Internal BIM
Monitoring BIM
KPI (Key Performanced Index)
MIDP (Master Information Delivery Plan)
Diagram Peran & Tanggung Jawab
Alur Koordinasi Berdasarkan ISO 18650
Dampak Modell Pada Proyek
9 Ceklist Matrix Engineering
9 Ceklist Matrix Engineering
9 Ceklist Matrix Engineering
9 Ceklist Matrix Engineering
D . P E N E R A PA N B I M P R O S E S T E N D E R
Proposal Teknis Menggunakan Building Information Modelling (BIM) Sertifikat Tools & Techniques
PT. BRANTAS ABIPRAYA adalah salah satu perusahaan konstruksi yang sudah memiliki sertifikat BIM ISO 196502: 2018, Autodesk dan Cubicost.
Proposal Teknis Menggunakan Building Information Modelling (BIM) Sertifikat Tools & Techniques
PT. BRANTAS ABIPRAYA adalah salah satu perusahaan konstruksi yang sudah memiliki sertifikat BIM ISO 19650-2: 2018, Autodesk dan Cubicost.
Proposal Teknis Menggunakan Building Information Modelling Workflow (BIM) Definisi BIM Tools & Techniques BIM (Building Information Modelling) adalah proses membangun sebuah Ekosistem yang dimulai dengan penciptaan model 3D yang cerdas dan memungkinkan manajemen dokumen, koordinasi dan simulasi selama seluruh siklus kehidupan dari sebuah proyek. (rencana, desain, membangun, operasi, pemeliharaan, dan pembongkaran)
Siklus BIM
Phase Konstruksi
Software
Proposal Teknis Menggunakan Building Information Modelling (BIM) Validate Scope Tools & Techniques 1. Variance Analysis aspek penting dari pengendalian lingkup pekerjaan dalam sebuah proyek termasuk menentukan penyebab pekerjaan tambah ataupun kurang terhadap dasar lingkup pekerjaan dalam BoQ dan memutuskan apakah tindakan korektif atau bahkan diperlukan pencegahan.
Model BIM
Model BIM
Bill of Quantity
Proposal Teknis Menggunakan Building Information Modelling (BIM)
1. Clash Detection 2. Change Requests Mendeteksi cacat desain atau desain yang tidak confirm terhadap spesifikasi pada kontrak. Lalu menyeleksi hard atau soft clash sehingga dapat ditentukan apakah perlu rise up terhadap konsultan perencana / owner.
Clash Detection
Hard & Soft Clash
Request For Information
Clarification to consultan & owner BIM360
PT. Brantas Abipraya (Persero)
Validate Scope Outputs
Proposal Teknis Menggunakan Building Information Modelling (BIM) Schedul Simulation
Sequence Activities Tools & Techniques 1. Sequence Of the Activities 2. Precedence Diagramming Method Software yang memiliki kemampuan untuk membantu merencanakan, mengatur, dan menyesuaikan urutan kegiatan pekerjaan, menyisipkan hubungan logis, nilai keuntungan dan kerugian, dan membedakan berbagai jenis ketergantungan antar pekerjaan.
Gantt Chart
Logical Relation with Model
Proposal Teknis Menggunakan Building Information Modelling (BIM) Sequence Activities Tracking 1. Progress Tracking 2. Lead and Lag Sebuah tampilan pelaksanaan tahap demi tahap ini menciptakan penyediaan gambaran secara keseluruhan yang akurat untuk team konstruksi. Ini akan membantu kita dalam meraih dan mencapai efisiensi yang jauh lebih baik dalam operasional serta memenuhi jadwal yang ditentukan.
Progres 25%
Progres 75%
Progres 50%
Progres 100%
Proposal Teknis Menggunakan Building Information Modelling (BIM) Estimate Cost Tools & Techniques
Quantity Takeoff
1. Quantity Take-off 2. Report Volume Perkiraan biaya sebuah item, program, proyek, atau operasi atas dasar informasi yang tersedia. Dengan menggunakan software simulasi, spreadsheet, dan alat Analisa statistik.
Volume Beton & Bekisting
Report Volume
Proposal Teknis Menggunakan Building Information Modelling (BIM) Approval BIM360
Sheet Drawing Tools & Techniques 1. Project Documents 2. Integrate Collaboration
Mudah dalam memproduksi gambar kerja dan dapat meminimalisir kesalahan maupun timbulnya ambiguitas dalam pembacaan gambar.
Sheet Drawing
Sheet Drawing
Proposal Teknis Menggunakan Building Information Modelling (BIM) Project Collaboration Tools & Techniques 1. Document Management 2. Design Collaboration 3. Quality Management 4. Data & Analytics Common Data Environment (CDE) adalah gudang pusat tempat informasi proyek konstruksi disimpan. Ini adalah satusatunya sumber informasi untuk proyek tersebut. Ini digunakan untuk mengumpulkan, mengelola, berkolaborasi, dan berbagi informasi proyek dengan tim proyek
Model Viewer
Member Project
Document Management
Create Issue, Transmital, & Review Design
Proposal Teknis Menggunakan Building Information Modelling (BIM) Photogrametry Site Survey
Photogrammetr y
Composit (3D Model)
1. Visual Progress (3D Model) 2. Compare existing site 3. Easy Communication Wujud 3D dari keadaan secara nyata memudahkan tim konstruksi mengevaluasi kejadian atau keadaan yang ada di site. Mampu membuat dan mempermudah menyelesaikan masalah berkaitan dengan topografi sekitar.
Create Issue
Report Issue
Proposal Teknis Menggunakan Building Information Modelling (BIM) Project Visualization Tools & Techniques 1. Augmented Reality (AR) 2. Virtual Reality (VR) Augmented Reality (AR) dikenal sebagai Realitas tertambah, adalah teknologi yang menggabungkan gambar serta pemandangan nyata dan berbasis komputer untuk menghadirkan pandangan dunia yang disatukan tetapi lebih advanced ketimbang VR yang melapisi informasi yang dihasilkan Gadget ke dunia nyata secara real-time.
Maket Augmented Reality
Virtual Reality
Check Augmented Reality
I M P L E M E N TA S I B I M P ROY E K
P E M B A N G U N A N R S U D K O TA D E P O K W I L AYA H T I M U R
PENYEDIA JASA:
SUB PEMBAHASAN 1. BANGUNAN PENDUKUNG T E M PAT S A M PA H LAUNDRY GARDU PLN
2. ARSITEKTUR (INTERIOR) P O L A L A N TA I DINDING DAN FINISHING PLAFON KUSEN PINTU JENDELA
2. MEP D U C T I N G H VA C HYDRANT DAN SPRINKLER A I R KOTO R , A I R B E R S I H , B E K A S GAS MEDIS
BANGUNAN PENDUKUNG BANGUNAN LAUNDRY
BANGUNAN TEMPAT SAMPAH
Modeling bangunan pendukung sudah mencakup Struktur, Arsitektur, dan MEP
BANGUNAN GARDU PLN
SHOP DRAWING DENGAN REVIT GAMBAR SHOP DRAWING
BACKUP VOLUME DAN MATERIAL
METODE PENGERJAAN SHOPDRAWING Pembuatan modeling dari 2D Forcon
Super impush dengan Asbuilt tahap 1
Pendetailan gambar sesuai approval material yang disetujui
Pemilihan material Finishing untuk pengajuan
Perhitungan Backup Volume untuk PO
Transfer gambar ke lapangan untuk dikerjakan
MODELING ARSITEKTUR GEDUNG UTAMA
LT. T I G A
Ruang Gizi Hemodialisa Masjid Poli Umum
LT. D U A
Ruang OK Ruang ICU HCU Ruang PICU NICU
LT. D A S A R
IGD Radiologi Poli Umum Ruang Genset
LT. B A S E M E N T
Bangunan Penunjang Parkir mobil dan Motor GWT
MODELING ARSITEKTUR GEDUNG UTAMA
LT. ATA P
Ruang Mesin Lift Roof Tank Chiller
LT. E N A M
Ruang Staff Ruang Direktur Ruang Serbaguna
LT. L I M A
Ruang Kelas I s/d Kelas III Ruang Isolasi Ruang VIP
LT. E M PAT
Ruang Kelas I s/d Kelas III Ruang Isolasi
VOLUME ARSITEKTUR GEDUNG UTAMA
LT. T I G A
LT. D U A
LT. D A S A R
LT. B A S E M E N T
MODELING ARSITEKTUR GEDUNG UTAMA
LT. ATA P
LT. E N A M
LT. L I M A
LT. E M PAT
MODELING MEKANIKAL ELEKTRIKAL PLUMBING
M O D E L I N G S I S T E M TATA U D A R A ( H VA C )
MODELING MEKANIKAL ELEKTRIKAL PLUMBING
MODELING SISTEM AIR KOTOR
MODELING MEKANIKAL ELEKTRIKAL PLUMBING
MODELING SISTEM AIR BERSIH
TUJUAN DAN MANFAAT INTERNAL PROJECT • Pembuatan modeling 2D sekaligus 3D mempermudah visualisasi dan pemahaman • Super impush gambar bisa dengan cepat dilakukan dan langsung terupdate • Perhitungan backup volume sudah tercover dan menyesuaikan kondisi gambar update. Clash Detection pada Denah Kusen
EXTERNAL PROJECT • Dengan BIM 360 mempermudah komunikasi antar stakeholder • Pembahasan temuan digambar segera diputuskan • Meminimalisir Rework dilapangan • Meminimalisir kesalahan dalam perhitungan yang ganda(double) pada item sama
Pembahasan Clash Detection di Forum Zoom
KENDALA DAN SARAN Kemampuan SDM dalam mengoperasian BIM masih jarang
KENDALA
Pihak eksternal cenderung menggunakan cara lama, baik dalam hal saat pengajuan gambar atau perhitungan volume Minimnya literatur yang mudah dipahami dan diakses khusus untuk pemula mengenai BIM
SARAN
Memilih dan menyeleksi kandidat yang berkompeten serta mempunyai minat penuh dalam BIM
Memberikan penyuluhan atau sharing knowledge serta pelatihan dasar dan diharapkan perlahan mengubah kebiasaan cara lama dalam proses keberlangsungan proyek Membuat modul serta bank data file yang berisi literatur project BIM sebagai referensi dan bahan untuk belajar
UPDATE PROGRES AUGMENTED REALITY
METODE CONTROLLING PEKERJAAN DENGAN AR Pembuatan modeling 3D Revit
Detailing material dan super impush gambar
Aplikasikan Augin skala kecil-sedang untuk presentasi hal teknis dengan team
Upload modeling revit ke software Augin
Plotting gambar 3D ke lokasi sebenarnya dengan skala 1:1
Controling selama proses pekerjaan dengan Augin
UPDATE PROGRES AUGMENTED REALITY GAMBAR 3D REVIT
PROYEKSI MODEL SKALA 1:1
SIMULASI MODELING AG DENGAN TEAM
PROSES CONTROLING
APLIKASI MODEL IFC UNTUK VDC FILE IFC UPLOAD VDC
ANALISA SCHEDULE DAN RAB
FORUM PENGENALAN VDC
KPI RSUD DEPOK WILAYAH TIMUR MONITORING MODELLING BIM DAN QUANTITY TAKE OFF Pembangunan RSUD Depok Wilayah Timur
No
Uraian Pekerjaan
Progress S.d Agustus 2021
Kontrak (%)
Progress S.d September 2021
Modell (%)
Progress Modell (%)
Modell Sekarang (%)
Modell S.d
Kumulatif Progress Modell (%)
a
b=c/a
c
d
e=f/d
f=c+d 1.27%
I
Pekerjaan Persiapan
1.33%
95.70%
1.29%
0.00%
95.70%
II
Pekerjaan Struktur
2.91%
75.31%
1.96%
0.00%
75.31%
2.19%
III
Pekerjaan Arsitektur
31.51%
79.49%
23.50%
0.00%
79.49%
25.04%
IV
Pekerjaa Mekanikal Dan Elektrikal
61.37%
84.85%
50.39%
0.00%
84.85%
52.07%
V
Pekerjaan Lanscape
1.25%
77.02%
0.91%
0.00%
77.02%
0.96%
VI
Pekerjaan Lain-lain
1.64%
1.56%
0.00%
95.22%
1.56%
Jumlah Total
100.00%
79.61%
KPI BIM 1
BOBOT PERMODELAN BIM (40%)
40.00%
79.61%
31.84%
79.61%
2
BOBOT BEP (5%)
10.00%
0.00%
0.00%
100.00%
0.000%
3
BOBOT QTO (25%)
25.00%
79.61%
19.90%
79.61%
19.903%
4
BOBOT SHEET DRAWING (5%)
5.00%
100.00%
5.00%
100.00%
5.000%
5
BOBOT PHOTOGRAMMETRY (5%)
5.00%
100.00%
5.00%
100.00%
5.000%
6
BOBOT CDE (10%)
10.00%
100.00%
10.00%
100.00%
10.000%
7
BOBOT 4D&5D (5%)
5.00%
100.00%
5.00%
5.00%
5.000%
8
BOBOT PENGGUNAAN VR (2%)
0.00%
100.00%
0.00%
100.00%
0.000%
9
BOBOT PENGGUNAAN AR (2%)
0.00%
100.00%
0.00%
100.00%
0.000%
10
MORE PROFIT & REVENUE (1%)
1.00%
79.61%
0.80%
5.00%
101%
Minimal KPI Modell (65%)
65%
31.844%
0.796%
77.54%
Tingkatkan
77.54%
Tingkatkan
SEKIAN DAN TERIMAKASIH
PT. BRANTAS ABIPRAYA (PERSERO)
2021
IMPLEMENTASI BIM PADA PROYEK
PROYEK PEMBANGUNAN
RUSUN UJUNG MENTENG PROVINSI DKI JAKRTA
KUALITAS MODEL MODEL STRUKTUR GWT & STP MODEL STRUKTUR GEDUNG
KUALITAS MODEL MODEL ARSITEKTUR GEDUNG
REVIT STR MODEL
MTO
SHOP DRAWING
Pembuatan model meliputi model struktur beserta pembesian di dalamnya
Material take off pada item beton, bekisting dan besi
Shop Drawing disertai BBS besi.
MANFAAT DAN DAMPAK INTERNAL PROYEK
MODEL 1. Clash Detection pada gambar DED 2. Visualisasi model mempermudah dalam pemahaman gambar. MTO 1. Backup Volume 2. Mempermudah dalam perhintungan opnam mandor 3. Menjadi volume pembanding terhadap volume yang di keluarkan perencana. 4. Perhitungan Volume dan gambar sangat akurat.
SHOP DRAWING 1. Kesinambungan gambar dengan model semakin akurat sehingga meminimalisir kesalahan pada proses pengerjaan. 2. Mempermudah dalam proses pembuatan BBS Dikarenakan model-MTO-shopdrawing saling berhungunan sehingga mempermudah dalam proses update akibat perubahan gambar.
KENDALA SDM Proses pembelajaran yg memerlukan waktu membuat proses pengerjaan berjalan lebih lama. Hardwere Memerlukan Hardwere yang memiliki spesifikasi yang lebih tinggi.
SARAN Pengenalan Plugin untuk mempermudah dan mempercepat pekerjaan Pengenalan manfaat lanjutan untuk model yg telah di buat. Diluar fungsi yang telah tersedia di revit. Seperti membantu dalam pengendalian projek.
MONITORING MODELLING BIM DAN QUANTITY TAKE OFF Contoh No
Update KPI Project Ujung Menteng
1 2 3 4 5 6
Uraian Pekerjaan DAFTAR NO. 1 : PEKERJAAN PERSIAPAN DAFTAR NO. 2 : PEKERJAAN STRUKTUR DAFTAR NO. 3 : PEKERJAAN ARSITEKTUR DAFTAR NO. 4 : PEKERJAAN MEP DAFTAR NO. 5 : PEKERJAAN BANGUNAN UTILITAS DAFTAR NO. 6 : PEKERJAAN SITE DEVELOPMENT
Jumlah Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
KPI BIM BOBOT PERMODELAN BIM (40%) BOBOT BEP (5%) BOBOT QTO (25%) BOBOT SHEET DRAWING (5%) BOBOT PHOTOGRAMMETRY (5%) BOBOT CDE (10%) BOBOT 4D&5D (5%) BOBOT PENGGUNAAN VR (2%) BOBOT PENGGUNAAN AR (2%) MORE PROFIT & REVENUE (1%)
Minimal KPI Modell (65%)
Kontrak (%) 1.018.0 37.613.3 30.578.9 25.617.7 1.101.6 4.070.4
Progress S.d April 2021 Progress S.d Juni 2021 Modell (%) Progress Modell (%) Modell Sekarang (%) Modell S.d Progress Modell (%) .6. .61. 61.11% 1.00% 37.61% 37.61% 18.35% 18.35% 9.17% 27.52% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.33% 0.33% 0.00% 4.07% 4.07%
100.0.0
40.00% 5.00% 25.00% 5.00% 5.00% 10.00% 5.00% 2.00% 2.00% 1.00% 100%
65%
60.03%
60.03% 100.00% 60.03% 100.00% 100.00% 100.00% 0.00% 100.00% 0.00% 60.03%
24.01% 5.00% 15.01% 5.00% 5.00% 10.00% 0.00% 2.00% 0.00% 0.60% 66.62%
Tingkatkan
69.535%
69.54% 100.00% 69.54% 100.00% 100.00% 100.00% 0.00% 100.00% 0.00% 69.54%
27.81% 5.00% 17.38% 5.00% 5.00% 10.00% 0.00% 2.00% 0.00% 0.70% 72.89%
Tingkatkan
Read more ...
- Daftar Harga Bahan – Sipil
Views 13
Downloads 0-
File size 155KB - Author/Uploader: Gordon Sitinjak
SEARCH
ANALISA HARGA SATUAN BER D ASAR KAN KEPMEN PU D AN SN I
Daftar Harga Bahan No.
Uraian
Satuan
Kode
Harga Satuan
1
Abu Batu
m3
M.01
150.000,00
2
Air
m3
M.02
25.000,00
3
Bahan Aditif
ltr
M.03
35.000,00
4
Batu bata / merah bakar kelas I
bh
M.04.a
6.325,00
5
Batu bata / merah bakar kelas II
bh
M.04.b
8.305,00
6
Batu bata / merah bakar kw biasa
bh
M.04.c
450,00
7
Batu bata / merah bakar pres
bh
M.04.d
650,00
8
Batu bata / merah oven (Klingker)
bh
M.04.e
13.750,00
9
Batu kali
m3
M.05
95.000,00
10
Batu brojol (Untuk bronjong)
m3
M.06
118.250,00
11
Batu candi
m3
M.07.a
140.500,00
12
Batu Muka
m3
M.07.b
100.000,00
13
Bentonit
kg
M.08
14
Beton Ready Mixed K175
m3
M.09.a
875.000,00
15
Beton Ready Mixed K200
m3
M.09.b
938.000,00
16
Beton Ready Mixed K225
m3
M.09.c
958.000,00
17
Beton Ready Mixed
m3
M.09.d
970.500,00
8.500,00
K250 18
Beton Ready Mixed K275
m3
M.09.e
978.000,00
19
Beton Ready Mixed K300
m3
M.09.f
1.015.000,00
20
Beton Ready Mixed K325
m3
M.09.g
1.029.000,00
21
Beton Ready Mixed K350
m3
M.09.h
1.052.500,00
22
Beton Ready Mixed K375
m3
M.09.i
1.076.000,00
23
Beton Ready Mixed K400
m3
M.09.j
1.085.500,00
24
Beton Ready Mixed K425
m3
M.09.k
1.098.200,00
25
Beton Ready Mixed K450
m3
M.09.l
1.148.200,00
26
Beton Ready Mixed K500
m3
M.09.m
1.200.000,00
27
Buis Beton dia 30 cm tanpa tulang, pjg 0,5m
bh
M.10.a
41.250,00
28
Buis Beton dia 40 cm tanpa tulang, pjg 0,5m
bh
M.10.b
65.450,00
29
Buis Beton dia 50 cm tanpa tulang, pjg 0,5m
bh
M.10.c
96.800,00
30
Buis Beton dia 60 cm tanpa tulang, pjg 0,5m
bh
M.10.d
115.500,00
31
Buis Beton grevel dia 20 cm tanpa tulang, pjg 1 m
bh
M.10.e
20.000,00
32
Buis Beton grevel dia 30 cm tanpa tulang, pjg 1 m
bh
M.10.f
40.000,00
33
Buis Beton grevel dia 40 cm tanpa tulang, pjg 1 m
bh
M.10.g
60.000,00
34
Pipa Black Steel dia 1/2″
m1
M.104.a
1.600,00
35
Pipa Black Steel dia 3/4″
m1
M.104.b
2.900,00
36
Pipa Black Steel dia 1″
m1
M.104.c
4.400,00
37
Pipa Black Steel dia 15″
m1
M.104.d
8.400,00
38
Pipa Black Steel dia 25″
m1
M.104.e
12.400,00
39
Pipa Black Steel dia 2″
m1
M.104.f
17.000,00
40
Pipa Black Steel dia 3″
m1
M.104.g
27.600,00
41
Pipa Black Steel dia 4″
m1
M.104.h
46.500,00
42
Pipa Black Steel dia 6″
m1
M.104.i
88.300,00
43
Pipa Black Steel dia 8″
m1
M.104.j
152.300,00
44
Pipa DCI dia 4″
m1
M.105.a
97.600,00
45
Pipa DCI dia 6″
m1
M.105.b
219.500,00
46
Pipa DCI dia 8″
m1
M.105.c
390.600,00
47
Pipa DCI dia 10″
m1
M.105.d
550.000,00
48
Pipa DCI dia 12″
m1
M.105.e
732.000,00
49
Pipa DCI dia 14″
m1
M.105.f
940.000,00
50
Pipa DCI dia 400 mm
m1
M.105.g
17.300,00
51
Pipa DCI dia 600 mm
m1
M.105.h
25.850,00
52
Pipa DCI dia 800 mm
m1
M.105.i
34.600,00
53
Pipa DCI dia 1000 mm
m1
M.105.j
43.200,00
54
Pipa DCI dia 1200 mm
m1
M.105.k
51.900,00
55
Pipa GI tebal Class dia 1/2″
m1
M.106.a
18.700,00
56
Pipa GI Medium
m1
M.106.b
18.150,00
Class dia 1/2″ 57
Pipa GI Medium Class dia 3/4″
m1
M.106.c
25.600,00
58
Pipa GI Medium Class dia 1 1/2″
m1
M.106.d
52.300,00
59
Pipa GI Medium Class dia 2″
m1
M.106.e
64.020,00
60
Pipa GI Medium Class dia 2 1/2″
m1
M.106.f
81.800,00
61
Pipa GI Medium Class dia 3″
m1
M.106.g
106.700,00
62
Pipa GI Medium Class dia 4″
m1
M.106.h
155.600,00
63
Pipa PVC dia. 20 mm S.10
m1
M.107.a
14.150,00
64
Pipa PVC dia. 25 mm S.10
m1
M.107.b
19.455,00
65
Pipa PVC dia. 32 mm S.10
m1
M.107.c
26.630,00
66
Pipa PVC dia. 40 mm S.10
m1
M.107.d
39.990,00
67
Pipa PVC dia. 50 mm S.10
m1
M.107.e
45.925,00
68
Pipa PVC dia. 63 mm S.12,5
m1
M.107.f
58.610,00
69
Pipa PVC dia. 75 mm S.12,5
m1
M.107.g
85.705,00
70
Pipa PVC dia. 90 mm S.12,5
m1
M.107.h
115.580,00
71
Pipa PVC dia. 110 mm S.12,5
m1
M.107.i
75.000,00
72
Pipa PVC dia. 140 mm S.12,5
m1
M.107.j
115.000,00
73
Pipa PVC dia. 160 mm S.12,5
m1
M.107.k
125.000,00
74
Pipa PVC dia. 200 mm S.12,5
m1
M.107.l
231.000,00
75
Pipa PVC dia. 225 mm S.12,5
m1
M.107.m
290.500,00
76
Pipa PVC dia. 250
m1
M.107.n
335.500,00
mm S.12,5 77
Pipa PVC dia. 315 mm S.12,5
m1
M.107.o
522.000,00
78
Pipa PVC dia. 355 mm S.12,5
m1
M.107.p
787.500,00
79
Pipa PVC dia. 400 mm S.12,5
m1
M.107.q
960.000,00
80
Pipa PVC dia. 500 mm S.12,5
m1
M.107.r
1.635.000,00
81
Pipa PVC dia. 630 mm S.12,5
m1
M.107.s
2.602.000,00
82
Screen 4″ low carbon
bh
M.108.a
750.000,00
83
Screen 6″ low carbon
bh
M.108.b
1.500.000,00
84
Screen 8″ low carbon
bh
M.108.c
3.250.000,00
85
Ajir acuan tanaman
bh
M.109
2.000,00
86
Kapur
m3
M.11
80.000,00
87
Asbes gelombang besar uk 105 x 180 5 mm
lbr
M.110.a
50.000,00
88
Asbes gelombang kecil uk 80 x 180 4 mm
lbr
M.110.b
40.000,00
89
Asbes uk 1 x 1 m2
lbr
M.110.c
7.500,00
90
Aspal Panas
kg
M.111
9.130,00
91
Bensin/Premiun/BBM bersubsidi
ltr
M.112.a
6.500,00
92
Bensin/Premiun/BBM non subsidi
ltr
M.112.b
10.000,00
93
Bibit Mangrove
pohon
M.113
3.500,00
94
Blue/black print uk A1
lbr
M.114.a
2.600,00
95
Blue/black print uk A2
lbr
M.114.b
2.000,00
96
Blue/black print uk A3
lbr
M.114.c
1.250,00
97
Cat besi
kg
M.115.a
45.500,00
98
Cat kayu
kg
M.115.b
37.450,00
99
Cat meni
kg
M.115.c
22.500,00
100
Cat tembok
kg
M.115.d
25.200,00
101
Cetakan armor
kg
M.116
250.000,00
102
Copy CD (soft file)
bh
M.117
10.000,00
103
Cuka Bibit
ltr
M.118
25.000,00
104
Foto Album
bh
M.119.a
75.000,00
105
Foto cuci film Selulosa Kimia
pohon
M.119.b
55.000,00
106
Foto Film Selulosa Kimia
pohon
M.119.c
75.000,00
107
Foto printing
lbr
M.119.d
1.500,00
108
Kerikil/Koral/Agregat Beton
m3
M.12
109
Foto copy kalkir A1 ke kalkir
lbr
M.120.a
6.500,00
110
Foto copy kertas Letter/Legal/A4
lbr
M.120.b
250,00
111
Geo Listrik
sewa hari
M.121
112
Geotekstil A
m2
M.122.a
60.000,00
113
Geotekstil B (Polyfelt dll)
m2
M.122.b
120.500,00
114
Geotekstil C
m2
M.122.c
225.000,00
115
Geotekstil tali
m1
M.122.d
3.500,00
116
Geotekstil mesin jahit
sewa hari
M.122.e
250.000,00
117
Karung plastik/bagor
bh
M.123.a
2.500,00
118
Karung goni/terpal
m2
M.123.b
1.500,00
119
Kertas HVS 80 gr ukuran A0
lbr
M.124.a
3.500,00
120
Kertas HVS 80 gr ukuran A1
lbr
M.125.b
1.850,00
140.000,00
2.500.000,00
121
Kertas HVS 80 gr
lbr
M.125.c
1.000,00
ukuran A2 122
Kertas HVS 80 gr ukuran A3
lbr
M.125.d
500,00
123
Kertas HVS 70 gr ukuran A4/legal/letter/B5
lbr
M.125.e
250,00
124
Kertas HVS 80 gr ukuran A4/legal/letter/B5
lbr
M.125.f
200,00
125
Kertas Kalkir 80 gr ukuran A0 (lebar 90 cm)
pohon
M.125.g
120.000,00
126
Kertas Kalkir 80 gr ukuran A1 (lebar 60 cm)
pohon
M.125.h
75.000,00
127
Laburan meni / ter / solinem
m2
M.126
7.500,00
128
Menjilid pakai kertas di lakban A4
bh
M.127.a
7.500,00
129
Menjilid pakai kertas langsung A4
bh
M.127.b
10.000,00
130
Menjilid pakai kertas langsung A4 + laminasi
bh
M.127.c
13.500,00
131
Menjilid uk A1
bh
M.127.d
17.500,00
132
Menjilid uk A2
bh
M.127.e
11.500,00
133
Menjilid uk A3
bh
M.127.f
6.750,00
134
Mimic panel untuk 6 channel pintu air
pohon
M.128
120.000.000,00
135
Minyak bekisting
ltr
M.129
40.000,00
136
Lempengan rumput
m3
M.13
2.000,00
137
Minyak tanah
ltr
M.130
7.150,00
138
Motor 2 KW 1350 rpm + pengkabelan
bh
M.131.a
10.000.000,00
139
Motor 5 KW 1350 rpm + pengkabelan
bh
M.131.b
40.000.000,00
140
Motor 10 KW 1350 rpm + pengkabelan
bh
M.131.c
100.000.000,00
141
Olie mesin (Mesran
ltr
M.132.a
30.250,00
40 SAE) 142
Oli hidraulic
ltr
M.132.b
37.500,00
143
Oli transmisi
ltr
M.132.c
38.500,00
144
Pemotong Rumput
bh
M.133
1.000.000,00
145
Pena Rapido
bh
M.134
75.000,00
146
Perlengkapan ruang jaga meja kursi
pohon
M.135
1.000.000,00
147
Rakit
bh
M.136
300.000,00
148
Reduksi kalkir A2 ke kertas A4
lbr
M.137.a
16.500,00
149
Reduksi kalkir dari A1 ke A2
lbr
M.137.b
12.500,00
150
Roda Dorong
bh
M.138
75.000,00
151
Sewa Komputer utk drafting CAD
sewa bulan
M.139.a
1.000.000,00
152
Sewa Scaner A4
sewa bulan
M.139.b
250.000,00
153
Sewa Plotter uk A1
sewa bulan
M.139.c
5.000.000,00
154
Pasir beton
m3
M.14.a
140.000,00
155
Pasir pasang
m3
M.14.b
90.000,00
156
Pasir teras
m3
M.14.c
124.300,00
157
Pasir urug
m3
M.14.d
100.000,00
158
Solar bersubsidi
ltr
M.140.a
5.500,00
159
Solar non subsidi
ltr
M.140.b
10.800,00
160
Tali pengikat/Tambang Nylon
m1
M.141
2.500,00
161
Tinta Printer
botol
M.143.a
35.000,00
162
Tinta Rapido (Hitam)
botol
M.143.b
40.000,00
163
Waterstop PVC150
m1
M.144.a
75.000,00
164
Waterstop PVC200
m1
M.144.b
90.000,00
165
Waterstop PVC270
m1
M.144.c
115.000,00
166
Waterstop Rubber lebar 150 mm 200 mm
m1
M.144.d
125.000,00
167
Portland Cement (PC 50kg/zak)
zak
M.15
62.000,00
168
Portland Cement (PC/kg)
kg
M.15.a
1.240,00
169
Sirtu
m3
M.16
124.300,00
170
Tanah liat
m3
M.17.a
75.350,00
171
Tanah urug di lokasi
m3
M.17.b
45.000,00
172
Tanah urugan di Borrrow Area
m3
M.17.c
25.000,00
173
Tiang pancang beton dia 20 cm
m1
M.18.a
50.000,00
174
Tiang pancang beton dia 30 cm
m1
M.18.b
110.000,00
175
Tiang Pancang beton tulang 30×30 cm
m1
M.18.c
315.000,00
176
Tiang Pancang beton tulang 40×40 cm
m1
M.18.d
550.000,00
177
Tiang pancang beton ukuran 30×30 cm
m1
M.18.e
135.000,00
178
Tiang pancang beton ukuran 40×40 cm
m1
M.18.f
240.000,00
179
Turap beton precast ukuran 30×12 cm
m1
M.19.a
55.000,00
180
Turap beton precast ukuran 40×20 cm
m1
M.19.b
120.000,00
181
Turap beton tulang precast 30×12 cm
m1
M.19.c
125.000,00
182
Turap beton tulang precast 40×15 cm
m1
M.19.d
210.000,00
183
Turap beton tulang precast 50×22 cm
m1
M.19.e
385.000,00
184
Bambu dia 2″, pjg 6 m
btg
M.30.a
60.000,00
185
Bambu dia 3 4″, pjg
btg
M.30.b
85.000,00
68 m 186
Dolken kayu galam dia 10 cm, pjg 3 m
btg
M.31.a
115.000,00
187
Dolken kayu galam dia 8 cm, pjg 3 m
btg
M.31.b
70.250,00
188
Dolken kayu klas III 5 7 cm , pjg 3 m
btg
M.31.c
18.000,00
189
Dolken kayu klas III 7 10 cm, pjg 3 m
btg
M.31.d
24.000,00
190
Dolken kayu galam dia 8 cm, pjg 4 m
btg
M.31.e
92.000,00
191
Ijuk tebal 5 cm
kg
M.32
10.000,00
192
Kayu balok klas 2 (Kamper Banjar)
m3
M.33.a
6.250.000,00
193
Kayu balok klas 2 (Kamper Medan/Borneo Super)
m3
M.33.b
5.500.000,00
194
Kayu balok klas 2 (Kamper Samarinda)
m3
M.33.c
7.975.000,00
195
Kayu balok klas 3 (Albasia)
m3
M.33.d
1.400.000,00
196
Kayu gelondongan diameter 20 cm
m1
M.34
197
Kayu papan bekisting kelas 3
m3
M.35.a
1.500.000,00
198
Kayu papan klas 2 (Kamper Banjar)
m3
M.35.b
6.960.000,00
199
Kayu papan klas 2 (Kamper Medan/Borneo Super)
m3
M.35.c
5.950.000,00
200
Kayu papan klas 2 (Kamper Samarinda)
m3
M.35.d
8.375.000,00
201
Kayu papan klas 3 (Albasia)
m3
M.35.e
1.500.000,00
202
Kayu untuk cerucuk dia 2″ pjg 25 m
btg
M.36.a
25.000,00
203
Kayu untuk cerucuk dia 3″ pjg 25 m
btg
M.36.b
55.000,00
350.000,00
204
Kayu untuk cerucuk dia 4″ pjg 25 m
btg
M.36.c
85.000,00
205
Kayu untuk cerucuk dia 6″ pjg 25 m
btg
M.36.d
155.000,00
206
Kayu usuk/kaso klas 2 (Kamper Medan/B. Super)
m3
M.37.a
5.870.000,00
207
Kayu usuk/kaso klas 3 (Albasia)
m3
M.37.b
1.400.000,00
208
Multiplek tebal 0,6 cm
lbr
M.38.a
55.000,00
209
Multiplek tebal 0,9 cm
lbr
M.38.b
80.000,00
210
Multiplek tebal 1.2 cm
lbr
M.38.c
125.000,00
211
Multiplek tebal 1.8 cm
lbr
M.38.d
135.000,00
212
Seseg Bambu
m2
M.39
25.000,00
213
Teakwood 3mm 120 x 240
lbr
M.40.a
200.000,00
214
Teakwood 3mm uk. Pintu
lbr
M.40.b
125.000,00
215
Teakwood 4mm 120 x 240
lbr
M.40.c
112.000,00
216
Teakwood 4mm uk. Pintu
lbr
M.40.d
67.500,00
217
Tiang Pancang kayu dia 810 cm
m1
M.41.a
11.550,00
218
Triflex t=3 mm
lbr
M.42.a
1.275.000,00
219
Tiang Pancang kayu dia 20 cm
m1
M.42.b
42.000,00
220
Triflex t=4 mm
lbr
M.42.b
45.000,00
221
Tusuk bambu
bh
M.42.c
1.000,00
222
Baja Pelat tebal 2 mm
m2
M.53.a
157.000,00
223
Baja Pelat tebal 3 mm
m2
M.53.b
235.500,00
224
Baja Pelat tebal 5
m2
M.53.c
392.500,00
mm 225
Baja Pelat tebal 6 mm
m2
M.53.d
475.000,00
226
Baja Pelat tebal 8 mm
m2
M.53.e
628.000,00
227
Baja Pelat setrip
kg
M.53.f
12.000,00
228
Baja Profil IWF Ex. Jepang
kg
M.54.a
15.000,00
229
Baja Profil IWF Ex. DN SII
kg
M.54.b
14.000,00
230
Baja Profil CNP
kg
M.54.c
16.500,00
231
Baja Profil DN SII
kg
M.54.d
12.000,00
232
Baja Profil Ex. Luar Negeri
kg
M.54.e
17.500,00
233
Baja Profil INP
kg
M.54.f
16.500,00
234
Baja Profil siku
kg
M.54.g
12.000,00
235
Baja Profil UNP
kg
M.54.h
16.500,00
236
Besi Boton
kg
M.55
11.000,00
237
Baja Tulangan U 32 Ulir
kg
M.55.a
11.000,00
238
Baja Tulangan U 39 Ulir
kg
M.55.b
13.000,00
239
Baja Tulangan U 42 Ulir
kg
M.55.c
16.000,00
240
Baja Tulangan U 24 Polos
kg
M.55.d
9.000,00
241
Baja Tulangan U 32 Polos
kg
M.55.e
10.000,00
242
Baut dia 10 mm panjang 5 cm
bh
M.56.a
2.200,00
243
Baut dia 10 mm panjang 10 cm
bh
M.56.a
3.200,00
244
Baut dia 12 mm panjang 5 cm
bh
M.56.b
5.600,00
245
Baut dia 12 mm panjang 10 cm
bh
M.56.c
8.600,00
246
Baut dia 12 mm
bh
M.56.d
10.500,00
panjang 20 cm 247
Dynabolt/raamset dia 8 mm panjang 4 5 cm
bh
M.57
5.000,00
248
Kabel baja/sling
kg
M.58
30.000,00
249
Kabel prestress
kg
M.59
36.500,00
250
Kawat beton / Bendrat
kg
M.60
15.000,00
251
Kawat bronjong dia 2 4 mm
kg
M.61
19.350,00
252
Kawat bronjong pabrikasi
bh
M.61.a
205.000,00
253
Kawat las listrik
kg
M.62
24.750,00
254
Kawat seng 3mm
kg
M.63
25.000,00
255
Paku biasa 1 cm 3 cm
kg
M.64.a
23.100,00
256
Paku biasa 4 cm 7 cm
kg
M.65.b
12.500,00
257
Paku seng gelombang
kg
M.66.c
14.500,00
258
Pintu Angkat (B=200mm; H=250mm; H1=500mm dan TR=1050mm)
bh
M.67.a
1.980.500,00
259
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b = 0,30 h = 0,30
bh
M.69.a
7.300.000,00
260
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b = 0,30 h = 0,50
bh
M.69.b
8.200.000,00
261
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b = 0,30 h = 1,00
bh
M.69.c
10.400.000,00
262
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b = 0,40 h = 0,30
bh
M.70.a
7.700.000,00
263
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b = 0,40 h = 0,50
bh
M.70.b
8.600.000,00
264
Pintu Sorong Baja
bh
M.70.c
11.000.000,00
(satu draad) stang b = 0,40 h = 1,00 265
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b = 0,50 h = 0,30
bh
M.71.a
8.200.000,00
266
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b = 0,50 h = 0,50
bh
M.71.b
9.100.000,00
267
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b = 0,50 h = 1,00
bh
M.71.c
11.700.000,00
268
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b = 0,60 h = 0,30
bh
M.72.a
8.450.000,00
269
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b = 0,60 h = 0,50
bh
M.72.b
9.550.000,00
270
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b = 0,60 h = 1,00
bh
M.72.c
12.300.000,00
271
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b = 0,70 h = 0,30
bh
M.73.a
8.850.000,00
272
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b = 0,70 h = 0,50
bh
M.73.b
10.100.000,00
273
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b = 0,70 h =1,00
bh
M.73.c
12.900.000,00
274
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b = 0,80 h = 0,30
bh
M.74.a
9.300.000,00
275
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b = 0,80 h = 0,50
bh
M.74.b
10.500.000,00
276
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b = 0,80 h =1,00
bh
M.74.c
13.500.000,00
277
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b = 0,90 h = 0,30
bh
M.75.a
9.700.000,00
278
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b = 0,90 h = 0,50
bh
M.75.b
11.000.000,00
279
Pintu Sorong Baja
bh
M.75.c
14.150.000,00
(satu draad) stang b = 0,90 h = 1,00 280
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b =1,00 h = 0,30
bh
M.76.a
10.350.000,00
281
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b =1,00 h = 0,50
bh
M.76.b
11.600.000,00
282
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b =1,00 h = 1,00
bh
M.76.c
14.800.000,00
283
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b = 1,50 h = 0,30
bh
M.77.a
12.150.000,00
284
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b = 1,50 h = 0,50
bh
M.77.b
13.800.000,00
285
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b = 1,50 h = 1,00
bh
M.77.c
17.950.000,00
286
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b = 2,00 h = 0,30
bh
M.78.a
14.200.000,00
287
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b = 2,00 h = 0,50
bh
M.78.b
16.150.000,00
288
Pintu Sorong Baja (satu draad) stang b = 2,00 h = 1,00
bh
M.78.c
20.950.000,00
289
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 1,20 h = 1,00
bh
M.79.a
72.500.000,00
290
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 1,20 h = 1,50
bh
M.79.b
77.100.000,00
291
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 1,20 h = 2,00
bh
M.79.c
81.100.000,00
292
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 1,30 h = 1,00
bh
M.80.a
74.600.000,00
293
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 1,30 h = 1,50
bh
M.80.b
78.450.000,00
294
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 1,30 h = 2,00
bh
M.80.c
83.200.000,00
295
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 1,40 h = 1,00
bh
M.81.a
75.800.000,00
296
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 1,40 h = 1,50
bh
M.81.b
82.150.000,00
297
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 1,40 h = 2,00
bh
M.81.c
90.050.000,00
298
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 1,50 h = 1,00
bh
M.82.a
77.050.000,00
299
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 1,50 h = 1,50
bh
M.82.b
83.650.000,00
300
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 1,50 h = 2,00
bh
M.82.c
94.050.000,00
301
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 1,60 h = 1,00
bh
M.83.a
78.250.000,00
302
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 1,60 h = 1,50
bh
M.83.b
85.150.000,00
303
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 1,60 h = 2,00
bh
M.83.c
95.900.000,00
304
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 1,70 h = 1,00
bh
M.84.a
79.450.000,00
305
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 1,70 h = 1,50
bh
M.84.b
83.950.000,00
306
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 1,70 h = 2,00
bh
M.84.c
89.650.000,00
307
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 1,80 h = 1,00
bh
M.85.a
80.650.000,00
308
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 1,80 h = 1,50
bh
M.85.b
85.400.000,00
309
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 1,80 h = 2,00
bh
M.85.c
91.250.000,00
310
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 1,90 h = 1,00
bh
M.86.a
81.850.000,00
311
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 1,90 h = 1,50
bh
M.86.b
86.750.000,00
312
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 1,90 h = 2,00
bh
M.86.c
92.900.000,00
313
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 2,00 h = 1,00
bh
M.87.a
83.100.000,00
314
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 2,00 h = 1,50
bh
M.87.b
105.250.000,00
315
Pintu Sorong Baja (dua draad) stang b = 2,00 h = 2,00
bh
M.87.c
112.850.000,00
316
Seng gelombang uk. 0,9 x 18 t=0,02
lbr
M.88.a
36.000,00
317
Seng gelombang uk. 0,9 x 18 t=0,025
lbr
M.88.b
50.000,00
318
Seng gelombang uk. 0,9 x 18 t=0,03
lbr
M.88.c
50.000,00
319
Seng gelombang uk. 0,9 x 18 t=0,05
lbr
M.88.d
60.200,00
320
Seng pelat BJLS30 lebar 0,6 m
m1
M.89.a
30.000,00
321
Seng pelat BJLS30 lebar 0,9 m
m1
M.89.b
45.000,00
322
Seng pelat lebar 0,9 m t=0,02
m1
M.90.a
22.000,00
323
Seng pelat lebar 0,9 m t=0,025
m1
M.90.b
26.250,00
324
Seng pelat lebar 0,9 m t=0,03
m1
M.90.c
29.000,00
325
Seng pelat lebar 0,9 m t=0,04
m1
M.90.d
29.000,00
326
Seng pelat lebar 0,9
m1
M.90.e
35.000,00
m t=0,05 327
Stang besi polos diameter 12 mm
bh
M.91.a
55.000,00
328
Stang besi ulir diameter 16 mm
bh
M.91.b
125.000,00
329
Stang besi ulir diameter 16 mm + gear
bh
M.91.c
175.000,00
330
Stang besi ulir diameter 20 mm
bh
M.91.d
250.000,00
331
Stang ulir diameter 20 mm + gear
bh
M.91.e
300.000,00
332
Tiang pancang baja dia 30 cm
m1
M.92.a
500.000,00
333
Tiang pancang baja kotak 30 x 30 cm
m1
M.92.b
575.000,00
334
Turap baja profi larsen lebar 350 mm
m1
M.93
140.000,00
335
Wiremesh
kg
M.94.a
11.600,00
336
Wiremesh utk bronjong dia 6 mm (buatan pabrik)
kg
M.94.b
26.350,00
337
Wiremesh utk bronjong dia 8 mm (buatan pabrik)
kg
M.94.c
26.350,00
338
Wiremesh utk bronjong dia 10 mm (buatan pabrik)
kg
M.94.d
26.350,00
339
Wiremesh 5 mm ulir, kotak 10 x 10
kg
M.94.e
26.350,00
Search …
S E ARCH
AHSP Category Daftar Harga Upah (http://ahsp.sipil.net/upah.html) Daftar Harga Bahan (http://ahsp.sipil.net/bahan.html) Daftar Harga Alat (http://ahsp.sipil.net/alat.html)
Pekerjaan Tanah (http://ahsp.sipil.net/group/pekerjaan tanah) Pekerjaan Pasangan (http://ahsp.sipil.net/group/pekerjaan pasangan) Pekerjaan Beton Bertulang (http://ahsp.sipil.net/group/pekerjaanbetonbertulang) Pekerjaan Pemancangan (http://ahsp.sipil.net/group/pekerjaanpemancangan) Pekerjaan Pengeringan air (http://ahsp.sipil.net/group/pekerjaanpengeringanair) Pekerjaan Pintu air (http://ahsp.sipil.net/group/pekerjaan pintuair)
Copyright © 2016 sipil.net. All Rights Reserved.
Read more ...
- Chemistry – The Central Science – Test Bank
Views 17
Downloads 2-
File size 5MB - Author/Uploader: angela
Chemistry, 11e (Brown) Chapter 1: Introduction: Matter and Measurement Multiple Choice and Bimodal 1) Solids have a __________ shape and are not appreciably __________. A) definite, compressible B) definite, incompressible C) indefinite, compressible D) indefinite, incompressible E) sharp, convertible Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 1.2 2) __________ is the chemical symbol for elemental sodium. A) S B) W C) So D) Na E) Sn Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 1.2 3) If matter is uniform throughout, cannot be separated into other substances by physical processes, but can be decomposed into other substances by chemical processes, it is called a (an) __________. A) heterogeneous mixture B) element C) homogeneous mixture D) compound E) mixture of elements Answer: D Diff: 4 Page Ref: Sec. 1.2
Guru
4) The symbol for the element potassium is __________. A) Pt B) P C) K D) S E) Ca Answer: C Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.2
5) The symbol for the element magnesium is __________. A) Rb B) Mn C) Ne D) Si E) Mg Answer: E Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.2 6) The initial or tentative explanation of an observation is called a(n) __________. A) law B) theory C) hypothesis D) experiment E) test Answer: C Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.3
1
7) A concise verbal statement or mathematical equation that summarizes a broad variety of observations and experiences is called a(n) __________. A) law B) theory C) hypothesis D) experiment E) test Answer: A Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.3 8) A separation process that depends on differing abilities of substances to form gases is called __________. A) filtration B) solvation C) distillation D) chromatography E) all of the above are correct Answer: C Diff: 3 Page Ref:Sec. 1.3 9) The SI unit for mass is __________. A) kilogram B) gram C) pound D) troy ounce E) none of the above Answer: A Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.4
Guru
10) A one degree of temperature difference is the smallest on the __________ temperature scale. A) Kelvin B) Celsius C) Fahrenheit D) Kelvin and Celsius E) Fahrenheit and Celsius Answer: C Diff: 3 Page Ref:Sec. 1.4 11) A common English set of units for expressing velocity is miles/hour. The SI unit for velocity is __________? A) km/hr B) km/s C) m/hr D) m/s E) cm/s Answer: D Diff: 3 Page Ref:Sec. 1.4
2
12) The unit of force in the English measurement system is
1b • ft s2
. The SI unit of force is the Newton, which is
__________ in base SI units. g • cm A) s2 kg • m B) hr 2 kg • m C) s2 g•m D) s2 g • cm E) s Answer: C Diff: 4 Page Ref:Sec. 1.4
13) Momentum is defined as the product of mass and velocity. The SI unit for momentum is __________? kg • m A) s kg • m B) hr g•m C) s g • km D) s kg • km E) hr Answer: A Diff: 4 Page Ref:Sec. 1.4
Guru
14) The SI unit of temperature is __________. A) K B) °C C) °F D) t E) T Answer: A Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4
15) The temperature of 25°C is __________ in Kelvins. A) 103 B) 138 C) 166 D) 248 E) 298 Answer: E Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.4
3
16) The freezing point of water at 1 atm pressure is __________. A) 0°F B) 0 K C) 0°C D) -273°C E) -32°F Answer: C Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4 17) A temperature of 400 K is the same as __________°F. A) 261 B) 286 C) 88 D) 103 E) 127 Answer: A Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4 18) A temperature of __________ K is the same as 63°F. A) 17 B) 276 C) 290 D) 29 E) 336 Answer: C Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4
Guru
19) 1 nanometer = __________ picometers A) 1000 B) 0.1 C) 0.01 D) 1 E) 10 Answer: A Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4 20) 1 picometer = __________ centimeters A) 1 × 1010 B) 1 × 10−10 C) 1 × 108 D) 1 × 10−8 E) 1 × 10−12 Answer: B Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4 21) 1 kilogram = __________ milligrams A) 1 × 10−6 B) 1,000 C) 10,000 D) 1,000,000 E) none of the above Answer: D Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4
4
22) “Absolute zero” refers to __________. A) 0 Kelvin B) 0° Fahrenheit C) 0° Celsius D) °C + 9/5(°F – 32) E) 273.15°C Answer: A Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.4 23) An object will sink in a liquid if the density of the object is greater than that of the liquid. The mass of a sphere is 9.83 g. If the volume of this sphere is less than __________ cm3 , then the sphere will sink in liquid mercury (density = 13.6 g/cm3 ). A) 0.723 B) 1.38 C) 134 D) 7.48 E) none of the above Answer: A Diff: 3 Page Ref:Sec. 1.4
Guru
24) The density (in g/cm3 ) of a gold nugget that has a volume of 1.68 cm3 and a mass of 32.4 g is __________. A) 0.0519 B) 19.3 C) 54.4 D) 0.0184 E) 32.4 Answer: B Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.4 25) The density of silver is 10.5 g/cm3 . A piece of silver with a mass of 61.3 g would occupy a volume of __________ cm3 . A) 0.171 B) 644 C) 10.5 D) 0.00155 E) 5.84 Answer: E Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4
26) The density of silver is 10.5 g/cm3 . A piece of silver that occupies a volume of 23.6 cm3 would have a mass of __________g. A) 248 B) 0.445 C) 2.25 D) 112 E) 23.6 Answer: A Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4
5
27) A certain liquid has a density of 2.67 g/cm3 . 1340 g of this liquid would occupy a volume of __________ L. A) 1.99 × 10−3 B) 50.2 C) 3.58 D) 35.8 E) 0.502 Answer: E Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4 28) A certain liquid has a density of 2.67 g/cm3 . 30.5 mL of this liquid would have a mass of __________ Kg. A) 81.4 B) 11.4 C) 0.0875 D) 0.0814 E) 0.0114 Answer: D Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4 29) Osmium has a density of 22.6 g/cm3 . The mass of a block of osmium that measures 1.01 cm × 0.233 cm × 0.648 cm is __________ g. A) 6.75 × 10−3 B) 3.45 C) 148 D) 6.75 × 103 E) 34.5 Answer: B Diff: 3 Page Ref:Sec. 1.4
Guru
30) 3.337 g/cm3 = __________ kg/cm3 A) 3.337 × 10−9 B) 3.337 × 10−5 C) 3337 D) 0.3337 E) 333.7 Answer: C Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4
31) The number 0.00430 has __________ significant figures. A) 2 B) 3 C) 5 D) 6 E) 4 Answer: B Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.4
6
32) The number 1.00430 has __________ significant figures. A) 2 B) 3 C) 5 D) 6 E) 4 Answer: D Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.4 33) The correct answer (reported to the proper number of significant figures) to the following is __________. 6.3 × 3.25 = __________ A) 20. B) 20.475 C) 20.48 D) 20.5 E) 21 Answer: A Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4 34) One side of a cube measures 1.55 m. The volume of this cube is __________ cm3 . A) 2.40 × 104 B) 3.72 × 106 C) 2.40 D) 3.72 E) 155 Answer: B Diff: 4 Page Ref:Sec. 1.4
Guru
35) The length of the side of a cube (in cm) having a volume of 44.4 L is __________. A) 875 B) 35.4 C) 6.66 D) 66.6 E) 0.354 Answer: B Diff: 4 Page Ref:Sec. 1.4 36) 45 m/s = __________ km/hr A) 2.7 B) 0.045 C) 1.6 × 102 D) 2.7 × 103 E) 1.6 × 105 Answer: C Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4
7
37) If an object, beginning at rest, is moving at a speed of 700 m/s after 2.75 min, its rate of acceleration (in m/s 2 ) is __________. (Assume that the rate of acceleration is constant.) A) 1.6 × 105 B) 255 C) 193 D) 4.24 E) 1.53 × 104 Answer: D Diff: 4 Page Ref:Sec. 1.4 38) The correct result (indicating the proper number of significant figures) of the following addition is __________. 12 1.2 0.12 + 0.012 A) 13 B) 13.3 C) 13.33 D) 13.332 E) none of the above Answer: A Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.5
Guru
(0.002843)(12.80184) = __________ 0.00032 A) 113.73635 B) 113.736 C) 113.74 D) 113.7 E) 1.1 × 102 Answer: E Diff: 3 Page Ref:Sec. 1.5
39)
40) The correct result of the molecular mass calculation for H 2SO 4 is ________. 4 × 15.9994 + 32.066 + 2 × 1.0079 A) 98.08 B) 98.079 C) 98.074 D) 98.838 E) 98.84 Answer: B Diff: 3 Page Ref:Sec. 1.5
8
( )
41) The volume of a regular cylinder is V = πr 2 h . Using the value 3.1416 for the constant π, the volume cm3 of a cylinder of radius 2.34 cm and height 19.91 cm expressed to the correct number of significant figures is __________. A) 342.49471 B) 342.495 C) 342.49 D) 343 E) 342 Answer: E Diff: 4 Page Ref:Sec. 1.5 42) There are __________ significant figures in the answer to the following computation: (29.2 – 20.0) (1.79 × 105 ) 1.39
A) 1 B) 2 C) 3 D) 4 E) 5 Answer: B Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.5
Guru
43) There should be __________ significant figures in the answer to the following computation. (10.07 + 7.395) 2.5
A) 1 B) 2 C) 3 D) 4 E) 5 Answer: B Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.5
44) __________ significant figures should be retained in the result of the following calculation. (11.13 – 2.6) × 104 (103.05 + 16.9) × 10-6
A) 1 B) 2 C) 3 D) 4 E) 5 Answer: B Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.5
9
45) The output of a plant is 4335 pounds of ball bearings per week (five days). If each ball bearing weighs 0.0113 g, how many ball bearings does the plant make in a single day? (Indicate the number in proper scientific notation with the appropriate number of significant figures.) A) 3.84 × 105 B) 7.67 × 104 C) 867 D) 3.84 × 107 E) 2.91 × 106 Answer: D Diff: 4 Page Ref:Sec. 1.6 46) The density of mercury is 13.6 g/cm3 . The density of mercury is __________ kg/m3 . A) 1.36 × 10-2 B) 1.36 × 104 C) 1.36 × 108 D) 1.36 × 10-5 E) 1.36 × 10-4 Answer: B Diff: 4 Page Ref:Sec. 1.6
Guru
47) The quantity 1.0 mg/cm 2 is the same as 1.0 × __________ kg/m 2 . A) 10−4 B) 102 C) 10−6 D) 10−2 E) 104 Answer: D Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.6
48) The quantity __________ m is the same as 3 km. A) 3000 B) 300 C) 0.003 D) 0.03 E) 30 Answer: A Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.6 49) There are __________ ng in a pg. A) 0.001 B) 1000 C) 0.01 D) 100 E) 10 Answer: A Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.6
10
50) One edge of a cube is measured and found to be 13 cm. The volume of the cube in m3 is __________. A) 2.2 × 10-3 B) 2.2 × 10-6 C) 2.2 D) 2.2 × 103 E 2.2 × 106 Answer: A Diff: 4 Page Ref:Sec. 1.6 51) The density of lead is 11.4 g/cm3 . The mass of a lead ball with a radius of 0.50 mm
(
is __________ g. Vsphere = 4π r 3 / 3
)
A) 6.0 B) 4.6 × 10-2 C) 4.6 × 10-5 D) 6.0 × 10-3 E) 4.6 Answer: D Diff: 4 Page Ref:Sec. 1.6 Multiple-Choice
Guru
52) In the following list, only __________ is not an example of matter. A) planets B) light C) dust D) elemental phosphorus E) table salt Answer: B Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.1
53) What is the physical state in which matter has no specific shape but does have a specific volume? A) gas B) solid C) liquid D) salts E) ice Answer: C Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.2 54) The law of constant composition applies to __________. A) solutions B) heterogeneous mixtures C) compounds D) homogeneous mixtures E) solids Answer: C Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.2
11
55) A combination of sand, salt, and water is an example of a __________. A) homogeneous mixture B) heterogeneous mixture C) compound D) pure substance E) solid Answer: B Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.2 56) Which one of the following has the element name and symbol correctly matched? A) P, potassium B) C, copper C) Mg, manganese D) Ag, silver E) Sn, silicon Answer: D Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.2 57) Which one of the following has the element name and symbol correctly matched? A) S, sodium B) Tn, tin C) Fe, iron D) N, neon E) B, bromine Answer: C Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.2
Guru
58) Which one of the following elements has a symbol that is not derived from its foreign name? A) tin B) aluminum C) mercury D) copper E) lead Answer: B Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.2 59) Which one of the following is a pure substance? A) concrete B) wood C) salt water D) elemental copper E) milk Answer: D Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.2
60) Which one of the following is often easily separated into its components by simple techniques such as filtering or decanting? A) heterogeneous mixture B) compounds C) homogeneous mixture D) elements E) solutions Answer: A Diff: 3 Page Ref:Sec. 1.2
12
61) Which states of matter are significantly compressible? A) gases only B) liquids only C) solids only D) liquids and gases E) solids and liquids Answer: A Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.2 62) For which of the following can the composition vary? A) pure substance B) element C) both homogeneous and heterogeneous mixtures D) homogeneous mixture E) heterogeneous mixture Answer: C Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.2 63) If matter is uniform throughout and cannot be separated into other substances by physical means, it is __________. A) a compound B) either an element or a compound C) a homogeneous mixture D) a heterogeneous mixture E) an element Answer: B Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.2
Guru
64) An element cannot __________. A) be part of a heterogeneous mixture B) be part of a homogeneous mixture C) be separated into other substances by chemical means D) interact with other elements to form compounds E) be a pure substance Answer: C Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.2
65) Homogeneous mixtures are also known as __________. A) solids B) compounds C) elements D) substances E) solutions Answer: E Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.2 66) The law of constant composition says __________. A) that the composition of a compound is always the same B) that all substances have the same composition C) that the composition of an element is always the same D) that the composition of a homogeneous mixture is always the same E) that the composition of a heterogeneous mixture is always the same Answer: A Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.2
13
67) Which of the following is an illustration of the law of constant composition? A) Water boils at 100°C at 1 atm pressure. B) Water is 11% hydrogen and 89% oxygen by mass. C) Water can be separated into other substances by a chemical process. D) Water and salt have different boiling points. E) Water is a compound. Answer: B Diff: 4 Page Ref:Sec. 1.2 68) In the following list, only __________ is not an example of a chemical reaction. A) dissolution of a penny in nitric acid B) the condensation of water vapor C) a burning candle D) the formation of polyethylene from ethylene E) the rusting of iron Answer: B Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.3 69) Gases and liquids share the property of __________. A) compressibility B) definite volume C) incompressibility D) indefinite shape E) definite shape Answer: D Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.3
Guru
70) Of the following, only __________ is a chemical reaction. A) melting of lead B) dissolving sugar in water C) tarnishing of silver D) crushing of stone E) dropping a penny into a glass of water Answer: C Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.3 71) Which one of the following is not an intensive property? A) density B) temperature C) melting point D) mass E) boiling point Answer: D Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.3 72) Which one of the following is an intensive property? A) mass B) temperature C) heat content D) volume E) amount Answer: B Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.3
14
73) Of the following, only __________ is an extensive property. A) density B) mass C) boiling point D) freezing point E) temperature Answer: B Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.3 74) Which of the following are chemical processes? 1. rusting of a nail 2. freezing of water 3. decomposition of water into hydrogen and oxygen gases 4. compression of oxygen gas A) 2, 3, 4 B) 1, 3, 4 C) 1, 3 D) 1, 2 E) 1, 4 Answer: C Diff: 3 Page Ref:Sec. 1.3
Guru
75) Of the following, __________ is the smallest mass. A) 25 kg B) 2.5 × 10-2 mg C) 2.5 × 1015 pg D) 2.5 × 109 fg
E) 2.5 × 1010 ng Answer: D Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4
76) Which one of the following is the highest temperature? A) 38°C B) 96°F C) 302 K D) none of the above E) the freezing point of water Answer: A Diff: 3 Page Ref:Sec. 1.4 77) Which one of the following is true about the liter? A) It is the SI base unit for volume. B) It is equivalent to a cubic decimeter. C) It is slightly smaller than a quart. D) It contains 106 cubic centimeters. E) It is slightly smaller than a gallon. Answer: B Diff: 4 Page Ref:Sec. 1.4
15
78) Of the objects below, __________ is the most dense. A) an object with a volume of 2.5 L and a mass of 12.5 kg B) an object with a volume of 139 mL and a mass of 93 g C) an object with a volume of 0.00212 m3 and a mass of 4.22 × 104 mg D) an object with a volume of 3.91 × 10-24 nm3 and a mass of 7.93 × 10-1ng E) an object with a volume of 13 dm3 and a mass of 1.29 × 103g Answer: D Diff: 4 Page Ref:Sec. 1.4 79) Which calculation clearly shows a conversion between temperatures in degrees Celsius, t(°C), and temperature in Kelvins, T(K)? A) T(K) = t(°C) + 273 B) T(K) = 273 – t(°C) C) T(K) = [t(°C) – 32] / 1.8 D) T(K) = [t(°C) + 32] × 1.8 E) T(K) = t(°C) Answer: A Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.4
Guru
80) Express the temperature, 422.35 K, in degrees Celsius. A) 792.23°C B) 149.20°C C) 695.50°C D) 50.89°C E) 22.78°C Answer: B Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4
81) Which of the following liquids has the greatest density? A) 13 cm3 with a mass of 23 g B) 3.5 cm3 with a mass of 10 g C) 0.022 cm3 with a mass of 0.10 g D) 54 cm3 with a mass of 45 g E) 210 cm3 with a mass of 12 g Answer: C Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4
82) You have to calculate the mass of a 30.0 mL liquid sample with density of 1.52 g/mL, but you have forgotten the formula. Which way of reasoning would help you in finding the correct mass? A) If 1 mL of a liquid has the mass of 1.52 g, then 30.0 mL has the mass of _____ g. B) If 1.52 mL of a liquid has the mass of 1 g, then 30.0 mL has the mass of _____ g. Answer: A Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4 83) You have to calculate the volume of a gas sample with mass of 1.000 × 103g and density of 1.027 g/L , but you have forgotten the formula. Which way of reasoning would help you in finding the correct mass? A) If 1.027 g of a gas takes up a volume of 1 L, then 1.000 × 103g of the same gas takes up a volume of _____. B) If 1.027 L of gas has a mass of 1 g, then _____ L has the mass of 1.000 × 103g . Answer: A Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4
16
84) Osmium has a density of 22.6 g/cm3 . What volume (in cm3 ) would be occupied by a 21.8 g sample of osmium? A) 0.965 B) 1.04 C) 493 D) 2.03 × 10-3 E) 2.03 × 103 Answer: A Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.4 85) A cube of an unknown metal measures 1.61 mm on one side. The mass of the cube is 36 mg. Which of the following is most likely the unknown metal?
Guru
A) copper B) rhodium C) niobium D) vanadium E) zirconium Answer: C Diff: 3 Page Ref:Sec. 1.4
86) Precision refers to __________. A) how close a measured number is to other measured numbers B) how close a measured number is to the true value C) how close a measured number is to the calculated value D) how close a measured number is to zero E) how close a measured number is to infinity Answer: A Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.4 87) Accuracy refers to __________. A) how close a measured number is to zero B) how close a measured number is to the calculated value C) how close a measured number is to other measured numbers D) how close a measured number is to the true value E) how close a measured number is to infinity Answer: D Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.4
17
88) Which of the following has the same number of significant figures as the number 1.00310? A) 1 × 106 B) 199.791 C) 8.66 D) 5.119 E) 100 Answer: B Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4 89) A wooden object has a mass of 10.782 g and occupies a volume of 13.72 mL. What is the density of the object determined to an appropriate number of significant figures? A) 8 × 10-1g/mL B) 7.9 × 10-1g/mL C) 7.86 × 10-1g/mL D) 7.859 × 10-1g/mL E) 7.8586 × 10-1g/mL Answer: D Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4, 1.5
Guru
90) Acceleration due to gravity of a free-falling object is 9.8 m/s 2 . Express this in millimeters/millisecond2. A) 9.8 × 10-9 B) 9.8 × 103 C) 9.8 × 10-6 D) 9.8 × 106 E) 9.8 × 10-3 Answer: E Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4 91) If an object is accelerating at a rate of 25 m/s 2 , how long (in seconds) will it take to reach a speed of 550 m/s? (Assume an initial velocity of zero.) A) 22 B) 1.4 × 104 C) 0.045 D) 1.2 × 104 E) 2.3 × 102 Answer: A Diff: 4 Page Ref:Sec. 1.4 92) If an object is accelerating at a rate of 25 m/s 2 , how fast will it be moving (in m/s) after 1.50 min? (Assume an initial velocity of zero.) A) 17 B) 3.6 C) 38 D) 2.3 × 103 E) 0.060 Answer: D Diff: 4 Page Ref:Sec. 1.4
18
93) Expressing a number in scientific notation __________. A) changes its value B) removes ambiguity as to the significant figures C) removes significant zeros D) allows to increase the number’s precision E) all of the above Answer: B Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.5 94) The number with the most significant zeros is __________. A) 0.00002510 B) 0.02500001 C) 250000001 D) 2.501 × 10-7 E) 2.5100000 Answer: C Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.5 95) How many significant figures should be retained in the result of the following calculation?
Guru
12.00000 × 0.9893 + 13.00335 × 0.0107 A) 2 B) 3 C) 4 D) 5 E) 6 Answer: C Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.5
96) In which one of the following numbers are all of the zeros significant? A) 100.090090 B) 0.143290 C) 0.05843 D) 0.1000 E) 00.0030020 Answer: A Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.5 97) Round the number 0.007222 to three significant figures. A) 0.007 B) 0.00722 C) 0.0072 D) 0.00723 E) 0.007225 Answer: B Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.5 98) Round the number 0.08535 to two significant figures. A) 0.09 B) 0.086 C) 0.0854 D) 0.085 E) 0.08535 Answer: D Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.5
19
99) Which of the following is the same as 0.001 cm? A) 0.01 mm B) 0.01 dm C) 0.01 m D) 100 mm E) 1 mm Answer: A Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.6 100) One angstrom, symbolized Å, is 10-10m. 1 cm3 = __________ Å3. A) 1024 B) 10−24 C) 1030 D) 10−30 E) 10−9 Answer: A Diff: 3 Page Ref:Sec. 1.6 SHORT ANSWER.
Guru
1) Gases do not have a fixed __________ as they are able to be __________. Answer: volume, compressed Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.2 2) The symbol for the element phosphorous is __________. Answer: P Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.2 3) Sn is the symbol for the element __________. Answer: Tin Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.2
4) Mass and volume are often referred to as __________ properties of substances. Answer: extensive Diff: 4 Page Ref:Sec. 1.3 5) 1 milligram = __________ micrograms Answer: 1,000 Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.4 6) 1.035 × 10-4 L = __________ mL Answer: 0.1035 Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.4
TRUE/FALSE. 1) Water is considered to be a diatomic molecule because it is composed of two different atoms. Answer: FALSE Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.2
2) 3.2 cm3 = 0.0032 L Answer: TRUE Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4
20
3) There are 6 significant figures in the number 0.003702 Answer: FALSE Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4 4) A scientific theory is a concise statement or an equation that summarizes a broad variety of observations. Answer: FALSE Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4 5) Temperature is a physical property that determines the direction of heat flow. Answer: TRUE Diff: 3 Page Ref:Sec. 1.4 Algorithmic Questions
1) What decimal power does the abbreviation f represent? A) 1 × 106 B) 1 × 103 C) 1 × 10-1 D) 1 × 10-15 E) 1 × 10-12 Answer: D Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4
Guru
2) What decimal power does the abbreviation Milli represent? A) 1 × 103 B) 1 × 106 C) 1 × 109 D) 1 × 10-3 E) 1 × 10-6 Answer: D Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.4
3) How many significant figures are in the measurement 5.34 g? A) 1 B) 2 C) 4 D) 3 E) 5 Answer: D Diff: 1 Page Ref:Sec. 1.5
4) The width, length, and height of a large, custom-made shipping crate are 1.22 m, 3.22 m, and 0.83 m, respectively. The volume of the box using the correct number of significant figures is __________ m3 . A) 3.26057 B) 3.3 C) 3.26 D) 3.261 E) 3.2606 Answer: B Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.5
21
5) The estimated costs for remodelling the interior of an apartment are: three 1-gallon cans of paint at $13.22 each (including tax), two paint brushes at $9.53 each (including tax), and $135 for a helper. The total estimated cost with the appropriate significant figures is $________. A) 193.72 B) 1.9 × 102 C) 194 D) 2 × 102 E) 193.7 Answer: C Diff: 3 Page Ref:Sec. 1.5 6) Round the following number to four significant figures and express the result in standard exponential notation: 229.613 A) 0.2296 × 103 B) 229.6 C) 2.296 × 10-2 D) 2.296 × 102 E) 22.96 × 10-1 Answer: D Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.5
Guru
7) How many liters of wine can be held in a wine barrel whose capacity is 26.0 gal? 1 gal = 4 qt = 3.7854 L. A) 1.46 × 10-4 B) 0.146 C) 98.4 D) 6.87 × 103 E) 6.87 Answer: C Diff: 3 Page Ref:Sec. 1.6 8) The recommended adult dose of Elixophyllin , a drug used to treat asthma, is 6.0 mg/kg of body mass. Calculate the dose in milligrams for a 115-lb person. 1 lb = 453.59 g. A) 24 B) 1,521 C) 1.5 D) 313 E) 3.1 × 105 Answer: D Diff: 3 Page Ref:Sec. 1.6 9) The density of air under ordinary conditions at 25°C is 1.19 g/L. How many kilograms of air is in a room that measures 11.0 ft × 11.0 ft and has an 10.0 ft ceiling? 1 in. = 2.54 cm. (exactly); 1 L = 103cm3 A) 3.66 B) 0.152 C) 4.08 × 104 D) 0.0962 E) 40.8 Answer: E Diff: 3 Page Ref:Sec. 1.6
22
10) How many liters of air are in a room that measures 10.0 ft × 11.0 ft and has an 8.00 ft ceiling? 1 in. = 2.54 cm (exactly); 1 L = 103cm3 A) 2.49 × 104 B) 92.8 C) 26.8 D) 2.68 × 107 E) 8.84 × 105 Answer: A Diff: 3 Page Ref:Sec. 1.6 11) What is the volume (in cm3) of a 63.4 g piece of metal with a density of 12.86 g/cm3? A) 4.93 B) 19.5 C) .425 D) 6.65 E) none of the above Answer: A Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4
Guru
12) The correct answer (reported to the proper number of significant figures) to the following is __________. 11.5 × 8.78 = __________ Answer: 101 Diff: 2 Page Ref:Sec. 1.4
13) The correct answer (reported to the proper number of significant figures) to the following is __________. (1815 – 1806) × (9.11 × 7.92) = __________ Answer: 600 Diff: 4 Page Ref:Sec. 1.4
14) 38.325 lbs = __________ grams. Answer: 17400 Diff: 4 Page Ref:Sec 1.4, 1.5
23
Chemistry, 11e (Brown) Chapter 2, Atoms, Molecules, and Ions Multiple-Choice and Bimodal 1) A certain mass of carbon reacts with 13.6 g of oxygen to form carbon monoxide. __________ grams of oxygen would react with that same mass of carbon to form carbon dioxide, according to the law of multiple proportions? A) 25.6 B) 6.8 C) 13.6 D) 136 E) 27.2 Answer: E Diff: 3 Page Ref: Sec. 2.1 2) Methane and ethane are both made up of carbon and hydrogen. In methane, there are 12.0 g of carbon for every 4.00 g of hydrogen, a ratio of 3:1 by mass. In ethane, there are 24.0 g of carbon for every 6.00 g of hydrogen, a ratio of 4:1 by mass. This is a statement of the law of __________. A) constant composition B) multiple proportions C) conservation of matter D) conservation of mass E) octaves Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.1
Guru
3) Which statement below correctly describes the responses of alpha, beta, and gamma radiation to an electric field? A) Both beta and gamma are deflected in the same direction, while alpha shows no response. B) Both alpha and gamma are deflected in the same direction, while beta shows no response. C) Both alpha and beta are deflected in the same direction, while gamma shows no response. D) Alpha and beta are deflected in opposite directions, while gamma shows no response. E) Only alpha is deflected, while beta and gamma show no response. Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.2 4) __________ and __________ reside in the atomic nucleus. A) Protons, electrons B) Electrons, neutrons C) Protons, neutrons D) none of the above E) Neutrons, only neutrons Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.2 ( 5) 200 pm is the same as __________ A . A) 2000 B) 20 C) 200 D) 2 E) 2 × 10-12 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.3
1
6) The atomic number indicates __________. A) the number of neutrons in a nucleus B) the total number of neutrons and protons in a nucleus C) the number of protons or electrons in a neutral atom D) the number of atoms in 1 g of an element E) the number of different isotopes of an element Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.3 7) Which pair of atoms constitutes a pair of isotopes of the same element? 14 14 X X A) 6 7 14 12 X X B) 6 6 17 17 X X C) 9 8 19 19 X X D) 10 9 20 21 X X E) 10 11 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.3
Guru
8) The nucleus of an atom contains __________. A) electrons B) protons, neutrons, and electrons C) protons and neutrons D) protons and electrons E) protons Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.3
9) In the periodic table, the rows are called __________ and the columns are called __________. A) octaves, groups B) staffs, families C) periods, groups D) cogeners, families E) rows, groups Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.5 10) Which group in the periodic table contains only nonmetals? A) 1A B) 6A C) 2B D) 2A E) 8A Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.5
2
11) The element __________ is the most similar to strontium in chemical and physical properties. A) Li B) At C) Rb D) Ba E) Cs Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 2.5 12) Horizontal rows of the periodic table are known as __________. A) periods B) groups C) metalloids D) metals E) nonmetals Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.5 13) Vertical columns of the periodic table are known as __________. A) metals B) periods C) nonmetals D) groups E) metalloids Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.5
Guru
14) Elements in Group 1A are known as the __________. A) chalcogens B) alkaline earth metals C) alkali metals D) halogens E) noble gases Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.5 15) Elements in Group 2A are known as the __________. A) alkaline earth metals B) alkali metals C) chalcogens D) halogens E) noble gases Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.5 16) Elements in Group 6A are known as the __________. A) alkali metals B) chalcogens C) alkaline earth metals D) halogens E) noble gases Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.5
3
17) Elements in Group 7A are known as the __________. A) chalcogens B) alkali metals C) alkaline earth metals D) halogens E) noble gases Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.5 18) Elements in Group 8A are known as the __________. A) halogens B) alkali metals C) alkaline earth metals D) chalcogens E) noble gases Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.5 19) Potassium is a __________ and chlorine is a __________. A) metal, nonmetal B) metal, metal C) metal, metalloid D) metalloid, nonmetal E) nonmetal, metal Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.5
Guru
20) Lithium is a __________ and magnesium is a __________. A) nonmetal, metal B) nonmetal, nonmetal C) metal, metal D) metal, metalloid E) metalloid, metalloid Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.5 21) Oxygen is a __________ and nitrogen is a __________. A) metal, metalloid B) nonmetal, metal C) metalloid, metalloid D) nonmetal, nonmetal E) nonmetal, metalloid Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.5 22) Calcium is a __________ and silver is a __________. A) nonmetal, metal B) metal, metal C) metalloid, metal D) metal, metalloid E) nonmetal, metalloid Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.5
4
23) __________ are found uncombined, as monatomic species in nature. A) Noble gases B) Chalcogens C) Alkali metals D) Alkaline earth metals E) Halogens Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.6 24) When a metal and a nonmetal react, the __________ tends to lose electrons and the __________ tends to gain electrons. A) metal, metal B) nonmetal, nonmetal C) metal, nonmetal D) nonmetal, metal E) None of the above, these elements share electrons. Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.6 25) The empirical formula of a compound with molecules containing 12 carbon atoms, 14 hydrogen atoms, and 6 oxygen atoms is __________. A) C12 H14 O6 B) CHO C) CH 2 O D) C6 H 7 O3 E) C2 H 4 O Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.6
Guru
26) __________ typically form ions with a 2+ charge. A) Alkaline earth metals B) Halogens C) Chalcogens D) Alkali metals E) Transition metals Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.7
27) What is the formula of the compound formed between strontium ions and nitrogen ions? A) SrN B) Sr3 N 2 C) Sr2 N3 D) SrN 2 E) SrN3 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 2.7
5
28) Magnesium reacts with a certain element to form a compound with the general formula MgX. What would the most likely formula be for the compound formed between potassium and element X? A) K 2 X B) KX 2 C) K 2 X3 D) K 2 X 2 E) KX Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7 29) The formula of a salt is XCl2 . The X-ion in this salt has 28 electrons. The metal X is __________. A) Ni B) Zn C) Fe D) V E) Pd Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.7
Guru
30) The charge on the manganese in the salt MnF3 is __________. A) +1 B) -1 C) +2 D) -2 E) +3 Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7
31) Aluminum reacts with a certain nonmetallic element to form a compound with the general formula AlX. Element X is a diatomic gas at room temperature. Element X must be __________. A) oxygen B) fluorine C) chlorine D) nitrogen E) sulfur Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.7 32) Sodium forms an ion with a charge of __________. A) +1 B) -1 C) +2 D) -2 E) 0 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7
6
33) Potassium forms an ion with a charge of __________. A) +2 B) -1 C) +1 D) -2 E) 0 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7 34) Calcium forms an ion with a charge of __________. A) -1 B) -2 C) +1 D) +2 E) 0 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7 35) Barium forms an ion with a charge of __________. A) +1 B) -2 C) +3 D) -3 E) +2 Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7
Guru
36) Aluminum forms an ion with a charge of __________. A) +2 B) -3 C) +1 D) +3 E) -1 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7 37) Fluorine forms an ion with a charge of __________. A) -1 B) +1 C) +2 D) +3 E) -3 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7 38) Iodine forms an ion with a charge of __________. A) -7 B) +1 C) -2 D) +2 E) -1 Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7
7
39) Oxygen forms an ion with a charge of __________. A) -2 B) +2 C) -3 D) +3 E) +6 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7 40) Sulfur forms an ion with a charge of __________. A) +2 B) -2 C) +3 D) -6 E) +6 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.7 41) Predict the empirical formula of the ionic compound that forms from sodium and fluorine. A) NaF B) Na 2 F C) NaF2 D) Na 2 F3 E) Na 3 F2 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7
Guru
42) Predict the empirical formula of the ionic compound that forms from magnesium and fluorine. A) Mg 2 F3 B) MgF C) Mg 2 F D) Mg3F2 E) MgF2 Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7
43) Predict the empirical formula of the ionic compound that forms from magnesium and oxygen. A) Mg 2 O B) MgO C) MgO 2 D) Mg 2 O 2 E) Mg 3O 2 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7
8
44) Predict the empirical formula of the ionic compound that forms from aluminum and oxygen. A) AlO B) Al3O2 C) Al2 O3 D) AlO 2 E) Al2 O Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7 45) The correct name for SrO is __________. A) strontium oxide B) strontium hydroxide C) strontium peroxide D) strontium monoxide E) strontium dioxide Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8 46) The correct name for K 2S is __________. A) potassium sulfate B) potassium disulfide C) potassium bisulfide D) potassium sulfide E) dipotassium sulfate Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8
Guru
47) The correct name for Al2 O3 is __________. A) aluminum oxide B) dialuminum oxide C) dialuminum trioxide D) aluminum hydroxide E) aluminum trioxide Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.8 48) The correct name for CaH 2 is __________. A) hydrocalcium B) calcium dihydride C) calcium hydroxide D) calcium dihydroxide E) calcium hydride Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8 49) The correct name for SO is __________. A) sulfur oxide B) sulfur monoxide C) sulfoxide D) sulfate E) sulfite Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8
9
50) The correct name for CCl4 is __________. A) carbon chloride B) carbon tetrachlorate C) carbon perchlorate D) carbon tetrachloride E) carbon chlorate Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8 51) The correct name for N 2 O5 is __________. A) nitrous oxide B) nitrogen pentoxide C) dinitrogen pentoxide D) nitric oxide E) nitrogen oxide Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8 52) The correct name for H 2 CO3 is __________. A) carbonous acid B) hydrocarbonate C) carbonic acid D) carbohydrate E) carbohydric acid Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8
Guru
53) The correct name for H 2SO3 is __________. A) sulfuric acid B) sulfurous acid C) hydrosulfuric acid D) hydrosulfic acid E) sulfur hydroxide Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8 54) The correct name for HClO3 is __________. A) hydrochloric acid B) perchloric acid C) chloric acid D) chlorous acid E) hydrochlorous acid Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8 55) The correct name for HClO 2 is __________. A) perchloric acid B) chloric acid C) hypochlorous acid D) hypychloric acid E) chlorous acid Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.8
10
56) The correct name of the compound Na 3 N is __________. A) sodium nitride B) sodium azide C) sodium trinitride D) sodium(IX) nitride E) trisodium nitride Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8 57) The formula of bromic acid is __________. A) HBr B) HBrO 4 C) HBrO D) HBrO3 E) HBrO 2 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8 58) The correct formula for molybdenum(IV) hypochlorite is __________. A) Mo(ClO3 ) 4 B) Mo(ClO) 4 C) Mo(ClO 2 )4 D) Mo(ClO 4 )4 E) MoCl4 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.8
Guru
59) The name of PCl3 is __________. A) potassium chloride B) phosphorus trichloride C) phosphorous(III) chloride D) monophosphorous trichloride E) trichloro potassium Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8
60) The ions Ca 2+ and PO 43- form a salt with the formula __________. A) CaPO 4 B) Ca 2 (PO 4 )3 C) Ca 2 PO 4 D) Ca(PO 4 ) 2 E) Ca 3 (PO 4 ) 2 Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8
11
61) The correct formula of iron(III) bromide is __________. A) FeBr2 B) FeBr3 C) FeBr D) Fe3 Br3 E) Fe3 Br Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8 62) Element M reacts with fluorine to form an ionic compound with the formula MF3 . The M-ion has 18 electrons. Element M is __________. A) P B) Sc C) Ar D) Ca E) Cr Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.8
Guru
63) Magnesium and sulfur form an ionic compound with the formula __________. A) MgS B) Mg 2S C) MgS2 D) Mg 2S2 E) Mg 2S3 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8 64) The formula of ammonium carbonate is __________. A) (NH 4 ) 2 CO3 B) NH 4 CO2 C) (NH3 ) 2 CO 4 D) (NH3 ) 2 CO3 E) N 2 (CO3 )3 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8 65) The formula of the chromate ion is __________. A) CrO 4 2B) CrO 23C) CrOD) CrO32E) CrO 2Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8
12
66) The formula of the carbonate ion is __________. A) CO 2 2B) CO32C) CO33D) CO 2E) COAnswer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8 67) The correct name for Mg(ClO3 ) 2 is __________. A) magnesium chlorate B) manganese chlorate C) magnesium chloroxide D) magnesium perchlorate E) manganese perchlorate Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8
Guru
68) What is the correct formula for ammonium sulfide? A) NH 4SO3 B) (NH 4 ) 2SO 4 C) (NH 4 ) 2S D) NH3S E) N 2S3 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8
69) When calcium reacts with sulfur the compound formed is __________. A) Ca 2S2 B) Ca 3S2 C) CaS D) CaS2 E) Ca 2S3 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8
70) Chromium and chlorine form an ionic compound whose formula is CrCl3 . The name of this compound is __________. A) chromium chlorine B) chromium(III) chloride C) monochromium trichloride D) chromium(III) trichloride E) chromic trichloride Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8
13
71) The name of the binary compound N 2 O 4 is __________. A) nitrogen oxide B) nitrous oxide C) nitrogen(III) oxide D) dinitrogen tetroxide E) oxygen nitride Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.8 72) The formula for zinc phosphate is Zn 3 (PO 4 ) 2 . What is the formula for cadmium arsenate? A) Cd 4 (AsO 2 )3 B) Cd 3 (AsO 4 ) 2 C) Cd 3 (AsO3 ) 4 D) Cd 2 (AsO 4 )3 E) Cd 2 (AsO 4 ) 4 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8 73) The formula for aluminum hydroxide is __________. A) AlOH B) Al3OH C) Al2 (OH)3 D) Al(OH)3 E) Al2 O3 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8
Guru
74) The name of the ionic compound KBrO 4 is __________. A) potassium perbromate B) potassium bromate C) potassium hypobromate D) potassium perbromite E) potassium bromide Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.8 75) The name of the ionic compound V2 O3 is __________. A) vanadium(III) oxide B) vanadium oxide C) vanadium(II) oxide D) vanadium(III) trioxide E) divanadium trioxide Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8
14
76) The name of the ionic compound NH 4 CN is __________. A) nitrogen hydrogen cyanate B) ammonium carbonitride C) ammonium cyanide D) ammonium hydrogen cyanate E) cyanonitride Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8 77) The name of the ionic compound (NH 4 )3 PO 4 is __________. A) ammonium phosphate B) nitrogen hydrogen phosphate C) tetrammonium phosphate D) ammonia phosphide E) triammonium phosphate Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8 78) What is the formula for perchloric acid? A) HClO B) HClO3 C) HClO 4 D) HClO 2 E) HCl Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8
Guru
79) The correct name for HlO2 is __________. A) hypoiodic acid B) hydriodic acid C) periodous acid D) iodous acid E) periodic acid Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.8
80) What is the molecular formula for propane __________? A) C2 H8 B) C3 H 6 C) C3 H8 D) C4 H8 E) C4 H10 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.9
15
81) What is the molecular formula for nonane __________? A) C9 H18 B) C9 H 20 C) C10 H 20 D) C10 H 22 E) C10 H 24 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.9 82) What is the molecular formula for heptane __________? A) C6 H12 B) C6 H14 C) C7 H14 D) C7 H16 E) C7 H18 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.9
Guru
83) What is the molecular formula for n-hexanol __________? A) C6 H12 OH B) C6 H13OH C) C6 H14 OH D) C7 H13OH E) C7 H14 OH Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.9 Multiple-Choice
84) A molecule of water contains hydrogen and oxygen in a 1:8 ratio by mass. This is a statement of __________. A) the law of multiple proportions B) the law of constant composition C) the law of conservation of mass D) the law of conservation of energy E) none of the above Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.1 85) Which one of the following is not one of the postulates of Dalton’s atomic theory? A) Atoms are composed of protons, neutrons, and electrons. B) All atoms of a given element are identical; the atoms of different elements are different and have different properties. C) Atoms of an element are not changed into different types of atoms by chemical reactions: atoms are neither created nor destroyed in chemical reactions. D) Compounds are formed when atoms of more than one element combine; a given compound always has the same relative number and kind of atoms. E) Each element is composed of extremely small particles called atoms. Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.1
16
86) Consider the following selected postulates of Dalton’s atomic theory: (i) Each element is composed of extremely small particles called atoms. (ii) Atoms are indivisible. (iii) Atoms of a given element are identical. (iv) Atoms of different elements are different and have different properties. Which of the postulates is(are) no longer valid? A) (i) and (ii) B) (ii) only C) (ii) and (iii) D) (iii) only E) (iii) and (iv) Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.1 87) Which pair of substances could be used to illustrate the law of multiple proportions? A) SO 2 , H 2SO 4 B) CO, CO 2 C) H 2 O, O 2 D) CH 4 , C6 H12 O6 E) NaCl, KCl Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.1
Guru
88) Which one of the following is not true concerning cathode rays? A) They originate from the negative electrode. B) They travel in straight lines in the absence of electric or magnetic fields. C) They impart a negative charge to metals exposed to them. D) They are made up of electrons. E) The characteristics of cathode rays depend on the material from which they are emitted. Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.2 89) The charge on an electron was determined in the __________. A) cathode ray tube, by J. J. Thompson B) Rutherford gold foil experiment C) Millikan oil drop experiment D) Dalton atomic theory E) atomic theory of matter Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.2 90) __________-rays consist of fast-moving electrons. A) alpha B) beta C) gamma D) X E) none of the above Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.2
17
91) The gold foil experiment performed in Rutherford’s lab __________. A) confirmed the plum-pudding model of the atom B) led to the discovery of the atomic nucleus C) was the basis for Thompson’s model of the atom D) utilized the deflection of beta particles by gold foil E) proved the law of multiple proportions Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.2 92) In the Rutherford nuclear-atom model, __________. A) the heavy subatomic particles, protons and neutrons, reside in the nucleus B) the three principal subatomic particles (protons, neutrons, and electrons) all have essentially the same mass C) the light subatomic particles, protons and neutrons, reside in the nucleus D) mass is spread essentially uniformly throughout the atom E) the three principal subatomic particles (protons, neutrons, and electrons) all have essentially the same mass and mass is spread essentially uniformly throughout the atom Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.2 93) Cathode rays are __________. A) neutrons B) x-rays C) electrons D) protons E) atoms Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.2
Guru
94) Cathode rays are deflected away from a negatively charged plate because __________. A) they are not particles B) they are positively charged particles C) they are neutral particles D) they are negatively charged particles E) they are emitted by all matter Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.2 95) In the absence of magnetic or electric fields, cathode rays __________. A) do not exist B) travel in straight lines C) cannot be detected D) become positively charged E) bend toward a light source Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.2
96) Of the three types of radioactivity characterized by Rutherford, which is/are electrically charged? A) β-rays B) α-rays and β-rays C) α-rays, β-rays, and γ-rays D) α-rays E) α-rays and γ-rays Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.2
18
97) Of the three types of radioactivity characterized by Rutherford, which is/are not electrically charged? A) α-rays B) α-rays, β-rays, and γ-rays C) γ-rays D) α-rays and β-rays E) α-rays and γ-rays Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.2 98) Of the three types of radioactivity characterized by Rutherford, which are particles? A) β-rays B) α-rays, β-rays, and γ-rays C) γ-rays D) α-rays and γ-rays E) α-rays and β-rays Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.2 99) Of the three types of radioactivity characterized by Rutherford, which is/are not particles? A) β-rays B) α-rays and β-rays C) α-rays D) γ-rays E) α-rays, β-rays, and γ-rays Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.2
Guru
100) Of the following, the smallest and lightest subatomic particle is the __________. A) neutron B) proton C) electron D) nucleus E) alpha particle Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.3 101) All atoms of a given element have the same __________. A) mass B) number of protons C) number of neutrons D) number of electrons and neutrons E) density Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.3 102) Which atom has the smallest number of neutrons? A) carbon-14 B) nitrogen-14 C) oxygen-16 D) fluorine-19 E) neon-20 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.3
19
103) Which atom has the largest number of neutrons? A) phosphorous-30 B) chlorine-37 C) potassium-39 D) argon-40 E) calcium-40 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 2.3 104) There are __________ electrons, __________ protons, and __________ neutrons in an atom of
132 54
Xe.
A) 132, 132, 54 B) 54, 54, 132 C) 78, 78, 54 D) 54, 54, 78 E) 78, 78, 132 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.3 105) An atom of the most common isotope of gold, 197 Au, has __________ protons, __________ neutrons, and __________ electrons. A) 197, 79, 118 B) 118, 79, 39 C) 79, 197, 197 D) 79, 118, 118 E) 79, 118, 79 Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.3
Guru
106) Which combination of protons, neutrons, and electrons is correct for the isotope of copper, A) 29 p + , 34 n°, 29 e − B) 29 p + , 29 n°, 63 e − C) 63 p + , 29 n°, 63 e −
D) 34 p + , 29 n°, 34 e − E) 34 p + , 34 n°, 29 e − Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.3
20
63 29
Cu?
107) Which isotope has 45 neutrons? 80 A) Kr 36 80 Br B) 35 78 Se C) 34 34 Cl D) 17 103 Rh E) 45 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.3 108) Which isotope has 36 electrons in an atom? 80 Kr A) 36 80 Br B) 35 78 Se C) 34 34 Cl D) 17 36 Hg E) 80 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.3
Guru
109) Isotopes are atoms that have the same number of __________ but differing number of __________. A) protons, electrons B) neutrons, protons C) protons, neutrons D) electrons, protons E) neutrons, electrons Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.3 110) The nucleus of an atom does not contain __________. A) protons B) protons or neutrons C) neutrons D) subatomic particles E) electrons Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.3
21
111) Different isotopes of a particular element contain the same number of __________. A) protons B) neutrons C) protons and neutrons D) protons, neutrons, and electrons E) subatomic particles Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.3 112) Different isotopes of a particular element contain different numbers of __________. A) protons B) neutrons C) protons and neutrons D) protons, neutrons, and electrons E) None of the above is correct. Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.3 113) In the symbol shown below, x = __________. 13 C x A) 7 B) 13 C) 12 D) 6 E) not enough information to determine Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.3
Guru
114) In the symbol below, X = __________. 13 X 6 A) N B) C C) Al D) K E) not enough information to determine Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.3 115) In the symbol below, x = __________. x C 6 A) 19 B) 13 C) 6 D) 7 E) not enough information to determine Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.3
22
116) In the symbol below, x is __________. x C 6 A) the number of neutrons B) the atomic number C) the mass number D) the isotope number E) the elemental symbol Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.3 117) Which one of the following basic forces is so small that it has no chemical significance? A) weak nuclear force B) strong nuclear force C) electromagnetism D) gravity E) Coulomb’s law Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.3 118) Gravitational forces act between objects in proportion to their A) volumes B) masses C) charges D) polarizability E) densities Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.3
Guru
119) Silver has two naturally occurring isotopes with the following isotopic masses: 107
Ar
47 106.90509
107
Ar 47 108.9047
The average atomic mass of silver is 107.8682 amu. The fractional abundance of the lighter of the two isotopes is __________. A) 0.2422 B) 0.4816 C) 0.5184 D) 0.7578 E) 0.9047 Answer: C Diff: 4Page Ref: Sec. 2.4 120) The atomic mass unit is presently based on assigning an exact integral mass (in amu) to an isotope of __________. A) hydrogen B) oxygen C) sodium D) carbon E) helium Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.4
23
121) The element X has three naturally occurring isotopes. The masses (amu) and % abundances of the isotopes are given in the table below. The average atomic mass of the element is __________ amu.
A) 219.7 B) 220.4 C) 22042 D) 218.5 E) 221.0 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.4 122) Element X has three naturally occurring isotopes. The masses (amu) and % abundances of the isotopes are given in the table below. The average atomic mass of the element is __________ amu.
Guru
A) 41.54 B) 39.68 C) 39.07 D) 38.64 E) 33.33 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.4
123) The element X has three naturally occurring isotopes. The isotopic masses (amu) and % abundances of the isotopes are given in the table below. The average atomic mass of the element is __________ amu.
A) 161.75 B) 162.03 C) 162.35 D) 163.15 E) 33.33 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.4
24
124) The element X has three naturally occurring isotopes. The isotopic masses (amu) and % abundances of the isotopes are given in the table below. The average atomic mass of the element is __________ amu.
A) 33.33 B) 55.74 C) 56.11 D) 57.23 E) 56.29 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.4 125) The element X has two naturally occurring isotopes. The masses (amu) and % abundances of the isotopes are given in the table below. The average atomic mass of the element is __________ amu.
Guru
A) 30.20 B) 33.19 C) 34.02 D) 35.22 E) 32.73 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.4
126) The average atomic weight of copper, which has two naturally occurring isotopes, is 63.5. One of the isotopes has an atomic weight of 62.9 amu and constitutes 69.1% of the copper isotopes. The other isotope has an abundance of 30.9%. The atomic weight (amu) of the second isotope is __________ amu. A) 63.2 B) 63.8 C) 64.1 D) 64.8 E) 28.1 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.4
25
127) The element X has three naturally occurring isotopes. The masses (amu) and % abundances of the isotopes are given in the table below. The average atomic mass of the element is __________ amu.
A) 17.20 B) 16.90 C) 17.65 D) 17.11 E) 16.90 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.4 128) Vanadium has two naturally occurring isotopes, 50 V with an atomic mass of 49.9472 amu and 51 V with an atomic mass of 50.9440. The atomic weight of vanadium is 50.9415. The percent abundances of the vanadium isotopes are __________% 50 V and __________% 51 V . A) 0.2500, 99.750 B) 99.750, 0.2500 C) 49.00, 51.00 D) 1.000, 99.000 E) 99.000, 1.000 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.4
Guru
129) An unknown element is found to have three naturally occurring isotopes with atomic masses of 35.9675 (0.337%), 37.9627 (0.063%), and 39.9624 (99.600%). Which of the following is the unknown element? A) Ar B) K C) Cl D) Ca E) None of the above could be the unknown element. Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.4 130) In the periodic table, the elements are arranged in __________. A) alphabetical order B) order of increasing atomic number C) order of increasing metallic properties D) order of increasing neutron content E) reverse alphabetical order Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.5 131) Elements __________ exhibit similar physical and chemical properties. A) with similar chemical symbols B) with similar atomic masses C) in the same period of the periodic table D) on opposite sides of the periodic table E) in the same group of the periodic table Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.5
26
132) Which pair of elements would you expect to exhibit the greatest similarity in their physical and chemical properties? A) H, Li B) Cs, Ba C) Ca, Sr D) Ga, Ge E) C, O Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.5 133) Which pair of elements would you expect to exhibit the greatest similarity in their physical and chemical properties? A) O, S B) C, N C) K, Ca D) H, He E) Si, P Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.5 134) Which one of the following is a nonmetal? A) W B) Sr C) Os D) Ir E) Br Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.5
Guru
135) Of the following, only __________ is not a metalloid. A) B B) Al C) Si D) Ge E) As Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.5
136) The elements in groups 1A, 6A, and 7A are called, __________, respectively. A) alkaline earth metals, halogens, and chalcogens B) alkali metals, chalcogens, and halogens C) alkali metals, halogens, and noble gases D) alkaline earth metals, transition metals, and halogens E) halogens, transition metals, and alkali metals Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.5 137) Which pair of elements below should be the most similar in chemical properties? A) C and O B) B and As C) I and Br D) K and Kr E) Cs and He Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.5
27
138) An element in the upper right corner of the periodic table __________. A) is either a metal or metalloid B) is definitely a metal C) is either a metalloid or a non-metal D) is definitely a non-metal E) is definitely a metalloid Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.5 139) An element that appears in the lower left corner of the periodic table is __________. A) either a metal or metalloid B) definitely a metal C) either a metalloid or a non-metal D) definitely a non-metal E) definitely a metalloid Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.5 140) Which one of the following does not occur as diatomic molecules in elemental form? A) oxygen B) nitrogen C) sulfur D) hydrogen E) bromine Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.6
Guru
141) Which one of the following molecular formulas is also an empirical formula? A) C6 H 6 O 2 B) C 2 H 6SO C) H 2 O 2 D) H 2 P4 O6 E) C6 H 6 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.6 142) Which compounds do not have the same empirical formula? A) C 2 H 2 , C6 H 6 B) CO, CO 2 C) C 2 H 4 , C3 H 6 D) C 2 H 4 O 2 , C6 H12 O6 E) C 2 H5 COOCH 3 , CH 3CHO Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.6
28
143) Of the choices below, which one is not an ionic compound? A) PCl5 B) MoCl6 C) RbCl D) PbCl2 E) NaCl Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.6 144) Which type of formula provides the most information about a compound? A) empirical B) molecular C) simplest D) structural E) chemical Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.6 145) A molecular formula always indicates __________. A) how many of each atom are in a molecule B) the simplest whole-number ratio of different atoms in a compound C) which atoms are attached to which in a molecule D) the isotope of each element in a compound E) the geometry of a molecule Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.6
Guru
146) An empirical formula always indicates __________. A) which atoms are attached to which in a molecule B) how many of each atom are in a molecule C) the simplest whole-number ratio of different atoms in a compound D) the isotope of each element in a compound E) the geometry of a molecule Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.6
147) The molecular formula of a compound is always __________ the empirical formula. A) more complex than B) different from C) an integral multiple of D) the same as E) simpler than Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7 148) Of the following, __________ contains the greatest number of electrons. A) P3+ B) P C) P 2D) P3E) P 2+ Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7
29
149) Which one of the following is most likely to lose electrons when forming an ion? A) F B) P C) Rh D) S E) N Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.7 150) Elements in the same group of the periodic table typically have __________. A) similar mass numbers B) similar physical properties only C) similar chemical properties only D) similar atomic masses E) similar physical and chemical properties Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.5 151) Which species has 54 electrons? 132 Xe + A) 54 128 2Te B) 52 118 Sn 2+ C) 50 112 Cd D) 48 132 Xe 2+ E) 54 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7
Guru
152) Which species has 16 protons? A) 31P B) 34 S2C) 36 Cl D) 80 Br E) 16 O Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7
153) The species __________ contains 16 neutrons. A) 31P B) 34 S2C) 36 Cl D) 80 Br E) 16 O Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7
30
154) Which species is an isotope of A) 40 Ar + B) 34 S2C) 36 ClD) 80 Br E) 39 Ar Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7
39
Cl ?
155) Which one of the following species has as many electrons as it has neutrons? A) 1 H B) 40 Ca 2+ C) 14 C D) 19 FE) 14 C2+ Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.7
Guru
156) There are __________ protons, __________ neutrons, and __________ electrons in A) 131, 53, and 54 B) 131, 53, and 52 C) 53, 78, and 54 D) 53, 131, and 52 E) 78, 53, and 72 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.7 157) Which species has 48 electrons? 118 Sn +2 A) 50 116 Sn +4 B) 50 112 Cd +2 C) 48 68 Ga D) 31 48 Ti E) 22 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7
158) Which of the following compounds would you expect to be ionic? A) SF6 B) H 2 O C) H 2 O 2 D) NH3 E) CaO Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7
31
131 –
I .
159) Which of the following compounds would you expect to be ionic? A) H 2 O B) CO 2 C) SrCl2 D) SO 2 E) H 2S Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7 160) Which pair of elements is most apt to form an ionic compound with each other? A) barium, bromine B) calcium, sodium C) oxygen, fluorine D) sulfur, fluorine E) nitrogen, hydrogen Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7 161) Which pair of elements is most apt to form a molecular compound with each other? A) aluminum, oxygen B) magnesium, iodine C) sulfur, fluorine D) potassium, lithium E) barium, bromine Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7
Guru
162) Which formula/name pair is incorrect? manganese(II) nitrite A) Mn(NO 2 ) 2 B) Mg(NO3 ) 2 magnesium nitrate C) Mn(NO3 ) 2 manganese(II) nitrate D) Mg 3 N 2 magnesium nitrite E) Mg(MnO 4 ) 2 magnesium permanganate Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.8 163) Which species below is the nitride ion? A) Na + B) NO3C) NO 2D) NH 4 + E) N3Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7
32
164) Which species below is the sulfite ion? A) SO 2B) SO3C) S2D) H 2SO 4 E) H 2S Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7 165) Which species below is the nitrate ion? A) NO2B) NH 4 + C) NO3D) N3E) N3Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7
Guru
166) Which formula/name pair is incorrect? iron(II) sulfate A) FeSO 4 B) Fe 2 (SO3 )3 iron(III) sulfite C) FeS iron(II) sulfide D) FeSO3 iron(II) sulfite E) Fe 2 (SO 4 )3 iron(III) sulfide Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8
167) Which one of the following is the formula of hydrochloric acid? A) HClO3 B) HClO 4 C) HClO D) HCl E) HClO 2 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8 168) The suffix -ide is used __________. A) for monatomic anion names B) for polyatomic cation names C) for the name of the first element in a molecular compound D) to indicate binary acids E) for monoatomic cations Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8
33
169) Which one of the following compounds is chromium(III) oxide? A) Cr2 O3 B) CrO3 C) Cr3O 2 D) Cr3O E) Cr2 O 4 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8 170) Which one of the following compounds is copper(I) chloride? A) CuCl B) CuCl2 C) Cu 2 Cl D) Cu 2 Cl3 E) Cu 3Cl2 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8
Guru
171) The charge on the __________ ion is -3. A) sulfate B) acetate C) permanganate D) oxide E) nitride Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.8
172) Which one of the following polyatomic ions has the same charge as the hydroxide ion? A) ammonium B) carbonate C) nitrate D) sulfate E) phosphate Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8 173) Which element forms an ion with the same charge as the ammonium ion? A) potassium B) chlorine C) calcium D) oxygen E) nitrogen Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8
174) When a fluorine atom forms the fluoride ion, it has the same charge as the __________ ion. A) sulfide B) ammonium C) nitrate D) phosphate E) sulfite Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8
34
175) The formula for the compound formed between aluminum ions and phosphate ions is __________. A) Al3 (PO 4 )3 B) AlPO 4 C) Al(PO 4 )3 D) Al2 (PO 4 )3 E) AlP Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8 176) Which metal does not form cations of differing charges? A) Na B) Cu C) Co D) Fe E) Sn Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8 177) Which metal forms cations of differing charges? A) K B) Cs C) Ba D) Al E) Sn Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8
Guru
178) The correct name for Ni(CN) 2 is __________. A) nickel (I) cyanide B) nickel cyanate C) nickel carbonate D) nickel (II) cyanide E) nickel (I) nitride Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8
179) Which metal does not require to have its charge specified in the names of ionic compounds it forms? A) Mn B) Fe C) Cu D) Ca E) Pb Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8
35
Short Answer . .
1) What group in the periodic table would the fictitious element : X : be found? . .
Answer: VIIA Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.5 2) Carbon can exist in different forms called __________. Answer: allotropes Diff: 3 Page Ref: Sec. 2.5 3) Which element in Group IA is the most metallic? Answer: francium Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.5 4) Which element in the halogen family would require the greatest ionization energy? Answer: fluorine Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.5 5) The formula for potassium sulfide is __________. Answer: K 2S Diff: 1 Page Ref: Sec. 2,8
Guru
6) What is the name of an alcohol derived from hexane__________? Answer: hexanol Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.9 True/False
1) The most metallic halogen is astatine. Answer: TRUE Diff: 3 Page Ref: Sec. 2.5
2) the possible oxication numbers for gold are 1+ and 2+. Answer: FALSE Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7 3) The formula for chromium (II) iodide is CrI 2 . Answer: TRUE Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.8 4) H 2SeO 4 is called selenic acid. Answer: TRUE Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.8 5) The correct name for Na 3 N is sodium azide. Answer: FALSE Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.8
36
Algorithmic Questions 1) An atom of 17O contains __________ protons. A) 8 B) 25 C) 9 D) 11 E) 17 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.3 2) An atom of 15N contains __________ neutrons. A) 7 B) 22 C) 8 D) 10 E) 15 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.3
Guru
3) An atom of 131I contains __________ electrons. A) 131 B) 184 C) 78 D) 124 E) 53 Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.3
4) The mass number of an atom of 118Xe is __________. A) 54 B) 172 C) 64 D) 118 E) 110 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.5
5) The atomic number of an atom of 80Br is __________. A) 115 B) 35 C) 45 D) 73 E) 80 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.5
37
6) An ion has 8 protons, 9 neutrons, and 10 electrons. The symbol for the ion is __________. A) 17O2B) 17O2+ C) 19F+ D) 19FE) 17Ne2+ Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.5 7) How many electrons does the Al3+ ion possess? A) 16 B) 10 C) 6 D) 0 E) 13 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7 8) How many protons does the Br- ion possess? A) 34 B) 36 C) 6 D) 8 E) 35 Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7
Guru
9) Predict the charge of the most stable ion of fluorine. A) +2 B) +1 C) +3 D) -1 E) -2 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7
10) Predict the charge of the most stable ion of potassium. A) +3 B) -1 C) +2 D) -2 E) +1 Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 2.7 11) 420 ppm is the same as __________ Angstroms. A) 4200 B) 42 C) 420 D) 4.2 E) 0.42 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.3
38
Chemistry, 11e (Brown) Chapter 3, Stoichiometry: Calculations with … Equations Multiple-Choice Bimodal 1) When the following equation is balanced, the coefficients are __________. NH3 (g) + O 2 (g) → NO2 (g) + H 2 O (g)
A) 1, 1, 1, 1 B) 4, 7, 4, 6 C) 2, 3, 2, 3 D) 1, 3, 1, 2 E) 4, 3, 4, 3 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.1 2) When the following equation is balanced, the coefficients are __________. Al(NO3 )3 + Na 2S → Al2S3 + NaNO3
A) 2, 3, 1, 6 B) 2, 1, 3, 2 C) 1, 1, 1, 1 D) 4, 6, 3, 2 E) 2, 3, 2, 3 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.1
Guru
3) When the following equation is balanced, the coefficient of H 2 is __________. K (s) + H 2 O (l) → KOH (aq) + H 2 (g)
A) 1 B) 2 C) 3 D) 4 E) 5 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.1
4) When the following equation is balanced, the coefficient of Al is __________. Al (s) + H 2 O (l) → Al(OH)3 (s) + H 2 (g)
A) 1 B) 2 C) 3 D) 5 E) 4 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.1
1
5) When the following equation is balanced, the coefficient of H 2 O is __________. Ca (s) + H 2 O (l) → Ca(OH) 2 (aq) + H 2 (g)
A) 1 B) 2 C) 3 D) 5 E) 4 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.1 6) When the following equation is balanced, the coefficient of Al2 O3 is __________. Al2 O3 (s) + C (s) + Cl2 (g) → AlCl3 (s) + CO (g)
A) 1 B) 2 C) 3 D) 4 E) 5 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.1
Guru
7) When the following equation is balanced, the coefficient of H 2S is __________. FeCl3 (aq) + H 2S (g) → Fe 2S3 (s) + HCl (aq)
A) 1 B) 2 C) 3 D) 5 E) 4 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.1
8) When the following equation is balanced, the coefficient of HCl is __________. CaCO3 (s) + HCl (aq) → CaCl2 (aq) + CO 2 (g) + H 2 O (l)
A) 1 B) 2 C) 3 D) 4 E) 0 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.1
2
9) When the following equation is balanced, the coefficient of HNO3 is __________. HNO3 (aq) + CaCO3 (s) → Ca(NO3 ) 2 (aq) + CO 2 (g) + H 2 O (l)
A) 1 B) 2 C) 3 D) 5 E) 4 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.1 10) When the following equation is balanced, the coefficient of H3 PO 4 is __________. H3 PO 4 (aq) + NaOH (aq) → Na 3 PO 4 (aq) + H 2 O (l)
A) 1 B) 2 C) 3 D) 4 E) 0 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.1
Guru
11) When the following equation is balanced, the coefficient of C3 H8 O3 is __________. C3 H8 O3 (g) + O 2 (g) → CO 2 (g) + H 2 O (g)
A) 1 B) 2 C) 3 D) 7 E) 5 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.1
12) When the following equation is balanced, the coefficient of O 2 is __________. C2 H 4 O (g) + O 2 (g) → CO 2 (g) + H 2 O (g)
A) 2 B) 3 C) 4 D) 5 E) 1 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.1
3
13) When the following equation is balanced, the coefficient of H 2 is __________. CO (g) + H 2 (g) → H 2 O (g) + CH 4 (g)
A) 1 B) 2 C) 3 D) 4 E) 0 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.1 14) When the following equation is balanced, the coefficient of H 2SO 4 is __________. H 2SO 4 (aq) + NaOH (aq) → Na 2SO 4 (aq) + H 2 O (l)
A) 1 B) 2 C) 3 D) 4 E) 0.5 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.1
Guru
15) When the following equation is balanced, the coefficient of water is __________. K (s) + H 2 O (l) → KOH (aq) + H 2 (g)
A) 1 B) 2 C) 3 D) 4 E) 5 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.1
16) When the following equation is balanced, the coefficient of hydrogen is __________. K (s) + H 2 O (l) → KOH (aq) + H 2 (g)
A) 1 B) 2 C) 3 D) 4 E) 5 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.1
4
17) When the following equation is balanced, the coefficient of oxygen is __________. PbS (s) + O 2 (g) → PbO (s) + SO 2 (g)
A) 1 B) 3 C) 2 D) 4 E) 5 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.1 18) When the following equation is balanced, the coefficient of sulfur dioxide is __________. PbS (s) + O 2 (g) → PbO (s) + SO 2 (g)
A) 5 B) 1 C) 3 D) 2 E) 4 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.1
Guru
19) When the following equation is balanced, the coefficient of dinitrogen pentoxide is __________. N 2 O5 (g) + H 2 O (l) → HNO3 (aq)
A) 1 B) 2 C) 3 D) 4 E) 5 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.1
20) When the following equation is balanced, the coefficient of water is __________. N 2 O5 (g) + H 2 O (l) → HNO3 (aq)
A) 5 B) 2 C) 3 D) 4 E) 1 Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.1
5
21) When the following equation is balanced, the coefficient of nitric acid is __________. N 2 O5 (g) + H 2 O (l) → HNO3 (aq)
A) 5 B) 2 C) 3 D) 4 E) 1 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.1 22) Write the balanced equation for the reaction that occurs when methanol, CH3CH (l) is burned in air. What is the coefficient of methanol in the balanced equation? A) 1 B) 2 C) 3 D) 4 E) 3/2 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.2
Guru
23) Write the balanced equation for the reaction that occurs when methanol, CH3CH (l) is burned in air. What is the coefficient of oxygen in the balanced equation? A) 1 B) 2 C) 3 D) 4 E) 3/2 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.2 24) What is the coefficient of O 2 when the following equation is completed and balanced? C4 H8 O 2 + O 2 → ________
A) 2 B) 3 C) 5 D) 6 E) 1 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.2
6
25) Predict the product in the combination reaction below. Al (s) + N 2 (g) → ________
A) AlN B) Al3 N C) AlN 2 D) Al3 N 2 E) AlN3 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.2 26) The balanced equation for the decomposition of sodium azide is __________. A) 2NaN3 (s) → 2Na (s) + 3N 2 (g) B) 2NaN3 (s) → Na 2 (s) + 3N 2 (g) C) NaN3 (s) → Na (s) + N 2 (g) D) NaN3 (s) → Na (s) + N 2 (g) + N (g) E) 2NaN3 (s) → 2Na (s) + 2N 2 (g) Answer: A Diff: 4 Page Ref: Sec. 3.2
Guru
27) There are __________ mol of carbon atoms in 4 mol of dimethylsulfoxide (C2 H 6SO) . A) 2 B) 6 C) 8 D) 4 E) 3 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.4 28) There are __________ sulfur atoms in 25 molecules of C4 H 4S2 . A) 1.5 × 1025 B) 4.8 × 1025 C) 3.0 × 1025 D) 50 E) 6.02 × 1023 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.4
29) There are __________ hydrogen atoms in 25 molecules of C4 H 4S2 . A) 25 B) 3.8 × 1024 C) 6.0 × 1025 D) 100 E) 1.5 × 1025 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.4
7
30) A sample of C3 H8 O that contains 200 molecules contains __________ carbon atoms. A) 600 B) 200 C) 3.61 × 1026 D) 1.20 × 1026 E) 4.01 × 1025 Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.4 31) How many grams of hydrogen are in 46 g of CH 4 O ? A) 5.8 B) 1.5 C) 2.8 D) 0.36 E) 184 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.4 32) How many grams of oxygen are in 65 g of C2 H 2 O 2 ? A) 18 B) 29 C) 9.0 D) 36 E) 130 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.4
Guru
33) How many moles of carbon dioxide are there in 52.06 g of carbon dioxide? A) 0.8452 B) 1.183 C) 6.022 × 1023 D) 8.648 × 1023 E) 3.134 × 1025 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.4
34) There are __________ molecules of methane in 0.123 mol of methane (CH4). A) 5 B) 2.46 × 10-2 C) 2.04 × 10-25 D) 7.40 × 1022 E) 0.615 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.4
8
35) A 2.25-g sample of magnesium nitrate, Mg(NO3)2, contains __________ mol of this compound. A) 38.4 B) 65.8 C) 148.3 D) 0.0261 E) 0.0152 Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.4 36) A 22.5-g sample of ammonium carbonate contains __________ mol of ammonium ions. A) 0.468 B) 0.288 C) 0.234 D) 2.14 E) 3.47 Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.4 37) What is the empirical formula of a compound that contains 27.0% S, 13.4% O, and 59.6% Cl by mass? A) SOCl B) SOCl2 C) S2 OCl D) SO 2 Cl E) ClSO 4 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.5
Guru
38) What is the empirical formula of a compound that contains 29% Na, 41% S, and 30% O by mass? A) Na 2S2 O3 B) NaSO 2 C) NaSO D) NaSO3 E) Na 2S2 O6 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.5 39) What is the empirical formula of a compound that contains 49.4% K, 20.3% S, and 30.3% O by mass? A) KSO 2 B) KSO3 C) K 2SO 4 D) K 2SO3 E) KSO 4 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.5
9
40) A compound contains 40.0% C, 6.71% H, and 53.29% O by mass. The molecular weight of the compound is 60.05 amu. The molecular formula of this compound is __________. A) C2 H 4 O 2 B) CH 2 O C) C2 H3O 4 D) C2 H 2 O 4 E) CHO 2 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.5 41) A compound that is composed of carbon, hydrogen, and oxygen contains 70.6% C, 5.9% H, and 23.5% O by mass. The molecular weight of the compound is 136 amu. What is the molecular formula? A) C8 H8 O 2 B) C8 H 4 O C) C4 H 4 O D) C9 H12 O E) C5 H 6 O 2 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.5
Guru
42) A compound that is composed of only carbon and hydrogen contains 85.7% C and 14.3% H by mass. What is the empirical formula of the compound? A) CH 2 B) C2 H 4 C) CH 4 D) C4 H8 E) C86 H14 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.5 43) A compound that is composed of only carbon and hydrogen contains 80.0% C and 20.0% H by mass. What is the empirical formula of the compound? A) C20 H 60 B) C7 H 20 C) CH3 D) C2 H 6 E) CH 4 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.5
10
44) A compound contains 38.7% K, 13.9% N, and 47.4% O by mass. What is the empirical formula of the compound? A) KNO3 B) K 2 N 2 O3 C) KNO2 D) K 2 NO3 E) K 4 NO5 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.5 45) A compound is composed of only C, H, and O. The combustion of a 0.519-g sample of the compound yields 1.24 g of CO 2 and 0.255 g of H 2 O . What is the empirical formula of the compound? A) C6 H 6 O B) C3 H3O C) CH3O D) C2 H 6 O5 E) C2 H 6 O 2 Answer: B Diff: 4 Page Ref: Sec. 3.5
Guru
46) Combustion of a 1.031-g sample of a compound containing only carbon, hydrogen, and oxygen produced 2.265 g of CO 2 and 1.236 g of H 2 O . What is the empirical formula of the compound? A) C3 H8 O B) C3 H5 O C) C6 H16 O 2 D) C3 H9 O3 E) C3 H 6 O3 Answer: A Diff: 4 Page Ref: Sec. 3.5 47) Combustion of a 0.9835-g sample of a compound containing only carbon, hydrogen, and oxygen produced 1.900 g of CO 2 and 1.070 g of H 2 O . What is the empirical formula of the compound? A) C2 H5 O B) C4 H10 O 2 C) C4 H11O 2 D) C4 H10 O E) C2 H5 O 2 Answer: C Diff: 4 Page Ref: Sec. 3.5
11
48) Magnesium and nitrogen react in a combination reaction to produce magnesium nitride: 3 Mg + N 2 → Mg 3 N 2
In a particular experiment, a 9.27-g sample of N 2 reacts completely. The mass of Mg consumed is __________ g. A) 8.04 B) 24.1 C) 16.1 D) 0.92 E) 13.9 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.6 49) The combustion of ammonia in the presence of excess oxygen yields NO 2 and H 2 O : 4 NH3 (g) + 7 O 2 (g) → 4 NO2 (g) + 6 H 2 O (g)
The combustion of 28.8 g of ammonia consumes __________ g of oxygen. A) 94.9 B) 54.1 C) 108 D) 15.3 E) 28.8 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.6
Guru
50) The combustion of ammonia in the presence of excess oxygen yields NO 2 and H 2 O : 4 NH3 (g) + 7 O 2 (g) → 4 NO2 (g) + 6 H 2 O (g)
The combustion of 43.9 g of ammonia produces __________ g of NO 2 . A) 2.58 B) 178 C) 119 D) 0.954 E) 43.9 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.6 51) The combustion of propane (C3 H8 ) produces CO 2 and H 2 O : C3 H8 (g) + 5O 2 (g) → 3CO 2 (g) + 4H 2 O (g)
The reaction of 2.5 mol of O 2 will produce __________ mol of H 2 O . A) 4.0 B) 3.0 C) 2.5 D) 2.0 E) 1.0 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.6
12
52) The combustion of propane (C3 H8 ) in the presence of excess oxygen yields CO 2 and H 2 O : C3 H8 (g) + 5O 2 (g) → 3CO 2 (g) + 4H 2 O (g)
When 2.5 mol of O 2 are consumed in their reaction, __________ mol of CO 2 are produced. A) 1.5 B) 3.0 C) 5.0 D) 6.0 E) 2.5 Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.6 53) Calcium carbide (CaC2 ) reacts with water to produce acetylene (C2 H 2 ) : CaC2 (s) + 2H 2 O (g) → Ca(OH) 2 (s) + C 2 H 2 (g)
Production of 13g of C2 H 2 requires consumption of __________ g of H 2 O . A) 4.5 B) 9.0 C) 18 D) 4.8 × 102 E) 4.8 × 10-2 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.6
Guru
54) Under appropriate conditions, nitrogen and hydrogen undergo a combination reaction to yield ammonia: N 2 (g) + 3H 2 (g) → 2NH3 (g)
A 7.1-g sample of N 2 requires __________ g of H 2 for complete reaction. A) 0.51 B) 0.76 C) 1.2 D) 1.5 E) 17.2 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.6
55) Lead (II) carbonate decomposes to give lead (II) oxide and carbon dioxide: PbCO3 (s) → PbO (s) + CO 2 (g)
How many grams of lead (II) oxide will be produced by the decomposition of 2.50 g of lead (II) carbonate? A) 0.41 B) 2.50 C) 0.00936 D) 2.09 E) 2.61 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.6
13
56) GeF3 H is formed from GeH 4 and GeF4 in the combination reaction: GeH 4 + 3GeF4 → 4GeF3 H
If the reaction yield is 92.6%, how many moles of GeF4 are needed to produce 8.00 mol of GeF3 H ? A) 3.24 B) 5.56 C) 6.48 D) 2.78 E) 2.16 Answer: C Diff: 4 Page Ref: Sec. 3.7 57) What mass in grams of hydrogen is produced by the reaction of 4.73 g of magnesium with 1.83 g of water? Mg (s) + 2H 2 O (l) → Mg(OH) 2 (s) + H 2 (g)
A) 0.102 B) 0.0162 C) 0.0485 D) 0.219 E) 0.204 Answer: A Diff: 4 Page Ref: Sec. 3.7
Guru
58) Silver nitrate and aluminum chloride react with each other by exchanging anions: 3AgNO3 (aq) + AlCl3 (aq) → Al(NO3 )3 (aq) + 3AgCl (s)
What mass in grams of AgCl is produced when 4.22 g of AgNO3 react with 7.73 g of AlCl3 ? A) 17.6 B) 4.22 C) 24.9 D) 3.56 E) 11.9 Answer: D Diff: 4 Page Ref: Sec. 3.7
59) How many moles of magnesium oxide are produced by the reaction of 3.82 g of magnesium nitride with 7.73 g of water? Mg 3 N 2 + 3H 2 O → 2NH3 + 3MgO
A) 0.113 B) 0.0378 C) 0.429 D) 0.0756 E) 4.57 Answer: A Diff: 4 Page Ref: Sec. 3.7
14
60) A 3.82-g sample of magnesium nitride is reacted with 7.73 g of water. Mg 3 N 2 + 3H 2 O → 2NH3 + 3MgO
The yield of MgO is 3.60 g. What is the percent yield in the reaction? A) 94.5 B) 78.8 C) 46.6 D) 49.4 E) 99.9 Answer: B Diff: 4 Page Ref: Sec. 3.7 61) Pentacarbonyliron (Fe(CO)5 ) reacts with phosphorous trifluoride (PF3 ) and hydrogen, releasing carbon monoxide: Fe(CO)5 + PF3 + H 2 → Fe(CO) 2 (PF3 ) 2 (H) 2 + CO (not balanced)
The reaction of 5.0 mol of Fe(CO)5 , 8.0 mol of PF3 and 6.0 mol of H 2 will release __________ mol of CO. A) 15 B) 5.0 C) 24 D) 6.0 E) 12 Answer: E Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.7
Guru
62) What is the maximum mass in grams of NH3 that can be produced by the reaction of 1.0 g of N 2 with 3.0 g of H 2 via the equation below? N 2 (g) + H 2 (g) → NH3 (g) (not balanced)
A) 2.0 B) 1.2 C) 0.61 D) 17 E) 4.0 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.7
63) What is the maximum amount in grams of SO3 that can be produced by the reaction of 1.0 g of S with 1.0 g of O 2 via the equation below? S (s) + O 2 (g) → SO3 (g) (not balanced)
A) 0.27 B) 1.7 C) 2.5 D) 3.8 E) 2.0 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.7
15
64) Solid aluminum and gaseous oxygen react in a combination reaction to produce aluminum oxide: 4Al (s) + 3O 2 (g) → 2Al2 O3 (s)
The maximum amount of Al2 O3 that can be produced from 2.5 g of Al and 2.5 g of O 2 is __________ g. A) 9.4 B) 7.4 C) 4.7 D) 5.3 E) 5.0 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.7 65) Sulfur and fluorine react in a combination reaction to produce sulfur hexafluoride: S(s) + 3F2 (g) → SF6 (g) The maximum amount of SF6 that can be produced from the reaction of 3.5 g of sulfur with 4.5 g of fluorine is __________ g. A) 12 B) 3.2 C) 5.8 D) 16 E) 8.0 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.7
Guru
66) Solid aluminum and gaseous oxygen react in a combination reaction to produce aluminum oxide: 4Al (s) + 3O 2 (g) → 2Al2 O3 (s)
In a particular experiment, the reaction of 2.5 g of Al with 2.5 g of O 2 produced 3.5 g of Al2 O3 . The % yield of the reaction is __________. A) 74 B) 37 C) 47 D) 66 E) 26 Answer: A Diff: 4 Page Ref: Sec. 3.7
16
67) Sulfur and oxygen react in a combination reaction to produce sulfur trioxide, an environmental pollutant: 2S (s) + 3O 2 (g) → 2SO3 (g)
In a particular experiment, the reaction of 1.0 g S with 1.0 g O 2 produced 0.80 g of SO3 . The % yield in this experiment is __________. A) 30 B) 29 C) 21 D) 88 E) 48 Answer: E Diff: 4 Page Ref: Sec. 3.7 68) Sulfur and fluorine react in a combination reaction to produce sulfur hexafluoride: S (s) + 3F2 (g) → SF6 (g)
In a particular experiment, the percent yield is 79.0%. This means that a 7.90-g sample of fluorine yields __________ g of SF6 in the presence of excess sulfur. A) 30.3 B) 10.1 C) 7.99 D) 24.0 E) 0.110 Answer: C Diff: 4 Page Ref: Sec. 3.7 Multiple-Choice
Guru
69) When a hydrocarbon burns in air, what component of air reacts? A) oxygen B) nitrogen C) carbon dioxide D) water E) argon Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.2
70) Of the reactions below, which one is not a combination reaction? A) C + O 2 → CO 2 B) 2Mg + O 2 → 2MgO C) 2N 2 + 3H 2 → 2NH3 D) CaO + H 2 O → Ca(OH) 2 E) 2CH 4 + 4O 2 → 2CO 2 + 4H 2 O Answer: E Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.2
17
71) Of the reactions below, which one is a decomposition reaction? A) NH 4 Cl → NH3 + HCl B) 2Mg + O 2 → 2MgO C) 2N 2 + 3H 2 → 2NH3 D) 2CH 4 + 4O 2 → 2CO 2 + 4H 2 O E) Cd(NO3 )2 + Na 2S → CdS + 2NaNO3 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.2 72) Which one of the following substances is the product of this combination reaction? Al (s) + I 2 (s) → ________
A) AlI 2 B) AlI C) AlI3 D) Al2 I3 E) Al3 I2 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.2
Guru
73) Which one of the following is not true concerning automotive air bags? A) They are inflated as a result of a decomposition reaction B) They are loaded with sodium azide initially C) The gas used for inflating them is oxygen D) The two products of the decomposition reaction are sodium and nitrogen E) A gas is produced when the air bag activates. Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.2 74) The reaction used to inflate automobile airbags __________. A) produces sodium gas B) is a combustion reaction C) is a combination reaction D) violates the law of conservation of mass E) is a decomposition reaction Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.2 75) Which of the following are combination reactions? 1) CH 4 (g) + O 2 (g) → CO 2 (g) + H 2 O (l) 2) CaO (s) + CO 2 (g) → CaCO3 (s) 3) Mg (s) + O 2 (g) → MgO (s) 4) PbCO3 (s) → PbO (s) + CO 2 (g) A) 1, 2, and 3 B) 2 and 3 C) 1, 2, 3, and 4 D) 4 only E) 2, 3, and 4 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.2
18
76) Which of the following are combustion reactions? 1) CH 4 (g) + O 2 (g) → CO 2 (g) + H 2 O (l) 2) CaO (s) + CO 2 (g) → CaCO3 (s) 3) PbCO3 (s) → PbO (s) + CO 2 (g) 4) CH3OH (l) + O 2 (g) → CO 2 (g) + H 2 O (l) A) 1 and 4 B) 1, 2, 3, and 4 C) 1, 3, and 4 D) 2, 3, and 4 E) 3 and 4 Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.2 77) Which of the following are decomposition reactions? 1) CH 4 (g) + O 2 (g) → CO 2 (g) + H 2 O (l) 2) CaO (s) + CO 2 (g) → CaCO3 (s) 3) Mg (s) + O 2 (g) → MgO (s) 4) PbCO3 (s) → PbO (s) + CO 2 (g) A) 1, 2, and 3 B) 4 only C) 1, 2, 3, and 4 D) 2 and 3 E) 2, 3, and 4 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.2
Guru
78) The formula of nitrobenzene is C6 H5 NO 2 . The molecular weight of this compound is __________ amu. A) 107.11 B) 43.03 C) 109.10 D) 123.11 E) 3.06 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.3 79) The formula weight of potassium dichromate (K 2 Cr2 O7 ) is __________ amu. A) 107.09 B) 255.08 C) 242.18 D) 294.18 E) 333.08 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.3 80) The formula weight of potassium phosphate (K 3 PO 4 ) is __________ amu. A) 173.17 B) 251.37 C) 212.27 D) 196.27 E) 86.07 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.3
19
81) The formula weight of aluminum sulfate (Al2 (SO 4 )3 ) is __________ amu. A) 342.14 B) 123.04 C) 59.04 D) 150.14 E) 273.06 Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.3 82) The formula weight of silver chromate (Ag 2 CrO 4 ) is __________ amu. A) 159.87 B) 223.87 C) 331.73 D) 339.86 E) 175.87 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.3 83) The formula weight of ammonium sulfate ((NH 4 ) 2SO 4 ) is __________ amu. A) 100 B) 118 C) 116 D) 132 E) 264 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.3
Guru
84) The molecular weight of the acetic acid (CH3CO 2 H) is __________ amu. A) 60 B) 48 C) 44 D) 32 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.3 85) The molecular weight of the ethanol (C2 H5 OH) is __________ amu. A) 34 B) 41 C) 30 D) 46 E) 92 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.3 86) What is the mass % of carbon in dimethylsulfoxide (C2 H 6SO) ? A) 60.0 B) 20.6 C) 30.7 D) 7.74 E) 79.8 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.3
20
87) The mass % of H in methane (CH 4 ) is __________. A) 25.13 B) 4.032 C) 74.87 D) 92.26 E) 7.743 Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.3 88) The mass % of Al in aluminum sulfate (Al2 (SO 4 )3 ) is __________. A) 7.886 B) 15.77 C) 21.93 D) 45.70 E) 35.94 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.3 89) The formula weight of a substance is __________. A) identical to the molar mass B) the same as the percent by mass weight C) determined by combustion analysis D) the sum of the atomic weights of each atom in its chemical formula E) the weight of a sample of the substance Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.3
Guru
90) The formula weight of calcium nitrate (Ca(NO3 ) 2 ) is __________ amu. A) 102.1 B) 164.0 C) 204.2 D) 150.1 E) 116.1 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.3
91) The formula weight of magnesium fluoride (MgF2 ) is __________ amu. A) 86.6 B) 43.3 C) 62.3 D) 67.6 E) 92.9 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.3 92) The mass % of C in methane (CH 4 ) is __________. A) 25.13 B) 133.6 C) 74.87 D) 92.26 E) 7.743 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.4
21
93) The mass % of F in the binary compound KrF2 is __________. A) 18.48 B) 45.38 C) 68.80 D) 81.52 E) 31.20 Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.4 94) Calculate the percentage by mass of nitrogen in PtCl2 (NH3 ) 2 . A) 4.67 B) 9.34 C) 9.90 D) 4.95 E) 12.67 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 2.4 95) Calculate the percentage by mass of chlorine in PtCl2 (NH3 ) 2 . A) 23.63 B) 11.82 C) 25.05 D) 12.53 E) 18.09 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 2.4
Guru
96) Calculate the percentage by mass of hydrogen in PtCl2 (NH3 ) 2 . A) 1.558 B) 1.008 C) 0.672 D) 0.034 E) 2.016 Answer: E Diff: 3 Page Ref: Sec. 2.4 97) One mole of __________ contains the largest number of atoms. A) S8 B) C10 H8 C) Al2 (SO 4 )3 D) Na 3 PO 4 E) Cl2 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.4
22
98) One million argon atoms is __________ mol of argon atoms. A) 3 B) 1.7 × 10-18 C) 6.0 × 1023 D) 1.0 × 10-6 E) 1.0 × 10+6 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.4 99) There are __________ atoms of oxygen are in 300 molecules of CH3CO 2 H . A) 300 B) 600 C) 3.01 × 1024 D) 3.61 × 1026 E) 1.80 × 1026 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.4
Guru
100) How many molecules of CH 4 are in 48.2 g of this compound? A) 5.00 × 1024 B) 3.00 C) 2.90 × 1025 D) 1.81 × 1024 E) 4.00 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.4
101) A sample of CH 2 F2 with a mass of 19 g contains __________ atoms of F. A) 2.2 × 1023 B) 38 C) 3.3 × 1024 D) 4.4 × 1023 E) 9.5 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.4
102) A sample of CH 4 O with a mass of 32.0 g contains __________ molecules of CH 4 O . A) 5.32 × 10-23 B) 1.00 C) 1.88 × 1022 D) 6.02 × 1023 E) 32.0 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.4
23
103) How many atoms of nitrogen are in 10 g of NH 4 NO3 ? A) 3.5 B) 1.5 × 1023 C) 3.0 × 1023 D) 1.8 E) 2 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.4 104) Gaseous argon has a density of 1.40 g/L at standard conditions. How many argon atoms are in 1.00 L of argon gas at standard conditions? A) 4.7 × 1022 B) 3.4 × 1025 C) 2.1 × 1022 D) 1.5 × 1025 E) 6.02 × 1023 Answer: C Diff: 4 Page Ref: Sec. 3.4 105) What is the mass in grams of 9.76 × 1012 atoms of naturally occurring sodium? A) 22.99 B) 1.62 × 10-11 C) 3.73 × 10-10 D) 7.05 × 10-13 E) 2.24 × 1014 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.4
Guru
106) How many moles of pyridine (C5 H5 N) are contained in 3.13 g of pyridine? A) 0.0396 B) 25.3 C) 0.319 D) 0.00404 E) 4.04 × 103 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.4 107) How many oxygen atoms are contained in 2.74 g of Al2 (SO 4 )3 ? A) 12 B) 6.02 × 1023 C) 7.22 × 1024 D) 5.79 × 1022 E) 8.01 × 10-3 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.4
24
108) The total number of atoms in 0.111 mol of Fe(CO)3 (PH3 ) 2 is __________. A) 15 B) 1.07 × 1024 C) 4.46 × 1021 D) 1.67 E) 2.76 × 10-24 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.4 109) How many sulfur dioxide molecules are there in 1.80 mol of sulfur dioxide? A) 1.08 × 1023 B) 6.02 × 1024 C) 1.80 × 1024 D) 1.08 × 1024 E) 6.02 × 1023 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.4
Guru
110) How many sulfur dioxide molecules are there in 0.180 mol of sulfur dioxide? A) 1.80 × 1023 B) 6.02 × 1024 C) 6.02 × 1023 D) 1.08 × 1024 E) 1.08 × 1023 Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.4 111) How many carbon atoms are there in 52.06 g of carbon dioxide? A) 5.206 × 1024 B) 3.134 × 1025 C) 7.122 × 1023 D) 8.648 × 10-23 E) 1.424 × 1024 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.4
112) How many oxygen atoms are there in 52.06 g of carbon dioxide? A) 1.424 × 1024 B) 6.022 × 1023 C) 1.204 × 1024 D) 5.088 × 1023 E) 1.018 × 1024 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.4
25
113) How many moles of sodium carbonate contain 1.773 × 1017 carbon atoms? A) 5.890 × 10-7 B) 2.945 × 10-7 C) 1.473 × 10-7 D) 8.836 × 10-7 E) 9.817 × 10-8 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.4 114) How many grams of sodium carbonate contain 1.773 × 1017 carbon atoms? A) 3.121 × 10-5 B) 1.011 × 10-5 C) 1.517 × 10-5 D) 9.100 × 10-5 E) 6.066 × 10-5 Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.4
Guru
115) The compound responsible for the characteristic smell of garlic is allicin, C6 H10 OS2 The mass of 1.00 mol of allicin is __________ g. A) 34 B) 162 C) 86 D) 61 E) 19 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.4 116) The molecular formula of aspartame, the generic name of NutraSweet®, is C14 H18 N 2 O5 The molar mass of aspartame is __________ g. A) 24 B) 156 C) 294 D) 43 E) 39 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.4 117) A nitrogen oxide is 63.65% by mass nitrogen. The molecular formula could be __________. A) NO B) NO 2 C) N 2 O D) N 2 O 4 E) either NO 2 or N 2 O 4 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.5
26
118) A sulfur oxide is 50.0% by mass sulfur. This molecular formula could be __________. A) SO B) SO 2 C) S2 O D) S2 O 4 E) either SO2 or S2 O 4 Answer: E Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.5 119) Which hydrocarbon pair below have identical mass percentage of C? A) C3 H 4 and C3 H 6 B) C2 H 4 and C3 H 4 C) C2 H 4 and C4 H 2 D) C2 H 4 and C3 H 6 E) none of the above Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.5 Short Answer
Guru
1) Complete and balance the following reaction, given that elemental rubidium reacts with elemental sulfur to form Rb 2S (s) . Na (s) + S (s) → __________ Answer: → Na 2S (s) Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.2
2) A compound was found to contain 90.6% lead (Pb) and 9.4% oxygen. The empirical formula for this compound is __________. Answer: Pb3O 4 Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.5 3) The combustion of propane (C3 H8 ) in the presence of excess oxygen yields CO 2 and H 2 O : C3 H8 (g) + 5O 2 (g) → 3CO 2 (g) + 4H 2 O (g)
When 7.3 g of C3 H8 burns in the presence of excess O 2 , __________ g of CO 2 is produced. Answer: 22 Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.6 4) Under appropriate conditions, nitrogen and hydrogen undergo a combination reaction to yield ammonia: N 2 (g) + 3H 2 (g) → 2NH3 (g)
A 9.3-g sample of hydrogen requires __________ g of N 2 for a complete reaction. Answer: 43 Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.6
27
5) Water can be formed from the stoichiometric reaction of hydrogen with oxygen: 2H 2 (g) + O 2 (g) → 2H 2 O (g)
A complete reaction of 5.0 g of O 2 with excess hydrogen produces __________ g of H 2 O . Answer: 5.6 Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.6 6) The combustion of carbon disulfide in the presence of excess oxygen yields carbon dioxide and sulfur dioxide: CS2 (g) + 3O 2 (g) → CO 2 (g) + 2SO 2 (g)
The combustion of 15 g of CS2 in the presence of excess oxygen yields __________ g of SO2 . Answer: 25 Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.6 True/False 1) The mass of a single atom of an element (in amu) is numerically EQUAL to the mass in grams of 1 mole of that element. Answer: TRUE Diff: 2 Page Ref: Sec. 3,4
Guru
2) The molecular weight is ALWAYS a whole-number multiple of the empirical formula weight. Answer: TRUE Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.5 3) Carbon dioxide called a greenhouse gas because bacterial degradation of fertilizers in a greenhouse environment produce large quantities of carbon dioxide. Answer: FALSE Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.6 4) A great deal of the carbon dioxide produced by the combustion of fossil fuels is absorbed into the oceans. Answer: TRUE Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.6 5) The quantity of product that is calculated to form when all of the limiting reagent reacts is called the actual yield. Answer: FALSE Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.7 Algorithmic Questions 1) The molecular weight of urea ((NH2)2CO), a compound used as a nitrogen fertilizer, is __________ amu. A) 44.0 B) 43.0 C) 60.1 D) 8.0 E) 32.0 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 3.3
28
2) Determine the mass percent (to the hundredth’s place) of H in sodium bicarbonate (NaHCO3). Answer: 1.20 Diff: 2 Page Ref: Sec 3.3 3) What is the empirical formula of a compound that is 64.8% C, 13.6% H, and 21.6% O by mass? A) C4 HO1 B) C5 HO 2 C) C8 H 20 O 2 D) C5 H14 O1 E) C4 H10 O1 Answer: E Diff: 4 Page Ref: Sec. 3.5 4) A certain alcohol contains only three elements, carbon, hydrogen, and oxygen. Combustion of a 50.00 gram sample of the alcohol produced 95.50 grams of CO2 and 58.70 grams of H2O. What is the empirical formula of the alcohol? Answer: C2H6O Diff: 4 Page Ref: Sec. 3.5
Guru
5) Lithium and nitrogen react in a combination reaction to produce lithium nitride: 6Li (s) + N 2 (g) → 2Li3 N (s)
How many moles of N 2 are needed to react with 0.500 mol of lithium? A) 3.00 B) 0.500 C) 0.167 D) 1.50 E) 0.0833 Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.6
6) Lithium and nitrogen react in a combination reaction to produce lithium nitride: 6Li (s) + N 2 (g) → 2Li3 N (s)
How many moles of lithium nitride are produced when 0.450 mol of lithium react in this fashion? A) 0.150 B) 0.900 C) 0.0750 D) 1.35 E) 0.225 Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.6
29
7) Lithium and nitrogen react in a combination reaction to produce lithium nitride: 6Li (s) + N 2 (g) → 2Li3 N (s)
How many moles of lithium are needed to produce 0.60 mol of Li3 N when the reaction is carried out in the presence of excess nitrogen? A) 0.30 B) 1.8 C) 0.20 D) 0.40 E) 3.6 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.6 8) Automotive air bags inflate when sodium azide decomposes explosively to its constituent elements: 2NaN3 (s) → 2Na (s) + 3N 2 (g)
How many moles of N 2 are produced by the decomposition of 2.88 mol of sodium azide? A) 1.92 B) 8.64 C) 4.32 D) 0.960 E) 1.44 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.6
Guru
9) Automotive air bags inflate when sodium azide decomposes explosively to its constituent elements: 2NaN3 (s) → 2Na (s) + 3N 2 (g)
How many grams of sodium azide are required to produce 18.0 g of nitrogen? A) 0.964 B) 0.428 C) 41.8 D) 27.9 E) 62.7 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.6
10) Magnesium burns in air with a dazzling brilliance to produce magnesium oxide: 2Mg (s) + O 2 (g) → 2MgO (s)
How many moles of O 2 are consumed when 0.770 mol of magnesium burns? A) 0.0317 B) 2.60 C) 0.770 D) 1.54 E) 0.385 Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 3.6
30
11) Lithium and nitrogen react in a combination reaction to produce lithium nitride: 6Li (s) + N 2 (g) → 2Li3 N (s)
In a particular experiment, 3.50-g samples of each reagent are reacted. The theoretical yield of lithium nitride is __________ g. A) 3.52 B) 2.93 C) 17.6 D) 5.85 E) 8.7 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.7 12) Magnesium burns in air with a dazzling brilliance to produce magnesium oxide: 2Mg (s) + O 2 (g) → 2MgO (s)
When 4.00 g of magnesium burns, the theoretical yield of magnesium oxide is __________ g. A) 4.00 B) 6.63 C) 0.165 D) 3.32 E) 13.3 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 3.7
Guru
13) Calcium oxide reacts with water in a combination reaction to produce calcium hydroxide: CaO (s) + H 2 O (l) → Ca(OH)2 (s)
A 1.50-g sample of CaO is reacted with 1.45 g of H 2 O . How many grams of water remains after completion of reaction? A) 0.00 B) 0.00297 C) 0.966 D) 1.04 E) 0.0536 Answer: C Diff: 4 Page Ref: Sec. 3.7 14) If 294 grams of FeS2 is allowed to react with 176 grams of O2 according to the following equation, how many grams of Fe2O3 are produced? FeS2 + O2 → Fe2O3 + SO2 Answer: 160 Diff: 4 Page Ref: Sec. 3.7
31
15) Calcium oxide reacts with water in a combination reaction to produce calcium hydroxide: CaO (s) + H 2 O (l) → Ca(OH)2 (s)
In a particular experiment, a 5.00-g sample of CaO is reacted with excess water and 6.11 g of Ca(OH) 2 is recovered. What is the percent yield in this experiment? A) 122 B) 1.22 C) 7.19 D) 92.4 E) 81.9 Answer: D Diff: 4 Page Ref: Sec. 3.7
Guru 32
Chemistry, 11e (Brown) Chapter 4, Aqueous Reactions and Solution Stoichiometry Multiple-Choice and Bimodal 1) The total concentration of ions in a 0.250 M solution of HCl is __________. A) essentially zero. B) 0.125 M C) 0.250 M D) 0.500 M E) 0.750 M Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 4.1 2) A strong electrolyte is one that __________ completely in solution. A) reacts B) decomposes C) disappears D) ionizes Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.1 3) A weak electrolyte exists predominantly as __________ in solution. A) atoms B) ions C) molecules D) electrons E) an isotope Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.1
Guru
4) Which of the following are strong electrolytes? HCl HC2 H3O 2 NH3 KCl A) HCl, KCl B) HCl, NH3 , KCl C) HCl, HC2 H3O 2 , NH3 , KCl D) HCl, HC2 H3O 2 , KCl E) HC2 H3O 2 , KCl Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.1
1
5) Which of the following are weak electrolytes? 1) HCl 2) HC2 H3O 2 3) NH3 4) KCl A) HCl, KCl B) HCl, HC2 H3O 2 , NH3 , KCl C) HC2 H3O 2 , KCl D) HC2 H3O 2 , NH 3 E) HCl, HC2 H3O 2 , KCl Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.1 6) What are the spectator ions in the reaction between KOH (aq) and HNO3 (aq)? A) K + and H + B) H + and OH C) K + and NO3D) H + and NO3-
Guru
E) OH – only Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.2
7) The net ionic equation for the reaction between aqueous solutions of HF and KOH is __________. A) HF + KOH → H 2 O + K + + FB) HF + OH – → H 2 O + F-
C) HF + K + + OH – → H 2 O + KF D) H + + OH – → H 2 O
E) H + + F- + K + + OH – → H 2 O + K + + FAnswer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.2
8) Combining aqueous solutions of BaI 2 and Na 2SO 4 affords a precipitate of BaSO 4 . Which ion(s) is/are spectator ions in the reaction? A) Ba 2+ only B) Na + only C) Ba 2+ and SO 4 2D) Na + and I E) SO 4 2- and I Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.2
2
9) Which ion(s) is/are spectator ions in the formation of a precipitate of AgCl via combining aqueous solutions of CoCl2 and AgNO3 ? A) Co 2+ and NO3 B) NO3 – and ClC) Co 2+ and Ag + D) ClE) NO3 Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.2 10) The balanced net ionic equation for precipitation of CaCO3 when aqueous solutions of Na 2 CO3 and CaCl2 are mixed is __________. A) 2Na + (aq) + CO32- (aq) → Na 2 CO3 (aq) B) 2Na + (aq) + 2Cl- (aq) → 2NaCl (aq) C) Na + (aq) + Cl- (aq) → NaCl (aq) D) Ca 2+ (aq) + CO32- (aq) → CaCO3 (s)
Guru
E) Na 2 CO3 (aq) + CaCl 2 (aq) → 2NaCl (aq) + CaCO3 (s) Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.2
11) When aqueous solutions of AgNO3 and KI are mixed, AgI precipitates. The balanced net ionic equation is __________. A) Ag + (aq) + I- (aq) → AgI (s) B) Ag + (aq) + NO3 – (aq) → AgNO3 (s)
C) Ag + (aq) + NO3 – (aq) → AgNO3 (aq) D) AgNO3 (aq) + KI (aq) → AgI (s) + KNO3 (aq) E) AgNO3 (aq) + KI (aq) → AgI (s) + KNO3 (s) Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.2
12) When H 2SO 4 is neutralized by NaOH in aqueous solution, the net ionic equation is __________. A) SO 4 2- (aq) + 2Na + (aq) → Na 2SO 4 (aq) B) SO 4 2- (aq) + 2Na + (aq) → Na 2SO 4 (s) C) H + (aq) + OH – (aq) → H 2 O (l) D) H 2SO 4 (aq) + 2OH – (aq) → H 2 O (l) + SO 4 2- (aq) E) 2H + (aq) + 2NaOH (aq) → 2H 2 O (l) + 2Na + (aq) Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.2
3
13) The spectator ions in the reaction between aqueous perchloric acid and aqueous barium hydroxide are __________. A) OH – and ClO 4 B) H + , OH – , ClO 4 – , and Ba 2+ C) H + and OH D) H + and Ba 2+ E) ClO 4 – and Ba 2+ Answer: E Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.2 14) The spectator ions in the reaction between aqueous hydrofluoric acid and aqueous barium hydroxide are __________. A) OH – , F – , and Ba 2+ B) F – and Ba 2+ C) OH – and F D) Ba 2+ only E) H+, OH – , F – , and Ba 2+ Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.2
Guru
15) The spectator ions in the reaction between aqueous hydrochloric acid and aqueous ammonia are __________. A) H + and NH3 B) H + , Cl- , NH3 , and NH 4 + C) Cl- and NH 4 +
D) H + , Cl- , and NH 4 +
E) Cl- only Answer: E Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.2
16) Which of the following are strong acids? HI HNO3 HF HBr A) HF, HBr B) HI, HNO3 , HF, HBr C) HI, HF, HBr D) HNO3 , HF, HBr E) HI, HNO3 , HBr Answer: E Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.3
4
17) Which hydroxides are strong bases? Sr(OH) 2 KOH NaOH Ba(OH) 2 A) KOH, Ba(OH) 2 B) KOH, NaOH C) KOH, NaOH, Ba(OH) 2 D) Sr(OH) 2 , KOH, NaOH, Ba(OH) 2 E) None of these is a strong base. Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.3 18) A neutralization reaction between an acid and a metal hydroxide produces __________. A) water and a salt B) hydrogen gas C) oxygen gas D) sodium hydroxide E) ammonia Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.3
Guru
19) Of the metals below, only __________ will not dissolve in an aqueous solution containing nickel ions. aluminum chromium barium tin potassium
A) aluminum B) chromium C) barium D) tin E) potassium Answer: D Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.4
20) Which of these metals is the least easily oxidized? Na Au Fe Ca Ag A) Na B) Au C) Fe D) Ca E) Ag Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.4
5
21) Of the following elements, __________ is the only one that cannot be found in nature in its elemental form. Cu Hg Au Ag Na A) Cu B) Hg C) Au D) Ag E) Na Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.4 22) Of the following elements, __________ is the most easily oxidized. oxygen fluorine nitrogen aluminum gold
Guru
A) oxygen B) fluorine C) nitrogen D) aluminum E) gold Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.4
23) Based on the equations below, which metal is the most active? Pb(NO3 ) 2 (aq) + Ni (s) → Ni(NO 2 )2 (aq) + Pb (s) Pb(NO3 ) 2 (aq) + Ag (s) → No reaction
Cu(NO3 ) 2 (aq) + Ag (s) → No reaction
A) Ni B) Ag C) Cu D) Pb E) N Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.4
6
24) Consider the following reactions: AgNO3 (aq) + Zn (s) → Ag (s) + Zn(NO3 )2 Co(NO3 ) 2 (aq) + Zn (s) → No reaction AgNO3 (aq) + Co (s) → Co(NO3 ) 2 (aq) + Ag (s)
Which is the correct order of increasing activity for these metals? A) Ag < Zn < Co B) Co < Ag < Zn C) Co < Zn < Ag D) Ag < Co < Zn E) Zn < Co < Ag Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.4 25) When gold dissolves in aqua regia, what is reduced H+ NO3-
ClH2O Au
A) H + B) NO3-
Guru
C) ClD) H 2 O E) Au Answer: B Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.5
26) What is the concentration (M) of KCl in a solution made by mixing 25.0 mL of 0.100 M KCl with 50.0 mL of 0.100 M KCl? A) 0.100 B) 0.0500 C) 0.0333 D) 0.0250 E) 125 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5 27) What is the concentration (M) of CH3OH in a solution prepared by dissolving 11.7 g of CH3OH in sufficient water to give exactly 230 mL of solution? A) 11.9 B) 1.59 × 10-3 C) 0.0841 D) 1.59 E) 11.9 × 10-3 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5
7
28) How many grams of H3 PO 4 are in 175 mL of a 3.5 M solution of H3 PO 4 ? A) 0.61 B) 60 C) 20 D) 4.9 E) 612 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5 29) What is the concentration (M) of a NaCl solution prepared by dissolving 9.3 g of NaCl in sufficient water to give 350 mL of solution? A) 18 B) 0.16 C) 0.45 D) 27 E) 2.7 × 10-2 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5 30) How many grams of NaOH (MW = 40.0) are there in 500.0 mL of a 0.175 M NaOH solution? A) 2.19 × 10-3 B) 114 C) 14.0 D) 3.50 E) 3.50 × 103 Answer: D Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.5
Guru
31) How many grams of CH3OH must be added to water to prepare 150 mL of a solution that is 2.0 M CH3OH ? A) 9.6 × 103 B) 4.3 × 102 C) 2.4 D) 9.6 E) 4.3 Answer: D Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.5
32) There are __________ mol of bromide ions in 0.500 L of a 0.300 M solution of AlBr3 . A) 0.150 B) 0.0500 C) 0.450 D) 0.167 E) 0.500 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5
8
33) How many moles of Co 2+ are present in 0.200 L of a 0.400 M solution of Col2 ? A) 2.00 B) 0.500 C) 0.160 D) 0.0800 E) 0.0400 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5 34) How many moles of K + are present in 343 mL of a 1.27 M solution of K 3 PO 4 ? A) 0.436 B) 1.31 C) 0.145 D) 3.70 E) 11.1 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5 35) What are the respective concentrations (M) of Na + and SO 4 2- afforded by dissolving 0.500 mol Na 2SO 4 in water and diluting to 1.33 L? A) 0.665 and 0.665 B) 0.665 and 1.33 C) 1.33 and 0.665 D) 0.376 and 0.752 E) 0.752 and 0.376 Answer: E Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.5
Guru
36) Calculate the concentration (M) of sodium ions in a solution made by diluting 50.0 mL of a 0.874 M solution of sodium sulfide to a total volume of 250.0 mL. A) 0.175 B) 4.37 C) 0.525 D) 0.350 E) 0.874 Answer: D Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.5 37) An aqueous ethanol solution (400 mL) was diluted to 4.00 L, giving a concentration of 0.0400 M. The concentration of the original solution was __________ M. A) 0.400 B) 0.200 C) 2.00 D) 1.60 E) 4.00 Answer: A Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.5
9
38) The concentration (M) of an aqueous methanol produced when 0.200 L of a 2.00 M solution was diluted to 0.800 L is __________. A) 0.800 B) 0.200 C) 0.500 D) 0.400 E) 8.00 Answer: C Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.5 39) The molarity (M) of an aqueous solution containing 22.5 g of sucrose (C12 H 22 O11 ) in 35.5 mL of solution is __________. A) 0.0657 B) 1.85 × 10-3 C) 1.85 D) 3.52 E) 0.104 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5
Guru
40) The molarity (M) of an aqueous solution containing 52.5 g of sucrose (C12 H 22 O11 ) in 35.5 mL of solution is __________. A) 5.46 B) 1.48 C) 0.104 D) 4.32 E) 1.85 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5 41) The molarity (M) of an aqueous solution containing 22.5 g of glucose (C6 H12 O6 ) in 35.5 mL of solution is __________. A) 3.52 B) 0.634 C) 0.197 D) 0.125 E) 1.85 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5 42) The molarity of an aqueous solution containing 75.3 g of glucose (C6 H12 O6 ) in 35.5 mL of solution is __________. A) 1.85 B) 2.12 C) 0.197 D) 3.52 E) 11.8 Answer: E Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5
10
43) How many grams of sodium chloride are there in 55.0 mL of a 1.90 M aqueous solution of sodium chloride? A) 0.105 B) 6.11 C) 3.21 D) 6.11 × 103 E) 12.2 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5 44) How many grams of sodium chloride are there in 550 mL of a 1.90 M aqueous solution of sodium chloride? A) 61.1 B) 1.05 C) 30.5 D) 6.11 × 104 E) 122 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5 45) The molarity of a solution prepared by diluting 43.72 mL of 1.005 M aqueous K 2 Cr2 O7 to 500 mL is __________. A) 0.0879 B) 87.9 C) 0.0218 D) 0.0115 E) 0.870 Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.5
Guru
46) The molarity of a solution prepared by diluting 43.72 mL of 5.005 M aqueous K 2 Cr2 O7 to 500 mL is __________. A) 57.2 B) 0.0044 C) 0.438 D) 0.0879 E) 0.870 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.5 47) The concentration of chloride ions in a 0.193 M solution of potassium chloride is __________. A) 0.0643 M B) 0.386 M C) 0.0965 M D) 0.579 M E) 0.193 M Answer: E Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5
11
48) The concentration of iodide ions in a 0.193 M solution of barium iodide is __________. A) 0.193 M B) 0.386 M C) 0.0965 M D) 0.579 M E) 0.0643 M Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5 49) The concentration of species in 500 mL of a 2.104 M solution of sodium sulfate is __________ M sodium ion and __________ M sulfate ion. A) 2.104, 1.052 B) 2.104, 2.104 C) 2.104, 4.208 D) 1.052, 1.052 E) 4.208, 2.104 Answer: E Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.5 50) When 0.500 mol of HC2 H3O 2 is combined with enough water to make a 300 mL solution, the concentration of HC2 H3O 2 is __________ M. A) 3.33 B) 1.67 C) 0.835 D) 0.00167 E) 0.150 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5
Guru
51) In a titration of 35.00 mL of 0.737 M H 2SO 4 , __________ mL of a 0.827 M KOH solution is required for neutralization. A) 35.0 B) 1.12 C) 25.8 D) 62.4 E) 39.3 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.6 52) Oxalic acid is a diprotic acid. Calculate the percent of oxalic acid (H 2 C2 O 4 ) in a solid given that a 0.7984 g sample of that solid required 37.98 mL of 0.2283 M NaOH for neutralization. A) 48.89 B) 97.78 C) 28.59 D) 1.086 E) 22.83 Answer: A Diff: 5 Page Ref: Sec. 4.6
12
53) A 17.5 mL sample of an acetic acid (CH3CO 2 H) solution required 29.6 mL of 0.250 M NaOH for neutralization. The concentration of acetic acid was __________ M. A) 0.15 B) 0.42 C) 130 D) 6.8 E) 0.21 Answer: B Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.6 54) A 25.5 mL aliquot of HCl (aq) of unknown concentration was titrated with 0.113 M NaOH (aq). It took 51.2 mL of the base to reach the endpoint of the titration. The concentration (M) of the acid was __________. A) 1.02 B) 0.114 C) 0.454 D) 0.113 E) 0.227 Answer: E Diff: 5 Page Ref: Sec. 4.6
Guru
55) A 31.5 mL aliquot of HNO3 (aq) of unknown concentration was titrated with 0.0134 M NaOH (aq). It took 23.9 mL of the base to reach the endpoint of the titration. The concentration (M) of the acid was __________. A) 0.0102 B) 0.0051 C) 0.0204 D) 0.227 E) 1.02 Answer: A Diff: 5 Page Ref: Sec. 4.6 56) A 31.5 mL aliquot of H 2SO 4 (aq) of unknown concentration was titrated with 0.0134 M NaOH (aq). It took 23.9 mL of the base to reach the endpoint of the titration. The concentration (M) of the acid was __________. A) 0.0102 B) 0.0051 C) 0.0204 D) 0.102 E) 0.227 Answer: B Diff: 5 Page Ref: Sec. 4.6 Multiple-Choice 57) Of the species below, only __________ is NOT an electrolyte. A) HCl B) Rb2SO4 C) Ar D) KOH E) NaCl Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 4.1
13
58) The balanced molecular equation for complete neutralization of H 2SO 4 by KOH in aqueous solution is __________. A) 2H + (aq) + 2OH – (aq) → 2H 2 O (l) B) 2H + (aq) + 2KOH (aq) → 2H 2 O (l) + 2K + (aq) C) H 2SO 4 (aq) + 2OH – (aq) → 2H 2 O (l) + SO4 2- (aq) D) H 2SO 4 (aq) + 2KOH (aq) → 2H 2 O (l) + K 2SO4 (s) E) H 2SO 4 (aq) + 2KOH (aq) → 2H 2 O (l) + K 2SO 4 (aq) Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 4.2 59) Aqueous potassium chloride will react with which one of the following in an exchange (metathesis) reaction? A) calcium nitrate B) sodium bromide C) lead nitrate D) barium nitrate E) sodium chloride Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.2
Guru
60) Aqueous solutions of a compound did not form precipitates with Cl- , Br – , I- , SO 4 2- , CO32- , PO 43- , OH – , or S2- . This highly water-soluble compound produced the foul-smelling gas H 2S when the solution was acidified. This compound is __________. A) Pb(NO3 ) 2 B) (NH 4 ) 2S C) KBr D) Li 2 CO3 E) AgNO3 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.2 61) The net ionic equation for formation of an aqueous solution of NiI 2 accompanied by evolution of CO 2 gas via mixing solid NiCO3 and aqueous hydriodic acid is __________. A) 2NiCO3 (s) + HI (aq) → 2H 2 O (l) + CO 2 (g) + 2Ni 2+ (aq) B) NiCO3 (s) + I- (aq) → 2H 2 O (l) + CO 2 (g) + Ni 2+ (aq) + HI (Aq) C) NiCO3 (s) + 2H + (aq) → H 2 O (l) + CO 2 (g) + Ni 2+ (aq) D) NiCO3 (s) + 2HI (aq) → 2H 2 O (l) + CO 2 (g) + NiI 2 (aq) E) NiCO3 (s) + 2HI (aq) → H 2 O (l) + CO 2 (g) + Ni 2+ (aq) + 2I – (aq) Answer: C Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.2
14
62) The net ionic equation for formation of an aqueous solution of Al(NO3 )3 via mixing solid Al(OH)3 and aqueous nitric acid is __________. A) Al(OH)3 (s) + 3HNO3 (aq) → 3H 2 O (l) + Al(NO3 )3 (aq) B) Al(OH)3 (s) + 3NO3 – (aq) → 3OH – (aq) + Al(NO3 )3 (aq) C) Al(OH)3 (s) + 3NO3 – (aq) → 3OH – (aq) + Al(NO3 )3 (s) D) Al(OH)3 (s) + 3H + (aq) → 3H 2 O (l) + Al3+ (aq) E) Al(OH)3 (s) + 3HNO3 (aq) → 3H 2 O (l) + Al3+ (aq) + NO3 – (aq) Answer: D Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.2 63) Which of the following is soluble in water at 25°C? A) Fe3 (PO4 )2 B) Fe(OH) 2 C) Fe(NO3 ) 2 D) FeCO3 E) FeS Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.2
Guru
64) When aqueous solutions of __________ are mixed, a precipitate forms. A) NiBr2 and AgNO3 B) NaI and KBr C) K 2SO 4 and CrCl3 D) KOH and Ba(NO3 ) 2 E) Li 2 CO3 and CsI Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.2 65) Which one of the following compounds is insoluble in water? A) Na 2 CO3 B) K 2SO 4 C) Fe(NO3 )3 D) ZnS E) AgNO3 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 4.2 66) Which combination will produce a precipitate? A) NaC2 H3O 2 (aq) and HCl (aq) B) NaOH (aq) and HCl (aq) C) AgNO3 (aq) and Ca(C2 H 3O 2 ) 2 (aq) D) KOH (aq) and Mg(NO3 ) 2 (aq) E) NaOH (aq) and HCl (aq) Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.2
15
67) Which combination will produce a precipitate? A) NH 4 OH (aq) and HCl (aq) B) AgNO3 (aq) and Ca(C2 H 3O 2 ) 2 (aq) C) NaOH (aq) and HCl (aq) D) NaCl (aq) and HC2 H3O 2 (aq) E) NaOH (aq) and Fe(NO3 )3 (aq) Answer: E Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.2 68) With which of the following will ammonium ion form an insoluble salt? A) chloride B) sulfate C) carbonate D) sulfate and carbonate E) none of the above Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 4.2 69) The net ionic equation for the reaction between aqueous sulfuric acid and aqueous sodium hydroxide is __________. A) H + (aq) + HSO 4 – (aq) + 2OH – (aq) → 2H 2 O (l) + SO 4 2- (aq)
Guru
B) H + (aq) + HSO 4 – (aq) + 2Na + (aq) 2OH- (aq) → 2H 2 O (l) + 2Na + (aq) + SO4 2- (aq) C) SO 4 2- (aq) + 2Na + (aq) → 2Na + (aq) + SO 4 2- (aq) D) 2H + (aq) + 2OH – (aq) → 2H 2 O (l)
E) 2H + (aq) + SO 4 2- (aq) + 2Na+ (aq) + 2OH- (aq) → 2H2 O (l) + 2Na + (aq) + SO4 2- (aq) Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.2 70) The reaction between strontium hydroxide and chloric acid produces __________. A) a molecular compound and a weak electrolyte B) two weak electrolytes C) two strong electrolytes D) a molecular compound and a strong electrolyte E) two molecular compounds Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.3 71) Which one of the following is a diprotic acid? A) nitric acid B) chloric acid C) phosphoric acid D) hydrofluroric acid E) sulfuric acid Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.3
16
72) Which one of the following solutions will have the greatest concentration of hydroxide ions? A) 0.100 M rubidium hydroxide B) 0.100 M magnesium hydroxide C) 0.100 M ammonia D) 0.100 M beryllium hydroxide E) 0.100 M hydrochloric acid Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.3 73) Which one of the following is a weak acid? A) HNO3 B) HCl C) HI D) HF E) HClO 4 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 4.3 74) A compound was found to be soluble in water. It was also found that addition of acid to an aqueous solution of this compound resulted in the formation of carbon dioxide. Which one of the following cations would form a precipitate when added to an aqueous solution of this compound? A) NH 4 + B) K+ C) Cr3+
Guru
D) Rb + E) Na + Answer: C Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.3
75) Which hydroxides are weak bases? 1) Sr(OH) 2 2) KOH 3) NaOH 4) Ba(OH) 2 A) 2, 4 B) 1, 2, 3, 4 C) 2, 3 D) 2, 3, 4 E) None of these is a weak base. Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.3
76) The balanced reaction between aqueous potassium hydroxide and aqueous acetic acid is __________. A) KOH (aq) + HC 2 H 3 O 2 (aq) → OH – (l) + HC2 H3 O2 + (aq) + K (s) B) KOH (aq) + HC2 H3O2 (aq) C) KOH (aq) + HC2 H3O 2 (aq) D) KOH (aq) + HC2 H3O 2 (aq) E) KOH (aq) + HC2 H3O 2 (aq) Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.3
→ H 2 O (l) + KC2 H3 O2 (aq) → H 2 C2 H3 O3 (aq) + K (s) → KC2 H3O3 (aq) + H 2 (g) → H 2 KC2 H3O (aq) + O 2 (g)
17
77) The balanced reaction between aqueous nitric acid and aqueous strontium hydroxide is __________. A) HNO3 (aq) + Sr(OH)2 (aq) → Sr(NO3 )2 (aq) + H 2 (g) B) HNO3 (aq) + Sr(OH)2 (aq) → H 2 O (l) + Sr(NO3 )2 (aq) C) HNO3 (aq) + Sr(OH) (aq) → H 2 O (l) + SrNO3 (aq) D) 2HNO3 (aq) + Sr(OH)2 (aq) → 2H 2 O (l) + Sr(NO3 )2 (aq) E) 2HNO3 (aq) + Sr(OH)2 (aq) → Sr(NO3 )2 (aq) + 2H 2 (g) Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.3 78) In which reaction does the oxidation number of oxygen increase? A) Ba(NO3 ) 2 (aq) + K 2SO 4 (aq) → BaSO 4 (s) + 2 KNO3 (aq) B) HCl (aq) + NaOH (aq) → NaCl (aq) + H 2 O (l ) C) MgO (s) + H 2 O (l ) → Mg(OH) 2 (s) D) 2 SO 2 (g) + O 2 (g) → 2 SO3 (g) E) 2 H 2 O (l ) → 2 H 2 (g) + O 2 (g) Answer: E Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.4
Guru
79) In which reaction does the oxidation number of hydrogen change? A) HCl (aq) + NaOH (aq) → NaCl (aq) + H 2 O (l ) B) 2 Na (s) + 2 H 2 O (l ) → 2 NaOH (aq) + H 2 (g) C) CaO (s) + H 2 O (l ) → Ca(OH) 2 (s) D) 2 HClO 4 (aq) + CaCO3 (s) → Ca(ClO4 )2 (aq) + H 2 O (l ) + CO2 (g) E) SO 2 (g) + H 2 O (l ) → H 2SO3 (aq) Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.4 80) In which species does sulfur have the highest oxidation number? A) S8 (elemental form of sulfur) B) H 2S C) SO 2 D) H 2SO3 E) K 2SO 4 Answer: E Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.4
81) Which compound has the atom with the highest oxidation number? A) CaS B) Na 3 N C) MgSO3 D) Al(NO 2 )3 E) NH 4 Cl Answer: C Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.4
18
82) Of the choices below, which would be the best for the lining of a tank intended for use in storage of hydrochloric acid? A) copper B) zinc C) nickel D) iron E) tin Answer: A Diff: 5 Page Ref: Sec. 4.4 83) One method for removal of metal ions from a solution is to convert the metal to its elemental form so it can be filtered out as a solid. Which metal can be used to remove aluminum ions from solution? A) zinc B) cobalt C) lead D) copper E) none of these Answer: E Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.4 84) Of the reactions below, only __________ is not spontaneous. A) Mg (s) + 2HCl (aq) → MgCl2 (aq) + H 2 (g) B) 2Ag (s) + 2HNO3 (aq) → 2AgNO3 (aq) + H 2 (g) C) 2Ni (s) + H 2SO 4 (aq) → Ni 2SO 4 (aq) + H 2 (g) D) 2Al (s) + 6HBr (aq) → 2AlBr3 (aq) + 3H 2 (g) E) Zn (s) + 2HI (aq) → ZnI 2 (aq) + H 2 (g) Answer: B Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.4
Guru
85) Based on the activity series, which one of the reactions below will occur? A) Zn (s) + MnI 2 (aq) → ZnI 2 (aq) + Mn (s) B) SnCl2 (aq) + Cu (s) → Sn (s) + CuCl2 (aq) C) 2AgNO3 (aq) + Pb (s) → 2Ag (s) + Pb(NO3 )2 (aq) D) 3Hg (l) + 2Cr(NO3 )3 (aq) → 3Hg(NO3 ) 2 + 2Cr (s) E) 3FeBr2 (aq) + 2Au (s) → 3Fe (s) + 2AuBr3 (aq) Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.4
86) The net ionic equation for the dissolution of zinc metal in aqueous hydrobromic acid is __________. A) Zn (s) + 2Br – (aq) → ZnBr2 (aq) B) Zn (s) + 2HBr (aq) → ZnBr2 (aq) + 2H + (aq) C) Zn (s) + 2HBr (aq) → ZnBr2 (s) + 2H + (aq) D) Zn (s) + 2H + (aq) → Zn 2+ (aq) + H 2 (g) E) 2Zn (s) + H + (aq) → 2Zn 2+ (aq) + H 2 (g) Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.4
19
87) Sodium does not occur in nature as Na (s) because __________. A) it is easily reduced to Na B) it is easily oxidized to Na + C) it reacts with water with great difficulty D) it is easily replaced by silver in its ores E) it undergoes a disproportionation reaction to Na – and Na + Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.4 88) Zinc is more active than cobalt and iron but less active than aluminum. Cobalt is more active than nickel but less active than iron. Which of the following correctly lists the elements in order of increasing activity? A) Co < Ni < Fe < Zn < Al B) Ni < Fe < Co < Zn < Al C) Ni < Co < Fe < Zn < Al D) Fe < Ni < Co < Al < Zn E) Zn < Al < Co < Ni < Fe Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.4 89) Oxidation is the __________ and reduction is the __________. A) gain of oxygen, loss of electrons B) loss of oxygen, gain of electrons C) loss of electrons, gain of electrons D) gain of oxygen, loss of mass E) gain of electrons, loss of electrons Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.4
Guru
90) Oxidation and __________ mean essentially the same thing. A) activity B) reduction C) metathesis D) decomposition E) corrosion Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.4 91) Oxidation cannot occur without __________. A) acid B) oxygen C) water D) air E) reduction Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 4.4
20
92) Which of the following is an oxidation-reduction reaction? A) Cu (s) + 2AgNO3 (aq) → 2Ag (s) + Cu(NO3 )2 (aq) B) HCl (aq) + NaOH (aq) → H 2 O (l) + NaCl (aq) C) AgNO3 (aq) + HCl (aq) → AgCl (s) + HNO3 (aq) D) Ba(C2 H3O 2 ) 2 (aq) + Na 2SO 4 (aq) → BaSO 4 (s) + 2NaC 2 H3O 2 (aq) E) H 2 CO3 (aq) + Ca(NO3 )2 (aq) → 2HNO3 (aq) + CaCO3 (s) Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.4 93) Which of the following reactions will not occur as written? A) Zn (s) + Pb(NO3 ) 2 (aq) → Pb (s) + Zn(NO3 ) 2 (aq) B) Mg (s) + Ca(OH) 2 (aq) → Ca (s) + Mg(OH) 2 (aq) C) Sn (s) + 2AgNO3 (aq) → 2Ag (s) + Sn(NO3 ) 2 (aq) D) Co (s) + 2AgCl (aq) → 2Ag (s) + CoCl2 (aq) E) Co (s) + 2HI (aq) → H 2 (g) + CoI 2 (aq) Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.4
Guru
94) Which one of the following is a correct expression for molarity? A) mol solute/L solvent B) mol solute/mL solvent C) mmol solute/mL solution D) mol solute/kg solvent E) μmol solute/L solution Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5
95) Which one of the following is not true concerning 2.00 L of 0.100 M solution of Ca 3 (PO 4 ) 2 ? A) This solution contains 0.200 mol of Ca 3 (PO 4 ) 2 . B) This solution contains 0.800 mol of oxygen atoms. C) 1.00 L of this solution is required to furnish 0.300 mol of Ca 2+ ions. D) There are 6.02 × 1022 phosphorus atoms in 500.0 mL of this solution. E) This solution contains 6.67 × 10-2 mol of Ca 2+ . Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.5 96) A 0.200 M K 2SO 4 solution is produced by __________. A) dilution of 250.0 mL of 1.00 M K 2SO 4 to 1.00 L B) dissolving 43.6 g of K 2SO 4 in water and diluting to a total volume of 250.0 mL C) diluting 20.0 mL of 5.00 M K 2SO 4 solution to 500.0 mL D) dissolving 20.2 g of K 2SO 4 in water and diluting to 250.0 mL, then diluting 25.0 mL of this solution to a total volume of 500.0 mL E) dilution of 1.00 mL of 250 M K 2SO3 to 1.00 L Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5
21
97) Which solution has the same number of moles of solute A as 50.00 mL of 0.100M solution of NaOH? A) 20.00 mL of 0.200M solution of A B) 25.00 mL of 0.175M solution of A C) 30.00 mL of 0.145M solution of A D) 50.00 mL of 0.125M solution of A E) 100.00 mL of 0.0500M solution of A Answer: E Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.5 98) What are the respective concentrations (M) of Fe3+ and I- afforded by dissolving 0.200 mol FeI3 in water and diluting to 725 mL? A) 0.276 and 0.828 B) 0.828 and 0.276 C) 0.276 and 0.276 D) 0.145 and 0.435 E) 0.145 and 0.0483 Answer: A Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.5 99) A tenfold dilution of a sample solution can be obtained by taking __________. A) 1 part sample and 9 parts solvent B) 1 part sample and 10 parts solvent C) 9 parts sample and 1 part solvent D) 10 parts sample and 1 part solvent E) 99 parts sample and 1 part solvent Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.5
Guru
100) Mixing 10.00 mL of an aqueous solution with 10.00 mL of water represents a __________. A) crystallization B) neutralization C) twofold dilution D) tenfold dilution E) titration Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.5 101) You are given two clear solutions of the same unknown monoprotic acid, but with different concentrations. Which statement is true? A) There is no chemical method designed to tell the two solutions apart. B) It would take more base solution (per milliliter of the unknown solution) to neutralize the more concentrated solution. C) A smaller volume of the less concentrated solution contains the same number of moles of the acid compared to the more concentrated solution. D) If the same volume of each sample was taken, then more base solution would be required to neutralize the one with lower concentration. E) The product of concentration and volume of the less concentrated solution equals the product of concentration and volume of the more concentrated solution. Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.5
22
102) A 0.100 M solution of __________ will contain the highest concentration of potassium ions. A) potassium phosphate B) potassium hydrogen carbonate C) potassium hypochlorite D) potassium iodide E) potassium oxide Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5 103) Which solution contains the largest number of moles of chloride ions? A) 10.0 mL of 0.500M BaCl2 B) 4.00 mL of 1.000M NaCl C) 7.50 mL of 0.500M FeCl3 D) 25.00 mL of 0.400M KCl E) 30.00 mL of 0.100M CaCl2 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5 104) What volume (mL) of a concentrated solution of sodium hydroxide (6.00 M) must be diluted to 200. mL to make a 1.50 M solution of sodium hydroxide? A) 0.05 B) 50.0 C) 45 D) 800 E) 0.800 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.5
Guru
105) What volume (mL) of a concentrated solution of sodium hydroxide (6.00 M) must be diluted to 200 mL to make a 0.88 M solution of sodium hydroxide? A) 2.64 B) 176 C) 26.4 D) 29.3 E) 50.0 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.5 106) What mass (g) of potassium chloride is contained in 430 mL of a potassium chloride solution that has a chloride ion concentration of 0.193 M? A) 0.0643 B) 0.0830 C) 12.37 D) 0.386 E) 6.19 Answer: E Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.5
23
107) What mass (g) of barium iodide is contained in 250 mL of a barium iodide solution that has an iodide ion concentration of 0.193 M? A) 9.44 B) 18.9 C) 0.024 D) 0.048 E) 37.7 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5 108) What mass (g) of AgBr is formed when 35.5 mL of 0.184 M AgNO3 is treated with an excess of aqueous hydrobromic acid? A) 1.44 B) 1.23 C) 53.6 D) 34.5 E) 188 Answer: B Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.6
Guru
109) What mass (g) of CaF2 is formed when 47.8 mL of 0.334 M NaF is treated with an excess of aqueous calcium nitrate? A) 1.25 B) 0.472 C) 2.49 D) 0.943 E) 0.623 Answer: E Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.6 110) What volume (mL) of 0.135 M NaOH is required to neutralize 13.7 mL of 0.129 M HCl? A) 13.1 B) 0.24 C) 14.3 D) 0.076 E) 6.55 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.6
111) What volume (L) of 0.250 M HNO3 is required to neutralize a solution prepared by dissolving 17.5 g of NaOH in 350 mL of water? A) 50.0 B) 0.44 C) 1.75 D) 0.070 E) 1.75 × 10-3 Answer: C Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.6
24
112) An aliquot (28.7 mL) of a KOH solution required 31.3 mL of 0.118 M HCl for neutralization. What mass (g) of KOH was in the original sample? A) 1.6 B) 7.2 C) 0.17 D) 0.21 E) 0.42 Answer: D Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.6 113) The point in a titration at which the indicator changes is called the __________. A) equivalence point B) indicator point C) standard point D) endpoint E) volumetric point Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 4.6 114) Which of the following would require the largest volume of 0.100 M sodium hydroxide solution for neutralization? A) 10.0 mL of 0.0500 M phosphoric acid B) 20.0 mL of 0.0500 M nitric acid C) 5.0 mL of 0.0100 M sulfuric acid D) 15.0 mL of 0.0500 M hydrobromic acid E) 10.0 mL of 0.0500 M perchloric acid Answer: A Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.6
Guru
115) Which one of the following substances is produced during the reaction of an acid with a metal hydroxide? A) H 2 B) H 2 O C) CO 2 D) NaOH E) O 2 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.6 116) A 36.3 mL aliquot of 0.0529 M H 2SO 4 (aq) is to be titrated with 0.0411 M NaOH (aq). What volume (mL) of base will it take to reach the equivalence point? A) 93.6 B) 46.8 C) 187 D) 1.92 E) 3.84 Answer: A Diff: 5 Page Ref: Sec. 4.6
25
117) A 13.8 mL aliquot of 0.176 M H3 PO 4 (aq) is to be titrated with 0.110 M NaOH (aq). What volume (mL) of base will it take to reach the equivalence point? A) 7.29 B) 22.1 C) 199 D) 66.2 E) 20.9 Answer: D Diff: 5 Page Ref: Sec. 4.6 118) What volume (mL) of 7.48 × 10-2 M perchloric acid can be neutralized with 115 mL of 0.244 M sodium hydroxide? A) 125 B) 8.60 C) 188 D) 750 E) 375 Answer: E Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.6
Guru
119) What volume (mL) of 7.48 × 10-2 M phosphoric acid can be neutralized with 115 mL of 0.244 M sodium hydroxide? A) 125 B) 375 C) 750 D) 188 E) 75.0 Answer: A Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.6 120) __________ is an oxidation reaction. A) Ice melting in a soft drink B) Table salt dissolving in water for cooking vegetables C) Rusting of iron D) The reaction of sodium chloride with lead nitrate to form lead chloride and sodium nitrate E) Neutralization of HCl by NaOH Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.6 Short answer 1) The solvent in an aqueous solution is __________. Answer: water Diff: 1 Page Ref: Sec. 4.1 2) What is aqua regia? Answer: a 3:1 mixture of concentrated hydrochloric and nitric acids Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.4 3) When gold dissolves in aqua regia, into what form is the gold converted? Answer: AuCl4- (aq) Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5
26
4) Calculate the concentration (M) of arsenic acid (H3 AsO 4 ) in a solution if 25.00 mL of that solution required 35.21 mL of 0.1894 M KOH for neutralization. Answer: 0.08892 Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.6 5) How many moles of BaCl2 are formed in the neutralization of 393 mL of 0.171 M Ba(OH) 2 with aqueous HCl? Answer: 0.0672 Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.6 True/False 1) Ca(OH) 2 is a strong base. Answer: TRUE Diff: 1 Page Ref: Sec. 4.3 2) The compound HClO 4 is a weak acid. Answer: FALSE Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.3
Guru
3) HNO2 is a strong acid. Answer: FALSE Diff: 1 Page Ref: Sec. 4.3
4) The compound NH 4 Cl is a weak acid. Answer: TRUE Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.3 5) Ammonia is a strong base. Answer: FALSE Diff: 1 Page Ref: Sec. 4.3 Algorithmic Questions
1) What is the concentration (M) of sodium ions in 4.57 L of a .398 M Na 3 P solution? Answer: 1.19 Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5
2) What is the concentration (M) of CH3OH in a solution prepared by dissolving 16.8 g of CH3OH in sufficient water to give exactly 230 mL of solution? Answer: 2.28 Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5 3) How many grams of H3 PO 4 are in 265 mL of a 1.50 M solution of H3 PO 4 ? Answer: 39.0 Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5 4) What is the concentration (M) of a NaCl solution prepared by dissolving 7.2 g of NaCl in sufficient water to give 425 mL of solution? Answer: 0.29 Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5
27
5) How many grams of NaOH (MW = 40.0) are there in 250.0 mL of a 0.275 M NaOH solution? Answer: 2.75 Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.5 6) How many grams of CH3OH must be added to water to prepare 150mL of a solution that is 2.0 M CH3OH ? Answer: 9.6 Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.5 7) There are __________ mol of bromide ions in 0.900 L of a 0.500M solution of AlBr3 . Answer: 1.35 Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5 8) How many moles of Co 2+ are present in 0.150 L of a 0.200 M solution of CoI 2 ? Answer: 0.0300 Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5 9) Calculate the concentration (M) of sodium ions in a solution made by diluting 40.0 mL of a 0.474 M solution of sodium sulfide to a total volume of 300 mL. Answer: 0.126 Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.5
Guru
10) How many milliliters of a stock solution of 11.1 M HNO3 would be needed to prepare 0.500 L of 0.500 M HNO3 ? A) 0.0444 B) 22.5 C) 2.78 D) 44.4 E) 0.0225 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5
11) A stock solution of HNO3 is prepared and found to contain 13.5 M of HNO3 . If 25.0 mL of the stock solution is diluted to a final volume of 0.500 L, the concentration of the diluted solution is __________ M. A) 0.270 B) 1.48 C) 0.675 D) 675 E) 270 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5 12) Pure acetic acid (HC2 H3O 2 ) is a liquid and is known as glacial acetic acid. Calculate the molarity of a solution prepared by dissolving 10.00 mL of glacial acetic acid at 25°C in sufficient water to give 500.0 mL of solution. The density of glacial acetic acid at 25°C is 1.049 g/mL. A) 1.26 × 103 B) 21.0 C) 0.0210 D) 0.350 E) 3.50 × 10-4 Answer: D Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.5
28
13) A solution is prepared by mixing 50.0 mL of 0.100 M HCl and 10.0 mL of 0.200 M NaCl. What is the molarity of chloride ion in this solution? A) 0.183 B) 8.57 C) 3.50 D) 0.0500 E) 0.117 Answer: E Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.5 14) A solution is prepared by adding 1.60 g of solid NaCl to 50.0 mL of 0.100 M CaCl2 . What is the molarity of chloride ion in the final solution? Assume that the volume of the final solution is 50.0 mL. A) 0.747 B) 0.647 C) 0.132 D) 0.232 E) 0.547 Answer: A Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.5
Guru
15) Calculate the number of grams of solute in 500.0 mL of 0.189 M KOH. A) 148 B) 1.68 C) 5.30 × 103 D) 5.30 E) 1.68 × 10-3 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 4.5
16) What is the molarity of a NaOH solution if 28.2 mL of a 0.355 M H 2SO 4 solution is required to neutralize a 25.0-mL sample of the NaOH solution? A) 0.801 B) 0.315 C) 0.629 D) 125 E) 0.400 Answer: A Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.6 17) Lead ions can be precipitated from aqueous solutions by the addition of aqueous iodide: Pb 2+ (aq) + 2I- (aq) → PbI2 (s)
Lead iodide is virtually insoluble in water so that the reaction appears to go to completion. How many milliliters of 3.550 M HI(aq) must be added to a solution containing 0.700 mol of Pb(NO3 ) 2 (aq) to completely precipitate the lead? A) 2.54 × 10-3 B) 394 C) 197 D) 0.197 E) 0.394 Answer: B Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.6
29
18) Silver ions can be precipitated from aqueous solutions by the addition of aqueous chloride: Ag+ (aq) + CI- (aq) → AgCl (s) Silver chloride is virtually insoluble in water so that the reaction appears to go to completion. How many grams of solid NaCl must be added to 25.0 mL of 0.366 M AgNO3 solution to completely precipitate the silver? A) 9.15 × 10-3 B) 1.57 × 10-4 C) 0.535 D) 0.157 E) 6.39 × 103 Answer: C Diff: 4 Page Ref: Sec. 4.6 19) How many milliliters of 0.132 M HClO 4 solution are needed to neutralize 50.00 mL of 0.0789 M NaOH? A) 0.521 B) 0.0120 C) 83.7 D) 0.0335 E) 29.9 Answer: E Diff: 3 Page Ref: Sec. 4.6
Guru 30
Chemistry, 11e (Brown) Chapter 5, Thermochemistry Multiple-Choice and Bimodal 1) Calculate the kinetic energy in J of an electron moving at 6.00 × 106 m/s. The mass of an electron is 9.11 × 10-28 g. A) 4.98 × 10-48 B) 3.28 × 10-14 C) 1.64 × 10-14 D) 2.49 × 10-48 E) 6.56 × 10-14 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.1 2) Calculate the kinetic energy in joules of an automobile weighing 2135 lb and traveling at 55 mph. (1 mile = 1.6093 km, 1 lb = 453.59 g) A) 1.2 × 104 B) 2.9 × 105 C) 5.9 × 105 D) 3.2 × 106 E) 3.2 × 10-6 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.1
Guru
3) The kinetic energy of a 7.3 kg steel ball traveling at 18.0 m/s __________ J. A) 1.2 × 103 B) 66 C) 2.4 × 103 D) 1.3 × 102 E) 7.3 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.1
4) Calculate the kinetic energy in joules of a 150 lb jogger (68.1 kg) traveling at 12.0 mile/hr (5.36 m/s). A) 1.96 × 103 B) 365 C) 978 D) 183 E) 68.1 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.1 5) Calculate the kinetic energy in joules of an 80.0 g bullet traveling at 300.0 m/s. A) 3.60 × 106 B) 1.20 × 104 C) 3.60 × 103 D) 12.0 E) 80.0 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.1
1
6) The kinetic energy of a 23.2-g object moving at a speed of 81.9 m/s is __________ J. A) 145 B) 0.95 C) 77.8 D) 77,800 E) 1900 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.1 7) The kinetic energy of a 23.2-g object moving at a speed of 81.9 km/hr is __________ J. A) 1900 B) 77.8 C) 145 D) 1.43 × 10-3 E) 6.00 Answer: E Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.1 8) The kinetic energy of a 23.2-g object moving at a speed of 81.9 km/hr is __________ kcal. A) 1.43 × 10-3 B) 6.00 C) 1900 D) 454 E) 0.0251 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.1
Guru
9) A 100-watt electric incandescent light bulb consumes __________ J of energy in 24 hours. A) 2.40 × 103 B) 8.64 × 103 C) 4.17 D) 2.10 × 103 E) 8.64 × 106 Answer: E Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.1
10) The ΔE of a system that releases 12.4 J of heat and does 4.2 J of work on the surroundings is __________ J. A) 16.6 B) 12.4 C) 4.2 D) -16.6 E) -8.2 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.2 11) The value of ΔE for a system that performs 213 kJ of work on its surroundings and loses 79 kJ of heat is __________ kJ. A) +292 B) -292 C) +134 D) -134 E) -213 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.2
2
12) Calculate the value of ΔE in joules for a system that loses 50 J of heat and has 150 J of work performed on it by the surroundings. A) 50 B) 100 C) -100 D) -200 E) +200 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.2 13) The change in the internal energy of a system that absorbs 2,500 J of heat and that does 7,655 J of work on the surroundings is __________ J. A) 10,155 B) 5,155 C) -5,155 D) -10,155 E) 1.91 × 107 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.2
Guru
14) The change in the internal energy of a system that releases 2,500 J of heat and that does 7,655 J of work on the surroundings is __________ J. A) -10,155 B) -5,155 C) -1.91 × 107 D) 10,155 E) 5,155 Answer: A Diff: 4 Page Ref: Sec. 5.2 15) The value of ΔH° for the reaction below is -72 kJ. __________ kJ of heat are released when 1.0 mol of HBr is formed in this reaction. H 2 (g) + Br2 (g) → 2HBr (g)
A) 144 B) 72 C) 0.44 D) 36 E) -72 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.4
3
16) The value of ΔH° for the reaction below is -126 kJ. _________kJ are released when 2.00 mol of NaOH is formed in the reaction? 2Na 2 O 2 (s) + 2H 2 O (l) → 4NaOH (s) + O 2 (g)
A) 252 B) 63 C) 3.9 D) 7.8 E) -126 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.4 17) The value of ΔH° for the reaction below is -126 kJ. The amount of heat that is released by the reaction of 25.0 g of Na 2 O 2 with water is __________ kJ. 2Na 2 O 2 (s) + 2H 2 O (l) → 4NaOH (s) + O 2 (g)
A) 20.2 B) 40.4 C) 67.5 D) 80.8 E) -126 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.4
Guru
18) The value of ΔH° for the reaction below is -790 kJ. The enthalpy change accompanying the reaction of 0.95 g of S is __________ kJ. 2S (s) + 3O 2 (g) → 2SO3 (g)
A) 23 B) -23 C) -12 D) 12 E) -790 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.4
19) The value of ΔH° for the reaction below is -6535 kJ. __________ kJ of heat are released in the combustion of 16.0 g of C6 H 6 (l) ? 2C6 H 6 (l) + 15O 2 (g) → 12CO 2 (g) + 6H 2 O (l)
A) 1.34 × 103 B) 5.23 × 104 C) 673 D) 2.68 × 103 E) -6535 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.4
4
20) The value of ΔH° for the reaction below is -482 kJ. Calculate the heat (kJ) released to the surroundings when 12.0 g of CO (g) reacts completely. 2CO (g) + O 2 (g) → 2CO 2 (g)
A) 2.89 × 103 B) 207 C) 103 D) 65.7 E) -482 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.4 21) The value of ΔH° for the reaction below is -336 kJ. Calculate the heat (kJ) released to the surroundings when 23.0 g of HCl is formed. CH 4 (g) + 3Cl2 (g) → CHCl3 (l) + 3HCl (g)
A) 177 B) 2.57 × 103 C) 70.7 D) 211 E) -336 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.4
Guru
22) The value of ΔH° for the reaction below is -186 kJ. Calculate the heat (kJ) released from the reaction of 25 g of Cl2 . H 2 (g) + Cl2 (g) → 2HCl (g)
A) 66 B) 5.3 × 102 C) 33 D) 47 E) -186 Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.4
5
23) The enthalpy change for the following reaction is -483.6 kJ: 2H 2 (g) + O 2 (g) → 2H 2 O (g)
Therefore, the enthalpy change for the following reaction is __________ kJ: 4H 2 (g) + 2O 2 (g) → 4H 2 O (g)
A) -483.6 B) -967.2 C) 2.34 × 105 D) 483.6 E) 967.2 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.4 24) The value of ΔH° for the reaction below is +128.1 kJ: CH3OH (l) → CO (g) + 2H 2 (g)
Guru
How many kJ of heat are consumed when 15.5 g of CH3OH (l) decomposes as shown in the equation? A) 0.48 B) 62.0 C) 1.3 × 102 D) 32 E) 8.3 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.4 25) The value of ΔH° for the reaction below is +128.1 kJ: CH3OH (l) → CO (g) + 2H 2 (g)
How many kJ of heat are consumed when 5.10 g of H 2 (g) is formed as shown in the equation? A) 162 B) 62.0 C) 128 D) 653 E) 326 Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.4
6
26) The value of ΔH° for the reaction below is +128.1 kJ: CH3OH (l) → CO (g) + 2H 2 (g)
How many kJ of heat are consumed when 5.10 g of CO (g) is formed as shown in the equation? A) 0.182 B) 162 C) 8.31 D) 23.3 E) 62.0 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.4 27) The value of ΔH° for the reaction below is +128.1 kJ: CH3OH (l) → CO (g) + 2H 2 (g)
How many kJ of heat are consumed when 5.75 g of CO (g) reacts completely with hydrogen to form CH3OH (l) ? A) 23.3 B) 62.0 C) 26.3 D) 162 E) 8.3 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.4
Guru
28) The value of ΔH° for the reaction below is -1107 kJ: 2Ba (s) + O 2 (g) → 2BaO (s)
How many kJ of heat are released when 5.75 g of Ba (s) reacts completely with oxygen to form BaO (s) ? A) 96.3 B) 26.3 C) 46.4 D) 23.2 E) 193 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.4 29) The value of ΔH° for the reaction below is -1107 kJ: 2Ba (s) + O 2 (g) → 2BaO (s)
How many kJ of heat are released when 5.75 g of BaO (s) is produced? A) 56.9 B) 23.2 C) 20.8 D) 193 E) 96.3 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.4
7
30) The value of ΔH° for the reaction below is -1107 kJ: 2Ba (s) + O 2 (g) → 2BaO (s)
How many kJ of heat are released when 15.75 g of Ba (s) reacts completely with oxygen to form BaO (s)? A) 20.8 B) 63.5 C) 114 D) 70.3 E) 35.1 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.4 31) The molar heat capacity of a compound with the formula C2 H 6SO is 88.0 J/mol-K. The specific heat of this substance is __________ J/g-K. A) 88.0 B) 1.13 C) 4.89 D) 6.88 × 103 E) -88.0 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.5
Guru
32) A sample of aluminum metal absorbs 9.86 J of heat, upon which the temperature of the sample increases from 23.2°C to 30.5°C. Since the specific heat capacity of aluminum is 0.90 J/g-K, the mass of the sample is __________ g. A) 72 B) 1.5 C) 65 D) 8.1 E) 6.6 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.5 33) The specific heat capacity of lead is 0.13 J/g-K. How much heat (in J) is required to raise the temperature of 15 g of lead from 22°C to 37°C? A) 2.0 B) -0.13 C) 5.8 × 10-4 D) 29 E) 0.13 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.5 34) The temperature of a 15-g sample of lead metal increases from 22°C to 37°C upon the addition of 29.0 J of heat. The specific heat capacity of the lead is __________ J/g-K. A) 7.8 B) 1.9 C) 29 D) 0.13 E) -29 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.5
8
35) The specific heat of bromine liquid is 0.226 J/g · K. The molar heat capacity (in J/mol-K) of bromine liquid is __________. A) 707 B) 36.1 C) 18.1 D) 9.05 E) 0.226 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.5 36) The specific heat of liquid bromine is 0.226 J/g-K. How much heat (J) is required to raise the temperature of 10.0 mL of bromine from 25.00°C to 27.30°C? The density of liquid bromine: 3.12 g/mL. A) 5.20 B) 16.2 C) 300 D) 32.4 E) 10.4 Answer: B Diff: 4 Page Ref: Sec. 5.5 37) The ΔH for the solution process when solid sodium hydroxide dissolves in water is 44.4 kJ/mol. When a 13.9-g sample of NaOH dissolves in 250.0 g of water in a coffee-cup calorimeter, the temperature increases from 23.0°C to ________°C. Assume that the solution has the same specific heat as liquid water, i.e., 4.18 J/g-K. A) 35.2°C B) 24.0°C C) 37.8°C D) 37.0°C E) 40.2°C Answer: D Diff: 4 Page Ref: Sec. 5.5
Guru
38) ΔH for the reaction
IF5 (g) → IF3 (g) + F2 (g)
is __________ kJ, give the data below. IF (g) + F2 (g) → IF3 (g) IF (g) + 2F2 (g) → IF5 (g)
ΔH = -390 kJ ΔH = -745 kJ
A) +355 B) -1135 C) +1135 D) +35 E) -35 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.6
9
39) Given the following reactions Fe 2 O3 (s) + 3CO (s) → 2Fe (s) + 3CO 2 (g)
ΔH = -28.0 kJ
3Fe (s) + 4CO 2 (s) → 4CO (g) + Fe3 O4 (s)
ΔH = +12.5 kJ
the enthalpy of the reaction of Fe 2 O3 with CO 3Fe 2 O3 (s) + CO (g) → CO 2 (g) + 2Fe3 O 4 (s)
is __________ kJ. A) -59.0 B) 40.5 C) -15.5 D) -109 E) +109 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.6
Guru
40) Given the following reactions
N 2 (g) + 2O 2 (g) → 2NO2 (g)
ΔH = 66.4 kJ
2NO (g) + O 2 (g) → 2NO 2 (g)
ΔH = -114.2 kJ
the enthalpy of the reaction of the nitrogen to produce nitric oxide N 2 (g) + O 2 (g) → 2NO (g)
is __________ kJ. A) 180.6 B) -47.8 C) 47.8 D) 90.3 E) -180.6 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.6
10
41) Given the following reactions (1) 2NO → N 2 + O2
ΔH = -180 kJ
(2) 2NO + O2 → 2NO2
ΔH = -112 kJ
the enthalpy of the reaction of nitrogen with oxygen to produce nitrogen dioxide N 2 + 2O 2 → 2NO 2
is __________ kJ. A) 68 B) -68 C) -292 D) 292 E) -146 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.6 42) Calculate ΔH° (in kJ) for reaction 3.
Guru
2S (s) + 3O2 (g) → 2SO3 (g)
ΔH = -790 kJ
S (s) + O2 (g) → SO2 (g)
ΔH = -297 kJ
the enthalpy of the reaction in which sulfur dioxide is oxidized to sulfur trioxide 2SO2 (g) + O2 (g) → 2SO3 (g) is __________ kJ. A) 196 B) -196 C) 1087 D) -1384 E) -543 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.6
43) Given the following reactions CaCO3 (s) → CaO (s) + CO 2 (g)
ΔH = 178.1 kJ
C (s, graphite) + O2 (g) → CO2 (g)
ΔH = -393.5 kJ
the enthalpy of the reaction CaCO3 (s) → CaO (s) + C (s, graphite) + O 2 (g)
is __________ kJ. A) 215.4 B) 571.6 C) -215.4 D) -571.6 E) 7.01 × 104 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.6
11
44) Given the following reactions H 2 O (l) → H 2 O (g)
ΔH = 44.01 kJ
2H 2 (g) + O 2 (g) → 2H 2 O (g)
ΔH = -483.64 kJ
the enthalpy for the decomposition of liquid water into gaseous hydrogen and oxygen 2H 2 O (l) → 2H 2 (g) + O 2 (g)
is __________ kJ. A) -395.62 B) -527.65 C) 439.63 D) 571.66 E) 527.65 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.6 45) Given the following reactions
Guru
N 2 (g) + O 2 (g) → 2NO (g)
ΔH = +180.7 kJ
2NO (g) + O2 (g) → 2NO2 (g)
ΔH = -113.1 kJ
the enthalpy for the decomposition of nitrogen dioxide into molecular nitrogen and oxygen 2NO 2 (g) + N 2 (g) + 2O 2 (g)
is __________ kJ. A) 67.6 B) -67.6 C) 293.8 D) -293.8 E) 45.5 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.6
12
46) Given the following reactions N 2 (g) + O 2 (g) → 2NO (g)
ΔH = +180.7 kJ
2NO (g) + O2 (g) → 2NO2 (g)
ΔH = -113.1 kJ
the enthalpy of reaction for 4NO (g) + 2NO 2 (g) + N 2 (g)
is __________ kJ. A) 67.6 B) 45.5 C) -293.8 D) -45.5 E) 293.8 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.6 47) Given the following reactions
Guru
N 2 (g) + O 2 (g) → 2NO (g)
ΔH = +180.7 kJ
2N 2 O (g) + O 2 (g) → 2N 2 (g)
ΔH = -163.2 kJ
the enthalpy of reaction for
2N 2 O (g) → 2NO (g) + N 2 (g)
is __________ kJ. A) 145.7 B) 343.9 C) -343.9 D) 17.5 E) -145.7 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.6
48) The value of ΔH° for the reaction below is -186 kJ. H 2 (g) + Cl2 (g) → 2HCl (g)
The value of ΔH f o for HCl (g) is __________ kJ/mol. A) -3.72 × 102 B) -1.27 × 102 C) -93.0 D) -186 E) +186 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.7
13
49) The value of ΔH° for the following reaction is -3351 kJ: 2Al (s) + 3O 2 (g) → 2Al2 O3 (s)
The value of ΔH f o for Al2 O3 (s) is __________ kJ. A) -3351 B) -1676 C) -32.86 D) -16.43 E) +3351 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.7 50) Given the data in the table below, ΔH°rxn for the reaction Ca(OH) 2 + 2H 3 AsO 4 → Ca(H 2 AsO 4 ) 2 + 2H 2 O
is __________ kJ.
Guru ☺
A) -744.9 B) -4519 C) -4219 D) -130.4 E) -76.4 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.7
14
51) Given the data in the table below, ΔH°rxn for the reaction 4NH 3 (g) + 5O 2 (g) → 4NO (g) + 6H 2 O (l)
is __________ kJ. ☺
A) -1172 B) -150 C) -1540 D) -1892 E) The ΔH f o of O 2 (g) is needed for the calculation. Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.7
Guru
52) Given the data in the table below, ΔH°rxn for the reaction C2 H5 OH (l) + O2 (g) → CH3 CO2 H (l) + H 2 O (l)
is __________ kJ.
☺
A) -79.0 B) -1048.0 C) -476.4 D) -492.6 E) The value of ΔHf° of O 2 (g) is required for the calculation. Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.7
15
53) Given the data in the table below, ΔH°rxn for the reaction 3NO 2 (g) + H 2 O (l) → 2HNO3 (aq) + NO (g)
is __________ kJ. ☺
A) 64 B) 140 C) -140 D) -508 E) -64 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.7
Guru
54) Given the data in the table below, ΔH°rxn for the reaction IF5 (g) + F2 (g) → IF7 (g)
is __________ kJ.
☺
A) 1801 B) -1801 C) 121 D) -121 E) -101 Answer: E Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.7
16
55) Given the data in the table below, ΔH° for the reaction 2CO (g) + O 2 (g) → 2CO 2 (g)
is __________ kJ. ☺
A) -566.4 B) -283.3 C) 283.3 D) -677.0 E) The ΔH°f of O2 (g) is needed for the calculation. Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.7
Guru
56) The value of ΔH° for the following reaction is 177.8 kJ. The value of ΔH°f for CaO(s) is __________ kJ/mol. CaCO3 (s) → CaO (s) + CO 2 (g) ☺
A) -1600 B) -813.4 C) -635.5 D) 813.4 E) 177.8 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.7
17
57) Given the data in the table below, ΔH°rxn for the reaction 2Ag 2S (s) + O 2 (g) → 2Ag 2 O (s) + 2S (s)
is __________ kJ. ☺
A) -1.6 B) +1.6 C) -3.2 D) +3.2 E) THe ΔH°f of S (s) and of O2 (g) are needed for the calculation. Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.7
Guru
58) Given the data in the table below, ΔH°rxn for the reaction Ag 2 O (s) + H 2S (g) → Ag 2S (s) + H 2 O (l)
is __________ kJ.
☺
A) -267 B) -370 C) -202 D) -308 E) More data are needed to complete the calculation. Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.7
18
59) Given the data in the table below, ΔH°rxn for the reaction 2SO 2 (g) + O 2 (g) → 2SO3 (g)
is __________ kJ. ☺
A) -99 B) 99 C) -198 D) 198 E) The ΔH°f of O2 (g) is needed for the calculation. Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.7
Guru
60) Given the data in the table below, ΔH°rxn for the reaction SO3 (g) + H 2 O (l) → H 2SO 4 (l)
is __________ kJ.
☺
A) -132 B) 1496 C) 704 D) -704 E) -2.16 × 103 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.7
19
61) Given the data in the table below, ΔH°rxn for the reaction 3 Cl2 (g) + PH3 (g) → PCl3 (g) + 3 HCl (g)
is __________ kJ. ☺
A) -385.77 B) -570.37 C) 570.37 D) 385.77 E) The ΔH°f of Cl2 (g) is needed for the calculation. Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.7
Guru
62) Given the data in the table below, ΔH°rxn for the reaction PCl3 (g) + 3 HCl (g) → 3 Cl2 (g) + PH3 (g)
is __________ kJ.
☺
A) -570.37 B) -385.77 C) 570.37 D) 385.77 E) The ΔH°f of Cl2 (g) is needed for the calculation. Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.7
20
63) Given the data in the table below and ΔH°rxn for the reaction SO2Cl2 (g) + 2H2O (l) → H2SO4 (l) + 2HCl (g)
ΔH° = -62kJ
ΔH f o of HCl (g) is __________ kJ/mol. ☺
A) -184 B) 60 C) -92 D) 30 E) Insufficient data are given. Answer: C Diff: 4 Page Ref: Sec. 5.8
Guru
64) A 5-ounce cup of raspberry yogurt contains 6.0 g of protein, 2.0 g of fat, and 26.9 g of carbohydrate. The fuel values for protein, fat, and carbohydrate are 17, 38, and 17 kJ/g, respectively. The fuel value of this cup of yogurt is __________ kJ. A) 640 B) 830 C) 600 D) 720 E) 72 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.8 65) A 25.5-g piece of cheddar cheese contains 37% fat, 28% protein, and 4% carbohydrate. The respective fuel values for protein, fat, and carbohydrate are 17, 38, and 17 kJ/g, respectively. The fuel value for this piece of cheese is __________ kJ. A) 500 B) 330 C) 790 D) 99 E) 260 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.8 66) The average fuel value of sugars is 17 kJ/g. A 2.0 L pitcher of sweetened Kool-Aid contains 400 g of sugar. What is the fuel value (in kJ) of a 500 mL serving of Kool-Aid? (Assume that the sugar is the only fuel source.) A) 4.2 × 104 B) 1.7 × 103 C) 1.7 × 106 D) 1.7 × 102 E) 17 Answer: B Diff: 4 Page Ref: Sec. 5.8
21
Multiple-Choice 67) At what velocity (m/s) must a 20.0 g object be moving in order to possess a kinetic energy of 1.00 J? A) 1.00 B) 100 × 102 C) 10.0 D) 1.00 × 103 E) 50.0 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.1 68) Objects can possess energy as __________. (a) endothermic energy (b) potential energy (c) kinetic energy A) a only B) b only C) c only D) a and c E) b and c Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 5.1
Guru
69) The internal energy of a system is always increased by __________. A) adding heat to the system B) having the system do work on the surroundings C) withdrawing heat from the system D) adding heat to the system and having the system do work on the surroundings E) a volume compression Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.2
70) Which one of the following conditions would always result in an increase in the internal energy of a system? A) The system loses heat and does work on the surroundings. B) The system gains heat and does work on the surroundings. C) The system loses heat and has work done on it by the surroundings. D) The system gains heat and has work done on it by the surroundings. E) None of the above is correct. Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.2 71) When a system __________, ΔE is always negative. A) absorbs heat and does work B) gives off heat and does work C) absorbs heat and has work done on it D) gives off heat and has work done on it E) none of the above is always negative. Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.2
22
72) Which one of the following is an exothermic process? A) ice melting B) water evaporating C) boiling soup D) condensation of water vapor E) Ammonium thiocyanate and barium hydroxide are mixed at 25°C: the temperature drops. Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.2 73) Of the following, which one is a state function? A) H B) q C) w D) heat E) none of the above Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.2 74) Which of the following is a statement of the first law of thermodynamics? 1 A) E k = mv 2 2 B) A negative ΔH corresponds to an exothermic process. C) ΔE = E final – E initial D) Energy lost by the system must be gained by the surroundings. E) 1 cal = 4.184 J (exactly) Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.2
Guru
75) A __________ ΔH corresponds to an __________ process. A) negative, endothermic B) negative, exothermic C) positive, exothermic D) zero, exothermic E) zero, endothermic Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 5.3 76) The internal energy can be increased by __________.
(a) transferring heat from the surroundings to the system (b) transferring heat from the system to the surroundings (c) doing work on the system A) a only B) b only C) c only D) a and c E) b and c Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.2
23
77) ΔH for an endothermic process is __________ while ΔH for an exothermic process is __________. A) zero, positive B) zero, negative C) positive, zero D) negative, positive E) positive, negative Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 5.3 78) For a given process at constant pressure, ΔH is negative. This means that the process is __________. A) endothermic B) equithermic C) exothermic D) a state function E) energy Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 5.3 79) Which one of the following statements is true? A) Enthalpy is an intensive property. B) The enthalphy change for a reaction is independent of the state of the reactants and products. C) Enthalpy is a state function. D) H is the value of q measured under conditions of constant volume. E) The enthalpy change of a reaction is the reciprocal of the ΔH of the reverse reaction. Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.4
Guru
80) A chemical reaction that absorbs heat from the surroundings is said to be __________ and has a __________ ΔH at constant pressure. A) endothermic, positive B) endothermic, negative C) exothermic, negative D) exothermic, positive E) exothermic, neutral Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.4 81) The reaction 4Al (s) + 3O2 (g) → 2Al2O3 (s)
ΔH° = -3351 kJ
is __________, and therefore heat is __________ by the reaction. A) endothermic, released B) endothermic, absorbed C) exothermic, released D) exothermic, absorbed E) thermoneutral, neither released nor absorbed Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 5.4
24
82) Under what condition(s) is the enthalpy change of a process equal to the amount of heat transferred into or out of the system? (a) temperature is constant (b) pressure is constant (c) volume is constant A) a only B) b only C) c only D) a and b E) b and c Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.4 83) The units of of heat capacity are __________. A) K/J or °C/J B) J/K or J/°C C) J/g-K or J/g-°C D) J/mol E) g-K/J or g-°C/J Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.5
Guru
84) The units of of specific heat are __________. A) K/J or °C/J B) J/K or J/°C C) J/g-K or J/g-°C D) J/mol E) g-K/J or g-°C/J Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.5
85) The British thermal unit (Btu) is commonly used in engineering applications. A Btu is defined as the amount of heat required to raise the temperature of 1 lb of water by 1°F. There are __________ joules in one Btu. 1 lb = 453.59 g; °C = (5/9)(°F – 32°); specific heat of H2O (l) = 4.18 J/g-K. A) 3415 B) 60.29 C) 1054 D) 5.120 × 10-3 E) Additional information is needed to complete the calculation. Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.5 86) Which of the following is a statement of Hess’s law? A) If a reaction is carried out in a series of steps, the ΔH for the reaction will equal the sum of the enthalpy changes for the individual steps. B) If a reaction is carried out in a series of steps, the ΔH for the reaction will equal the product of the enthalpy changes for the individual steps. C) The ΔH for a process in the forward direction is equal in magnitude and opposite in sign to the ΔH for the process in the reverse direction. D) The ΔH for a process in the forward direction is equal to the ΔH for the process in the reverse direction. E) The ΔH of a reaction depends on the physical states of the reactants and products. Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.6
25
87) For which one of the following reactions is ΔH°rxn equal to the heat of formation of the product? A) N 2 (g) + 3H 2 (g) → 2NH3 (g) B) (1/2)N 2 (g) + O 2 (g) → NO 2 (g) C) 6C (s) + 6H (g) → C6 H 6 (l) D) P (g) + 4H (g) + Br (g) → PH 4 Br (l) E) 12C (g) + 11H 2 (g) + 11O (g) → C6 H 22 O11 (g) Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.7 88) Of the following, ΔH f o is not zero for __________. A) O 2 (g) B) C (graphite) C) N 2 (g) D) F2 (s) E) Cl2 (g) Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.7
Guru
89) In the reaction below, ΔH f o is zero for __________.
Ni (s) + 2CO (g) + 2PF3 (g) → Ni(CO) 2 (PF3 ) 2 (l)
A) Ni (s) B) CO (g) C) PF3 (g) D) Ni(CO) 2 (PF3 ) 2 (l) E) both CO (g) and PF3 (g) Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 5.7
90) For the species in the reaction below, ΔH f o is zero for __________. 2Co (s) + H 2 (g) + 8PF3 (g) → 2HCo(PF3 ) 4 (l)
A) Co (s) B) H 2 (g) C) PF3 (g) D) HCo(PF3 ) 4 (l) E) both Co(s) and H 2 (g) Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 5.7
26
91) For which one of the following equations is ΔH°rxn equal to ΔH f o for the product? A) Xe (g) + 2F2 (g) → XeF4 (g) B) CH 4 (g) + 2Cl2 (g) → CH 2 Cl2 (l) + 2HCl (g) C) N 2 (g) + O3 (g) → N 2 O3 (g) D) 2CO (g) + O 2 (g) → 2CO 2 (g) E) C (diamond) + O 2 (g) → CO 2 (g) Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.7 92) For which one of the following reactions is the value of ΔH°rxn equal to ΔH f o for the product? A) 2Ca (s) + O 2 (g) → 2CaO (s) B) C2 H 2 (g) + H 2 (g) → C2 H 4 (g) C) 2C (graphite) + O 2 (g) → 2CO (g) D) 3Mg (s) + N 2 (g) → Mg 2 N 2 (s) E) C (diamond) + O 2 (g) → CO 2 (g) Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.7
Guru
93) For which one of the following reactions is the value of ΔH°rxn equal to ΔH°f for the product? A) 2 C (s, graphite) + 2 H 2 (g) → C2 H 4 (g) B) N 2 (g) + O 2 (g) → 2NO (g) C) 2 H 2 (g) + O 2 (g) → 2 H 2 O (l) D) 2 H 2 (g) + O 2 (g) → 2 H 2 O (g) E) H 2 O (l) + 1/2 O 2 (g) → H 2 O 2 (l) Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.7 94) For which one of the following reactions is the value of ΔH°rxn equal to ΔH°f for the product? A) H 2 O (l) + 1/2 O 2 (g) → H 2 O 2 (l) B) N 2 (g) + O 2 (g) → 2NO (g) C) 2 H 2 (g) + O 2 (g) → 2 H 2 O (l) D) 2 H 2 (g) + O 2 (g) → 2 H 2 O (g) E) none of the above Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.7 95) For which one of the following reactions is the value of ΔH°rxn equal to ΔH°f for the product? A) H 2 (g) + 1/2 O 2 (g) → H 2 O (l) B) H 2 (g) + O 2 (g) → H 2 O 2 (l) C) 2 C (s, graphite) + 2 H 2 (g) → C2 H 4 (g) D) 1/2 N 2 (g) + O 2 (g) → NO 2 (g) E) all of the above Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.7
27
96) With reference to enthalpy changes, the term standard conditions means __________. (a) P = 1 atm (b) some common temperature, usually 298 K (c) V = 1 L A) a only B) b only C) c only D) a and c E) a and b Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 5.7 97) The energy released by combustion of 1 g of a substance is called the __________ of the substance. A) specific heat B) fuel value C) nutritional calorie content D) heat capacity E) enthalpy Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.8
Guru
98) Fuel values of hydrocarbons increase as the H/C atomic ratio increases. Which of the following compounds has the highest fuel value? A) C2 H 6 B) C2 H 4 C) C2 H 2 D) CH 4 E) C6 H 6 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 5.8 99) Of the substances below, the highest fuel value is obtained from __________. A) charcoal B) bituminous coal C) natural gas D) hydrogen E) wood Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.8 100) Which one of the choices below is not considered a fossil fuel? A) anthracite coal B) crude oil C) natural gas D) hydrogen E) petroleum Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.8
28
101) The most abundant fossil fuel is __________. A) natural gas B) petroleum C) coal D) uranium E) hydrogen Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 5.8 Short Answer 1) Given the equation H2O (l) → H2O (g)
△Hrxn = 40.7 kJ at 100oC
Calculate the mass of liquid water (in grams) at 100oC that can converted to vapor by absorbing 2.400 kJ of heat. Answer: 1.06 grams Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.5 2) Given the equation
Guru
H2O (l) → H2O (g)
△Hrxn = 40.7 kJ at 100oC
Calculate the heat required to convert 3.00 grams of liquid water at 100oC to vapor. Answer: 6.78 kJ Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.5
3) When 0.800 grams of NaOH is dissolved in 100.0 grams of water, the temperature of the solution increases from 25.00 oC to 27.06 oC. The amount of heat absorbed by the water is __________ J. (The specific heat of water is 4.18 J/g – oC.) Answer: 861 Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.5 4) Given the equation:
CH4 (g) + 2 O2 (g) → CO2 (g) + H2O (l)
△H = -890 kJ
The heat liberated when 34.78 grams of methane (CH4) are burned in an excess amount of oxygen is __________ kJ. Answer: 1930 Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.5 5) Syngas is produced by treating __________ with superheated steam. Answer: coal Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.8 True/False 1) Work equals force times distance. Answer: TRUE Diff: 1 Page Ref: Sec. 5.1
29
2) One joule equals 1 kg • m 2 /s 2 . Answer: TRUE Diff: 2 Page Ref: Sec. 5.1 3) Units of energy include newtons, joules, and calories. Answer: FALSE Diff: 1 Page Ref: Sec. 5.1 4) The primary component of natural gas is propane. Answer: FALSE Diff: 1 Page Ref: Sec. 5.8 5) Renewable energy sources are essentially inexhaustible. Answer: TRUE Diff: 1 Page Ref: Sec. 5.8 Algorithmic Questions 1) The combustion of titanium with oxygen produces titanium dioxide:
Guru
Ti (s) + O 2 (g) → TiO 2 (s)
When 0.721 g of titanium is combusted in a bomb calorimeter, the temperature of the calorimeter increases from 25.00°C to 53.80°C. In a separate experiment, the heat capacity of the calorimeter is measured to be 9.84 kJ/K. The heat of reaction for the combustion of a mole of Ti in this calorimeter is __________ kJ/mol. A) 2.67 B) 4.98 C) -311 D) -0.154 E) -1.49 × 104 Answer: E Diff: 4 Page Ref: Sec. 5.4 2) In the presence of excess oxygen, methane gas burns in a constant-pressure system to yield carbon dioxide and water: CH 4 (g) + 2O 2 (g) → CO 2 (g) + 2H 2 O (l)
ΔH = -890kJ
Calculate the value of q (kJ) in this exothermic reaction when 1.70 g of methane is combusted at constant pressure. A) -94.6 B) 0.0306 C) -0.0106 D) 32.7 E) -9.46 × 104 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.4
30
3) Hydrogen peroxide decomposes to water and oxygen at constant pressure by the following reaction: 2H 2 O 2 (l) → 2H 2 O (l) + O2 (g)
ΔH = -196 kJ
Calculate the value of q (kJ) in this exothermic reaction when 4.00 g of hydrogen peroxide decomposes at constant pressure? A) -23.1 B) -11.5 C) – 0.0217 D) 1.44 E) -2.31 × 104 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.4 4) The specific heat capacity of liquid water is 4.18 J/g-K. How many joules of heat are needed to raise the temperature of 5.00 g of water from 25.1°C to 65.3°C? A) 48.1 B) 840 C) 1.89 × 103 D) 2.08 × 10-2 E) 54.4 Answer: B Diff: 4 Page Ref: Sec. 5.5
Guru
5) The specific heat capacity of methane gas is 2.20 J/g-K. How many joules of heat are needed to raise the temperature of 5.00 g of methane from 36.0°C to 75.0°C? A) 88.6 B) 429 C) 1221 D) 0.0113 E) 22.9 Answer: B Diff: 4 Page Ref: Sec. 5.5 6) The specific heat capacity of liquid mercury is 0.14 J/g-K. How many joules of heat are needed to raise the temperature of 5.00 g of mercury from 15.0°C to 36.5°C? A) 7.7 × 102 B) 15 C) 36 D) 0.0013 E) 1.7 Answer: B Diff: 4 Page Ref: Sec. 5.5 7) The specific heat capacity of solid copper metal is 0.385 J/g-K. How many joules of heat are needed to raise the temperature of a 1.55-kg block of copper from 33.0°C to 77.5°C? A) 1.79 × 105 B) 26.6 C) 2.66 × 104 D) 5.58 × 10-6 E) 0.00558 Answer: C Diff: 4 Page Ref: Sec. 5.5
31
8) A 5.00-g sample of liquid water at 25.0 C is heated by the addition of 84.0 J of energy. The final temperature of the water is __________ °C. The specific heat capacity of liquid water is 4.18 J/g-K. A) 95.2 B) 25.2 C) -21.0 D) 29.0 E) 4.02 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.5 9) A 50.0-g sample of liquid water at 25.0 C is mixed with 29.0 g of water at 45.0°C. The final temperature of the water is ________°C. The specific heat capacity of liquid water is 4.18 J/g-K. A) 102 B) 27.6 C) 35.0 D) 142 E) 32.3 Answer: E Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.5 10) A 6.50-g sample of copper metal at 25.0°C is heated by the addition of 84.0 J of energy. The final temperature of the copper is ________°C. The specific heat capacity of liquid water is 0.38 J/g-K. A) 29.9 B) 25.0 C) 9.0 D) 59.0 E) 34.0 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 5.5
Guru
11) What is the enthalpy change (in kJ) of a chemical reaction that raises the temperature of 250.0 ml of solution having a density of 1.25 g/ml by 7.80 oC? (The specific heat of the solution is 3.74 joules/gram-K.) A) -7.43 B) -12.51 C) 8.20 D) -9.12 E) 6.51 Answer: D Diff: 4 Page Ref: Sec. 5.5
32
Chemistry, 11e (Brown) Chapter 6, Electronic Structure of Atoms Multiple-Choice and Bimodal 1) Electromagnetic radiation travels through vacuum at a speed of __________ m/s. A) 186,000 B) 125 C) 3.00 × 108 D) 10,000 E) It depends on wavelength. Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.1 2) The wavelength of light that has a frequency of 1.20 × 1013s-1 is __________ m. A) 25.0 B) 2.50 × 10-5 C) 0.0400 D) 12.0 E) 2.5 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.1
Guru
3) Ham radio operators often broadcast on the 6-meter band. The frequency of this electromagnetic radiation is __________ MHz. A) 500 B) 200 C) 50 D) 20 E) 2.0 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.1 4) What is the frequency (s-1 ) of electromagnetic radiation that has a wavelength of 0.53 m __________? A) 5.7 × 108 B) 1.8 × 10-9 C) 1.6 × 108 D) 1.3 × 10-33 E) 1.3 × 1033 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.1
5) The energy of a photon of light is __________ proportional to its frequency and __________ proportional to its wavelength. A) directly, directly B) inversely, inversely C) inversely, directly D) directly, inversely E) indirectly, not Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.1
1
6) Of the following, __________ radiation has the shortest wavelength. A) X-ray B) radio C) microwave D) ultraviolet E) infrared Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.1 7) What is the frequency of light (s-1 ) that has a wavelength of 1.23 × 10-6 cm __________? A) 3.69 B) 2.44 × 1016 C) 4.10 × 10-17 D) 9.62 × 1012 E) 1.04 × 10-13 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.1 8) What is the frequency of light (s-1 ) that has a wavelength of 3.12 × 10-3 cm __________? A) 3.69 B) 2.44 × 1016 C) 9.62 × 1012 D) 4.10 × 10-17 E) 1.04 × 10-13 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.1
Guru
9) What is the wavelength of light (nm) that has a frequency of 3.22 × 1014s-1 __________? A) 932 B) 649 C) 9.66 × 1022 D) 9.32 × 10-7 E) 1.07 × 106 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.1 10) What is the wavelength of light (nm) that has a frequency 4.62 × 1014s-1 __________? A) 932 B) 649 C) 1.39 × 1023 D) 1.54 × 10-3 E) 1.07 × 106 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.1
2
11) The wavelength of a photon that has an energy of 5.25 × 10-19 J is __________ m. A) 3.79 × 10-7 B) 2.64 × 106 C) 2.38 × 1023 D) 4.21 × 10-24 E) 3.79 × 107 Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.2 12) The energy of a photon that has a wavelength of 9.0 m is __________ J. A) 2.2 × 10-26 B) 4.5 × 1025 C) 6.0 × 10-23 D) 2.7 × 109 E) 4.5 × 10-25 Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.2
Guru
13) The frequency of a photon that has an energy of 3.7 × 10-18 J is __________ s-1 . A) 5.6 × 1015 B) 1.8 × 10-16 C) 2.5 × 10-15 D) 5.4 × 10-8 E) 2.5 × 1015 Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.2 14) The energy of a photon that has a wavelength of 12.3 nm is __________ J. A) 1.51 × 10-17 B) 4.42 × 10-23 C) 1.99 × 10-25 D) 2.72 × 10-50 E) 1.62 × 10-17 Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.2 15) The energy of a photon that has a wavelength of 13.2 nm is __________ J. A) 9.55 × 10-25 B) 1.62 × 10-17 C) 1.99 × 10-25 D) 4.42 × 10-23 E) 1.51 × 10-17 Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.2
3
16) The energy of a photon that has a frequency of 8.21 × 10-15s -1 is __________ J. A) 8.08 × 10-50 B) 1.99 × 10-25 C) 5.44 × 10-18 D) 1.24 × 1049 E) 1.26 × 10-19 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.2 17) The energy of a photon that has a frequency of 18.21 × 10-15s-1 is __________ J. A) 5.44 × 10-18 B) 1.99 × 10-25 C) 3.49 × 10-48 D) 1.21 × 10-17 E) 5.44 × 10-18 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.2
Guru
18) What is the frequency (s-1 ) of a photon that has an energy of 4.38 × 10-18 J ? A) 436 B) 6.61 × 1015 C) 1.45 × 10-16 D) 2.30 × 107 E) 1.31 × 10-9 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.2
19) What is the wavelength (angstroms) of a photon that has an energy of 4.38 × 10-18 J __________ ? A) 454 B) 2.30 × 107 C) 6.89 × 1015 D) 1.45 × 10-16 E) 1.31 × 10-9 Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.2 20) A mole of red photons of wavelength 725 nm has __________ kJ of energy. A) 2.74 × 10-19 B) 4.56 × 10-46 C) 6.05 × 10-3 D) 165 E) 227 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.2
4
21) A mole of yellow photons of wavelength 527 nm has __________ kJ of energy. A) 165 B) 227 C) 4.56 × 10-46 D) 6.05 × 10-3 E) 2.74 × 10-19 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.2 22) It takes 254 kJ/mol to eject electrons from a certain metal surface. What is the longest wavelength of light (nm) that can be used to eject electrons from the surface of this metal via the photoelectric effect __________ ? A) 472 B) 233 C) 165 D) 725 E) 552 Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.2 23) Of the following, __________ radiation has the longest wavelength and __________ radiation has the greatest energy. gamma
Guru ultraviolet
visible
A) ultraviolet, gamma B) visible, ultraviolet C) gamma, gamma D) visible, gamma E) gamma, visible Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.2
24) What color of visible light has the longest wavelength __________ ? A) blue B) violet C) red D) yellow E) green Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.2
25) Of the following, __________ radiation has the shortest wavelength and __________ radiation has the greatest energy. gamma
ultraviolet
visible
A) gamma, visible B) visible, gamma C) visible, ultraviolet D) ultraviolet, gamma E) gamma, gamma Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.2
5
26) What color of visible light has the highest energy? A) violet B) blue C) red D) green E) yellow Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.2 27) Which one of the following is considered to be ionizing radiation __________? A) visible light B) radio waves C) X-rays D) microwaves E) infrared radiation Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.2 28) Of the following transitions in the Bohr hydrogen atom, the __________ transition results in the emission of the highest-energy photon. A) n = 1 → n = 6 B) n = 6 → n = 1 C) n = 6 → n = 3 D) n = 3 → n = 6 E) n = 1 → n = 4 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.3
Guru
29) Using Bohr’s equation for the energy levels of the electron in the hydrogen atom, determine the energy (J) of an electron in the n = 4 level. __________ . A) -1.36 × 10-19 B) -5.45 × 10-19 C) -7.34 × 1018 D) -1.84 × 10-29 E) +1.84 × 10-29 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.3 30) An electron in a Bohr hydrogen atom has an energy of -1.362 × 10-19 J. The value of n for this electron is __________. A) 1 B) 2 C) 3 D) 4 E) 5 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.3
6
31) The energy (J) required for an electronic transition in a Bohr hydrogen atom from n = 2 to n = 3 is __________ J. A) 4.0 × 10-19 B) 3.0 × 10-19 C) -3.0 × 10-19 D) -7.9 × 10-19 E) 4.6 × 1014 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.3 32) Calculate the energy (J) change associated with an electron transition from n = 2 to n = 5 in a Bohr hydrogen atom __________. A) 6.5 × 10-19 B) 5.5 × 10-19 C) 8.7 × 10-20 D) 4.6 × 10-19 E) 5.8 × 10-53 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.3
Guru
33) The frequency of electromagnetic radiation required to promote an electron from n = 2 to n = 4 in a Bohr hydrogen atom is __________ Hz. A) 4.1 × 10-19 B) 6.2 × 1014 C) 5.4 × 10-19 D) 8.2 × 1014 E) 4.1 × 1019 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.3 34) A spectrum containing only specific wavelengths is called a __________ spectrum. A) line B) continuous C) visible D) Rydberg E) invariant Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.3
35) When the electron in a hydrogen atom moves from n = 6 to n = 2, light with a wavelength of __________ nm is emitted. A) 93.8 B) 434 C) 487 D) 657 E) 411 Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.3
7
36) When the electron in a hydrogen atom moves from n = 6 to n = 1, light with a wavelength of __________ nm is emitted. A) 487 B) 411 C) 434 D) 93.8 E) 657 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.3 37) When the electron in a hydrogen atom moves from n = 8 to n = 2 light with a wavelength of __________ nm is emitted. A) 657 B) 93.8 C) 411 D) 487 E) 389 Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.3 38) The n = 2 to n = 6 transition in the Bohr hydrogen atom corresponds to the __________ of a photon with a wavelength of __________ nm. A) emission, 411 B) absorption, 411 C) absorption, 657 D) emission, 93.8 E) emission, 389 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.3
Guru
39) The n = 5 to n = 3 transition in the Bohr hydrogen atom corresponds to the __________ of a photon with a wavelength of __________ nm. A) absorption, 657 B) absorption, 1280 C) emission, 657 D) emission, 1280 E) emission, 389 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.3 40) The n = 8 to n = 4 transition in the Bohr hydrogen atom occurs in the __________ region of the electromagnetic spectrum. A) infrared B) visible C) ultraviolet D) microwave E) X-ray Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.3
8
41) The n = 8 to n = 2 transition in the Bohr hydrogen atom occurs in the __________ region of the electromagnetic spectrum. A) radio B) X-ray C) infrared D) microwave E) ultraviolet Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.4 42) The deBroglie wavelength of a particle is given by __________. A) h + mv B) hmv C) h/mv D) mv/c E) mv Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.4 43) What is the de Broglie wavelength (m) of a 2.0 kg object moving at a speed of 50 m/s __________? A) 6.6 × 10-36 B) 1.5 × 1035 C) 5.3 × 10-33 D) 2.6 × 10-35 E) 3.8 × 1034 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.4
Guru
44) What is the de Broglie wavelength (m) of a 25 g object moving at a speed of 5.0 m/s? A) 1.9 × 1032 B) 5.3 × 10-33 C) 6.6 × 10-36 D) 3.32 × 10-36 E) 3.02 × 1045 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.4
45) At what speed (m/s) must a 10 mg object be moving to have a de Broglie wavelength of 3.3 × 10-41 m __________? A) 4.1 B) 1.9 × 10-11 C) 2.0 × 1012 D) 3.3 × 10-42 E) 1.9 × 1013 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.4
9
46) At what speed (m/s) must a 3.0 mg object be moving in order to have a de Broglie wavelength of 5.4 × 10-29 m? A) 1.6 × 10-28 B) 3.9 × 10-4 C) 2.0 × 1012 D) 4.1 E) 6.3 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.4 47) The de Broglie wavelength of an electron is 8.7 × 10-11 m. The mass of an electron is 9.1 × 10-31 kg. The velocity of this electron is __________ m/s. A) 8.4 × 103 B) 1.2 × 10-7 C) 6.9 × 10-5 D) 8.4 × 106 E) 8.4 × 10-3 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.4,
Guru
48) The de Broglie wavelength of a bullet (7.5g) traveling at 700 m/s is __________ m. A) 7.7 × 1033 B) 1.3 × 10-34 C) 6.2 × 10-29 D) 1.3 × 10-27 E) 1.3 × 10-23 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.4,
49) The de Broglie wavelength of a car (1.0 × 103 kg) traveling at 75 km/hr is __________ m. A) 3.2 × 10-38 B) 8.8 × 10-39 C) 3.2 × 10-35 D) 1.4 × 10-35 E) 1.4 × 1035 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.4,
50) The wavelength of an electron whose velocity is 1.7 × 104 m/s and whose mass is 9.1 × 10-28 g is __________ m. A) 4.3 × 10-11 B) 12 C) 4.3 × 10-8 D) 2.3 × 107 E) 2.3 × 10-7 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.4,
10
51) The __________ quantum number defines the shape of an orbital. A) spin B) magnetic C) principal D) azimuthal E) psi Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.5 52) There are __________ orbitals in the third shell. A) 25 B) 4 C) 9 D) 16 E) 1 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.5 53) The __________ subshell contains only one orbital. A) 5d B) 6f C) 4s D) 3d E) 1p Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.5
Guru
54) There are __________ orbitals in the second shell. A) 1 B) 2 C) 4 D) 8 E) 9 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.5
55) The azimuthal quantum number is 3 in __________ orbitals. A) s B) p C) d D) f E) a Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.5
56) The n = 1 shell contains __________ p orbitals. All the other shells contain __________ p orbitals. A) 3, 6 B) 0, 3 C) 6, 2 D) 3, 3 E) 0, 6 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.5
11
57) The lowest energy shell that contains f orbitals is the shell with n = __________. A) 3 B) 2 C) 4 D) 1 E) 5 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.5 58) The principal quantum number of the first d subshell is __________. A) 1 B) 2 C) 3 D) 4 E) 0 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.5 59) The total number of orbitals in a shell is given by __________. A) I2 B) n 2 C) 2n D) 2n + 1 E) 2l + 1 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.5
Guru
60) In a hydrogen atom, an electron in a __________ orbital can absorb a photon, but cannot emit a photon. A) 3s B) 2s C) 3p D) 1s E) 3f Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.5 61) __________-orbitals are spherically symmetrical. A) s B) p C) d D) f E) g Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.6 62) How many p-orbitals are occupied in a Ne atom __________? A) 0 B) 1 C) 6 D) 3 E) 2 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.7
12
63) How many p-orbitals are occupied in a Ne atom __________? A) 5 B) 6 C) 1 D) 3 E) 2 Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.7 64) Each p-subshell can accommodate a maximum of __________ electrons. A) 6 B) 2 C) 10 D) 3 E) 5 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.7 65) An electron in a(n) __________ subshell experiences the greatest effective nuclear charge in a many-electron atom. A) 3f B) 3p C) 3d D) 3s E) 4s Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.7
Guru
66) A tin atom has 50 electrons. Electrons in the __________ subshell experience the lowest effective nuclear charge. A) 1s B) 3p C) 3d D) 5s E) 5p Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.8 67) A __________ orbital is degenerate with a 5d z 2 in a many-electron atom. A) 5p z B) 4d z 2 C) 5s D) 5d zy E) 4d zz Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.8
13
68) How many quantum numbers are necessary to designate a particular electron in an atom __________? A) 3 B) 4 C) 2 D) 1 E) 5 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.7 69) In which orbital does an electron in a phosphorus atom experience the greatest shielding __________? A) 2p B) 3s C) 3p D) 2s E) 1s Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.8 70) The 3p subshell in the ground state of atomic xenon contains __________ electrons. A) 2 B) 6 C) 8 D) 10 E) 36 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.8
Guru
71) The second shell in the ground state of atomic argon contains __________ electrons. A) 2 B) 6 C) 8 D) 18 E) 36 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.8 72) The 4d subshell in the ground state of atomic xenon contains __________ electrons. A) 2 B) 6 C) 8 D) 10 E) 36 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.8 73) [Ar]4s 2 3d10 4p3 is the electron configuration of a(n) __________ atom. A) As B) V C) P D) Sb E) Sn Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 6.8
14
74) The electron configuration of a ground-state Ag atom is __________. A) [Ar]4s 2 4d9 B) [Kr]5s1 4d10 C) [Kr]5s 2 3d 9 D) [Ar]4s1 4d10 E) [Kr]5s 2 4d10 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.8 75) The ground state electron configuration for Zn is __________. A) [Kr]4s 2 3d10 B) [Ar]4s 2 3d10 C) [Ar]4s1 3d10 D) [Ar]3s 2 3d10 E) [Kr]3s 2 3d10 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.8
Guru
76) There are __________ unpaired electrons in a ground state phosphorus atom. A) 0 B) 1 C) 2 D) 3 E) 4 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.8 77) There are __________ unpaired electrons in a ground state fluorine atom. A) 0 B) 1 C) 2 D) 3 E) 4 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.8
78) In a ground-state manganese atoms, the __________ subshell is partially filled. A) 3s B) 4s C) 4p D) 3d E) 4d Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.8
15
79) The principal quantum number for the outermost electrons in a Br atom in the ground state is __________. A) 2 B) 3 C) 4 D) 5 E) 1 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.8 80) The azimuthal quantum number for the outermost electrons in a nitrogen atom in the ground state is __________. A) 0 B) 1 C) 2 D) 3 E) -1 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 6.8 81) Which is the correct ground-state electron configuration for silver __________ ? A) [Kr]5s 2 4d 9 B) [Kr]5s1 4d10 C) [Kr]5s 2 4d10 D) [Xe]5s 2 4d 9
Guru
E) [Xe]5s1 4d10 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.8
82) What is the correct ground-state electron configuration for molybdenum __________? A) [Kr]5s1 4d10 B) [Kr]5s 2 4d 4 C) [Kr]5s1 4d 5 D) [Kr]5s 2 4d 5
E) [Kr]5s 2 4d 9 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.9 83) All of the __________ have a valence shell electron configuration ns1 . A) noble gases B) halogens C) chalcogens D) alkali metals E) alkaline earth metals Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.9
16
84) The elements in the __________ period of the periodic table have a core-electron configuration that is the same as the electron configuration of neon. A) first B) second C) third D) fourth E) fifth Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.9 85) The largest principal quantum number in the ground state electron configuration of iodine is __________. A) 1 B) 4 C) 5 D) 6 E) 7 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.9 86) The largest principal quantum number in the ground state electron configuration of barium is __________. A) 1 B) 2 C) 4 D) 5 E) 6 Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.9
Guru
87) The largest principal quantum number in the ground state electron configuration of cobalt is __________. A) 2 B) 3 C) 4 D) 7 E) 9 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.9 88) Elements in group __________ have a np6 electron configuration in the outer shell. A) 4A B) 6A C) 7A D) 8A E) 5A Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.9 89) Which group in the periodic table contains elements with the valence electron configuration of ns 2 np1 __________? A) 1A B) 2A C) 3A D) 4A E) 8A Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.9
17
Multiple-Choice 90) Which one of the following is correct? A) ν + λ = c B) ν ÷ λ = c C) ν = cλ D) λ = c ν E) νλ = c Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.1 91) The photoelectric effect is __________. A) the total reflection of light by metals giving them their typical luster B) the production of current by silicon solar cells when exposed to sunlight C) the ejection of electrons by a metal when struck with light of sufficient energy D) the darkening of photographic film when exposed to an electric field E) a relativistic effect Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.2 92) Low-frequency electromagnetic fields with potential biological effects have frequencies of __________ Hz. A) 10-3 -10-5 B) 10-5 -10-9 C) 100-10,000 D) 400-700 E) 1-1000 Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.2
Guru
93) In the Bohr model of the atom, __________. A) electrons travel in circular paths called orbitals B) electrons can have any energy C) electron energies are quantized D) electron paths are controlled by probability E) both A and C Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.3
94) According to the Heisenberg Uncertainty Principle, it is impossible to know precisely both the position and the __________ of an electron. A) mass B) color C) momentum D) shape E) velocity Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.4
18
95) The de Broglie wavelength of a __________ will have the shortest wavelength when traveling at 30 cm/s. A) marble B) car C) planet D) uranium atom E) hydrogen atom Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.4, 96) The uncertainty principle states that __________. A) matter and energy are really the same thing B) it is impossible to know anything with certainty C) it is impossible to know the exact position and momentum of an electron D) there can only be one uncertain digit in a reported number E) it is impossible to know how many electrons there are in an atom Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.5 97) All of the orbitals in a given electron shell have the same value of the __________ quantum number. A) principal B) azimuthal C) magnetic D) spin E) psi Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.5
Guru
98) All of the orbitals in a given subshell have the same value of the __________ quantum number. A) principal B) azimuthal C) magnetic D) A and B E) B and C Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.5 99) Which one of the following is not a valid value for the magnetic quantum number of an electron in a 5d subshell? A) 2 B) 3 C) 0 D) 1 E) -1 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.5 100) Which of the subshells below do not exist due to the constraints upon the azimuthal quantum number? A) 2d B) 2s C) 2p D) all of the above E) none of the above Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.5
19
101) Which of the subshells below do not exist due to the constraints upon the azimuthal quantum number? A) 4f B) 4d C) 4p D) 4s E) none of the above Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.5 102) An electron cannot have the quantum numbers n = __________, l = __________, ml = __________. A) 2, 0, 0 B) 2, 1, -1 C) 3, 1, -1 D) 1, 1, 1 E) 3, 2, 1 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.5 103) An electron cannot have the quantum numbers n = __________, l = __________, ml = __________. A) 6, 1, 0 B) 3, 2, 3 C) 3, 2, -2 D) 1, 0, 0 E) 3, 2, 1 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.5
Guru
104) Which one of the following is an incorrect subshell notation? A) 4f B) 2d C) 3s D) 2p E) 3d Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.5 105) Which one of the following is an incorrect orbital notation? A) 2s B) 3p y C) 3f D) 4d xy E) 4s Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.5
106) Which quantum number determines the energy of an electron in a hydrogen atom? A) n B) E C) ml D) l E) n and l Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.5
20
107) Which one of the quantum numbers does not result from the solution of the Schroedinger equation? A) principal B) azimuthal C) magnetic D) spin E) angular momentum Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.5, 6.7 108) Which quantum numbers must be the same for the orbitals that they designate to be degenerate in a oneelectron system (such as hydrogen)? A) n, l, and ml B) n and l only C) l and ml D) ml only E) n only Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.6 109) In a p x orbital, the subscript x denotes the __________ of the electron. A) energy B) spin of the electrons C) probability of the shell D) size of the orbital E) axis along which the orbital is aligned Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.6
Guru
110) The __________ orbital is degenerate with 5p y in a many-electron atom. A) 5s B) 5p x C) 4p y D) 5d xy
E) 5d 2 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.6
111) Which set of three quantum numbers (n, l, ml ) corresponds to a 3d orbital? A) 3, 2, 2 B) 3, 3, 2 C) 3, 2, 3 D) 2, 1, 0 E) 2, 3, 3 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.6
21
112) At maximum, an f-subshell can hold __________ electrons, a d-subshell can hold __________ electrons, and a p-subshell can hold __________ electrons. A) 14, 10, 6 B) 2, 8, 18 C) 14, 8, 2 D) 2, 12, 21 E) 2, 6, 10 Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.7 113) Which one of the following represents an acceptable set of quantum numbers for an electron in an atom? (arranged as n, l, ml , and ms ) A) 2, 2, -1, -1/2 B) 1, 0, 0, 1/2 C) 3, 3, 3, 1/2 D) 5, 4,- 5, 1/2 E) 3, 3, 3, -1/2 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.7
Guru
114) Which one of the following represents an acceptable possible set of quantum numbers (in the order n, l, ml , ms ) for an electron in an atom? A) 2, 1, -1, 1/2 B) 2, 1, 0, 0 C) 2, 2, 0, 1/2 D) 2, 0, 1, -1/2 E) 2, 0, 2, +1/2 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.7
115) Which one of the following represents an impossible set of quantum numbers for an electron in an atom? (arranged as n, l, ml , and ms ) A) 2, 1, -1, -1/2 B) 1, 0, 0, 1/2 C) 3, 3, 3, 1/2 D) 5, 4, – 3, 1/2 E) 5, 4, -3, -1/2 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.7
22
116) Which electron configuration represents a violation of the Pauli exclusion principle? A)
B)
C)
D)
E)
Guru
Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.8
23
117) Which electron configuration represents a violation of the Pauli exclusion principle? A)
B)
C)
D)
E)
Guru
Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.8
24
118) Which electron configuration represents a violation of the Pauli exclusion principle? A)
B)
C)
D)
E)
Guru
Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.7
119) Which one of the following orbitals can hold two electrons? A) 2p x B) 3s C) 4d xy D) all of the above E) none of the above Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.7
25
120) In which orbital does an electron in a phosphorus atom experience the greatest effective nuclear charge? A) 1s B) 2s C) 2p D) 3s E) 3p Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.8 121) Which of the following is a valid set of four quantum numbers? (n, l, ml , ms ) A) 2, 1, 0, +1/2 B) 2, 2, 1, -1/2 C) 1, 0, 1, +1/2 D) 2, 1, +2, +1/2 E) 1, 1, 0, -1/2 Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.7 122) Which of the following is not a valid set of four quantum numbers? (n, l, ml , ms ) A) 2, 0, 0, +1/2 B) 2, 1, 0, -1/2 C) 3, 1, -1, -1/2 D) 1, 0, 0, +1/2 E) 1, 1, 0, +1/2 Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.7
Guru
123) Which quantum numbers must be the same for the orbitals that they designate to be degenerate in a manyelectron system? A) n, l, and ml B) n only C) n, l, ml , and ms D) ms only E) n and l only Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.7
26
124) Which one of the following is the correct electron configuration for a ground-state nitrogen atom? A)
B)
C)
D)
Guru
E) None of the above is correct. Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.8
125) Which electron configuration denotes an atom in its ground state? A)
B)
C)
D)
E)
Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.8
27
126) The ground state electron configuration of Fe is __________. A) 1s 2 2s 2 3s 2 3p6 3d 6 B) 1s 2 2s 2 2p6 3s 2 3p6 3d 6 4s 2 C) 1s 2 2s 2 2p6 3s 2 3p6 4s 2 D) 1s 2 2s 2 2p6 3s 2 3p6 4s 2 4d 6 E) 1s 2 2s 2 3s 2 3p10 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.8 127) The ground state electron configuration of Ga is __________. A) 1s 2 2s 2 3s 2 3p6 3d10 4s 2 4p1 B) 1s 2 2s 2 2p6 3s 2 3p6 4s 2 4d10 4p1 C) 1s 2 2s 2 2p6 3s 2 3p6 3d10 4s 2 4p1 D) 1s 2 2s 2 2p6 3s 2 3p6 3d10 4s 2 4d1 E) [Ar]4s 2 3d11 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.8
Guru
128) The ground-state electron configuration of the element __________ is [Kr]5s14d5. A) Nb B) Mo C) Cr D) Mn E) Tc Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.8 129) The ground-state electron configuration of __________ is [Ar]4s1 3d5 . A) V B) Mn C) Fe D) Cr E) K Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.8
130) Which one of the following configurations depicts an excited oxygen atom? A) 1s 2 2s 2 2p 2 B) 1s 2 2s 2 2p 2 3s 2 C) 1s 2 2s 2 2p1 D) 1s 2 2s 2 2p 4 E) [He]2s 2 2p 4 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.8
28
131) Which one of the following configurations depicts an excited carbon atom? A) 1s 2 2s 2 2p1 3s1 B) 1s 2 2s 2 2p3 C) 1s 2 2s 2 2p1 D) 1s 2 2s 2 3s1 E) 1s 2 2s 2 2p 2 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.8 132) Which electron configuration represents a violation of Hund’s rule for an atom in its ground state? A)
B)
C)
D)
E)
Guru
Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.8
29
133) Which electron configuration represents a violation of Hund’s rule for an atom in its ground state? A)
B)
C)
D)
E)
Guru
Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.8
30
134) Which electron configuration represents a violation of Hund’s rule for an atom in its ground state? A)
B)
C)
D)
E)
Guru
Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.8
135) Which of the following elements has a ground-state electron configuration different from the predicted one? A) Cu B) Ca C) Xe D) Cl E) Ti Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.8 136) Which two elements have the same ground-state electron configuration? A) Pd and Pt B) Cu and Ag C) Fe and Cu D) Cl and Ar E) No two elements have the same ground-state electron configuration. Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.8
31
137) How many different principal quantum numbers can be found in the ground state electron configuration of nickel? A) 2 B) 3 C) 4 D) 5 E) 6 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.9 138) The valence shell of the element X contains 2 electrons in a 5s subshell. Below that shell, element X has a partially filled 4d subshell. What type of element is X? A) main group element B) chalcogen C) halogen D) transition metal E) alkali metal Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.9 Short Answer
Guru
1) What wavelengths correspond to the visible region of the electromagnetic spectrum? Answer: About 400 to 700 nm. Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.1
2) All of the subshells in a given shell have the same energy in the hydrogen atom. In a many-electron atom, the subshells in a given shell do not have the same energy. Why? Answer: Hydrogen atoms have only one electron. Therefore, in a hydrogen atom, the energy of orbitals depends only on n. In many-electron atoms, electron-electron repulsion causes the energies of subshells in a given shell to differ. Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.7 3) “The largest principal quantum number in the ground state electron configuration of francium is __________ ? Answer: 7 Diff: 1 Page Ref: Sec 6.8
32
4) The ground state electron configuration of copper is __________. Answer: [Ar]3d10 4s1 Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.8 5) The ground state electron configuration of scandium is __________. Answer: [Ar]4s 2 3d1 Diff: 1 Page Ref: Sec 6.8 6) The electron configuration of the valence electrons of an atom in its ground state is ns 2 np3 .` This atom is a group __________ element. Answer: 5A Diff: 1 Page Ref: Sec6.8 7) Elements in group __________ have a np5 electron configuration in the outer shell. Answer: 7A Diff: 1 Page Ref: Sec 6.8 8) The shape of an orbital is defined by the azimuthal quantum number which is represented as letter __________ Answer: l Diff: 1 Page Ref: Sec 6.5 True/False
Guru
1) The wavelength of radio waves can be longer than a football field. Answer: TRUE Diff: 1 Page Ref: Sec 6.1 2) Black body radiation is the emission of light from metal surfaces. Answer: FALSE Diff: 1 Page Ref: Sec 6.2
3) If a hydrogen atom electron jumps from the n=6 orbit to the n=2 orbit, energy is released. Answer: TRUE Diff: 1 Page Ref: Sec 6.3 4) The square of Schrodinger’s wave equation is called an orbital. Answer: TRUE Diff: 1 Page Ref: Sec 6.4 5) The electron density of the 2s orbital is asymmetric. Answer: FALSE Diff: 1 Page Ref: Sec 6.5
33
Algorithmic Questions 1) Electromagnetic radiation with a wavelength of 525 nm appears as green light to the human eye. The frequency of this light is __________ s-1 . A) 5.71 × 1014 B) 5.71 × 105 C) 1.58 × 102 D) 1.58 × 1011 E) 1.75 × 10-15 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.1 2) An FM radio station broadcasts electromagnetic radiation at a frequency of 100.6 MHz. The wavelength of this radiation is __________ m. A) 2.982 × 106 B) 2.982 C) 3.018 × 1016 D) 3.018 × 1010 E) 0.3353 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.1
Guru
3) Electromagnetic radiation with a wavelength of 640 nm appears as orange light to the human eye. The energy of one photon of this light is __________ J. A) 1.272 × 10-31 B) 3.106 × 10-28 C) 3.106 × 10-19 D) 1.272 × 10-22 E) 3.220 × 1018 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.2 4) Electromagnetic radiation with a wavelength of 531 nm appears as green light to the human eye. The energy of one photon of this light is 3.74 × 10-19 J. Thus, a laser that emits 1.3 × 10-2 J of energy in a pulse of light at this wavelength produces __________ photons in each pulse. A) 2.9 × 10-17 B) 9.2 × 10-24 C) 1.8 × 1019 D) 3.5 × 1016 E) 6.5 × 1013 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.2
34
5) The wavelength of an electron with a velocity of 6.00 × 106 m/s is __________ m. The mass of the electron is 9.11 × 10-28 g . A) 8.25 × 109 B) 8.25 × 1012 C) 1.21 × 10-16 D) 1.21 × 10-13 E) 1.21 × 10-10 Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.4 6) The element that corresponds to the electron configuration 1s22s22p6 is __________. A) sodium B) magnesium C) lithium D) beryllium E) neon Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 6.8
Guru
7) The complete electron configuration of argon, element 18, is __________. A) 1s 2 2s 2 2p6 3s 2 3p6 B) 1s 2 2s 2 2p10 3s 2 3p 2 C) 1s 4 2s 4 2p6 3s 4 D) 1s 4 2s 4 2p10
E) 1s6 2s6 2p 2 3s 4 Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.8
8) The complete electron configuration of gallium, element 31, is __________. A) 1s 2 2s 2 2p10 3s 2 3p10 4s 2 3d 3 B) 1s 2 2s 2 2p6 3s 2 3p6 3d10 4s 2 4p1 C) 1s 4 2s 4 2p6 3s 4 3p6 4s 4 3d3 D) 1s 4 2s 4 2p10 3s 4 3p9 E) 1s 4 2s 4 2p8 3s 4 3p8 4s3 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.8
9) The condensed electron configuration of silicon, element 14, is __________. A) [He]2s42p6 B) [Ne]2p10 C) [Ne]3s23p2 D) [He]2s4 E) [He]2s62p2 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.8
35
10) The condensed electron configuration of krypton, element 36, is __________. A) [Kr]4s23d8 B) [Ar]4s4 C) [Kr]4s43d8 D) [Ar]3d104s24p6 E) [Ar]4s43d4 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 6.8
Guru 36
Chemistry, 11e (Brown) Chapter 7, Periodic Properties of the Elements Multiple-Choice and Bimodal 1) __________ is credited with developing the concept of atomic numbers. A) Dmitri Mendeleev B) Lothar Meyer C) Henry Moseley D) Ernest Rutherford E) Michael Faraday Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.1 2) Elements in the modern version of the periodic table are arranged in order of increasing __________. A) oxidation number B) atomic mass C) average atomic mass D) atomic number E) number of isotopes Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.1 3) The first ionization energies of the elements __________ as you go from left to right across a period of the periodic table, and __________ as you go from the bottom to the top of a group in the table. A) increase, increase B) increase, decrease C) decrease, increase D) decrease, decrease E) are completely unpredictable Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.3
Guru
4) The __________ have the most negative electron affinities. A) alkaline earth metals B) alkali metals C) halogens D) transition metals E) chalcogens Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4
5) In general, as you go across a period in the periodic table from left to right: (1) the atomic radius __________; (2) the electron affinity becomes __________ negative; and (3) the first ionization energy __________. A) decreases, decreasingly, increases B) increases, increasingly, decreases C) increases, increasingly, increases D) decreases, increasingly, increases E) decreases, increasingly, decreases Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 7.4
1
6) Element M reacts with chlorine to form a compound with the formula MCl2 . Element M is more reactive than magnesium and has a smaller radius than barium. This element is __________. A) Sr B) K C) Na D) Ra E) Be Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 7.5 7) The oxide of which element below can react with hydrochloric acid? A) sulfur B) selenium C) nitrogen D) sodium E) carbon Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.5 8) Metals can be __________ at room temperature. A) liquid only B) solid only C) solid or liquid D) solid, liquid, or gas E) liquid or gas Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.5
Guru
9) Most of the elements on the periodic table are __________. A) gases B) nonmetals C) metalloids D) liquids E) metals Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.6
10) Na reacts with element X to form an ionic compound with the formula Na 3 X . Ca will react with X to form __________. A) CaX 2 B) CaX C) Ca 2 X3 D) Ca 3 X 2 E) Ca 3 X Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.6
2
11) What is the coefficient of M when the following equation is completed and balanced if M is an alkali metal? M (s) + H 2 O (l) → ________
A) 1 B) 2 C) 3 D) 4 E) 0 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.6 12) The substance, __________ is always produced when an active metal reacts with water. A) NaOH B) H 2 O C) CO 2 D) H 2 E) O 2 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.6
Guru
13) The reaction of potassium metal with elemental hydrogen produces __________. A) KH B) KH 2 C) K 2 H D) None of the above; potassium will not react directly with hydrogen. E) KOH Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7
14) Which alkaline earth metal will not react with liquid water or with steam __________? A) Be B) Mg C) Ca D) Ba E) They all react with liquid water and with steam. Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 7.6
15) What is the coefficient of H 2 O when the following equation is completed and balanced? Ba (s) + H 2 O (l) → ________ A) 1 B) 2 C) 3 D) 5 E) Ba(s) does not react with H 2 O (l). Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7
3
16) The element(s) __________ could be used to produce a red or crimson color in fireworks. A) Mg or Ba B) Sr C) Ca, Sr, or Li D) Ba E) Na or K Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7 17) Oxides of the active metals combine with water to form __________. A) metal hydroxides B) metal hydrides C) hydrogen gas D) oxygen gas E) water and a salt Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.6 18) Oxides of the active metals combine with acid to form __________. A) hydrogen gas B) metal hydrides C) water and a salt D) oxygen gas E) metal hydroxides Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.6
Guru
19) Oxides of most nonmetals combine with water to form __________. A) an acid B) a base C) water and a salt D) water E) hydrogen gas Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.6 20) Oxides of most nonmetals combine with base to form __________. A) hydrogen gas B) an acid C) a base D) water E) water and a salt Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.6
21) An alkaline earth metal forms a compound with oxygen with the formula __________. (The symbol M represents any one of the alkaline earth metals.) A) MO B) M 2 O C) MO 2 D) M 2 O 2 E) MO3 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.6
4
22) An alkali metal forms a compound with chlorine with the formula __________. (The symbol M represents any one of the alkali metals.) A) M 2 Cl2 B) M 2 Cl C) MCl2 D) MCl E) MCl3 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.6 23) Element X reacts with chlorine to form a compound with the formula XCl2 . The oxide of element X is basic. Element X is __________. A) Rb B) Ca C) Al D) P E) H Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7
Guru
24) The reaction of a metal with a nonmetal produces a(n) __________. A) base B) salt C) acid D) oxide E) hydroxide Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7 25) Which nonmetal exists as a diatomic solid? A) bromine B) antimony C) phosphorus D) iodine E) boron Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 7.7
26) The most common and stable allotrope of sulfur is __________. A) S B) S2 C) S4 D) S8 E) Sulfur does not form allotropes. Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7
5
27) Which group 6A element is a metal? A) tellurium and polonium B) sulfur C) selenium D) tellurium E) polonium Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 7.7 28) The most common sulfur ion has a charge of __________. A) -2 B) -1 C) +4 D) +6 E) Sulfur does not form ions. Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7 29) The element phosphorus exists in two forms in nature called white phosphorus and red phosphorus. These two forms are examples of __________. A) isotopes B) allotropes C) oxidation D) metalloids E) noble gases Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7
Guru
30) Which periodic table group contains only nonmetals __________? A) 8A B) 2A C) 6A D) 7A E) 5A Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7 31) Of the hydrogen halides, only __________ is a weak acid. A) HCl (aq) B) HBr (aq) C) HF (aq) D) HI (aq) E) They are all weak acids. Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 7.7
32) The first noble gas to be incorporated into a compound was __________. A) Ar B) Kr C) He D) Ne E) Xe Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.8
6
33) All the elements in group 8A are gases at room temperature. Of all the groups in the periodic table, only group __________ contains examples of elements that are gas, liquid, and solid at room temperature. A) 2A B) 1A C) 7A D) 5A E) 6A Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7 34) Of the halogens, which are gases at room temperature and atmospheric pressure? A) fluorine, bromine, and iodine B) fluorine, chlorine, and bromine C) fluorine, chlorine, bromine, and iodine D) fluorine, chlorine, and iodine E) fluorine and chlorine Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 7.8 35) The only noble gas that does not have the ns 2 np6 valence electron configuration is __________. A) radon B) neon C) helium D) krypton E) All noble gases have the ns 2 np6 valence electron configuration. Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7
Guru
36) 2 F2 (g) + 2 H 2 O (l) → __________. A) 2 HF (aq) + 2 HFO (aq) B) 2 F- (aq) + 2 H + (aq) + H 2 O2 (aq) C) 4 HF (aq) + O 2 (g) D) 2 HF2 (aq) + 2 OH – (aq) E) 4 HF (aq) + 2 O2- (aq) Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7
37) Cl2 (g) + H 2 O (l) → ________ A) HCl (aq) + HOCl (aq) B) 2 Cl- (aq) + H 2 O (l) C) 2 HCl (aq) + O 2 (g) D) 2 HCl (aq) + O 2- (g) E) Cl2 (aq) + H 2 O (l) Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 7.7
7
Multilpe-Choice 38) In which set of elements would all members be expected to have very similar chemical properties? A) O, S, Se B) N, O, F C) Na, Mg, K D) S, Se, Si E) Ne, Na, Mg Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.1 39) Which element would be expected to have chemical and physical properties closest to those of fluorine? A) S B) Fe C) Ne D) O E) Cl Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.1 40) Electrons in the 1s subshell are much closer to the nucleus in Ar than in He due to the larger __________ in Ar. A) nuclear charge B) paramagnetism C) diamagnetism D) Hund’s rule E) azimuthal quantum number Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.2
Guru
41) Atomic radius generally increases as we move __________. A) down a group and from right to left across a period B) up a group and from left to right across a period C) down a group and from left to right across a period D) up a group and from right to left across a period E) down a group; the period position has no effect Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.2
42) Of the following, which gives the correct order for atomic radius for Mg, Na, P, Si and Ar? A) Mg > Na > P > Si > Ar B) Ar > Si > P > Na > Mg C) Si > P > Ar > Na > Mg D) Na > Mg > Si > P > Ar E) Ar > P > Si > Mg > Na Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.2 43) Screening by the valence electrons in atoms is __________. A) less efficient than that by core electrons B) more efficient than that by core electrons C) essentially identical to that by core electrons D) responsible for a general increase in atomic radius going across a period E) both more efficient than that by core electrons and responsible for a general increase in atomic radius going across a period Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.2
8
44) The atomic radius of main-group elements generally increases down a group because __________. A) effective nuclear charge increases down a group B) effective nuclear charge decreases down a group C) effective nuclear charge zigzags down a group D) the principal quantum number of the valence orbitals increases E) both effective nuclear charge increases down a group and the principal quantum number of the valence orbitals increases Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 7.2 45) Screening by core electrons in atoms is __________. A) less efficient than that by valence electrons B) more efficient than that by valence electrons C) essentially identical to that by valence electrons D) responsible for a general decrease in atomic radius going down a group E) both essentially identical to that by valence electrons and responsible for a general decrease in atomic radius going down a group Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.2 46) Which one of the following atoms has the largest radius? A) O B) F C) S D) Cl E) Ne Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.2
Guru
47) Which one of the following atoms has the largest radius? A) Sr B) Ca C) K D) Rb E) Y Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.2 48) Which one of the following has the smallest radius? A) Na B) Cl C) Fe D) P E) Br Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.2 49) Which one of the following atoms has the largest radius? A) I B) Co C) Ba D) Sr E) Ca Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.2
9
50) Which one of the following elements has the largest atomic radius? A) Se B) As C) S D) Sb E) Te Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.2 51) Which one of the following elements has the largest atomic radius? A) O B) F C) Al D) P E) B Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.2 52) In which of the following atoms is the 2s orbital closest to the nucleus? A) S B) Cl C) P D) Si E) The 2s orbitals are the same distance from the nucleus in all of these atoms. Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.2
Guru
53) In which of the following atoms is the 3s orbital closest to the nucleus? A) Br B) Cl C) At D) I E) The 3s orbitals are the same distance from the nucleus in all of these atoms. Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 7.2
54) Which of the following correctly lists the five atoms in order of increasing size (smallest to largest)? A) O < F < S < Mg < Ba B) F < O < S < Mg < Ba C) F < O < S < Ba < Mg D) O < F < S < Ba < Mg E) F < S < O < Mg < Ba Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.2 55) Which of the following correctly lists the five atoms in order of increasing size (smallest to largest)? A) F < K < Ge < Br < Rb B) F < Ge < Br < K < Rb C) F < K < Br < Ge < Rb D) F < Br < Ge < K < Rb E) F < Br < Ge < Rb < K Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.2
10
56) Of the choices below, which gives the order for first ionization energies? A) Cl > S > Al > Ar > Si B) Ar > Cl > S > Si > Al C) Al > Si > S > Cl > Ar D) Cl > S > Al > Si > Ar E) S > Si > Cl > Al > Ar Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4 57) Of the following atoms, which has the largest first ionization energy? A) Br B) O C) C D) P E) I Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4 58) Of the following elements, which has the largest first ionization energy? A) Na B) Al C) Se D) Cl E) Br Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4
Guru
59) Of the following elements, which has the largest first ionization energy? A) K B) Rb C) Sr D) Ca E) Ba Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.3 60) Of the following elements, which has the largest first ionization energy? A) Se B) As C) S D) Sb E) Ge Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4 61) Of the following elements, which has the largest first ionization energy? A) B B) N C) P D) Si E) C Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4
11
62) Of the elements below, __________ has the largest first ionization energy. A) Li B) K C) Na D) H E) Rb Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4 63) __________ have the lowest first ionization energies of the groups listed. A) Alkali metals B) Transition elements C) Halogens D) Alkaline earth metals E) Noble gases Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4 64) Which of the following has the largest second ionization energy? A) Si B) Mg C) Al D) Na E) P Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 7.3
Guru
65) Which of the following has the largest second ionization energy? A) Ca B) K C) Ga D) Ge E) Se Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4
66) Which equation correctly represents the first ionization of aluminum? A) Al- (g) → Al (g) + eB) Al (g) → Al- (g) + eC) Al (g) + e- → Al- (g) D) Al (g) → Al+ (g) + eE) Al+ (g) + e- → Al (g) Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4
12
67) Which of the following correctly represents the second ionization of aluminum? A) Al+ (g) + e- → Al (g) B) Al (g) → Al+ (g) + eC) Al- (g) + e- → Al2- (g) D) Al+ (g) + e- → Al2+ (g) E) Al+ (g) → Al2+ (g) + eAnswer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4 68) Which equation correctly represents the first ionization of phosphorus? A) P (g) + e- → P- (g) B) P (g) → P – (g) + eC) P (g) → P + (g) + eD) P – (g) → P (g) + eE) P + (g) + e- → P (g) Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4
Guru
69) Which of the following correctly represents the second ionization of phosphorus? A) P + (g) + e- → P 2+ (g) B) P (g) → P + (g) + e-
C) P – (g) + e- → P 2- (g)
D) P + (g) → P 2+ (g) + e-
E) P + (g) + e- → P (g) Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4
70) Which equation correctly represents the first ionization of calcium? A) Ca (g) → Ca + (g) + eB) Ca (g) → Ca – (g) + eC) Ca (g) + e- → Ca – (g) D) Ca – (g) → Ca (g) + eE) Ca + (g) + e- → Ca (g) Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4
71) Which of the following correctly represents the second ionization of calcium? A) Ca (g) → Ca + (g) + eB) Ca + (g) → Ca 2+ (g) + eC) Ca- (g) + e- → Ca 2- (g) D) Ca + (g) + e- → Ca 2+ (g) E) Ca + (g) + e- → Ca (g) Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4
13
72) Which ion below has the largest radius? A) ClB) K + C) Br D) FE) Na + Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4 73) The ion with the smallest diameter is __________. A) Br B) ClC) ID) FE) O2Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4
Guru
74) Of the following species, __________ has the largest radius. A) Rb + B) Sr 2+ C) Br D) Kr E) Ar Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.3
75) Of the compounds below, __________ has the smallest ionic separation. A) KF B) K 2S C) RbCl D) SrBr2 E) RbF Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.3 76) Which of the following is an isoelectronic series? A) B5- , Si 4- , As3- , Te2B) F- , Cl- , Br – , IC) S, Cl, Ar, K D) Si 2- , P 2- , S2- , Cl2E) O 2- , P – , Ne, Na + Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.3
14
77) Which isoelectronic series is correctly arranged in order of increasing radius? A) K + < Ca2+ < Ar < ClB) Cl- < Ar < K + < Ca 2+ C) Ca 2+ < Ar < K + < ClD) Ca 2+ < K + < Ar < ClE) Ca 2+ < K + < Cl- < Ar Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.3 78) __________ is isoelectronic with argon and __________ is isoelectronic with neon. A) Cl- , FB) Cl- , Cl+ C) F+ , FD) Ne- , Kr + E) Ne- , Ar + Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.3
Guru
79) Of the following elements, __________ has the most negative electron affinity. A) Na B) Li C) Be D) N E) F Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4 80) Of the following elements, __________ has the most negative electron affinity. A) S B) Cl C) Se D) Br E) I Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4 81) Of the following elements, __________ has the most negative electron affinity. A) P B) Al C) Si D) Cl E) B Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4
15
82) Of the following elements, __________ has the most negative electron affinity. A) O B) K C) B D) Na E) S Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4 83) Chlorine is much more apt to exist as an anion than is sodium. This is because __________. A) chlorine is bigger than sodium B) chlorine has a greater ionization energy than sodium does C) chlorine has a greater electron affinity than sodium does D) chlorine is a gas and sodium is a solid E) chlorine is more metallic than sodium Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4 84) Sodium is much more apt to exist as a cation than is chlorine. This is because __________. A) chlorine is a gas and sodium is a solid B) chlorine has a greater electron affinity than sodium does C) chlorine is bigger than sodium D) chlorine has a greater ionization energy than sodium does E) chlorine is more metallic than sodium Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4
Guru
85) Which equation correctly represents the electron affinity of calcium? A) Ca (g) + e- → Ca – (g) B) Ca (g) → Ca + (g) + eC) Ca (g) → Ca – (g) + e-
D) Ca (g) → Ca (g) + e-
E) Ca + (g) + e- → Ca (g) Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4
86) Which of the following correctly represents the electron affinity of bromine? A) Br (g) → Br + (g) + eB) Br (g) + e- → Br – (g) C) Br2 (g) + e- → Br – (g) D) Br2 (g) + 2e- → 2Br – (g) E) Br + (g) + e- → Br (g) Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4
16
Consider the following electron configurations to answer the questions that follow:
(i)
1s 2 2s 2 2p6 3s1
(ii) 1s 2 2s 2 2p6 3s 2 (iii) 1s 2 2s 2 2p6 3s 2 3p1 (iv) 1s 2 2s 2 2p6 3s 2 3p 4 (v) 1s 2 2s 2 2p6 3s 2 3p5
87) The electron configuration belonging to the atom with the highest second ionization energy is __________. A) (i) B) (ii) C) (iii) D) (iv) E) (v) Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4
Guru
88) The electron configuration that belongs to the atom with the lowest second ionization energy is __________. A) (i) B) (ii) C) (iii) D) (iv) E) (v) Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.4 89) The electron configuration of the atom with the most negative electron affinity is __________. A) (i) B) (ii) C) (iii) D) (iv) E) (v) Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.5 90) The electron configuration of the atom that is expected to have a positive electron affinity is __________. A) (i) B) (ii) C) (iii) D) (iv) E) (v) Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.5 91) Of the elements below, __________ is the most metallic. A) sodium B) barium C) magnesium D) calcium E) cesium Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.5
17
92) Which one of the following is a metalloid? A) Ge B) S C) Br D) Pb E) C Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.5 93) Of the elements below, __________ is the most metallic. A) Na B) Mg C) Al D) K E) Ar Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.5 94) The list that correctly indicates the order of metallic character is __________. A) B > N > C B) F > Cl > S C) Si > P > S D) P > S > Se E) Na > K > Rb Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.5
Guru
95) Of the elements below, __________ has the highest melting point. A) Ca B) K C) Fe D) Na E) Ba Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.5
96) Of the following metals, __________ exhibits multiple oxidation states. A) Al B) Cs C) V D) Ca E) Na Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.6 97) Which of these oxides is most basic? A) K 2 O B) Al2 O3 C) CO 2 D) MgO E) Na 2 O Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.6
18
98) Of the following oxides, __________ is the most acidic. A) CaO B) CO 2 C) Al2 O3 D) Li 2 O E) Na 2 O Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.6 99) Which one of the following compounds would produce an acidic solution when dissolved in water? A) Na 2 O B) CaO C) MgO D) CO 2 E) SrO Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.5 100) Nonmetals can be __________ at room temperature. A) solid, liquid, or gas B) solid or liquid C) solid only D) liquid only E) liquid or gas Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.5
Guru
101) Which of the following is not a characteristic of metals? A) acidic oxides B) low ionization energies C) malleability D) ductility E) These are all characteristics of metals. Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.6
102) When two elements combine to form a compound, the greater the difference in metallic character between the two elements, the greater the likelihood that the compound will be __________. A) a gas at room temperature B) a solid at room temperature C) metallic D) nonmetallic E) a liquid at room temperature Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.6 103) Between which two elements is the difference in metallic character the greatest? A) Rb and O B) O and I C) Rb and I D) Li and O E) Li and Rb Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.6
19
104) Which of the following traits characterizes the alkali metals? A) very high melting point B) existence as diatomic molecules C) formation of dianions D) the lowest first ionization energies in a period E) the smallest atomic radius in a period Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.6 105) This element is more reactive than lithium and magnesium but less reactive than potassium. This element is __________. A) Na B) Rb C) Ca D) Be E) Fr Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.6 106) Which one of the following is not true about the alkali metals? A) They are low density solids at room temperature. B) They all readily form ions with a +1 charge. C) They all have 2 electrons in their valence shells. D) They are very reactive elements. E) They have the lowest first ionization energies of the elements. Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.6
Guru
107) Consider the following properties of an element: (i) (ii) (iii) (iv)
It is solid at room temperature. It easily forms an oxide when exposed to air. When it reacts with water, hydrogen gas evolves. It must be stored submerged in oil.
Which element fits the above description the best? A) sulfur B) copper C) mercury D) sodium E) magnesium Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7
108) Alkaline earth metals __________. A) have the smallest atomic radius in a given period B) form monoanions C) form basic oxides D) exist as triatomic molecules E) form halides with the formula MX Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7
20
109) Which of the following generalizations cannot be made with regard to reactions of alkali metals? (The symbol M represents any one of the alkali metals.) A) M (s) + O 2 (g) → MO 2 (s) B) 2M (s) + 2H 2 O (l) → 2MOH (aq) + H 2 (g) C) 2M (s) + H 2 (g) → 2MH (s) D) 2M (s) + Cl2 (g) → 2MCl (s) E) 2M (s) + S (s) → M 2S (s) Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7 110) Alkali metals tend to be more reactive than alkaline earth metals because __________. A) alkali metals have lower densities B) alkali metals have lower melting points C) alkali metals have greater electron affinities D) alkali metals have lower ionization energies E) alkali metals are not more reactive than alkaline earth metals Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7
Guru
111) Which one of the following beverages originally contained lithium salts? A) Coca-Cola® B) Pepsi-Cola® C) Gatorade® D) Koolaid® E) Seven-Up® Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7
112) Consider the general valence electron configuration of ns 2 np5 and the following statements: (i) (ii) (iii) (iv)
Elements with this electron configuration are expected to form -1 anions. Elements with this electron configuration are expected to have large positive electron affinities. Elements with this electron configuration are nonmetals. Elements with this electron configuration form acidic oxides.
Which statements are true? A) (i) and (ii) B) (i), (ii), and (iii) C) (ii) and (iii) D) (i), (iii,) and (iv) E) All statements are true. Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 7.6, 7.7 113) All of the following are ionic compounds except __________. A) K 2 O B) Na 2SO 4 C) SiO 2 D) Li3 N E) NaCl Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7
21
114) Which one of the following compounds produces a basic solution when dissolved in water? A) SO 2 B) Na 2 O C) CO 2 D) OF2 E) O 2 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7 115) Element M reacts with oxygen to form an oxide with the formula MO. When MO is dissolved in water, the resulting solution is basic. Element M could be __________. A) Na B) Ba C) S D) N E) C Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7
Guru
116) Which element is solid at room temperature? A) Cl2 B) F2 C) Br2 D) I2 E) H 2 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7
117) __________ is a unique element and does not truly belong to any family. A) Nitrogen B) Radium C) Hydrogen D) Uranium E) Helium Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7 118) Of the following statements, __________ is not true for oxygen. A) The most stable allotrope of oxygen is O 2 . B) The chemical formula of ozone is O3 . C) Dry air is about 79% oxygen. D) Oxygen forms peroxide and superoxide anions. E) Oxygen is a colorless gas at room temperature. Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7
22
119) Which one of the following elements has an allotrope that is produced in the upper atmosphere by lightning? A) N B) O C) S D) Cl E) He Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7 120) In nature, sulfur is most commonly found in __________. A) pure elemental sulfur B) sulfur oxides C) metal sulfides D) sulfuric acid E) H 2S Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7 121) All of the halogens __________. A) exist under ambient conditions as diatomic gases B) tend to form positive ions of several different charges C) tend to form negative ions of several different charges D) exhibit metallic character E) form salts with alkali metals with the formula MX Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7
Guru
122) This element reacts with hydrogen to produce a gas with the formula HX. When dissolved in water, HX forms an acidic solution. X is __________, A) Na B) H C) C D) Br E) O Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7 123) In nature, the noble gases exist as A) monatomic gaseous atoms B) the gaseous fluorides C) solids in rocks and in minerals D) alkali metal salts E) the sulfides Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.8
23
124) Hydrogen is unique among the elements because __________. 1. 2. 3. 4. 5.
It is not really a member of any particular group. Its electron is not at all shielded from its nucleus. It is the lightest element. It is the only element to exist at room temperature as a diatomic gas. It exhibits some chemical properties similar to those of groups 1A and 7A.
A) 1, 2, 3, 5 B) 1, 2, 3, 4, 5 C) 1, 4, 5 D) 3, 4 E) 2, 3, 4, 5 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.8 125) Hydrogen is unique among the elements because __________. 1. 2. 3. 4. 5.
It has only one valence electron. It is the only element that can emit an atomic spectrum. Its electron is not at all shielded from its nucleus. It is the lightest element. It is the only element to exist at room temperature as a diatomic gas.
Guru
A) 1, 2, 3, 4, 5 B) 1, 3, 4 C) 1, 2, 3, 4 D) 2, 3, 4 E) 3, 4 Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 7.8
126) The noble gases were, until relatively recently, thought to be entirely unreactive. Experiments in the early 1960s showed that Xe could, in fact, form compounds with fluorine. The formation of compounds consisting of Xe is made possible by __________. A) the availability of xenon atoms B) xenon’s noble gas electron configuration C) the stability of xenon atoms D) xenon’s relatively low ionization energy E) xenon’s relatively low electron affinity Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7 127) Of the following elements, which have been shown to form compounds? helium
neon
argon
krypton
xenon
A) xenon and argon B) xenon only C) xenon, krypton, and argon D) xenon and krypton E) None of the above can form compounds. Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 7.7
24
128) Xenon has been shown to form compounds only when it is combined with __________. A) something with a tremendous ability to remove electrons from other substances B) another noble gas C) something with a tremendous ability to donate electrons to other substances D) an alkali metal E) an alkaline earth metal Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.8 Short Answer
1) Write the balanced reaction between zinc oxide and sulfuric acid. Answer: ZnO + H 2SO 4 → ZnSO 4 + H 2 O Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.5 2) In their compounds, the charges on the alkali metals and the alkaline earth metals are __________ and __________, respectively. Answer: +1, +2 Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.6
Guru
3) Which alkali metals can react with oxygen to form either the peroxide or the superoxide? Answer: K, Rb, and Cs Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7 4) Write the balanced equation for the reaction of elemental fluorine with liquid water. Answer: 2H 2 O (l) + 2F2 (g) → 4HF (aq) + O 2 (g) Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7
5) Write the balanced equation for the reaction of elemental chlorine with liquid water. Answer: Cl2 (g) + H 2 O (l) → HCl (aq) + HOCl (aq) Diff: 1 Page Ref: Sec. 7.7 6) Of the alkaline earth metals, which two elements are the least reactive? Answer: Be and Mg Diff: 3 Page Ref: Sec. 7.7
7) List seven nonmetals that exist as diatomic molecules in their elemental forms. Answer: hydrogen, oxygen, nitrogen, fluorine, chlorine, bromine, iodine Diff: 2 Page Ref: Sec. 7.7 8) What are the elements called that are located between the metals and non-metalsa? Answer: Metalloids Diff: 1 Page Ref: Sec 7.6 9) Which metal is a liquid at room temperature? Answer: Mercury (Hg) Diff: 1 Page Ref: Sec 7.6 10) Complete the following: P4 O6 + 6H 2 O Answer: 4H 3 PO 4 Diff: 1 Page Ref: Sec 7.6
25
11) [Xe]6s 2 is the electron configuration for __________? Answer: barium Diff: 2 Page Ref: Sec 7.6 12) All of the group VIA elements are solids except __________? Answer: oxygen Diff: 2 Page Ref: Sec 7.8 13) As successive electrons are removed from an element, the ionization energy __________. Answer: increases Diff: 2 Page Ref: Sec 7.4 14) Which noble gas has the highest first ionization energy? Answer: helium Diff: 2 Page Ref: Sec 7.4 15) When electrons are removed from a lithium atom they are removed first from which orbital __________? Answer: 2s1 Diff: 2 Page Ref: Sec 7.4
Guru
16) An added electron to the element bromine goes into which orbital __________? Answer: 4p Diff: 2 Page Ref: Sec 7.5 True/False
1) Electron affinity measures how easy an atom gains an electron. Answer: TRUE Diff: 2 Page Ref: Sec 7.5
2) The effective nuclear charge acting on an electron is larger than the actual nuclear charge. Answer: FALSE Diff: 1 Page Ref: Sec 7.2 3) The atomic radius of iodine is one-half the distance separating the iodine nuclei. Answer: TRUE Diff: 1 Page Ref: Sec 7.3
4) A group of ions all containing the same number of electrons constitute an isoelectronic series. Answer: TRUE Diff: 1 Page Ref: Sec 7.3 5) Cadmium preferentially binds to carbonic anhydrase, displacing zinc. Answer: TRUE Diff: 1 Page Ref: Sec 7.3
26
Chemistry, 11e (Brown) Chapter 8, Basic Concepts of Chemical Bonding Multiple-Choice and Bimodal 1) There are __________ paired and __________ unpaired electrons in the Lewis symbol for a phosphorus atom. A) 4, 2 B) 2, 4 C) 2, 3 D) 4, 3 E) 0, 3 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.1 2) In the Lewis symbol for a fluorine atom, there are __________ paired and __________ unpaired electrons. A) 4, 2 B) 4,1 C) 2, 5 D) 6, 1 E) 0, 5 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.1 3) Based on the octet rule, magnesium most likely forms a __________ ion. A) Mg 2+ B) Mg 2C) Mg 6D) Mg 6+
Guru
E) Mg Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.1
4) Based on the octet rule, phosphorus most likely forms a __________ ion. A) P3+ B) P3C) P5+ D) P5E) P + Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.1 5) Based on the octet rule, iodine most likely forms an __________ ion. A) I 2+ B) I 4+ C) I 4D) I + E) IAnswer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.1
1
6) There are __________ unpaired electrons in the Lewis symbol for an oxygen atom. A) 0 B) 1 C) 2 D) 4 E) 3 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.1 7) How many unpaired electrons are there in the Lewis structures of a N3- ion? A) 0 B) 1 C) 2 D) 3 E) This cannot be predicted. Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.1 8) How many unpaired electrons are there in an O2- ion? A) 0 B) 1 C) 2 D) 3 E) This cannot be predicted. Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.1
Guru
9) The electron configuration of the phosph?ide ion (P3- ) is __________. A) [Ne]3s 2 B) [Ne]3s 2 3p1 C) [Ne]3s 2 3p3 D) [Ne]3p 2
E) [Ne]3s 2 3p6 Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.1
10) The halogens, alkali metals, and alkaline earth metals have __________ valence electrons, respectively. A) 7, 4, and 6 B) 1, 5, and 7 C) 8, 2, and 3 D) 7, 1, and 2 E) 2, 7, and 4 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 8.1
2
11) The only noble gas without eight valence electrons is __________. A) Ar B) Ne C) He D) Kr E) All noble gases have eight valence electrons. Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.1 12) Which of the following would have to lose two electrons in order to achieve a noble gas electron configuration __________? O
Sr
Na
Se
Br
A) O, Se B) Sr C) Na D) Br E) Sr, O, Se Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.1
Guru
13) Which of the following would have to gain two electrons in order to achieve a noble gas electron configuration __________? O
Sr
Na
Se
Br
A) Br B) Sr C) Na D) O, Se E) Sr, O, Se Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.1
14) For a given arrangement of ions, the lattice energy increases as ionic radius __________ and as ionic charge __________. A) decreases, increases B) increases, decreases C) increases, increases D) decreases, decreases E) This cannot be predicted. Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.2 15) The electron configuration of the S2- ion is __________. A) [Ar]3s 2 3p6 B) [Ar]3s 2 3p 2 C) [Ne]3s 2 3p 2 D) [Ne]3s 2 3p6 E) [Kr]3s 2 2p -6 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.2
3
16) The principal quantum number of the electrons that are lost when tungsten forms a caton is __________. A) 6 B) 5 C) 4 D) 3 E) 2 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.2 17) Which one of the following species has the electron configuration [Ar]3d 4 ? A) Mn 2+ B) Cr 2+ C) V3+ D) Fe3+ E) K + Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.2 18) What is the electron configuration for the Co 2+ ion? A) [Ar]4s1 3d 6 B) [Ar]4s 0 3d 7 C) [Ar]4s 0 3d 5 D) [Ar]4s 2 3d9
Guru
E) [Ne]3s 2 3p10 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.2
19) What is the electron configuration for the Fe 2+ ion? A) [Ar]4s 0 3d 6 B) [Ar]4s 2 3d 4 C) [Ar]4s0 3d8 D) [Ar]4s 2 3d8 E) [Ar]4s 6 3d 2 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.2
20) The formula of palladium(IV) sulfide is __________. A) Pd 2S4 B) PdS4 C) Pd 4S D) PdS2 E) Pd 2S2 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.2
4
21) Elements from opposite sides of the periodic table tend to form __________. A) covalent compounds B) ionic compounds C) compounds that are gaseous at room temperature D) homonuclear diatomic compounds E) covalent compounds that are gaseous at room temperature Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.2 22) Determining lattice energy from Born-Haber cycle data requires the use of __________. A) the octet rule B) Coulomb’s law C) Periodic law D) Hess’s law E) Avogadro’s number Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 8.2 23) How many single covalent bonds must a silicon atom form to have a complete octet in its valence shell? A) 3 B) 4 C) 1 D) 2 E) 0 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.3
Guru
24) A __________ covalent bond between the same two atoms is the longest. A) single B) double C) triple D) They are all the same length. E) strong Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.3
25) How many hydrogen atoms must bond to silicon to give it an octet of valence electrons? A) 1 B) 2 C) 3 D) 4 E) 5 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.3 26) A double bond consists of __________ pairs of electrons shared between two atoms. A) 1 B) 2 C) 3 D) 4 E) 6 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 8.3
5
27) What is the maximum number of double bonds that a hydrogen atom can form? A) 0 B) 1 C) 2 D) 3 E) 4 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.3 28) What is the maximum number of double bonds that a carbon atom can form? A) 4 B) 1 C) 0 D) 2 E) 3 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.3 29) In the molecule below, which atom has the largest partial negative charge __________? Cl ∣ F – C – Br ∣ I
Guru
A) Cl B) F C) Br D) I E) C Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.4
30) The ability of an atom in a molecule to attract electrons is best quantified by the __________. A) paramagnetism B) diamagnetism C) electronegativity D) electron change-to-mass ratio E) first ionization potential Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.4 31) Given the electronegativities below, which covalent single bond is most polar? Element: Electronegativity:
H 2.1
C 2.5
N 3.0
O 3.5
A) C–H B) N–H C) O–H D) O–C E) O–N Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.4
6
32) Electronegativity __________ from left to right within a period and __________ from top to bottom within a group. A) decreases, increases B) increases, increases C) increases, decreases D) stays the same, increases E) increases, stays the same Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.4 33) A nonpolar bond will form between two __________ atoms of __________ electronegativity. A) different, opposite B) identical, different C) different, different D) similar, different E) identical, equal Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.4 34) The ion ICI4 – has __________ valence electrons. A) 34 B) 35 C) 36 D) 28 E) 8 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.5
Guru
35) The ion NO- has __________ valence electrons. A) 15 B) 14 C) 16 D) 10 E) 12 Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.5
36) The Lewis structure of AsH3 shows __________ nonbonding electron pair(s) on As. A) 0 B) 1 C) 2 D) 3 E) This cannot be determined from the data given. Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.5
7
37) The Lewis structure of PF3 shows that the central phosphorus atom has __________ nonbonding and __________ bonding electron pairs. A) 2, 2 B) 1, 3 C) 3, 1 D) 1, 2 E) 3, 3 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.5 38) The Lewis structure of HCN (H bonded to C) shows that __________ has __________ nonbonding electron pairs. A) C, 1 B) N, 1 C) H, 1 D) N, 2 E) C, 2 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 8.5
Guru
39) The formal charge on carbon in the molecule below is __________.
A) 0 B) +1 C) +2 D) +3 E) -1 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.5
40) The formal charge on nitrogen in NO3 – is __________.
A) -1 B) 0 C) +1 D) +2 E) -2 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 8.5
8
41) The formal charge on sulfur in SO 4 2- is __________, where the Lewis structure of the ion is:
A) -2 B) 0 C) +2 D) +4 E) -4 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 8.5 42) In the Lewis structure of ClF, the formal charge on Cl is __________ and the formal charge on F is __________. A) -1, -1 B) 0, 0 C) 0, -1 D) +1, -1 E) -1, +1 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.5
Guru
43) In the resonance form of ozone shown below, the formal charge on the central oxygen atom is __________.
A) 0 B) +1 C) -1 D) +2 E) -2 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.6
44) How many equivalent resonance forms can be drawn for CO32- – (carbon is the central atom)? A) 1 B) 2 C) 3 D) 4 E) 0 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.6
9
45) How many equivalent resonance forms can be drawn for SO 2 without expanding octet on the sulfur atom (sulfur is the central atom)? A) 0 B) 2 C) 3 D) 4 E) 1 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.6 46) How many equivalent resonance structures can be drawn for the molecule of SO3 without having to violate the octet rule on the sulfur atom? A) 5 B) 2 C) 1 D) 4 E) 3 Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.6
Guru
47) How many different types of resonance structures can be drawn for the ion SO32- where all atoms satisfy the octet rule? A) 1 B) 2 C) 3 D) 4 E) 5 Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 8.6 48) Using the table of average bond energies below, the ΔH for the reaction is __________ kJ.
Bond: D (kJ/mol):
C≡C 839
C–C 348
H–I 299
C–I 240
C–H 413
A) +160 B) -160 C) -217 D) -63 E) +63 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.8
10
49) Using the table of average bond energies below, the ΔH for the reaction is __________ kJ. H-C ≡ C-H (g) + H-I (g) → H 2 C=CHI (g)
Bond: D (kJ/mol):
C≡C 839
C=C 614
H–I 299
C–I 240
C–H 413
A) +506 B) -931 C) -506 D) -129 E) +129 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.8 50) Using the table of average bond energies below, the △H for the reaction is __________ kJ. C ≡ O (g) + 2H 2 (g) → H3 C-O-H (g)
Bond: D (kJ/mol):
C–O 358
C=O 799
C≡O 1072
C–H 413
H–H 436
O–H 463
Guru
A) +276 B) -276 C) +735 D) -735 E) -116 Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.8
51) Using the table of bond dissociation energies, the ΔH for the following gas-phase reaction is __________ kJ.
☺
A) -44 B) 38 C) 304 D) 2134 E) -38 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.8
11
52) Using the table of bond dissociation energies, the ΔH for the following gas-phase reaction is __________ kJ.
☺
A) 291 B) 2017 C) -57 D) -356 E) -291 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.8
Guru
53) Using the table of bond dissociation energies, the ΔH for the following reaction is __________ kJ. 2HCl (g) + F2 (g) → 2HF (g) + Cl 2 (g) ☺
A) -359 B) -223 C) 359 D) 223 E) 208 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.8
12
Multiple-Choice 54) Which ion below has a noble gas electron configuration? A) Li 2+ B) Be2+ C) B2+ D) C2+ E) N 2Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.1 55) Of the ions below, only __________ has a noble gas electron configuration. A) S3B) O 2+ C) I + D) K E) ClAnswer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.1
Guru
56) Which of the following has eight valence electrons? A) Ti 4+ B) Kr C) ClD) Na + E) all of the above Answer: E Diff: 3 Page Ref: Sec. 8.1
57) Which of the following does not have eight valence electrons? A) Ca + B) Rb + C) Xe D) Br E) All of the above have eight valence electrons. Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 8.1
58) The chloride of which of the following metals should have the greatest lattice energy? A) potassium B) rubidium C) sodium D) lithium E) cesium Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 8.2
13
59) Lattice energy is __________. A) the energy required to convert a mole of ionic solid into its constituent ions in the gas phase B) the energy given off when gaseous ions combine to form one mole of an ionic solid C) the energy required to produce one mole of an ionic compound from its constituent elements in their standard states D) the sum of ionization energies of the components in an ionic solid E) the sum of electron affinities of the components in an ionic solid Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.2 The diagram below is the Born-huber cycle for the formation of crystalline potassium fluoride.
Guru
60) Which energy change corresponds to the electron affinity of fluorine? A) 2 B) 5 C) 4 D) 1 E) 6 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.2
61) Which energy change corresponds to the first ionization energy of potassium? A) 2 B) 5 C) 4 D) 3 E) 6 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.2
14
62) Using the Born-Haber cycle, the ΔH f o of KBr is equal to __________. A) ΔH f o [K (g)] + ΔH f o [Br (g)] + I1 (K) + E(Br) + ΔH lattice B) ΔH f o [K (g)] – ΔH f o [Br (g)] – I1 (K) – E(Br) – ΔH lattice C) ΔH f o [K (g)] – ΔH f o [Br (g)] + I1 (K) – E(Br) + ΔH lattice D) ΔH f o [K (g)] + ΔH f o [Br (g)] – I1 – E(Br) + ΔH lattice E) ΔH f o [K (g)] + ΔH f o [Br (g)] + I1 (K) + E(Br) – ΔHlattice Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 8.2 63) The type of compound that is most likely to contain a covalent bond is __________. A) one that is composed of a metal from the far left of the periodic table and a nonmetal from the far right of the periodic table B) a solid metal C) one that is composed of only nonmetals D) held together by the electrostatic forces between oppositely charged ions E) There is no general rule to predict covalency in bonds. Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.3
Guru
64) In which of the molecules below is the carbon-carbon distance the shortest? A) H 2 C=CH 2 B) H-C ≡ C-H C) H3C-CH3 D) H 2 C=C=CH 2 E) H3C-CH 2 -CH3 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.3 65) Of the atoms below, __________ is the most electronegative. A) Br B) O C) Cl D) N E) F Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.4 66) Of the atoms below, __________ is the most electronegative. A) Si B) Cl C) Rb D) Ca E) S Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.4
15
67) Of the atoms below, __________ is the least electronegative. A) Rb B) F C) Si D) Cl E) Ca Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.4 68) Which of the elements below has the largest electronegativity? A) Si B) Mg C) P D) S E) Na Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.4 69) Of the molecules below, the bond in __________ is the most polar. A) HBr B) HI C) HCl D) HF E) H 2 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.4
Guru
70) Of the bonds below, __________ is the least polar. A) Na, S B) P, S C) C, F D) Si, Cl E) Na, Cl Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.4
71) Which of the following has the bonds correctly arranged in order of increasing polarity? A) Be–F, Mg–F, N–F, O–F B) O–F, N–F, Be–F, Mg–F C) O–F, Be–F, Mg–F, N–F D) N–F, Be–F, Mg–F, O–F E) Mg–F, Be–F, N–F, O–F Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.4 72) Which two bonds are most similar in polarity? A) O–F and Cl–F B) B–F and Cl–F C) Al–Cl and I–Br D) I–Br and Si–Cl E) Cl–Cl and Be–Cl Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 8.4
16
( 73) The bond length in an HI molecule is 1.61 A and the measured dipole moment is 0.44 D. What is the magnitude (in units of e) of the negative charge on I in HI? (1 debye = 3.34 × 10-34 coulomb-meters; ; e=1.6 × 10-19 coulombs)
A) 1.6 × 10-19 B) 0.057 C) 9.1 D) 1 E) 0.22 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 8.4 74) Which of the following names is/are correct for the compound TiO 2 ? A) titanium dioxide and titanium (IV) oxide B) titanium (IV) dioxide C) titanium oxide D) titanium oxide and titanium (IV) dioxide E) titanium (II) oxide Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.4
Guru
75) Which of the following names is/are correct for the compound SnCl4 ? A) tin (II) chloride and tin (IV) chloride B) tin tetrachloride and tin (IV) chloride C) tin (IV) tetrachloride D) tin chloride E) tin chloride and tin (II) tetrachloride Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.4 76) The Lewis structure of N 2 H 2 shows __________. A) a nitrogen-nitrogen triple bond B) a nitrogen-nitrogen single bond C) each nitrogen has one nonbinding electron pair D) each nitrogen has two nonbinding electron pairs E) each hydrogen has one nonbonding electron pair Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 8.5
17
77) The Lewis structure of the CO32- ion is __________. A)
B)
C)
D)
Guru
E)
Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 8.5
18
78) In the nitrite ion (NO 2 -) , __________. A) both bonds are single bonds B) both bonds are double bonds C) one bond is a double bond and the other is a single bond D) both bonds are the same E) there are 20 valence electrons Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 8.6 79) Resonance structures differ by __________. A) number and placement of electrons B) number of electrons only C) placement of atoms only D) number of atoms only E) placement of electrons only Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.6 80) To convert from one resonance structure to another, __________. A) only atoms can be moved B) electrons and atoms can both be moved C) only electrons can be moved D) neither electrons nor atoms can be moved E) electrons must be added Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.6
Guru
81) For resonance forms of a molecule or ion, __________. A) one always corresponds to the observed structure B) all the resonance structures are observed in various proportions C) the observed structure is an average of the resonance forms D) the same atoms need not be bonded to each other in all resonance forms E) there cannot be more than two resonance structures for a given species Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.6
For the questions that follow, consider the BEST Lewis structures of the following ox_yanions: (i) NO 2 –
(ii) NO3 –
(iii) SO32-
(iv) SO 4 2-
(v) Br3 –
82) There can be four equivalent best resonance structures of __________. A) (i) B) (ii) C) (iii) D) (iv) E) (v) Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 8.5-8.7
19
83) In which of the ions do all X-O bonds (X indicates the central atom) have the same length? A) none B) all C) (i) and (ii) D) (iii) and (v) E) (iii), (iv), and (v) Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.6, 8.7 84) Of the following, __________ cannot accommodate more than an octet of electrons. A) P B) As C) O D) S E) I Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.7 85) A valid Lewis structure of __________ cannot be drawn without violating the octet rule. A) NF3 B) IF3 C) PF3 D) SbF3
Guru
E) SO 4 2Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 8.7
86) A valid Lewis structure of __________ cannot be drawn without violating the octet rule. A) PO 43B) SiF4 C) CF4 D) SeF4 E) NF3 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 8.7
87) The central atom in __________ does not violate the octet rule. A) SF4 B) KrF2 C) CF4 D) XeF4 E) lCl4 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 8.7
20
88) The central atom in __________ violates the octet rule. A) NH3 B) SeF2 C) BF3 D) AsF3 E) CF4 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 8.7 89) A valid Lewis structure of __________ cannot be drawn without violating the octet rule. A) ClF3 B) PCl3 C) SO3 D) CCl4 E) CO 2 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.7
Guru
90) A valid Lewis structure of __________ cannot be drawn without violating the octet rule. A) NI3 B) SO 2 C) ICl5 D) SiF4 E) CO 2 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.7 91) A valid Lewis structure of __________ cannot be drawn without violating the octet rule. A) NF3 B) BeH 2 C) SO 2 D) CF4 E) SO32Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.7
92) Why don’t we draw double bonds between the Be atom and the Cl atoms in BeCl2 ? A) That would give positive formal charges to the chlorine atoms and a negative formal charge to the beryllium atom. B) There aren’t enough electrons. C) That would result in more than eight electrons around beryllium. D) That would result in more than eight electrons around each chlorine atom. E) That would result in the formal charges not adding up to zero. Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 8.7
21
93) Which atom can accommodate an octet of electrons, but doesn’t necessarily have to accommodate an octet? A) N B) C C) H D) O E) B Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.7 94) Bond enthalpy is __________. A) always positive B) always negative C) sometimes positive, sometimes negative D) always zero E) unpredictable Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.8 95) Given that the average bond energies for C–H and C–Br bonds are 413 and 276 kJ/mol, respectively, the heat of atomization of bromoform (CHBr3 ) is __________ kJ/mol. A) 1241 B) 689 C) -689 D) 1378 E) -1378 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.8
Guru
96) Of the bonds C–N, C=N, and C≡N, the C–N bond is __________. A) strongest/shortest B) strongest/longest C) weakest/shortest D) weakest/longest E) intermediate in both strength and length Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.8
97) As the number of covalent bonds between two atoms increases, the distance between the atoms __________ and the strength of the bond between them __________. A) increases, increases B) decreases, decreases C) increases, decreases D) decreases, increases E) is unpredictable Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.8 98) Of the possible bonds between carbon atoms (single, double, and triple), __________. A) a triple bond is longer than a single bond B) a double bond is stronger than a triple bond C) a single bond is stronger than a triple bond D) a double bond is longer than a triple bond E) a single bond is stronger than a double bond Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.8
22
99) Most explosives are compounds that decompose rapidly to produce __________ products and a great deal of __________. A) gaseous, gases B) liquid, heat C) soluble, heat D) solid, gas E) gaseous, heat Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.8 100) Dynamite consists of nitroglycerine mixed with __________. A) potassium nitrate B) damp KOH C) TNT D) diatomaceous earth or cellulose E) solid carbon Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.8 101) Dynamite __________. A) was invented by Alfred Nobel B) is made of nitroglycerine and an absorbent such as diatomaceous earth C) is a much safer explosive than pure nitroglycerine D) is an explosive E) all of the above Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.8 Short Answer
Guru ..
1) The electron configuration that corresponds to the Lewis symbol, : Cl. is __________. ..
2
5
Answer: [Ne] 3s 3p Diff: 2 Page Ref: Sec 8.1
2) Write the balanced chemical equation for the reaction for which ΔH o rxn is the lattice energy for potassium bromide. Answer: KBr (s) → K + (g) + Br – (g) Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.2 3) Give the electron configuration of Cu 2+ . Answer: [Ar]3d 9 Diff: 2 Page Ref: Sec. 8.2 4) Which halogen, bromine or iodine, will form the more polar bond with phophorus? Answer: bromine Diff: 1 Page Ref: Sec 8.4
23
5) Draw the Lewis structure of ICl2+. Answer:
Diff: 1
Page Ref: Sec. 8.5
6) Alternative but equivalent Lewis structures are called __________. Answer: resonance structures Diff: 1 Page Ref: Sec 8.6 7) In a reaction, if the bonds in the reactants are stronger than the bonds in the product, the reaction is __________. Answer: endothermic Diff: 1 Page Ref: Sec 8.7 8) The strength of a covalent bond is measured by its __________. Answer: bond enthalpy Diff: 1 Page Ref: Sec 8.8 9) Calculate the bond energy of C–F given that the heat of atomization of CHFClBr is 1502 kJ/mol, and that the bond energies of C–H, C–Br, and C–Cl are 413, 276, and 328 kJ/mol, respectively. Answer: ΔH atomization = [D(C-H) + D(C-F) + D(C-Cl) + D(C-Br)] D(C-F) = ΔH atomization – [D(C-H) + D(C-Cl) + D(C-Br)] = [1502 – (413 + 276 + 328)] kJ/mol = 485 kJ/mol Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.8
Guru
10) The reaction below is used to produce methanol: CO (g) + 2 H2 (g) →CH3OH (ι)
ΔHrxn + -128kJ
(a) Calculate the C–H bond energy given the following data: ☺
(b) The tabulated value of the (C–H) bond energy is 413 kJ/mol. Explain why there is a difference between the number you have calculated in (a) and the tabulated value. Answer: (a) ΔHo rxn = D(C≡O) + 2 D(H-H) – [3 D(C-H) + D(C-O) + D(O-H)] 3 D(C-H) = – ΔHo rxn + D(C≡O) + 2 D(H-H) – D(C-O) – D(O-H) D(C-H) = (128 + 1072 + 2(436) – 358 – 463)/3 = 417 D(C-H) = 417 kJ/mol (b) Tabulated values, like those in Table 8.4, are averaged from many bond energies measured for C–H bonds in many different molecules. Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.8
24
11) From the information given below, calculate the heat of combustion of methane (CH 4 )(in kJ/mol) Start by writing the balanced equation. ☺
Answer: CH 4 + 2O 2 → CO 2 + 2H 2 O ΔH combustion = (4 mol C-H)(DC-H ) + (2 mol O=O)(DO=O ) – [(2 mol C=O)(DC=O ) – (4 mol O-H)(DO-H )] [(4 × 413 + 2 × 495) – (2 × 799 + 4 × 463)] kJ ΔH combustion = -808 kJ Diff: 1 Page Ref: Sec. 8.8 True/False 1) Atoms surrounded by eight valence electrons tend to lose electrons. Answer: FALSE Diff: 1 Page Ref: Sec 8.1
Guru
2) The greater the lattice energy, the greater the charges on the participatory ions and the smaller their radii. Answer: TRUE Diff: 1 Page Ref: Sec 8.2 3) When a metal gains an electron, the process is endothermic. Answer: FALSE Diff: 1 Page Ref: Sec 8.2
4) Electron affinity is a measure of how strongly an atom can attract additional electrons. Answer: TRUE Diff: 1 Page Ref: Sec 8.3 5) As electronegativity difference increases, bond length will decrease. Answer: TRUE Diff: 1 Page Ref: Sec 8.4
6) In some molecules and polyatomic ions, the sum of the valence electrons is odd and as a result the octet rule fails. Answer: TRUE Diff: 1 Page Ref: Sec 8.7 7) Bond enthalpy can be positive or negative. Answer: FALSE Diff: 1 Page Ref: Sec 8.8
25
Chemistry, 11e (Brown) Chapter 9, Molecular Geometry and Bonding Theories Multiple-Choice and Bimodal 1) For a molecule with the formula AB2 the molecular shape is __________. A) linear or bent B) linear or trigonal planar C) linear or T-shaped D) T-shaped E) trigonal planar Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.1 2) According to VSEPR theory, if there are five electron domains in the valence shell of an atom, they will be arranged in a(n) __________ geometry. A) octahedral B) linear C) tetrahedral D) trigonal planar E) trigonal bipyramidal Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2
Guru
3) According to VSEPR theory, if there are four electron domains in the valence shell of an atom, they will be arranged in a(n) __________ geometry. A) octahedral B) linear C) tetrahedral D) trigonal planar E) trigonal bipyramidal Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2 4) The electron-domain geometry and molecular geometry of iodine trichloride are __________ and __________, respectively. A) trigonal bipyramidal, trigonal planar B) tetrahedral, trigonal pyramidal C) trigonal bipyramidal, T-shaped D) octahedral, trigonal planar E) T-shaped, trigonal planar Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2 5) The molecular geometry of __________ is square planar. A) CCl4 B) XeF4 C) PH3 D) XeF2 E) ICl3 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 9.2
1
6) The molecular geometry of the H3O + ion is __________. A) linear B) tetrahedral C) bent D) trigonal pyramidal E) octahedral Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 9.3 7) The molecular geometry of the CS2 molecule is __________. A) linear B) bent C) tetrahedral D) trigonal planar E) T-shaped Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2 8) The molecular geometry of the SiH 2 Cl2 molecule is __________. A) trigonal planar B) tetrahedral C) trigonal pyramidal D) octahedral E) T-shaped Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2
Guru
9) The molecular geometry of the PHCl2 molecule is __________. A) bent B) trigonal planar C) trigonal pyramidal D) tetrahedral E) T-shaped Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 9.2
10) The molecular geometry of the CHCl3 molecule is __________. A) bent B) trigonal planar C) trigonal pyramidal D) tetrahedral E) T-shaped Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2 11) The molecular geometry of the SF2 molecule is __________. A) linear B) bent C) trigonal planar D) tetrahedral E) octahedral Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 9.2
2
12) The molecular geometry of the PF2 + ion is __________. A) octahedral B) tetrahedral C) trigonal pyramidal D) trigonal planar E) trigonal bipyramidal Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2 13) The F–B–F bond angle in the BF2- ion is approximately __________. A) 90° B) 109.5° C) 120° D) 180° E) 60° Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2 14) The Cl–Si–Cl bond angle in the SiCl2 F2 molecule is approximately __________. A) 90° B) 109.5° C) 120° D) 180° E) 60° Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2
Guru
15) The F–B–F bond angle in the BF3 molecule is __________. A) 90° B) 109.5° C) 120° D) 180° E) 60° Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 9.2
16) The O–S–O bond angle in SO2 is slightly less than __________. A) 90° B) 109.5° C) 120° D) 180° E) 60° Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2 17) The F–N–F bond angle in the NF3 molecule is slightly less than __________. A) 90° B) 109.5° C) 120° D) 180° E) 60° Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2
3
18) According to valence bond theory, which orbitals on bromine atoms overlap in the formation of the bond in Br2 ? A) 3s B) 3p C) 4s D) 4p E) 3d Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.4 19) The electron-domain geometry of a sulfur-centered compound is trigonal bipyramidal. The hybridization of the central nitrogen atom is __________. A) sp B) sp 2 C) sp3 D) sp3d E) sp3d 2 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.5
Guru
20) The hybridization of orbitals on the central atom in a molecule is sp. The electron-domain geometry around this central atom is __________. A) octahedral B) linear C) trigonal planar D) trigonal bipyramidal E) tetrahedral Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.5 21) The hybridization of orbitals on the central atom in a molecule is sp2. The electron-domain geometry about this central atom is __________. A) octahedral B) linear C) trigonal planar D) trigonal bipyramidal E) tetrahedral Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.5 22) The hybridization of the carbon atom in carbon dioxide is __________. A) sp B) sp 2 C) sp3 D) sp3d E) sp3d 2 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.5
4
23) The hybridization of the central atom in the XeF4 molecule is __________. A) sp B) sp 2 C) sp3 D) sp3d E) sp3d 2 Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 9.5 24) The electron-domain geometry of the AsF6 – ion is octahedral. The hybrid orbitals used by the As atom for bonding are __________ orbitals. A) sp 2 d 2 B) sp3 C) sp3d D) sp3d 2 E) sp 2 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 9.5
Guru
25) In order to produce sp3 hybrid orbitals, __________ s atomic orbital(s) and __________ p atomic orbital(s) must be mixed. A) one, two B) one, three C) one, one D) two, two E) two, three Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.5 26) The angles between sp 2 orbitals are __________. A) 45° B) 180° C) 90° D) 109.5° E) 120° Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.5
27) There are __________ σ and __________ π bonds in the H–C≡C–H molecule. A) 3 and 2 B) 3 and 4 C) 4 and 3 D) 2 and 3 E) 5 and 0 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.6
5
28) There are __________ σ and __________ π bonds in the H 2 C=C=CH 2 molecule. A) 4, 2 B) 6, 4 C) 2, 2 D) 2, 6 E) 6, 2 Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.6 29) The total number of π bonds in the H–C≡C–C≡C–C≡N molecule is __________. A) 3 B) 4 C) 6 D) 9 E) 12 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.6 30) There is/are __________ σ bond(s) in the molecule below.
Guru
A) 1 B) 2 C) 12 D) 13 E) 18 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.6
6
31) There is/are __________ π bond(s) in the molecule below.
A) 0 B) 1 C) 2 D) 4 E) 16 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.6
Guru
32) There is/are __________ π bond(s) in the molecule below.
A) 7 B) 6 C) 2 D) 1 E) 0 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.6
33) The Lewis structure of carbon monoxide is given below. The hybridizations of the carbon and oxygen atoms in carbon monoxide are __________ and __________, respectively. :C≡O: A) sp, sp3 B) sp 2 , sp3 C) sp3 , sp 2 D) sp, sp E) sp 2 , sp 2 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 9.6
7
Multiple-Choice 34) The basis of the VSEPR model of molecular bonding is __________. A) regions of electron density on an atom will organize themselves so as to maximize s-character B) regions of electron density in the valence shell of an atom will arrange themselves so as to maximize overlap C) atomic orbitals of the bonding atoms must overlap for a bond to form D) electron domains in the valence shell of an atom will arrange themselves so as to minimize repulsions E) hybrid orbitals will form as necessary to, as closely as possible, achieve spherical symmetry Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2 35) According to VSEPR theory, if there are three electron domains in the valence shell of an atom, they will be arranged in a(n) __________ geometry. A) octahedral B) linear C) tetrahedral D) trigonal planar E) trigonal bipyramidal Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 9.2
Guru
36) In counting the electron domains around the central atom in VSEPR theory, a __________ is not included. A) nonbonding pair of electrons B) single covalent bond C) core level electron pair D) double covalent bond E) triple covalent bond Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2 37) The electron-domain geometry of __________ is tetrahedral. A) CBr4 B) PH3 C) CCl2BR2 D) XeF4 E) all of the above except XeF4 Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 9.2
38) The O–C–O bond angle in the CO32- ion is approximately __________. A) 90° B) 109.5° C) 120° D) 180° E) 60° Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 9.2
8
39) The Cl–C–Cl bond angle in the CCl2 O molecule (C is the central atom) is slightly __________. A) greater than 90° B) less than 109.5° C) less than 120° D) greater than 120° E) greater than 109.5° Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2 40) Of the following species, __________ will have bond angles of 120°. A) PH3 B) ClF3 C) NCl3 D) BCl3 E) All of these will have bond angles of 120°. Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2 41) The molecular geometry of the BrO3 – ion is __________. A) trigonal pyramidal B) trigonal planar C) bent D) tetrahedral E) T-shaped Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 9.2
Guru
42) The molecular geometry of the left-most carbon atom in the molecule below is __________.
A) trigonal planar B) trigonal bipyramidal C) tetrahedral D) octahedral E) T-shaped Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2
9
43) The molecular geometry of the right-most carbon in the molecule below is __________.
A) trigonal planar B) trigonal bipyramidal C) tetrahedral D) octahedral E) T-shaped Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2 44) The bond angles marked a, b, and c in the molecule below are about __________, __________, and __________, respectively.
Guru
A) 90°, 90°, 90° B) 120°, 120°, 90° C) 120°, 120°, 109.5° D) 109.5°, 120°, 109.5° E) 109.5°, 90°, 120° Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 9.2
45) The bond angles marked a, b, and c in the molecule below are about __________, __________, and __________, respectively.
A) 109.5°, 109.5°, 109.5° B) 120°, 109.5°, 120° C) 109.5°, 109.5°, 120° D) 90°, 180°, 90° E) 109.5°, 109.5°, 90° Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 9.2
10
46) The bond angle marked a in the following molecule is about __________.
A) 90° B) 109.5° C) 120° D) 180° E) 60° Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2 47) The central iodine atom in the ICl4 – ion has __________ nonbonded electron pairs and __________ bonded electron pairs in its valence shell. A) 2, 2 B) 3, 4 C) 1, 3 D) 3, 2 E) 2, 4 Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2
Guru
48) The central iodine atom in IF5 has __________ unbonded electron pairs and __________ bonded electron pairs in its valence shell. A) 1, 5 B) 0, 5 C) 5, 1 D) 4, 1 E) 1, 4 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2 49) The central Xe atom in the XeF4 molecule has __________ unbonded electron pairs and __________ bonded electron pairs in its valence shell. A) 1, 4 B) 2, 4 C) 4, 0 D) 4, 1 E) 4, 2 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2
11
50) An electron domain consists of __________. a) a nonbonding pair of electrons b) a single bond c) a multiple bond A) a only B) b only C) c only D) a, b, and c E) b and c Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2 51) According to VSEPR theory, if there are three electron domains on a central atom, they will be arranged such that the angles between the domains are __________. A) 90° B) 180° C) 109.5° D) 360° E) 120° Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2
Guru
52) According to VSEPR theory, if there are four electron domains on a central atom, they will be arranged such that the angles between the domains are __________. A) 120° B) 109.5° C) 180° D) 360° E) 90° Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2 53) According to VSEPR theory, if there are two electron domains on a central atom, they will be arranged such that the angles between the domains are __________. A) 360° B) 120° C) 109.5° D) 180° E) 90° Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2 54) The electron-domain geometry and the molecular geometry of a molecule of the general formula ABn are __________. A) never the same B) always the same C) sometimes the same D) not related E) mirror images of one another Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2
12
55) The electron-domain geometry and the molecular geometry of a molecule of the general formula ABn will always be the same if __________. A) there are no lone pairs on the central atom B) there is more than one central atom C) n is greater than four D) n is less than four E) the octet rule is obeyed Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2 56) For molecules of the general formula ABn , n can be greater than four __________. A) for any element A B) only when A is an element from the third period or below the third period C) only when A is boron or beryllium D) only when A is carbon E) only when A is Xe Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2
Guru
Consider the following species when answering the following questions: (i) PCl3
(ii) CCl4
(iii) TeCl4
(iv) XeF4
(v) SF6
57) For which of the molecules is the molecular geometry (shape) the same as the VSEPR electron domain arrangement (electron domain geometry)? A) (i) and (ii) B) (i) and (iii) C) (ii) and (v) D) (iv) and (v) E) (v) only Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 9.2 58) Of the molecules below, only __________ is polar. A) SbF5 B) AsH3 C) I2 D) SF6 E) CH 4 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 9.3
59) Of the molecules below, only __________ is nonpolar. A) CO 2 B) H 2 O C) NH3 D) HCl E) TeCl2 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.3
13
60) Of the molecules below, only __________ is polar. A) CCl4 B) CH 4 C) SeF4 D) SiCl4 E) BF4 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.3 61) Of the molecules below, only __________ is nonpolar. A) BF3 B) NF3 C) IF3 D) PBr3 E) BrCl3 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.3
Guru
62) Three monosulfur fluorides are observed: SF2 , SF4 , and SF6 . Of these, __________ is/are polar. A) SF2 only B) SF2 and SF4 only C) SF4 only D) SF6 only E) SF2 , SF4 , and SF6 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 9.3 63) The molecular geometry of the BeCl2 molecule is __________, and this molecule is __________. A) linear, nonpolar B) linear, polar C) bent, nonpolar D) bent, polar E) trigonal planar, polar Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.3 64) The molecular geometry of the PF3 molecule is __________, and this molecule is __________. A) trigonal planar, polar B) trigonal planar, nonpolar C) trigonal pyramidal, polar D) trigonal pyramidal, nonpolar E) tetrahedral, unipolar Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 9.3
14
65) Of the following molecules, only __________ is polar. A) BeCl2 B) BF3 C) CBr4 D) SiH 2 Cl2 E) Cl2 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.3 66) Of the following molecules, only __________ is polar. A) CCl4 B) BCl3 C) NCl3 D) BeCl2 E) Cl2 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.3
Guru
67) For molecules with only one central atom, how many lone pairs on the central atom guarantees molecular polarity? A) 1 B) 2 C) 1 or 2 D) 3 E) 1 or 3 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.3 68) The molecular geometry of the CHF3 molecule is __________, and the molecule is __________. A) trigonal pyramidal, polar B) tetrahedral, nonpolar C) seesaw, nonpolar D) tetrahedral, polar E) seesaw, polar Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.3 69) The molecular geometry of the BCl3 molecule is __________, and this molecule is __________. A) trigonal pyramidal, polar B) trigonal pyramidal, nonpolar C) trigonal planar, polar D) trigonal planar, nonpolar E) trigonal bipyramidal, polar Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.3
15
70) According to valence bond theory, which orbitals overlap in the formation of the bond in HBr? A) 1s on H and 4p on Br B) 1s on H and 4s on Br C) 1s on H and 3p on Br D) 2s on H and 4p on Br E) 2s on H and 3p on Br Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.4 71) The combination of two atomic orbitals results in the formation of __________ molecular orbitals. A) 1 B) 2 C) 3 D) 4 E) 0 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.5 72) The electron-domain geometry of a carbon-centered compound is tetrahedral. The hybridization of the central carbon atom is __________. A) sp B) sp 2 C) sp3 D) sp3d
Guru
E) sp3d 2 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 9.5
73) Of the following, only __________ has sp 2 hybridization of the central atom. A) PH3 B) CO3
2-
C) ICl3 D) I3 E) PF5 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.5
74) Of the following, the central atom is sp3d 2 hybridized only in __________. A) PCl5 B) XeF4 C) PH3 D) Br3 E) BeF2 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.5
16
75) The sp3d 2 atomic hybrid orbital set accommodates __________ electron domains. A) 2 B) 3 C) 4 D) 5 E) 6 Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.5 76) The sp 2 atomic hybrid orbital set accommodates __________ electron domains. A) 2 B) 3 C) 4 D) 5 E) 6 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.5 77) The hybridizations of nitrogen in NF3 and NH 3 are __________ and __________, respectively. A) sp 2 , sp 2 B) sp, sp3 C) sp3 , sp D) sp3 , sp3
Guru
E) sp 2 , sp3 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.5
78) The hybridizations of iodine in IF3 and IF5 are __________ and __________, respectively. A) sp3 , sp3d B) sp3d , sp3d 2 C) sp3d , sp3
D) sp3d 2 , sp3d E) sp3d 2 , sp3d 2 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.5 79) The hybridizations of bromine in BrF5 and of arsenic in AsF5 are __________ and __________, respectively. A) sp3 , sp3d B) sp3d , sp3d 2 C) sp3d , sp3 D) sp3d 2 , sp3d E) sp3d 2 , sp3d 2 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.5
17
80) The hybrid orbitals used for bonding by the sulfur atom in the SF4 molecule are __________ orbitals. A) sp B) sp 2 C) sp3 D) sp3d E) sp3d 2 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.5 81) The hybrid orbitals used for bonding by Xe in the unstable XeF2 molecule are __________ orbitals. A) sp 2 B) sp3 C) sp3d D) sp3d 2 E) sp Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 9.5
Guru
82) The hybridization of the oxygen atom labeled y in the structure below is __________. The C–O–H bond angle is __________.
A) sp, 180° B) sp 2 , 109.5° C) sp3 , 109.5°
D) sp3d 2 , 90° E) sp, 90° Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 9.5 83) The electron-domain geometry of the AsF5 molecule is trigonal bipyramidal. The hybrid orbitals used by the As atom for bonding are __________ orbitals. A) sp 2 d 2 B) sp3 C) sp3d 2 D) sp3d E) sp 2 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.5
18
84) __________ hybrid orbitals are used for bonding by Xe in the XeF4 molecule. A) sp 2 B) sp3 C) sp3d D) sp3d 2 E) sp Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.5
Consider the following species when answering the following questions: (i) PCl3
(ii) CCl4
(iii) TeCl4
(iv) XeF4
(v) SF6
85) In which of the molecules does the central atom utilize d orbitals to form hybrid orbitals? A) (i) and (ii) B) (iii) only C) (i) and (v) D) (iii), (iv), and (v) E) (v) only Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 9.5
Guru
86) Which of the molecules has a see-saw shape? A) (i) B) (ii) C) (iii) D) (iv) E) (v) Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 9.3, 9.5
87) In which of the molecules is the central atom sp3d 2 hybridized? A) (i) and (ii) B) (iii) only C) (iii) and (iv) D) (iv) and (v) E) (v) only Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.5
88) There are __________ unhybridized p atomic orbitals in an sp-hybridized carbon atom. A) 0 B) 1 C) 2 D) 3 E) 4 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.5
19
89) When three atomic orbitals are mixed to form hybrid orbitals, how many hybrid orbitals are formed? A) one B) six C) three D) four E) five Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.5 90) The blending of one s atomic orbital and two p atomic orbitals produces __________. A) three sp hybrid orbitals B) two sp 2 hybrid orbitals C) three sp3 hybrid orbitals D) two sp3 hybrid orbitals E) three sp 2 hybrid orbitals Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.5 91) A triatomic molecule cannot be linear if the hybridization of the central atoms is __________. A) sp B) sp 2 C) sp3 D) sp 2 or sp3
Guru
E) sp 2 d or sp3d 2 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.5
92) A typical double bond __________. A) is stronger and shorter than a single bond B) consists of one σ bond and one π bond C) imparts rigidity to a molecule D) consists of two shared electron pairs E) All of the above answers are correct. Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.6 93) A typical triple bond __________. A) consists of one σ bond and two π bonds B) consists of three shared electrons C) consists of two σ bonds and one π bond D) consists of six shared electron pairs E) is longer than a single bond Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.6
20
94) In a polyatomic molecule, “localized” bonding electrons are associated with __________. A) one particular atom B) two particular atoms C) all of the atoms in the molecule D) all of the π bonds in the molecule E) two or more σ bonds in the molecule Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.6 95) Which of the following molecules or ions will exhibit delocalized bonding? SO2
SO3
SO32-
A) SO 2 , SO3 , and SO32B) SO32- only C) SO 2 and SO3 D) SO3 and SO32E) None of the above will exhibit delocalized bonding. Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.6
Guru
96) Which of the following molecules or ions will exhibit delocalized bonding? NO 2 –
NO 4 +
N3 –
A) NO 4 + and N 3 B) NO 2 – only C) NO 2 – , NO 4 + , and N 3 D) N3 – only E) NO 2 – and N3 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.6
97) In order to exhibit delocalized π bonding, a molecule must have __________. A) at least two π bonds B) at least two resonance structures C) at least three σ bonds D) at least four atoms E) trigonal planar electron domain geometry Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.6 98) In a typical multiple bond, the σ bond results from overlap of __________ orbitals and the π bond(s) result from overlap of __________ orbitals. A) hybrid, atomic B) hybrid, hybrid C) atomic, hybrid D) hybrid, hybrid or atomic E) hybrid or atomic, hybrid or atomic Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.6
21
99) The carbon-carbon σ bond in ethylene, CH 2 CH 2 , results from the overlap of __________. A) sp hybrid orbitals B) sp3 hybrid orbitals C) sp 2 hybrid orbitals D) s atomic orbitals E) p atomic orbitals Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.6 100) The π bond in ethylene, CH 2 CH 2 , results from the overlap of __________. A) sp3 hybrid orbitals B) s atomic orbitals C) sp hybrid orbitals D) sp 2 hybrid orbitals E) p atomic orbitals Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.6
Guru
101) In order for rotation to occur about a double bond, __________. A) the σ bond must be broken B) the π bond must be broken C) the bonding must be delocalized D) the bonding must be localized E) the σ and π bonds must both be broken Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.6 102) A typical triple bond consists of __________. A) three sigma bonds B) three pi bonds C) one sigma and two pi bonds D) two sigma and one pi bond E) three ionic bonds Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.6
103) The N–N bond in HNNH consists of __________. A) one σ bond and one π bond B) one σ bond and two π bonds C) two σ bonds and one π bond D) two σ bonds and two π bonds E) one σ bond and no π bonds Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.6
22
104) The hybridization of the terminal carbons in the H 2 C=C=CH 2 molecule is __________. A) sp B) sp 2 C) sp3 D) sp3d E) sp3d 2 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 9.6 105) The hybridization of nitrogen in the H–C≡N: molecule is __________. A) sp B) s 2 p C) s3 p D) sp 2 E) sp3 Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.6
Guru
106) The hybridization of the carbon atom labeled x in the molecule below is __________.
A) sp B) sp 2 C) sp3 D) sp3d
E) sp3d 2 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.6
23
107) The hybridization of the oxygen atom labeled x in the structure below is __________.
A) sp B) sp 2 C) sp3 D) sp3d E) sp3d 2 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.6
Guru
108) The Lewis structure of carbon dioxide is given below. The hybridization of the carbon atom in carbon dioxide is __________.
A) sp3 B) sp 2 C) sp D) sp 2 d
E) sp 2 d 2 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 9.6
109) Electrons in __________ bonds remain localized between two atoms. Electrons in __________ bonds can become delocalized between more than two atoms. A) pi, sigma B) sigma, pi C) pi, pi D) sigma, sigma E) ionic, sigma Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 9.6 110) Valence bond theory does not address the issue of __________. A) excited states of molecules B) molecular shape C) covalent bonding D) hybridization E) multiple bonds Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 9.5
24
111) Structural changes around a double bond in the __________ portion of the rhodopsin molecule trigger the chemical reactions that result in vision. A) protein B) opsin C) retinal D) cones E) rods Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 9.6 112) The bond order of any molecule containing equal numbers of bonding and antibonding electrons is __________. A) 0 B) 1 C) 2 D) 3 E) 1/2 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 9.7 113) In molecular orbital theory, the σ1s orbital is __________ and the σ1s* orbital is __________ in the H 2 molecule. A) filled, filled B) filled, empty C) filled, half-filled D) half-filled, filled E) empty, filled Answer: B Diff: 4 Page Ref: Sec. 9.7
Guru
114) Based on molecular orbital theory, the only molecule in the list below that has unpaired electrons is __________. A) C2 B) N 2 C) F2 D) O 2 E) Li 2 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 9.8 115) Based on molecular orbital theory, there are __________ unpaired electrons in the OF+ ion. A) 0 B) 3 C) 1 D) 2 E) 1/2 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 9.8 116) Based on molecular orbital theory, the bond orders of the H–H bonds in H 2 , H 2 + , and H 2 – are __________, respectively A) 1, 0, and 0 B) 1, 1/2, and 0
25
C) 1, 0, and 1/2 D) 1, 1/2, and 1/2 E) 1, 2, and 0 Answer: D Diff: 4 Page Ref: Sec. 9.7 117) Based on molecular orbital theory, the bond order of the H–H bond in the H 2 + ion is __________. A) 0 B) 1/2 C) 1 D) 3/2 E) 2 Answer: B Diff: 4 Page Ref: Sec. 9.7 118) Based on molecular orbital theory, the bond order of the N–N bond in the N 2 molecule is __________. A) 0 B) 1 C) 2 D) 3 E) 5 Answer: D Diff: 4 Page Ref: Sec. 9.8
Guru
119) Based on molecular orbital theory, the bond order of the N–N bond in the N 2 2+ ion is __________. A) 0 B) 3 C) 1 D) 2 E) 1/2 Answer: D Diff: 4 Page Ref: Sec. 9.8 120) Based on molecular orbital theory, the bond order of the Be–Be bond in the Be 2 molecule is __________. A) 0 B) 1 C) 2 D) 3 E) 4 Answer: A Diff: 4 Page Ref: Sec. 9.8 121) Based on molecular orbital theory, the bond order of the C–C bond in the C2 molecule is __________. A) 0 B) 1 C) 2 D) 3 E) 4 Answer: C Diff: 4 Page Ref: Sec. 9.8
26
122) An antibonding π orbital contains a maximum of __________ electrons. A) 1 B) 2 C) 4 D) 6 E) 8 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 9.7 123) According to MO theory, overlap of two s atomic orbitals produces __________. A) one bonding molecular orbital and one hybrid orbital B) two bonding molecular orbitals C) two bonding molecular orbitals and two antibonding molecular orbitals D) two bonding molecular orbitals and one antibonding molecular orbital E) one bonding molecular orbital and one antibonding molecular orbital Answer: E Diff: 3 Page Ref: Sec. 9.7 124) A molecular orbital can accommodate a maximum of __________ electron(s). A) one B) two C) four D) six E) twelve Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 9.7
Guru
125) Molecular Orbital theory correctly predicts paramagnetism of oxygen gas, O 2 . This is because __________. A) the bond order in O 2 can be shown to be equal to 2. B) there are more electrons in the bonding orbitals than in the antibonding orbitals. C) the energy of the π 2p MOs is higher than that of the σ 2p MO D) there are two unpaired electrons in the MO electron configuration of O 2 E) the O–O bond distance is relatively short Answer: D Diff: 4 Page Ref: Sec. 9.7, 9.8
126) Molecular Orbital theory correctly predicts diamagnetism of fluorine gas, F2 . This is because __________. A) the bond order in F2 can be shown to be equal to 1. B) there are more electrons in the bonding orbitals than in the antibonding orbitals. C) all electrons in the MO electron configuration of F2 are paired. D) the energy of the π 2p MOs is higher than that of the σ 2p MO E) the F–F bond enthalpy is very low Answer: C Diff: 4 Page Ref: Sec. 9.7, 9.8
27
127) Of the following, only __________ appears to gain mass in a magnetic field. A) C2 B) N 2 C) F2 D) O 2 E) Li 2 Answer: D Diff: 4 Page Ref: Sec. 9.8 128) Of the following, __________ appear(s) to gain mass in a magnetic field. B2
N2
O2
A) O 2 only B) N 2 only C) B2 and N 2 D) N 2 and O 2 E) B2 and O 2 Answer: E Diff: 4 Page Ref: Sec. 9.8
Guru
129) According to MO theory, overlap of two p atomic orbitals produces __________. A) two bonding molecular orbitals B) one bonding molecular orbital and one antibonding molecular orbital C) two bonding molecular orbitals and two antibonding molecular orbitals D) two bonding molecular orbitals and one antibonding molecular orbital E) three bonding molecular orbitals and three antibonding molecular orbitals Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 9.8 130) According to MO theory, overlap of two p atomic orbitals produces __________. A) one π MO and one σ* MO B) one π MO and one σ MO C) one π MO and one π* MO or one σ MO and one σ* MO D) one π+ MO and one σ* MO E) two π MOs, two π+ MOs, one σ MO, and one σ* MO Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 9.8 131) An antibonding MO __________ the corresponding bonding MO. A) is always lower in energy than B) can accommodate more electrons than C) can accommodate fewer electrons than D) is always higher in energy than E) is always degenerate with Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 9.8
28
132) The more effectively two atomic orbitals overlap, __________. A) the more bonding MOs will be produced by the combination B) the higher will be the energy of the resulting bonding MO and the lower will be the energy of the resulting antibonding MO C) the higher will be the energies of both bonding and antibonding MOs that result D) the fewer antibonding MOs will be produced by the combination E) the lower will be the energy of the resulting bonding MO and the higher will be the energy of the resulting antibonding MO Answer: E Diff: 4 Page Ref: Sec. 9.8 133) The bond order of a homonuclear diatomic molecule can be decreased by __________. A) removing electrons from a bonding MO or adding electrons to an antibonding MO B) adding electrons to a bonding MO or removing electrons from an antibonding MO C) adding electrons to any MO D) removing electrons from any MO E) The bond order of a homonuclear diatomic molecule cannot be decreased by any means. Answer: A Diff: 4 Page Ref: Sec. 9.8 134) The order of MO energies in B2 , C2 , and N 2 (σ 2p > π 2p ) , is different from the order
Guru
in O 2 , F2 , and Ne2 (σ 2p < π 2p ) This is due to __________.
A) less effective overlap of p orbitals in O 2 , F2, and Ne2 B) the more metallic character of boron, carbon and nitrogen as compared to oxygen, fluorine, and neon C) greater 2s-2p interaction in O 2 , F2 , and Ne 2 D) greater 2s-2p interaction in B2 , C2 , and N 2 E) less effective overlap of p orbitals in B2 , C2 , and N 2 Answer: D Diff: 5 Page Ref: Sec. 9.8 Short Answer
1) The 1s hydrogen orbital overlaps with the __________ iodine orbital in HI. Answer: 5p Diff: 2 Page Ref: Sec 9.5
2) A covalent bond in which overlap regions lie above and below an internuclear axis is called a(n) __________. Answer: π bond Diff: 2 Page Ref: Sec 9.6 3) The sensation of vision results from a nerve impulse that is triggered by the separation of retinal from __________. Answer: opsin Diff: 2 Page Ref: Sec 9.6 4) In molecular orbital theory the stability of a covalent body is related to its __________. Answer: bond order Diff: 2 Page Ref: Sec 9.7 5) Each molecular orbital can accommodate, at most, two electrons with their spins paired. This is called the __________. Answer: Pauli principle Diff: 4 Page Ref: Sec 9.8
29
6) The more unpaired electrons in a species, the stronger is the force of magnetic attraction. This is called __________. Answer: paramagnetism Diff: 1 Page Ref: Sec 9.8 True/False 1) Possible shapes of AB3 molecules are linear, trigonal planar, and T-shaped. Answer: FALSE Diff: 2 Page Ref: Sec 9.1 2) Boron trifluoride has three bonding domains and its electron domain geometry is trigonal planar. Answer: TRUE Diff: 2 Page Ref: Sec 9.2 3) Electron domains for single bonds exert greater force on adjacent domains than the electron domains for multiple bonds. Answer: FALSE Diff: 1 Page Ref: Sec 9.2
Guru
4) The quantitative amount of charge separation in a diatomic molecule contributes t o the dipole moment of that molecule. Answer: TRUE Diff: 1 Page Ref: Sec 9.3 5) Hybridization is the process of mixing atomic orbitals as atoms approach each other to form a bond. Answer: TRUE Diff: 1 Page Ref: Sec 9.5 6) Electrons in core orbitals contribute to atom bonding. Answer: FALSE Diff: 1 Page Ref: Sec 9.6 Algorithmic Questions
1) Using the VSEPR model, the electron-domain geometry of the central atom in BF3 is __________. A) linear B) trigonal planar C) tetrahedral D) trigonal bipyramidal E) octahedral Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2 2) Using the VSEPR model, the electron-domain geometry of the central atom in SF2 is __________. A) linear B) trigonal planar C) tetrahedral D) trigonal bipyramidal E) octahedral Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2
30
3) Using the VSEPR model, the electron-domain geometry of the central atom in ClF3 is __________. A) linear B) trigonal planar C) tetrahedral D) trigonal bipyramidal E) octahedral Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2 4) Using the VSEPR model, the electron-domain geometry of the central atom in BrF4- is __________. A) linear B) trigonal planar C) tetrahedral D) trigonal bipyramidal E) octahedral Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2 5) Using the VSEPR model, the molecular geometry of the central atom in XeF2 is __________. A) linear B) trigonal planar C) tetrahedral D) bent E) trigonal pyramidal Answer: A Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2
Guru
6) Using the VSEPR model, the molecular geometry of the central atom in BCl3 is __________. A) linear B) trigonal planar C) tetrahedral D) bent E) trigonal pyramidal Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2 7) Using the VSEPR model, the molecular geometry of the central atom in CF4 is __________. A) linear B) trigonal planar C) tetrahedral D) bent E) trigonal pyramidal Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2 8) Using the VSEPR model, the molecular geometry of the central atom in SO2 is __________. A) linear B) trigonal planar C) tetrahedral D) bent E) trigonal pyramidal Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2
31
9) Using the VSEPR model, the molecular geometry of the central atom in NCl3 is __________. A) linear B) trigonal planar C) tetrahedral D) bent E) trigonal pyramidal Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2 10) Using the VSEPR model, the molecular geometry of the central atom in PF5 is __________. A) tetrahedral B) square planar C) trigonal bipyramidal D) seesaw E) square pyramidal Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.2 11) The hybrid orbital set used by the central atom in NO3- is __________. A) sp B) sp 2 C) sp3 D) sp3d
Guru
E) sp3d 2 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.5
12) The hybrid orbital set used by the central atom in BF4- is __________. A) sp B) sp 2 C) sp3 D) sp3d
E) sp3d 2 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.5 13) The hybrid orbital set used by the central atom in KrF2 is __________. A) sp B) sp 2 C) sp3 D) sp3d E) sp3d 2 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 9.5
32
Chemistry, 11e (Brown) Chapter 10, Gases Multiple-Choice and Bimodal 1) A gas at a pressure of 10.0 Pa exerts a force of __________ N on an area of 5.5 m 2 . A) 55 B) 0.55 C) 5.5 D) 1.8 E) 18 Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.2 2) A gas at a pressure of 325 torr exerts a force of __________ N on an area of 5.5 m 2 . A) 1.8 × 103 B) 59 C) 2.4 × 105 D) 0.018 E) 2.4 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.2
Guru
3) A pressure of 1.00 atm is the same as a pressure of __________ of mmHg. A) 193 B) 101 C) 760.0 D) 29.92 E) 33.0 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.2
4) The National Weather Service routinely supplies atmospheric pressure data to help pilots set their altimeters. The units the NWS uses for atmospheric pressure are inches of mercury. A barometric pressure of 30.51 inches of mercury corresponds to __________ kPa. A) 77.50 B) 775 C) 1.020 D) 103.3 E) 16.01 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.2 5) A closed-end manometer was attached to a vessel containing argon. The difference in the mercury levels in the two arms of the manometer was 12.2 cm. Atmospheric pressure was 783 mmHg. The pressure of the argon in the container was __________ mmHg. A) 122 B) 661 C) 771 D) 795 E) 882 Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.2
1
6) A gas vessel is attached to an open-end manometer containing a nonvolatile liquid of density 0.791 g/mL as shown below.
The difference in heights of the liquid in the two sides of the manometer is 43.4 cm when the atmospheric pressure is 755 mmHg. Given that the density of mercury is 13.6 g/mL, the pressure of the enclosed gas is __________ atm. A) 1.03 B) 0.960 C) 0.993 D) 0.990 E) 0.987 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.2
Guru
7) A gas vessel is attached to an open-end manometer filled with a nonvolatile liquid of density 0.993 g/mL as shown below.
The difference in heights of the liquid in the two sides of the manometer is 32.3 cm when the atmospheric pressure is 765 mmHg. Given that the density of mercury is 13.6 g/mL, the pressure of the enclosed gas is __________ atm. A) 1.04 B) 1.01 C) 0.976 D) 0.993 E) 1.08 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.2 8) In a Torricelli barometer, a pressure of one atmosphere supports a 760 mm column of mercury. If the original tube containing the mercury is replaced with a tube having twice the diameter of the original, the height of the mercury column at one atmosphere pressure is __________ mm. A) 380 B) 760 C) 1.52 × 103 D) 4.78 × 103 E) 121 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.2
2
9) A sample of gas (24.2 g) initially at 4.00 atm was compressed from 8.00 L to 2.00 L at constant temperature. After the compression, the gas pressure was __________ atm. A) 4.00 B) 2.00 C) 1.00 D) 8.00 E) 16.0 Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.3 10) A sample of a gas (5.0 mol) at 1.0 atm is expanded at constant temperature from 10 L to 15 L. The final pressure is __________ atm. A) 1.5 B) 7.5 C) 0.67 D) 3.3 E) 15 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.3
Guru
11) A balloon originally had a volume of 4.39 L at 44 °C and a pressure of 729 torr. The balloon must be cooled to __________°C to reduce its volume to 3.78 L (at constant pressure). A) 38 B) 0 C) 72.9 D) 273 E) 546 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.3 12) If 3.21 mol of a gas occupies 56.2 L at 44 °C and 793 torr, 5.29 mol of this gas occupies __________ L under these conditions. A) 14.7 B) 61.7 C) 30.9 D) 92.6 E) 478 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.3 13) A gas originally at 27 °C and 1.00 atm pressure in a 3.9 L flask is cooled at constant pressure until the temperature is 11 °C. The new volume of the gas is __________ L. A) 0.27 B) 3.7 C) 3.9 D) 4.1 E) 0.24 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.3
3
14) If 50.75 g of a gas occupies 10.0 L at STP, 129.3 g of the gas will occupy __________ L at STP. A) 3.92 B) 50.8 C) 12.9 D) 25.5 E) 5.08 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.3 15) A sample of He gas (2.35 mol) occupies 57.9 L at 300.0 K and 1.00 atm. The volume of this sample is __________ L at 423 K and 1.00 atm. A) 0.709 B) 41.1 C) 81.6 D) 1.41 E) 57.9 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.3 16) A sample of H 2 gas (12.28 g) occupies 100.0 L at 400.0 K and 2.00 atm. A sample weighing 9.49 g occupies __________ L at 353 K and 2.00 atm. A) 109 B) 68.2 C) 54.7 D) 147 E) 77.3 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.3
Guru
17) A sample of an ideal gas (3.00 L) in a closed container at 25.0 °C and 76.0 torr is heated to 300 °C. The pressure of the gas at this temperature is __________ torr. A) 912 B) 146 C) 76.5 D) 39.5 E) 2.53 × 10-2 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.3 18) A sample of a gas (1.50 mol) is contained in a 15.0 L cylinder. The temperature is increased from 100 °C to P 150 °C. The ratio of final pressure to initial pressure [ 2 ] is __________. P1 A) 1.50 B) 0.667 C) 0.882 D) 1.13 E) 1.00 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.3
4
19) A sample of a gas originally at 25 °C and 1.00 atm pressure in a 2.5 L container is allowed to expand until the pressure is 0.85 atm and the temperature is 15 °C. The final volume of the gas is __________ L. A) 3.0 B) 2.8 C) 2.6 D) 2.1 E) 0.38 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.3 20) The reaction of 50 mL of Cl2 gas with 50 mL of CH 4 gas via the equation: Cl2 (g) + CH 4 (g) → HCl (g) + CH3Cl (g) will produce a total of __________ mL of products if pressure and temperature are kept constant. A) 100 B) 50 C) 200 D) 150 E) 250 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.3
Guru
21) The reaction of 50 mL of N 2 gas with 150 mL of H 2 gas to form ammonia via the equation: N 2 (g) + 3H 2 (g) → 2NH3 (g) will produce __________ mL of ammonia if pressure and temperature are kept constant. A) 250 B) 50 C) 200 D) 150 E) 100 Answer: E Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.3 22) The reaction of 50 mL of Cl2 gas with 50 mL of CH 4 gas via the equation: Cl2 (g) + C2 H 4 (g) → C2 H 4 Cl2 (g) will produce a total of __________ mL of products if pressure and temperature are kept constant. A) 100 B) 50 C) 25 D) 125 E) 150 Answer: B Diff: 4 Page Ref: Sec. 10.3 23) The amount of gas that occupies 60.82 L at 31 °C and 367 mmHg is __________ mol. A) 1.18 B) 0.850 C) 894 D) 11.6 E) 0.120 Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.4
5
24) The pressure of a sample of CH 4 gas (6.022 g) in a 30.0 L vessel at 402 K is __________ atm. A) 2.42 B) 6.62 C) 0.414 D) 12.4 E) 22.4 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.4 25) At a temperature of __________ °C, 0.444 mol of CO gas occupies 11.8 L at 889 torr. A) 379 B) 73 C) 14 D) 32 E) 106 Answer: E Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.4 26) The volume of 0.25 mol of a gas at 72.7 kPa and 15 °C is __________ m3 . A) 8.1 × 10-5 B) 1.2 × 10-4 C) 4.3 × 10-4 D) 8.2 × 10-3 E) 2.2 × 10-1 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.4
Guru
27) The pressure exerted by 1.3 mol of gas in a 13 L flask at 22 °C is __________ kPa. A) 560 B) 250 C) 18 D) 2.4 E) 1.0 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.4
28) A 0.325 L flask filled with gas at 0.914 atm and 19 °C contains __________ mol of gas. A) 1.24 × 10-2 B) 1.48 × 10-2 C) 9.42 D) 12.4 E) 80.7 Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.4 29) A gas in a 325 mL container has a pressure of 695 torr at 19 °C. There are __________ mol of gas in the flask. A) 1.24 × 10-2 B) 1.48 × 10-2 C) 9.42 D) 12.4 E) 80.6 Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.4
6
30) A sample of gas (1.9 mol) is in a flask at 21 °C and 697 mmHg. The flask is opened and more gas is added to the flask. The new pressure is 795 mmHg and the temperature is now 26 °C. There are now __________ mol of gas in the flask. A) 1.6 B) 2.1 C) 2.9 D) 3.5 E) 0.28 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.4 31) A sample of gas (1.3 mol) occupies __________ L at 22 °C and 2.5 atm. A) 0.079 B) 0.94 C) 13 D) 31 E) 3.2 × 10-2 Answer: C Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.4
Guru
32) The volume of 0.65 mol of an ideal gas at 365 torr and 97 °C is __________ L. A) 0.054 B) 9.5 C) 11 D) 41 E) 2.4 × 10-2 Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.4
33) The volume occupied by 1.5 mol of gas at 35 °C and 2.0 atm pressure is __________ L. A) 38 B) 19 C) 2.2 D) 0.053 E) 0.026 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.4
34) The mass of nitrogen dioxide contained in a 4.32 L vessel at 48 °C and 141600 Pa is __________ g. A) 5.35 × 104 B) 53.5 C) 10.5 D) 70.5 E) 9.46 × 10-2 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.4
7
35) The density of ammonia gas in a 4.32 L container at 837 torr and 45.0 °C is __________ g/L. A) 3.86 B) 0.717 C) 0.432 D) 0.194 E) 4.22 × 10-2 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.5 36) The density of N 2 O at 1.53 atm and 45.2 °C is __________ g/L. A) 18.2 B) 1.76 C) 0.388 D) 9.99 E) 2.58 Answer: E Diff: 4 Page Ref: Sec. 10.5 37) The molecular weight of a gas is __________ g/mol if 3.5 g of the gas occupies 2.1 L at STP. A) 41 B) 5.5 × 103 C) 37 D) 4.6 × 102 E) 2.7 × 10-2 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.5
Guru
38) The molecular weight of a gas that has a density of 6.70 g/L at STP is __________ g/mol. A) 496 B) 150 C) 73.0 D) 3.35 E) 0.298 Answer: B Diff: 4 Page Ref: Sec. 10.5
39) The molecular weight of a gas that has a density of 7.10 g/L at 25.0 °C and 1.00 atm pressure is __________ g/mol. A) 174 B) 14.6 C) 28.0 D) 5.75 × 10-3 E) 6.85 × 10-2 Answer: A Diff: 4 Page Ref: Sec. 10.5
8
40) The molecular weight of a gas that has a density of 5.75 g/L at STP is __________ g/mol. A) 3.90 B) 129 C) 141 D) 578 E) 1.73 × 10-3 Answer: B Diff: 4 Page Ref: Sec. 10.5 41) The density of chlorine (Cl2 ) gas at 25 °C and 60. kPa is __________ g/L. A) 20 B) 4.9 C) 1.7 D) 0.86 E) 0.58 Answer: C Diff: 4 Page Ref: Sec. 10.5 42) The volume of hydrogen gas at 38.0 °C and 763 torr that can be produced by the reaction of 4.33 g of zinc with excess sulfuric acid is __________ L. A) 1.69 B) 2.71 × 10-4 C) 3.69 × 104 D) 2.84 E) 0.592 Answer: A Diff: 5 Page Ref: Sec. 10.5
Guru
43) The volume of HCl gas required to react with excess magnesium metal to produce 6.82 L of hydrogen gas at 2.19 atm and 35.0 °C is __________ L. A) 6.82 B) 2.19 C) 13.6 D) 4.38 E) 3.41 Answer: C Diff: 4 Page Ref: Sec. 10.5 44) The volume of fluorine gas required to react with 2.67 g of calcium bromide to form calcium fluoride and bromine at 41.0 °C and 4.31 atm is __________ mL. A) 10.4 B) 210 C) 420 D) 79.9 E) 104 Answer: D Diff: 4 Page Ref: Sec. 10.5
9
45) What volume (mL) of sulfur dioxide can be produced by the complete reaction of 3.82 g of calcium sulfite with excess HCl (aq), when the final SO 2 pressure is 827 torr at 44.0 °C? A) 761 B) 1.39 × 10-4 C) 1.00 × 10-3 D) 0.106 E) 578 Answer: A Diff: 4 Page Ref: Sec. 10.5 46) Automobile air bags use the decomposition of sodium azide as their source of gas for rapid inflation: 2NaN3 (s) → 2Na (s) + 3N 2 (g).
What mass (g) of NaN3 is required to provide 40.0 L of N 2 at 25.0 °C and 763 torr? A) 1.64 B) 1.09 C) 160 D) 71.1 E) 107 Answer: D Diff: 4 Page Ref: Sec. 10.5
Guru
47) The Mond process produces pure nickel metal via the thermal decomposition of nickel tetracarbonyl: Ni(CO) 4 (l) → Ni (s) + 4CO (g).
What volume (L) of CO is formed from the complete decomposition of 444 g of Ni(CO) 4 at 752 torr and 22.0 °C? A) 0.356 B) 63.7 C) 255 D) 20.2 E) 11.0 Answer: C Diff: 4 Page Ref: Sec. 10.5 48) What volume (L) of NH3 gas at STP is produced by the complete reaction of 7.5 g of H 2 O according to the following reaction? Mg 3 N 2 (s) + 6H 2 O (l) → 3Mg(OH) 2 (aq) + 2NH3 (g)
A) 3.1 B) 9.3 C) 19 D) 28 E) 0.32 Answer: A Diff: 4 Page Ref: Sec. 10.5
10
49) Ammonium nitrite undergoes thermal decomposition to produce only gases: NH 4 NO 2 (s) → N 2 (g) + 2H 2 O (g) What volume (L) of gas is produced by the decomposition of 35.0 g of NH4NO2 (s) at 525 ° C and 1.5 atm? A) 47 B) 160 C) 15 D) 72 E) 24 Answer: D Diff: 4 Page Ref: Sec. 10.5 50) The thermal decomposition of potassium chlorate can be used to produce oxygen in the laboratory. 2KClO3 (s) → 2KCl (s) + 3O 2 (g)
What volume (L) of O 2 gas at 25 °C and 1.00 atm pressure is produced by the decomposition of 7.5 g of 2KClO3 (s) ? A) 4.5 B) 7.5 C) 2.2 D) 3.7 E) 11 Answer: C Diff: 4 Page Ref: Sec. 10.5
Guru
51) Since air is a mixture, it does not have a “molar mass.” However, for calculation purposes, it is possible to speak of its “effective molar mass.” (An effective molar mass is a weighted average of the molar masses of a mixture’s components.) If air at STP has a density of 1.285 g/L, its effective molar mass is __________ g/mol. A) 26.9 B) 31.4 C) 30.0 D) 34.4 E) 28.8 Answer: E Diff: 5 Page Ref: Sec. 10.5 52) A vessel contained N 2 , Ar, He, and Ne. The total pressure in the vessel was 987 torr. The partial pressures of nitrogen, argon, and helium were 44.0, 486, and 218 torr, respectively. The partial pressure of neon in the vessel was __________ torr. A) 42.4 B) 521 C) 19.4 D) 239 E) 760 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.6
11
53) The pressure in a 12.2 L vessel that contains 2.34 g of carbon dioxide, 1.73 g of sulfur dioxide, and 3.33 g of argon, all at 42 °C is __________ mmHg. A) 263 B) 134 C) 395 D) 116 E) 0.347 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.6 54) A sample of He gas (3.0 L) at 5.6 atm and 25 °C was combined with 4.5 L of Ne gas at 3.6 atm and 25 °C at constant temperature in a 9.0 L flask. The total pressure in the flask was __________ atm. Assume the initial pressure in the flask was 0.00 atm. A) 2.6 B) 9.2 C) 1.0 D) 3.7 E) 24 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.6
Guru
55) A sample of H 2 gas (2.0 L) at 3.5 atm was combined with 1.5 L of N 2 gas at 2.6 atm pressure at a constant temperature of 25 °C into a 7.0 L flask. The total pressure in the flask is __________ atm. Assume the initial pressure in the flask was 0.00 atm. A) 0.56 B) 2.8 C) 1.0 D) 1.6 E) 24 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.6 56) In a gas mixture of He, Ne, and Ar with a total pressure of 8.40 atm, the mole fraction of Ar is __________ if the partial pressures of He and Ne are 1.50 and 2.00 atm, respectively. A) 0.179 B) 0.238 C) 0.357 D) 0.583 E) 0.417 Answer: D Diff: 4 Page Ref: Sec. 10.6 57) A gas mixture of Ne and Ar has a total pressure of 4.00 atm and contains 16.0 mol of gas. If the partial pressure of Ne is 2.75 atm, how many moles of Ar are in the mixture? A) 11.0 B) 5.00 C) 6.75 D) 9.25 E) 12.0 Answer: B Diff: 4 Page Ref: Sec. 10.6
12
58) A mixture of He and Ne at a total pressure of 0.95 atm is found to contain 0.32 mol of He and 0.56 mol of Ne. The partial pressure of Ne is __________ atm. A) 1.7 B) 1.5 C) 0.60 D) 0.35 E) 1.0 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.6 59) A flask contains a mixture of He and Ne at a total pressure of 2.6 atm. There are 2.0 mol of He and 5.0 mol of Ne in the flask. The partial pressure of He is __________ atm. A) 9.1 B) 6.5 C) 1.04 D) 0.74 E) 1.86 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.6
Guru
60) Sodium hydride reacts with excess water to produce aqueous sodium hydroxide and hydrogen gas: NaH (s) + H 2 O (l) → NaOH (aq) + H 2 (g) A sample of NaH weighing __________ g will produce 982 mL of gas at 28.0 °C and 765 torr, when the hydrogen is collected over water. The vapor pressure of water at this temperature is 28 torr. A) 2.93 B) 0.960 C) 0.925 D) 0.0388 E) 925 Answer: C Diff: 4 Page Ref: Sec. 10.6 61) SO2 (5.00 g) and CO 2 (5.00 g) were placed in a 750.0 mL container at 50.0 °C. The total pressure in the container was __________ atm. A) 0.192 B) 4.02 C) 2.76 D) 6.78 E) 1.60 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.6 62) SO2 (5.00 g) and CO 2 (5.00 g) are placed in a 750.0 mL container at 50.0 °C. The partial pressure of SO 2 in the container was __________ atm. A) 2.76 B) 4.02 C) 6.78 D) 0.192 E) 1.60 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.6
13
63) SO2 (5.00 g) and CO 2 (5.00 g) were placed in a 750.0 mL container at 50.0 °C. The partial pressure of CO 2 in the container was __________ atm. A) 6.78 B) 2.76 C) 1.60 D) 0.192 E) 4.02 Answer: E Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.6 64) CO (5.00 g) and CO 2 (5.00 g) were placed in a 750.0 mL container at 50.0 °C. The total pressure in the container was __________ atm. A) 10.3 B) 4.02 C) 6.31 D) 0.292 E) 1.60 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.6
Guru
65) CO (5.00 g) and CO 2 (5.00 g) were placed in a 750.0 mL container at 50.0 °C. The partial pressure of CO in the container was __________ atm. A) 6.31 B) 4.02 C) 10.3 D) 0.292 E) 1.60 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.6 66) CO (5.00 g) and CO 2 (5.00 g) were placed in a 750.0 mL container at 50.0 °C. The partial pressure of CO 2 in the container was __________ atm. A) 4.01 B) 10.3 C) 1.60 D) 0.292 E) 6.31 Answer: A Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.6 67) The root-mean-square speed of CO at 113 °C is __________ m/s. A) 317 B) 58.3 C) 586 D) 993 E) 31.5 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.8
14
68) A sample of N 2 gas (2.0 mmol) effused through a pinhole in 5.5 s. It will take __________ s for the same amount of CH 4 to effuse under the same conditions. A) 7.3 B) 5.5 C) 3.1 D) 4.2 E) 9.6 Answer: D Diff: 4 Page Ref: Sec. 10.8 69) A sample of O 2 gas (2.0 mmol) effused through a pinhole in 5.0 s. It will take __________ s for the same amount of CO 2 to effuse under the same conditions. A) 4.3 B) 0.23 C) 3.6 D) 5.9 E) 6.9 Answer: D Diff: 4 Page Ref: Sec. 10.8
Guru
70) A sample of He gas (2.0 mmol) effused through a pinhole in 53 s. The same amount of an unknown gas, under the same conditions, effused through the pinhole in 248 s. The molecular mass of the unknown gas is __________ g/mol. A) 0.19 B) 5.5 C) 88 D) 19 E) 350 Answer: C Diff: 4 Page Ref: Sec. 10.8 71) Using the van der Waals equation, the pressure in a 22.4 L vessel containing 1.00 mol of neon gas at 100 °C is __________ atm. (a = 0.211 L2 -atm/mol2 , b = 0.0171 L/mol) A) 0.730 B) 1.00 C) 1.21 D) 1.37 E) 0.367 Answer: D Diff: 5 Page Ref: Sec. 10.9 72) Using the van der Waals equation, the pressure in a 22.4 L vessel containing 1.50 mol of chlorine gas at 0.00 °C is __________ atm. (a = 6.49L2 -atm/mol2 , b = 0.0562 L/mol) A) 0.993 B) 1.50 C) 0.676 D) 1.91 E) 1.48 Answer: E Diff: 5 Page Ref: Sec. 10.9
15
Multiple-Choice 73) Of the following, __________ is a greenhouse gas. A) O 2 B) CH 4 C) Cl2 D) C2 H 4 E) Xe Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 10.1 74) Which of the following statements about gases is false? A) Gases are highly compressible. B) Distances between molecules of gas are very large compared to bond distances within molecules. C) Non-reacting gas mixtures are homogeneous. D) Gases expand spontaneously to fill the container they are placed in. E) All gases are colorless and odorless at room temperature. Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 10.1
Guru
75) Of the following, __________ has a slight odor of bitter almonds and is toxic. A) NH3 B) N 2 O C) CO D) CH 4 E) HCN Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.1 76) Of the following, __________ has the odor of rotting eggs. A) NH3 B) H 2S C) CO D) NO 2 E) HCN Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.1
77) One significant difference between gases and liquids is that __________. A) a gas is made up of molecules B) a gas assumes the volume of its container C) a gas may consist of both elements and compounds D) gases are always mixtures E) All of the above answers are correct. Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 10.1
16
78) Molecular compounds of low molecular weight tend to be gases at room temperature. Which of the following is most likely not a gas at room temperature? A) Cl2 B) HCl C) LiCl D) H 2 E) CH 4 Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 10.1 79) Gaseous mixtures __________. A) can only contain molecules B) are all heterogeneous C) can only contain isolated atoms D) are all homogeneous E) must contain both isolated atoms and molecules Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 10.1 80) Which of the following equations shows an incorrect relationship between pressures given in terms of different units? A) 1.20 atm = 122 kPa B) 152 mmHg = 2.03 × 104 Pa C) 0.760 atm = 578 mmHg D) 1.0 torr = 2.00 mmHg E) 1.00 atm = 760 torr Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.2
Guru
81) The pressure exerted by a column of liquid is equal to the product of the height of the column times the gravitational constant times the density of the liquid, P = ghd. How high a column of water (d = 1.0g/mL) would be supported by a pressure that supports a 713 mm column of mercury (d = 13.6g/mL)? A) 14 mm B) 52 mm C) 713 mm D) 1.2 × 104 mm E) 9.7 × 103 mm Answer: E Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.2 82) The pressure exerted by a column of liquid is equal to the product of the height of the column times the gravitational constant times the density of the liquid, P = ghd. How high a column of methanol (d = 0.79 g/mL) would be supported by a pressure that supports a 713 mm column of mercury (d = 13.6 g/mL)? A) 713 mm B) 41 mm C) 1.2 × 104 mm D) 9.7 × 103 mm E) 17 mm Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.2
17
83) If one was told that their blood pressure was 130/80, their systolic pressure was __________. A) 130 Pa B) 130 mmHg C) 80 Pa D) 80 mmHg E) 80 psi Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 10.2 84) The first person to investigate the relationship between the pressure of a gas and its volume was __________. A) Amadeo Avogadro B) Lord Kelvin C) Jacques Charles D) Robert Boyle E) Joseph Louis Gay-Lussac Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 10.3 85) Which statement about atmospheric pressure is false? A) As air becomes thinner, its density decreases. B) Air actually has weight. C) With an increase in altitude, atmospheric pressure increases as well. D) The warmer the air, the lower the atmospheric pressure. E) Atmospheric pressure prevents water in lakes, rivers, and oceans from boiling away. Answer: C Diff: 1 Page Ref: Sec. 10.2, 10.3
Guru
86) In ideal gas equation calculations, expressing pressure in Pascals (Pa), necessitates the use of the gas constant, R, equal to __________. A) 0.08206 atm L mol-1K -1 B) 8.314 J mol-1K -1 C) 62.36 L torr mol-1K -1 D) 1.987 cal mol-1K -1 E) none of the above Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.2, 10.3 87) Of the following, __________ is a correct statement of Boyle’s law. A) PV = constant P = constant B) V V C) = constant P V = constant D) T n = constant E) P Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.3
18
88) “Isothermal” means __________. A) at constant pressure B) at constant temperature C) at variable temperature and pressure conditions D) at ideal temperature and pressure conditions E) that ΔH rxn = 0 Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 10.3 89) Of the following, __________ is a valid statement of Charles’ law. P = constant A) T V = constant B) T C) PV = constant D) V = constant × n E) V = constant × P Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.3
Guru
90) Which one of the following is a valid statement of Avogadro’s law? P = constant A) T V = constant B) T C) PV = constant D) V = constant × n E) V = constant × P Answer: D Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.3 91) The volume of an ideal gas is zero at __________. A) 0 °C B) -45 °F C) -273 K D) -363 K E) -273 °C Answer: E Diff: 1 Page Ref: Sec. 10.3
19
92) Of the following, only __________ is impossible for an ideal gas. V V A) 1 = 2 T1 T2 B) V1T1 = V2 T2 C)
V1 T = 1 V2 T2
D) V2 =
T2 V1 T1
V1 T = 1 =0 V2 T2 Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.3
E)
93) The molar volume of a gas at STP is __________ L. A) 0.08206 B) 62.36 C) 1.00 D) 22.4 E) 14.7 Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 10.4
Guru
94) Which statement about ideal behavior of gases is false? A) At low densities all gases have similar properties. B) Volume of 2.00 moles of oxygen gas, O 2 , is assumed to be the same as that of 2.00 moles of carbon dioxide gas, CO 2 , as long as the temperature and pressure conditions are the same. C) Gas ideality assumes that there are no interactions between gas particles. D) All particles in the ideal gas behave independently of each other. E) Low pressures and high temperatures typically cause deviations from the ideal gas behavior. Answer: E Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.4 95) Standard temperature and pressure (STP), in the context of gases, refers to __________. A) 298 K and 1 atm B) 273 K and 1 atm C) 298 K and 1 torr D) 273 K and 1 pascal E) 273 K and 1 torr Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 10.4
96) The volume of a sample of gas (2.49 g) was 752 mL at 1.98 atm and 62 °C. The gas is __________. A) SO 2 B) SO3 C) NH3 D) NO 2 E) Ne Answer: D Diff: 4 Page Ref: Sec. 10.5
20
97) The density of __________ is 0.900 g/L at STP. A) CH 4 B) Ne C) CO D) N 2 E) NO Answer: B Diff: 4 Page Ref: Sec. 10.5 98) Of the following gases, __________ has density of 2.104 g/L at 303 K and 1.31 atm. A) He B) Ne C) Ar D) Kr E) Xe Answer: C Diff: 4 Page Ref: Sec. 10.5 99) A 255 mL round-bottom flask is weighed and found to have a mass of 114.85 g. A few milliliters of an easily vaporized liquid are added to the flask and the flask is immersed in a boiling water bath. All of the liquid vaporizes at the boiling temperature of water, filling the flask with vapor. When all of the liquid has vaporized, the flask is removed from the bath, cooled, dried, and reweighed. The new mass of the flask and the condensed vapor is 115.23 g. Which of the following compounds could the liquid be? (Assume the ambient pressure is 1 atm.) A) C4 H10 B) C3 H 7 OH C) C2 H 6 D) C2 H5 OH E) C4 H9 OH Answer: D Diff: 5 Page Ref: Sec. 10.5
Guru
100) A sample of an unknown volatile liquid was injected into a Dumas flask (mflask = 27.0928 g, Vflask = 01040 L) and heated until no visible traces of the liquid could be found. The flask and its contents were then rapidly cooled and reweighed (mflask + vapor = 27.4593 g) The atmospheric pressure and temperature during the experiment were 0.976 atm and 18.0 °C, respectively. The unknown volatile liquid was __________. A) C6 H12 B) C6 H14 C) C7 H14 D) C7 H16 E) C6 H 6 Answer: B Diff: 5 Page Ref: Sec. 10.5
21
101) The density of air at STP is 1.285 g/L. Which of the following cannot be used to fill a balloon that will float in air at STP? A) CH 4 B) NO C) Ne D) NH3 E) HF Answer: B Diff: 4 Page Ref: Sec. 10.5 102) Removal of __________ from the natural gas both purifies the natural gas and serves as an alternative method of production of an industrially important chemical element. A) CO 2 B) H 2S C) NH3 D) As 2 O3 E) He Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.6
Guru
103) The average kinetic energy of the particles of a gas is directly proportional to __________. A) the rms speed B) the square of the rms speed C) the square root of the rms speed D) the square of the particle mass E) the particle mass Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.7
104) The kinetic-molecular theory predicts that pressure rises as the temperature of a gas increases because __________. A) the average kinetic energy of the gas molecules decreases B) the gas molecules collide more frequently with the wall C) the gas molecules collide less frequently with the wall D) the gas molecules collide more energetically with the wall E) both the gas molecules collide more frequently with the wall and the gas molecules collide more energetically with the wall Answer: E Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.7 105) According to kinetic-molecular theory, in which of the following gases will the root-mean-square speed of the molecules be the highest at 200 °C? A) HCl B) Cl2 C) H 2 O D) SF6 E) None. The molecules of all gases have the same root-mean-square speed at any given temperature. Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.7
22
106) According to kinetic-molecular theory, if the temperature of a gas is raised from 100 °C to 200 °C, the average kinetic energy of the gas will __________. A) double B) increase by a factor of 1.27 C) increase by a factor of 100 D) decrease by half E) decrease by a factor of 100 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.7 107) Which of the following is not part of the kinetic-molecular theory? A) Atoms are neither created nor destroyed by ordinary chemical reactions. B) Attractive and repulsive forces between gas molecules are negligible. C) Gases consist of molecules in continuous, random motion. D) Collisions between gas molecules do not result in the loss of energy. E) The volume occupied by all of the gas molecules in a container is negligible compared to the volume of the container. Answer: A Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.7
Guru
108) Of the following gases, __________ will have the greatest rate of effusion at a given temperature. A) NH3 B) CH 4 C) Ar D) HBr E) HCl Answer: B Diff: 2 Page Ref: Sec. 10.8 109) A tank containing both HF and HBr gases developed a leak. The ratio of the rate of effusion of HF to the rate of effusion of HBr is __________. A) 4.04 B) 0.247 C) 2.01 D) 0.497 E) 16.3 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.8 110) At 333 K, which of the pairs of gases below would have the most nearly identical rates of effusion? A) N 2 O and NO 2 B) CO and N 2 C) N 2 and O 2 D) CO and CO 2 E) NO 2 and N 2 O 4 Answer: B Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.8
23
111) At STP, the ratio of the root-mean-square speed of CO 2 to that of SO2 is __________. A) 2.001 B) 2.119 C) 1.000 D) 1.207 E) 1.456 Answer: D Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.8 112) Arrange the following gases in order of increasing average molecular speed at 25 °C. He, O 2 , CO 2 , N 2
A) He < N 2 < O 2 < CO 2 B) He < O 2 < N 2 < CO 2 C) CO 2 < O 2 < N 2 < He D) CO 2 < N 2 < O 2 < He E) CO 2 < He < N 2 < O 2 Answer: C Diff: 3 Page Ref: Sec. 10.8
Guru
113) Arrange the following gases in order of increasing average molecular speed at 25 °C. Cl 2 , O 2 , F2 , N 2
A) Cl2 < F2 < O 2 < N 2 B) Cl2 < O 2 < F2 < N 2 C) N2 < F2 N > NO > O2 B) N2 > O > O2 > NO C) N2 > O2 > O > NO D) NO > O2 > O > N2 E) All will be equal. Answer: B Diff: 1 Page Ref: Sec. 18.2 30) Why does the upper atmosphere contain only very little dissociated nitrogen? A) most of the nitrogen is in the troposphere and not in the upper atmosphere B) the dissociated nitrogen very rapidly diffuses out of the atmosphere and into space C) nitrogen atoms are extremely reactive and so react with other substances immediately upon their formation D) the bond energy of nitrogen is very high and it does not absorb radiation very efficiently E) There is no N2 in the upper atmosphere. Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 18.2
Guru
31) Of the compounds below, the one that requires the shortest wavelength for photoionization is __________. A) O B) O2 C) NO D) N2 E) They all require the same wavelength. Answer: D Diff: 1 Page Ref: Sec. 18.2 32) Photoionization processes (e.g., N2 + hν → N2+ + e-) remove UV of
Read more ...
- Rev II Ismi Adelia (Proposal Ronaldo Putra) 1
Views 14
Downloads 0-
File size 442KB - Author/Uploader: ronaldoputra
HUBUNGAN ANTARA RATIONAL THINKING SKILL DENGAN KEMAMPUAN LITERASI SISWA KELAS XII SMAN 1 KOTA SUNGAI PENUH PADA MATERI PEMBELAJARAN GENETIKA
PROPOSAL SKRIPSI
Ditulis sebagai sebagai syarat untuk penulisan skripsi pada jurusan tadris biologi fakultas tarbiah dan ilmu keguruan
OLEH:
RONALDO PUTRA NIM:1710204021
TADRIS BIOLOGI FAKULTAS TARBIAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KERINCI
T.A 2019 M/1441 HDAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………….
i
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………………………
1
A. B. C. D. E.
Latar Belakang Masalah …………………………………………………….. Identifikasi Masalah ………………………………………………………….. Batasan Masalah ……………………………………………………………….. Rumusan Masalah ……………………………………………………………. Manfaat Penelitian …………………………………………………………….
1 7 7 8 8
BAB II.KAJIAN PUSTAKA ……………………………………………………….
9
A. B. C. D.
Landasan Teori …………………………………………………………………. Penelitian Yang Relevan …………………………………………………… Uji hipotesis……………………………………………………………………… Kerangka konseptual ………………………………………………………….
9 19 24 24
BAB III.METODOLOGI PENELITIAN …………………………………….
25
A. B. C. D. E. F.
Jenis Penelitian …………………………………………………………………. Tempat Danwaktu Penelitian ……………………………………………… Populasi Dan Sampel ………………………………………………………… Teknik Pengumpulan Data …………………………………………………. Teknik Reliabelitas Dan Validitas Instrumen ……………………….. Teknik Analasis Data …………………………………………………………
25 25 25 27 27 29
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………….
31
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………… A. Tabel 1. Jumlah populasi sampel ………………………………………..
26 1
i
dim lan mis 2. r ski dst
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembelajaran sains bukan hanya sekedar menguasai sekumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep,prinsip atau teori saja. Belajar akan lebih bermakna jika peserta didik mengalami apa yang mereka pelajari. Cabang dari sains diantaranya itu adalah biologi, Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang dipelajari pada tingkat pendidikan menengah atas.1 Biologi adalah ilmu tentang hidup dan kehidupan organisme dari masa lampau sampai prediksi masa depan, baik dalam hal struktur, fungsi, taksonomi, pertumbuhan dan perkembangannya. Dewasa ini biologi telah banyak mengalami revolusi keilmuan melampaui revolusi fisika dan kimia yang lebih dahulu mendominasi khazanah ilmu pengetahuan. Implikasi dari revolusi biologi telah menjangkau ke hampir semua cabang cabang ilmu biologi, seperti halnya genetika, fisiologi, anatomi, taksonomi, dan bidang bidang lain yang sederajat. 2 Mengamati realitas pembelajaran Biologi saat ini, kecenderungan siswa untuk membaca teks Biologi masih tergolong rendah. Rendahnya minat baca siswa dan kemampuan membaca yang tidak tinggi merupakan tantangan yang dihadapi saat ini. Beberapa penelitian telah mengungkap faktor-faktor yang menjadi penyebab rendahnya minat dan kemampuan membaca/literasi siswa terhadap buku ajar Biologi. 3
Rahmi Zulva,”hubungan antara berpikir rasional siswa sma dengan hasil belajar dalam pembelajaran kooperatif menggunakan konstructive feedback”jurnal ilmiah pendidikan fisika ‘albiruni’doi,vol 5.n0 1,(april,2016),hl 63. 1
Slamet Hariyadi,” Evaluasi Akademik Mahasiswa Biologi Terhadap Perkuliahan Genetika Di Universitas Jember”, Jurnal ßIOêduKASI , Vol 3 No 2 ( Maret, 2015) 336. 2
Vitta Yaumul Hikmawati dan Leo Muhammad Taufik,” Urgensi Strategi Membaca Pada Pembelajaran Biologi Masa Depan”, Jurnal Bio Educatio, Volume 2, Nomor 2,(Oktober 2017), hlm. 40-48. 3
1
2
Berdasarkan hasil observasi dari penelitian sebelumnya pada proses pembelajaran biologi di kelas X MIA 1 SMA Negeri 1 Boyolali tahun pelajaran 2014/2015 menunjukkan bahwa siswa kelas X MIA 1 mengalami kesulitan dalam menunjukkan fakta-fakta pendukung atau informasi didalam suatu teks, serta mengaitkan pengetahuan yang dimiliki dengan berbagai topik lain. Mayoritas siswa belum terbiasa dalam hal membedakan fakta atau detil bacaan dan menafsirkan ide penunjang dari suatu informasi dan belum mampu dalam mengungkapkan pikiran atau pendapat mereka sendiri, pemilihan kata berkaitan dengan pengungkapan pikiran/ pendapat. Siswa juga kurang dilatihkan untuk menghubungkan informasi tertulis dengan gagasan, dan pengetahuan sebelumnya. Hal ini terlihat selama proses pembelajaran saat guru memberikan soal essay panjang yang memerlukan penalaran dan pemahaman siswa kesulitan untuk menjawabnya. Kemampuan tersebut merupakan bagian dari literasi membaca.Berdasarkan hasil pengamatan Pengembangan Model dan Perangkat Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi tersebut, dilakukan pengukuran literasi membaca yang diujikan melalui tes uraian berdsarkan pedoman PISA (Programme for International Sains Assesment) kepada 33 siswa, hasil pengujian menunjukkan bahwa persentase rata-rata capaian siswa kelas X MIA 1 SMAN 1 Boyolali adalah sebesar 61,24%, sehingga perlu ditingkatkan.4 Genetika merupakan bagian dari ilmu biologi yang membutuhkan literasi dalam memahami dan mengaplikasinya dalam kehidupan. Genetika lebih dari sekedar kumpulan konsep, karena dalam genetika juga terdapat kumpulan nyata. Genetika berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari, seperti makanan, kesehatan lingkungan, interaksi mahluk hidup, dan lain sebagainya. Siswa yang mempunyai kemampuan literasi
yang bagus
maka dapat dengan mudah memecahkan masalah dalam kehidupan sehari Rahmania Pamungkas, Riezky Maya Probosari, Dewi Puspitasari,” Peningkatan Literasi Membaca Melalui Penerapan Problem Based Learning Pada Pembelajaran Biologi Siswa Kelas X Mia 1 Sman 1 Boyolali Tahun Pelajaran 2014/2015” ,(Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains (SNPS) , Surakarta, 19 November 2015),hl 407. 4
3
hari. Termasuk masalah dalam pembelajaran genetika ,oleh karena itu kemampuan literasi adalah hal yang penting bagi siswa. Literasi dapat dimaknai sebagai kemampuan membaca, menulis, memandang, dan merancang suatu hal dengan disertai kemampuan berpikir kritis yang menyebabkan sesorang dapat berkomunikasi dengan efektif dan efesien sehingga menciptakan makna terhadap dunianya.5,6 Namun masih terdapat kekurangan dalam hal kemampuan literasi pada masyarakat khususnya pada rendahnya minat baca masyarakat termasuk siswa memiliki kebiasaan membaca yang rendah. Rendahnya kemampuan membaca siswa-siswi kita antara lain tergambar dalam hasil riset Laporan Bank Dunia No. 16369-IND dan Studi IEA (International Association for the Evalution of Education Achievermen) di Asia Timur, menunjukkan bahwa tingkat terendah membaca anak-anak dipegang oleh negara Indonesia. Kajian PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) yaitu studi internasional dalam bidang membaca p ada anak-anak di seluruh dunia yang disponsori oleh IEA ini menunjukkan bahwa rata-rata anak Indonesia berada pada urutan keempat dari bawah dari 45 negara di dunia. Kajian PIRLS ini menempatkan siswa Indonesia kelas IV Sekolah Dasar pada tingkat terendah di kawasan Asia. Indonesia mendapat skor 51.7, di bawah Filipina (skor 52.6); Thailand (skor 65.1); Singapura (74.0); dan Hongkong (75.5). Bukan itu saja, kemampuan anakanak Indonesia dalam menguasai bahan bacaan juga rendah, yaitu 30 persen saja dari materi bacaan karena mereka mengalami kesulitan dalam menjawab soal-soal bacaan yang memerlukan pemahaman dan penalaran.7
Selly Marlinaax, Edy Chandraa, Dewi Cahyania,” Kualitas Literasi Biologi Buku Teks Biologi Kelas Xii Semester Ii Pada Pokok Bahasan Bioteknologi”,jurnal ilmu alam indonesia, Volume 1, No 1, (Februari 2018), 1-13. 5
Muhammad Kharizmi,” Kesulitan Siswa Sekolah Dasar Dalam Meningkatkan Kemampuan Literasi”, jupendas,Vol. 2, No. 2,(September ,2015),hl 14. 6
Sri Wahyuni,” Menumbuh kembangkan Minat Baca Menuju Masyarakat Literat”, diksi Vol 17 ,No 1 ,(Januari 2010),hal 180. 7
4
Untuk itu pentingnya Keterampilan literasi,memiliki pengaruh penting bagi keberhasilan generasi muda. Keterampilan literasi yang baik akan membantu generasi muda dalam memahami informasi baik lisan maupun tertulis. Dalam kehidupan, penguasaan literasi pada generasi muda sangat penting dalam mendukung kompetensi-kompetensi yang dimiliki. Kompetensi dapat saling mendukung apabila generasi muda dapat menguasai literasi atau dapat diartikan generasi muda melek dan dapat memilah informasi yang dapat mendukung keberhasilan hidup mereka.8 Tingkat
kecerdasan
diduga
memiliki
hubungan
dengan
kemampuan literasi sains siswa. Hal ini disebabkan karena penerapan berpikir logis dan kemampuan penalaran abstrak yang menjadi lebih baik seiring dengan perkembangan intelektual diasumsikan dapat menunjang kemampuan literasi sains siswa. Kecerdasan intelektual yang diukur melalui sebuah tes kecerdasan akan mengambarkan kecerdasan seseorang secara hampir keseluruhan. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi/rasional yang baik dan tingkat kecerdasan yang baik diharapkan akan memiliki kemampuan literasi sains yang baik pula.9 Dalam penelitian ini, berpikir yang menjadi sasaran/kajian penelitian ialah berpikir rasional yang dikemukakan oleh Novak, Dalam kamus besar bahasa Indonesia,rasional diartikan sebagai pikiran dan timbangan yang logis menurut pikiran yang sehat dan cocok dengan akal.Menurut Novak, berpikir rasional merupakan sekumpulan aktifitas mental mulai dari yang sederhana menuju yang kompleks, meliputi 10 kecakapan, yaitu: kecakapan siswa dalam menghafal (recalling), meramalkan (imagining), mengklasifikasi (classifying), menggeneralisasi 8 Putri Oviolanda Irianto, Lifia Yola Febrianti,” Pentingnya Penguasaan Literasi Bagi Generasi Muda Dalam Menghadapi Mea”,( The 1st Education and Language International Conference Proceedings Center for International Language Development of Unissula :bandung,may 2017) hal 641.
Putri Emilia Yuriza, Adisyahputra, Diana Vivanti Sigit,” Hubungan Antara Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dan Tingkat Kecerdasan dengan Kemampuan Literasi Sains Pada Siswa SMP”, JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI (BIOSFERJPB), Volume 11 No 1, (2018),13-20. 9
5
(generalizing), membandingkan (comparing), mengevaluasi (evaluating), menganalisis
(analyzing),
mensintesis
(synthesizing),
mendeduksi
(deducing) dan menyimpulkan (inferring).10 Berpikir rasional adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang berkaitan dengan pemecahan masalah. Umunya siswa yang berpikir rasional akan menggunakan prinsip-prinsip dan dasar dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan “apa”, “mengapa” dan “bagaimana”. Berpikir rasional menuntut siswa untuk menggunakan logika dalam menentukan sebab akibat, menganalisis, menarik kesimpulan, menciptakan hukum (kaidah teoritis) dan bahkan menciptakan ramalan-ramalan ,menurut Rebber dalam Muhibbin.11 Keterampilan berpikir rasional digunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Secara rasional siswa dapat mencerna dan menganalisis apa-apa yang diamati, sehingga siswa akan lebih mudah menyelesaikan masalah dengan tepat dan menyimpulkan dengan baik dan benar. Hakikatnya setiap peserta didik memiliki kemampuan untuk berpikir secara rasional, kemampuan berpikir inilah yang menjadikan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling mulia diatara makhlu kmakhluk lainnya, menurut Hendrayana. Oleh sebab itu,jika berpikir rasional siswa dilatihkan dalam proses pembelajaran diharapkan hasil belajar siswa akan meningkat.12 Penelitian lain menunjukkan adanya aspek keterampilan berpikir rasional yang masih cukup rendah yaitu menghafal dan mensintesis. Hal
Rahmi Zulva,”hubungan antara berpikir rasional siswa sma dengan hasil belajar dalam pembelajaran kooperatif menggunakan konstructive feedback”jurnal ilmiah pendidikan fisika ‘albiruni’doi,vol 5. No 1,(april,2016),hl 65. 10
11 Bayu Purnama Galuh,”pengaruh Pembelajaran Kontekstual Terhadap Keterampilan Berpikir Rasional Siswa Pada Subkonsep Pencemaran Air”, Jurnal Soshum Insentif, Volume 3, No. 1, (2020)h4.
Sri Latifah,Syarifuddin Basyar dan Bangun Sasmiyati,” Pengaruh Model Pembelajaran Treffinger Terhadap Pemahaman Konsep Dan Kecakapan Berpikir Rasional Peserta Didik “,jurnal pendidikan fisika universitas muhammadiyah metro.Vol VII .No 2,(September, 2019), hal 158. 12
6
ini dikarenakan siswa SMK yang diteliti terbiasa dengan praktek langsung. Sehingga untuk aspek menghafal yang berupa mengingat konsep yang telah diajarkan dan mensintesis masalah belajar masih diperlukan pembiasaan penerapan model 13 Ini sesuai dengan pendapat Susantini, yang menyatakan genetika merupakan topik yang sulit tetapi penting dalam sains sekolah. Tes diagnostik yang pernah dilakukan menunjukkan hasil yang sama, yaitu perolehan konsep genetika SMA rendah. Tes diagnostik tersebut dikenakan
pada
mahasiswa
baru
sebelum
kegiatan
perkuliahan
berlangsung. Logika siswa sering kali terbatas pada pengalaman yang dekat dengan sesuatu yang dapat mereka lihat dan secara langsung dapat direka-reka.14 Materi genetika mempunyai kaitan dengan literasi dan berpikir rasional karena dalam memahami genetika membutuhkan literasi dan memecahkan masalah dalam materi genetika yang abstrak membutuhka keterampilan berpikir rasional. Materi genetika merupakan bagian materi yang diberikan di jenjang SMA. Pada jenjang SMA materi genetika sesuai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan meliputi materi genetik Gen, DNA dan kromosom; replikasi, sintesis protein; reproduksi sel (mitosis dan meiosis), pewarisan sifat dan mutasi. Materi genetika dirasakan sulit oleh sebagian besar siswa karena materi ini bersifat abstrak, perkembangan genetika molekuler berkembang sangat pesat sementara informasi di buku ajar masih berorientasi genetika klasik.15 Menurut Venville dari hasil penelitiannya menyampaikan bahwa siswa menganggap pelajaran genetika melelahkan dan membosankan.
13 Marlina, Zainuddin, dan Syubhan Annur,” Keefektifan Model Children Learning In Science (Clis) Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Rasional Siswa”, Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika, Vol 1 no 3,( Oktober 2013) hl 237-238.
Slamet Hariyadi,” Evaluasi Akademik Mahasiswa Biologi Terhadap Perkuliahan Genetika Di Universitas Jember”, Jurnal ßIOêduKASI, Vol 3. No 2 (Maret 2015) hl 337. 14
Elya Nusantari,” Analisis dan Penyebab Miskonsepsi SMA Kelas XI”, BIOEDUKASI ,vol 4 no 2 (agustus,2011)72. 15
pada Materi Genetika Buku
7
Siswa sulit memahami konsep genetika karena abstrak bagi mereka dan jauh dari kehidupan sehari-hari. Siswa tidak mampu mengkonstruksi genetika secara utuh serta siswa tidak mampu menghubungkan antar konsep genetika16. Berdasarkan observasi yang dilakukan disekolah SMAN 1 KOTA SUNGAI PENUH didapatkan hasil bahwa tanggapan siswa ketika guru memberikan soal esai yang panjang,siswa sering mengeluh soalnya kepanjangan sehingga menghabiskan waktu ujian tersebut dan ketika siswa diberikan untuk memaknai dari materi pelajaran tentang genetika banyak yang tidak tahu,dan perpustakaan sekolah sebelum pandemi covid 19 tidak ramai dikunjungi siswa,dan sebelum dijelaskan siswa tidak tahu tentang kaitan antara RNA DAN DNA,dan hanya sebagian kecil siswa yang mencari tambahan materi yang berhubungan dengan genetika. Berdasarkan pemaparan permasalah diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan keterampilan berpikir rasional dengan kemampuan literasi siswa kelas XII SMA pada materi pembelajaran genetika. B. IDENTIFIKASI MASALAH 1. Siswa mengalami kesulitan memahami pelajaran Biologi. hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain hafalan yang cukup banyak, kesulitan untuk mengingat istilah asing dan bahasa latin, serta media belajar yang digunakan kurang menarik 2. Siswa sulit memahami materi genetika karena bersifat abstrak 3. Siswa lebih banyak menerapkan metode menghafal pada materi genetika 4. Semangat belajar siswa belum maksimal 5. Kurang menerapkan metode berpikir rasional dan kemampuan literasi materi genetika pada kelas XII SMAN 1 KOTA SUNGAI PENUH C. BATASAN MASALAH
16 Elya Nusantari,” Analisis dan Penyebab Miskonsepsi pada Materi Genetika Buku SMA Kelas XII”, BIOEDUKASI ,Vol4, No 2,( Agustus 2011 ), hal. 72-85.
8
1. Hubungan keterampilan berpikir rasional dengan kemampuan literasi siswa kelas XII pada pokok pembelajaran genetika diteliti pada ranah siswa SMA klass XII . 2. Diteliti pada pokok pembelajaran genetika 3. Penelitian ini dilakukan di SMAN 1 KOTA SUNGAI PENUH D. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana keterampilan berpikir rasional siswa kelas XII SMAN 1 KOTA SUNGAI PENUH pada pokok pembelajaran genetika? 2. Bagaimana kemampuan literasi siswa kelas XII SMAN 1 KOTA SUNGAI PENUH dengan pokok pembelajaran genetika? 3. Bagaimana
hubungan
keterampilan
berpikir
rasional
dengan
kemampuan literasi siswa kelas XII SMAN 1 KOTA SUNGAI PENUH pada materi pembelajaran genetika? E. MANFAAT PENELITIAN Dengan adanya penelitian ini siswa atau guru bisa mengetahui apakah terdapat hubungan keterampilan berpikir rasional dengan kemampuan literasi siswa kelas XII SMAN 1 KOTA SUNGAI PENUH pada materi pembelajaran genetika dan metode ini dapat diterapkan pada sekolah tersebut.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI a. Pengertian keterampilan berpikir rasional Menurut Descartes (1596 – 1650) filsuf prancis mengemukakan bahwa sumber pengetahuan menusia adalah pikiran, rasio, jiwa manusia. Dalam usahanya untuk mencapai kebenaran dasar tersebut. Descartes menggunakan metode “Deduksi”, yaitu dia mededuksikan prinsip-prinsip kebenaran yang diperolehnya kepada prinsip-prinsip yang sudah ada sebelumnya yang berasal dari definisi dasar yang jelas. Sebagaimana yang ditulis oleh Robert C. Solomon dan Kathleen M. Higgins dalam buku sejarah filsafat,“kunci bagi deduksi keseluruhan Descartes akan berupa aksioma tertentu yang akan berfungsi sebagai sebuah premis dan berada diluar keraguan. Dan aksioma ini merupakan klaimnya yang terkenal Cogito ergo sum “Aku berpikir maka aku ada”.17 Kata ” berpikir rasional” oleh orang Indonesia diberi arti harfiah secara sangat sederhana, yaitu berfikir sesuai dengan sistem logika atau berpikir sesuai dengan akal sehat. Akan tetapi pada kenyataannya berpikir rasional merupakan salah satu alasan yang menjadikan orang mau mengikuti pendidikan seumur hidupnya, tidak hanya di Indonesia tetapi di seluruh dunia. 18 The Educational Polcies Commision dari Amerika Serikat menurut Lawson, menentukan sepuluh ketrampilan berpikir rasional yang meliputi: H.Muhammad Bahar Akkase Teng, “Rasionalis Dan Rasionalisme Dalam Perspektif Sejarah”, jurrnal unhas,V o l u m e 4 . N o m o r 2 ,( D e s e m b e r ,2 0 1 6 ),hal 18. 17
Rini nafsiati astuti,”peta konsep pembelajaran ipa untuk meningkatkan keterampilan berpikir rasional siswa sd/mi” peta konsep pembelajaran ipa madrasah,vol 2 . NO 1,( desember,2009),hal 6. 18
9
10
1. Mengingat (recalling) apa yang telah didapat sebelumnya baik berupa
pengalaman
maupun
pengetahuan
untuk
dapat
digunakan dalam membangun pengetahuan yang lebih luas. 2. Berimajinasi menciptakan
(imagining)
yakni
kemampuan
untuk
bentuk baru dari suatu pengetahuan atau
membuat karya sebagai ekspresi seni 3. Mengelompokkan
(classifying)
melibatkan
kemampuan
memisahkan atau menggabungkan berdasarkan satu ataupun seperangkat atribut untuk dijadikan criteria. 4. Menggeneralisasikan (generalizing) melibatkan kemampuan mengenali cirri individu atau kejadian yang dapat digunakan untuk mengenali kelompok yang lebih besar atau lebih umum. 5. Membandingkan (comparing) seperti generalisasi kemampuan ini menuntut kemampuan untuk mengenali ciri individu atau kelompok yang memiliki keteraturan atau pola tersendiri dan mengenali bahwa kelompok lain memiliki pola yang berbeda. 6. Mengevaluasi (evaluating) melibatkan kemampuan untuk mengambil keputusan dalam memilih berdasarkan hasil membandingkan atau menggeneralisasikan. 7. Menganalisis (analyzing) adalah melakukan pengelompokan membandingkan serta menggeneralisasikan data atau kejadian’ 8. Mensitesis
(synthesizing)
melibatkan
kemampuan
mengelompokan menggeneralisasikan membandingkan dan mengevaluasi sehingga menghasilkan suatu definisi sendiri atau
mungkin
juga
menghasilkan
suatu
kreteria
pengelompokan baru. 9. Mendeduksi
(deducing)
selalu
melibatkan
kemampuan
mengelompokkan dan menggeneralisasikan fakta atau data
11
yang sangat terbatas untuk dapat membentuk suatu ide yang unik. 10. Membuat inferensi (inferring) yang melibatkan seluruh kemampuan pada tingkat sebelumnya.19 Untuk dapat mengembangkan keterampilan berpikir rasioanal, perlu dipahami karakteristik terlebih dahulu. Karakteristik dari keterampilan berpikir rasional adalah: berjenjang, artinya seseorang yang memiliki ketrampilan membuat kesimpulan (inferring) secara otomatis telah menguasai keterampilan yang tingkatannya lebih rendah; dapat diukur tingkat penguasaannya; dapat dilatihkan melalui pembelajaran.20 Menurut Novak (1979, dalam Baskoro, 2001) berpikir rasional merupakan sekumpulan aktifitas mental mulai dari yang sederhana menuju yang kompleks, meliputi 10 kecakapan, yaitu: kecakapan
siswa
(imagining), (generalizing),
dalam
menghafal
mengklasifikasi membandingkan
(recalling),
(classifying),
meramalkan
menggeneralisasi
(comparing),
mengevaluasi
(evaluating), menganalisis (analyzing), mensintesis (synthesizing), mendeduksi (deducing) dan menyimpulkan (inferring).21 Menurut Costa menyatakan bahwa “kegiatan berpikir yang dilakukan dengan menggunakan keterampilan berpikir dasar dan ketrampilan berpikir kompleks” keterampilan berpikir dasar meliputi kualifikasi klasifikasi ,hubungan variable, transformasi, dan hubungan 19 Rini nafsiati astuti,”peta konsep pembelajaran ipa untuk meningkatkan keterampilan berpikir rasional siswa sd/mi” peta konsep pembelajaran ipa madrasah,vol.II NO.1,( desember,2009),hal 6 20
Ibid
Rahmi Zulva,”hubungan antara berpikir rasional siswa sma dengan hasil belajar dalam pembelajaran kooperatif menggunakan konstructive feedback”jurnal ilmiah pendidikan fisika ‘albiruni’doi:vol 5. No 1,(april,2016),hl 65. 21
12
sebab akibat. Keterampilan berpikir kompleks meliputi problem solving, pengambilan keputusan, berpikir kritis, dan berpikir kreatif.Keterampilan berpikir rasional adalah dasar dari keterampilan dari berpikir komples yang dapat dilatih pada siswa. dalam berpikir rasional siswa dituntut menggunakan data, prinsip, logika, untuk menentukan sebab akibat dan menarik kesimpulan.22 Berpikir rasional merupakan kemampuan menganalisa informasi dengan pertimbangan tertentu untuk membuat kesimpulan. Berpikir rasional adalah mengorganisasikan proses yang digunakan dalam aktivitas mental seperti pemecahan masalah, pengambilan keputusan, meyakinkan, menganalisis asumsi asumsi dan penemuan
ilmiah.
Berpikir rasional juga merupakan kemampuan mengevaluasi secara sistematis kualitas pemikiran diri sendiri dan orang lain.23 b. Kemampuan literasi Literasi yang dalam bahasa inggrisnya literacy berasal dari bahasa Latin yaitu litera (huruf) sering diartikan sebagai keaksaraan. Jika dilihat dari makna hurufiah literasi berarti kemampuan seseorang untuk membaca dan menulis. Pada awalnya, literasi dimaknai sebagai suatu keterampilan membaca dan menulis, tetapi dewasa ini pemahaman tentang literasi semakin meluas maknanya. Pemahaman terkini mengenai makna literasi mencakup kemampuan membaca, memahami, dan mengapresiasi berbagai bentuk komunikasi secara kritis, yang meliputi bahasa lisan, komunikasi tulis, komunikasi yang
M. Taufiq, Nurmaulia,” Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division Terhadap Keterampilan Berpikir Rasional Siswa Kelas Viii Smp Negeri 1 Dewantara Pada Materi Pesawat Sederhana”,Jurnal Pendidikan Almuslim, Edisi Khusus, No. 1 (Juni 2015) ,hal 2. 22
23 Prastika fanbera verada,” efektifitas model pembelajaran spics(student centered,problem based, interest,confident,and satisfaction”,skripsi digital repository universitas jember (2016),hal 19.
13
terjadi melalui media cetak atau pun elektronik, menurut Wardana dan Zamzam. 24 Musthafa
mengemukakan, bahwa literasi dalam bentuk yang
paling fundamental mengandung pengertian kemampuan membaca, menulis, dan berpikir kritis. Artinya, dengan seseorang yang literat adalah seseorang yang membaca dan menulis disertai kemampuan mengolah informasi yang diperoleh dari aktivitas membaca dan menulis tersebut. Dari berbagai definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa literasi dapat dimaknai sebagai kemampuan membaca, menulis, memandang, dan merancang suatu hal dengan disertai kemampuan berpikir kritis yang menyebabkan sesorang dapat berkomunikasi dengan efektif dan efesien sehingga menciptakan makna terhadap dunianya. 25 Menurut Ardianto, E. dkk.,Berdasarkan hasil pengolahan data diketahui bahwa secara umum kemampuan literasi siswa dalam membaca masih rendah. Kondisi ini terjadi baik pada siswa laki-laki maupun siswa perempuan, baik yang tinggal di desa maupun tinggal di kota. Rendahnya kemampuan membaca siswa kita dipengaruhi oleh beberapa faktor: 1. Metode pembelajaran yang dijalankan guru. Sebab, umumnya siswa di sekolah diajarkan membaca dengan cara menghafal. Menghafal menjadi salah satu penghambat tingkat literasi membaca siswa. Siswa tidak begitu kesulitan membaca, tapi kalau diminta memaknai isi bacaan, mereka lemah.Untuk itu dibutuhkan pembelajaran literasi yang bermutu pada semua mata pelajaran.
24 Muhammad Kharizmi,” Kesulitan Siswa Sekolah Dasar Dalam Meningkatkan Kemampuan Literasi”, jupendas,Vol. 2. No. 2,(September ,2015),hal 13. 25
Ibid
14
2. Kebiasaan membaca juga dipengaruhi oleh faktor determinisme genetik, yakni warisan orangtua. Seseorang yang gemar membaca dibesarkan dari lingkungan yang cinta membaca.Lingkungan terdekatnya inilah yang akan mempengaruhi seseorang untuk mendekatkan diri pada bacaan, jadi seseorang tidak suka membaca karena memang sejak kecil dibesarkan oleh orangtua yang tidak pernah mendekatkan dirinya pada bacaan. Lain halnya dengan negara maju seperti Jepang, budaya membaca adalah suatu kebiasaan yang telah menjadi kebutuhan bagi masyarakatnya. Ibarat sandang, pangan dan papan, membaca merupakan bagian dari kehidupan mereka tiap harinya. 3. Pengaruh permainan (game) yang makin canggih dan variatif serta tayangan televisi yang semakin menarik, telah mengalihkan perhatian anak dari buku. Tempat hiburan yang makin banyak didirikan juga membuat anak-anak lebih banyak meluangkan waktu ke tempat hiburan daripada membaca buku. 4. Masih minimnya sarana untuk memperoleh bacaan juga menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. Andaipun harus membeli, harga buku yang ada di pasaran relatif mahal. Hal ini menyebabkan orang tua tidak membelikan buku bacaan tambahan selain mengutamakan bukubuku yang diwajibkan oleh sekolah. Apalagi kondisi ekonomi masyarakat yang kurang mampu, jangankan terpikir untuk 5. Membeli buku bacaan, untuk memiliki ongkos pergi kesekolah pun terkadang menjadi hambatan bagi mereka26 Literasi sains sangat penting dimiliki oleh siswa. Siswa yang memiliki
kemampuan
literasi
sains
akan
dapat
menerapkan
26 Sri Aryani,” Studi Eksplanatif Kemampuan Literasi Membaca Siswa Sma Di Kota Sukabumi,” DEIKSIS – Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia,(suka bumi),hal 62.
15
pengetahuan mereka untuk memecahkan permasalahan dalam situasi kehidupan sehari-hari baik dalam lingkup pribadi, sosial atau pun global (OECD, 2009). American for the Advancement of Science (dalam Impey, et al., 2011) menyatakan masyarakat yang berliterasi sains akan dapat menggunakan cara berfikir ilmiah untuk tujuan individual dan sosial.27 Menurut Seto Mulyadi kesadaran literasi itu penting untuk ditumbuh kembangkan, karena bisa membuat para siswa kita menjadi cerdas dalam melihat masalah dalam kehidupannya. Siswa yang cerdas akan membuat bangsa kita maju. Namun ketika perkembangan kemampuan literasi mereka tidak disokong oleh praktik dan lingkungan literasi yang ideal, maka kesulitan pasti akan dihadapi oleh para siswa tersebut dalam meningkatkan kemampuan literasi mereka. Dari segi praktik yang tidak sesuai dengan idealnya, seperti siswa lebih sering diarahkan untuk berbicara tentang bahasa dari pada berlatih menggunakan bahasa atau kurangnya kemampuan guru dalam melaksanakan tugas-tugas pembelajaran dan evaluasi, pengelolaan kelas dan pembelajaran individual siswa kurang intensif, jumlah buku ajar tidak seimbang dengan jumlah siswa, dan evaluasi hasil belajar terfokus pada aspek kemampuan berbahasa belum berjalan semestinya, akan menimbulkan kesulitan pada siswa dalam pemerolehan literasi atau meningkatkan kemampuan literasinya. Perihal terhadap sulit berkembangnya literasi pada siswa ini tidak disadari baik oleh guru maupun oleh siswa. Hal ini hanya mengalir sebagaimana adanya.28
Putri Emilia Yuriza, Adisyahputra, Diana Vivanti Sigit,” Hubungan Antara Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dan Tingkat Kecerdasan dengan Kemampuan Literasi Sains Pada Siswa SMP”, JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI (BIOSFERJPB, Volume 11 No 1, (maret,2018),hal 1320. 28 Muhammad Kharizmi,” Kesulitan Siswa Sekolah Dasar Dalam Meningkatkan Kemampuan Literasi”, JUPENDAS, Vol. 2, No. 2,( September 2015),hal 17. 27
16
Literasi saintifik memandang pentingnya keterampilan berpikir dan bertindak yang melibatkan penguasaan berpikir dan menggunakan cara berpikir saintifik dalam mengenal dan menyikapi isu-isu sosial. Literasi saintifik berkembang sejalan dengan pengembangan life skills yaitu perlunya keterampilan bernalar dan berpikir ilmiah dalam konteks sosial dan menekankan bahwa literasi saintifik diperuntukan bagi semua orang, bukan hanya kepada mereka yang memilih berkarir dalam bidang sains dan teknologi.29 Bagaimanakah upaya membangkitkan minat baca masyarakat agar menjadi masyarakat yang literat? Sebenarnya telah banyak kajian tentang bagaimana membangkitkan minat baca. Beberapa hal berikut ini dapat dilakukan sesuai dengan proporsi tugas dan peran kita masing-masing: 1. Membiasakan Anak Membaca Sejak Dini 2. Menyediakan Buku yang Menarik 3. Menciptakan Lingkungan yang Mendukung Kebiasaan Membaca 4. Memperbaiki Kembali Penampilan Perpustakaan agar Menarik30 Menurut Gormally, indikator literasi antara lain: 1. Mengidentifikasi pendapat ilmiah yang valid 2. Melakukan penelusuran literatur yang efektif 3. Memahami elemen-elemen desain penelitian dan bagaimana dampaknya terhadap temuan/kesimpulan 4. Membuat grafik secara tepat dari data 5.
Memecahkan masalah menggunakan keterampilan kuantitatif, termasuk statistik dasar
Hadi Suwono, Lutfi Rizkita, & Herawati Susilo,” Peningkatan Literasi Saintifik Siswa Sma Melalui Pembelajaran Biologi Berbasis Masalah Sosiosains”, Jurnal Ilmu Pendidikan, Nomor 2, (Desember 2015), hlm. 136-144. 29
30 Sri Wahyuni,” Menumbuhkembangkan Minat Baca Menuju Masyarakat Literat”, diksi Vol. : 17 No. 1( Januari 2010)hl 184-185.
17
6.
Memahami dan menginterpretasikan statistik dasar, dan melakukan inferensi, prediksi, dan penarikan kesimpulan berdasarkan data kuantitatif.31
c. Pengertian genetika Objek kajian dalam biologi beraneka ragam sehingga ilmu pengetahuan ini dibagi menjadi beberapa cabang salah satunya adalah Genetika. Genetika merupakan salah satu topik yang dianggap paling sulit oleh banyak mahasiswa. Berdasarkan hasil penelitian pada siswa kelas XI di Distrik Rize Turki oleh Çimer , diketahui terdapat lima topik yang paling sulit dipelajari siswa diantaranya adalah materi gen dan kromosom. Dalam hasil penelitian lainnya, Fauzi & Mitalistiani, menunjukkan bahwa Genetika merupakan topik yang dianggap tersulit oleh mayoritas mahasiswa sarjana strata satu jurusan biologi. Lebih lanjut oleh Fauzi & Fariantika, mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan Genetika dianggap sebagai cabang biologi yang paling sulit untuk mahasiswa pelajari adalah sifat konsep yang abstrak, sulit dipahami, terlalu banyak untuk dipelajari, serta mengandung banyak istilah asing yang sulit dimengerti oleh mahasiswa jurusan biologi dan pendidikan biologi.32 Materi genetika merupakan bagian materi yang diberikan di jenjang SMP dan SMA. Pada jenjang SMA materi genetika meliputi7 kelompok konsep yakni Arti dan Ruang Lingkup Genetika; Materi
31
Yesika Rahmadani, Nur Fitakurahmah, Nabela Fungky, Restu Prihatin, Qonita Majid, Baskoro Adi Prayitno,” Profil Keterampilan Literasi Sains Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Karanganyar”, Jurnal Pendidikan Biologi ,7 (3), (2018) ,183 – 190. 32 Maria Waldetrudis Lidi, Maimunah H. Daud,” Penggunaan Media Animasi Pada Mata Kuliah Biologi Dasar Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Dan Motivasi Mahasiswa Materi Genetika”, Jurnal Penelitian Pendidikan Biologi , 3 (1), ( september 2019)hlm1-9.
18
genetik Gen dan Kromosom; Hubungan DNA-RNA-Polipeptida dalam Sintesis Protein; Reproduksi Sel (mitosis dan meiosis), Pewarisan Sifat pada makhluk Hidup; Penentuan Jenis Kelamin dan Mutasi. Konsep genetika dirasakan sulit oleh sebagian besar siswa karena materi ini bersifat abstrak, perkembangan genetika molekuler berkembang sangat pesat sementara informasi di buku ajar masih berorientasi genetika klasik.33 Genetika merupakan konsep/materi sains yang penting untuk diajarkan di sekolah. Dinyatakan oleh Th. Dobzhans’/ky dalam Ayala & Kinger (1984) bahwa “Nothing in biology is understandable except the light of genetics. Genetics is the core biological science”. Genetika menjadi dasar bagi pengembangan ilmu biologi maupun ilmu lain yang terkait dengan biologi. Konsep-konsep genetika umumnya dianggap bersifat abstrak sehingga sulit untuk dipahami baik oleh guru maupun siswa. Materi genetika juga bersifat esoterik karen meliputi obyek-obyek yang bersifat mikroskopik dan prosesprosesnya di luar kehidupan sehari-hari siswa.34 Kesulitan belajar
pada materi Genetika juga dirasakan oleh
Siswa di Medan yang diteliti oleh menurut Azizah
bahwa
mendeskripsikan materi genetis yang bertanggung jawab dalam pewarisan sifat (gen, kromosom) dan indikator ke2 yaitu membedakan pengertian sifat resesif dominan dan intermediet berada dalam kategori kesulitan sedang, pada indikator ke-3 yaitu menentukan gamet dari genotipe fetus/induk berada dalam kategori kesulitan tinggi, dan indikator ke-4 yaitu menentukan rasio hasil persilanganElya Nusantari,” Jenis Miskonsepsi Genetika yang Ditemukan pada Buku Ajar di Sekolah Menengah Atas”,Jurnal Pendidikan Sains, Volume1.Nomor 1, (Maret 2013), Halaman 52-64. 33
34 Chumidach Roini,” Organisasi Konsep Genetika Pada Buku Biologi Sma Kelas Xii”, Jurnal EduBio Tropika, Volume 1. Nomor 1,( Oktober 2013), hlm. 1-6.
19
persilangan monohibrid dan dihibrid melalui bagan berada dalam kategori kesulitan sangat tinggi.35 B. PENELITIAN YANG RELEVAN Penelitian yang relevan yang dilakukan oleh Putri Emilia Yuriza,
Adisyahputra,
Diana
Vivanti
Sigit,
menurut
Holton
menyebutkan bahwa literasi sains merupakan tujuan utama dari pendidikan sains pada siswa berusia 15 tahun sebelum siswa mempelajari sains secara terpisah atau dibagi menjadi subjek tertentu seperti Fisika, Kimia dan Biologi. PISA memandang pendidikan sains memiliki fungsi untuk mempersiapkan warga negara agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat yang hidup pada era kemajuan sains dan teknologi, oleh karena itu pendidikan sains bertujuan dan mempunyai target untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memahami hakekat sains (Yusuf, 2008).36 Berdasarkan hasil survei Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2011, menempatkan Indonesia pada posisi 35 pada bagian Sains dari 49 negara peserta. Literasi sains siswa di Indonesia tergolong dalam kategori yang rendah dikarenakan proses pembelajaran yang belum maksimal untuk meningkatkan kemampuan literasi sains siswa (Dahtiar dalam Ristanto et. al., 2017) Kemampuan literasi sains yang dimiliki peserta didik terkait erat dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan suatu kemampuan berpikir yang tidak hanya membutuhkan kemampuan mengingat saja, namun membutuhkan kemampuan lain yang lebih tinggi, seperti kemampuan analisis, Azizah,”materi genetika”,pdf(2012),hal 1.
35
Putri Emilia Yuriza, Adisyahputra, Diana Vivanti Sigit,” Hubungan Antara Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dan Tingkat Kecerdasan dengan Kemampuan Literasi Sains Pada Siswa SMP”, JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI (BIOSFERJPB), Volume 11 No 1,(maret 2018) 13-20. 36
20
sintesis, dan evaluasi. Keterampilan berpikir tingkat tinggi muncul ketika seseorang menerima informasi baru dimana informasi tersebut dimasukkan ke dalam memori dan informasi tersebut dikaitkan antara satu dengan yang lain untuk mencapai sebuah tujuan atau menemukan jawaban yang memungkinkan dalam menjawab sebuah situasi yang membingungkan (Lewis, 1993). Tingkat kecerdasan diduga memiliki hubungan dengan kemampuan literasi sains siswa. Hal ini disebabkan karena penerapan berpikir logis dan kemampuan penalaran abstrak yang menjadi lebih baik seiring dengan perkembangan intelektual diasumsikan dapat menunjang kemampuan literasi sains siswa. Kecerdasan intelektual yang diukur melalui sebuah tes kecerdasan akan mengambarkan kecerdasan seseorang secara hampir keseluruhan. 37
Penelitian yang relevan yang dilakukan oleh rahmi zulva dengan judul hubungan keterampilan berpikir rasional siswa sma dengan hasil belajar dalam pembelajaran kooperatif menggunakan konstruktif feedback,Pembelajaran sains bukan hanya sekedar menguasai sekumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, prinsip atau teori saja. Belajar akan lebih bermakna jika peserta didik mengalami apa yang mereka pelajari. Proses pembelajaran sains yang tepat diharapkan dapat membentuk keterampilan maupun kemampuan berpikir dalam menemukan pemecahan secara kritis dan dan rasional berdasarkan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari untuk meningkatkanpemahaman konsep yang dipelajari.Oleh karena itu pendidik telah berjuang dengan segala cara mencoba untuk
Putri Emilia Yuriza, Adisyahputra, Diana Vivanti Sigit,” Hubungan Antara Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dan Tingkat Kecerdasan dengan Kemampuan Literasi Sains Pada Siswa SMP”, JURNAL PENDIDIKAN BIOLOGI (BIOSFERJPB), Volume 11 No 1,(maret 2018) 13-20. 37
21
membuat apa yang dipelajari siswa di sekolah agar dapat dipergunakan dalam kehidupan mereka sehari-hari.38 Penelitian yang relevan yang dilakukan Yesika Rahmadani, Nur Fitakurahmah, Nabela Fungky, Restu Prihatin, Qonita Majid, Baskoro Adi Prayitno, Menurut Gormally
indikator literasi sains
antara lain mengidentifikasi pendapat ilmiah yang valid, melakukan penelusuran literatur yang efektif, memahami elemen-elemen desain penelitian dan bagaimana dampaknya terhadap temuan/kesimpulan, membuat grafik secara tepat dari data, memecahkan masalah menggunakan keterampilan kuantitatif, termasuk statistik dasar, memahami dan menginterpretasikan statistik dasar, dan melakukan inferensi, prediksi, dan penarikan kesimpulan berdasarkan data kuantitatif.39 Penelitian yang relevan yang dilakukan oleh Sania devita dkk,tentang Perbandingan Kemampuan Analisis Siswa melalui Penerapan Model Cooperative Learning dengan Guided Discovery Learning ,Kemampuan analisis merupakan salah satu unsur dalam domain kognitif hasil belajar siswa. Harsanto (2005) menyatakan bahwa kemampuan analisis siswa adalah kemampuan siswa dalam menerangkan hubungan-hubungan yang ada dan mengkombinasi unsur-unsur menjadi satu kesatuan. Kemampuan analisis ini mencakup tiga proses yaitu siswa dapat mengurai unsur informasi yang relevan, menentukan hubungan antara unsur yang relevan,dan
Rahmi Zulva,”hubungan antara berpikir rasional siswa sma dengan hasil belajar dalam pembelajaran kooperatif menggunakan konstructive feedback”jurnal ilmiah pendidikan fisika ‘albiruni’doi:vol 5. No 1,(april,2016),hl 65. 38
39
Yesika Rahmadani, Nur Fitakurahmah, Nabela Fungky, Restu Prihatin, Qonita Majid, Baskoro Adi Prayitno,” Profil Keterampilan Literasi Sains Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Karanganyar”, Jurnal Pendidikan Biologi ,7 (3), (2018) ,183 – 190.
22
menentukan sudut pandang tentang tujuan dalam mempelajari suatu informasi.40 Penelitian yang relevan yang dilakukan oleh Elya Nusantari yaitu tentang Jenis Miskonsepsi Genetika yang Ditemukan pada Buku Ajar di Sekolah Menengah Atas,Materi genetika merupakan bagian materi yang diberikan di jenjang SMP dan SMA. Pada jenjang SMA materi genetika meliputi 7 kelompok konsep yakni Arti dan Ruang Lingkup Genetika; Materi genetik Gen dan Kromosom; Hubungan DNA-RNA-Polipeptida dalam Sintesis Protein; Reproduksi Sel (mitosis dan meiosis), Pewarisan Sifat pada makhluk Hidup; Penentuan Jenis Kelamin dan Mutasi. Konsep genetika dirasakan sulit oleh sebagian besar siswa karena materi ini bersifat abstrak, perkembangan
genetika
molekuler
berkembang
sangat
pesat
sementara informasi di buku ajar masih berorientasi genetika klasik.41 Penelitian yang relevan yang dilakukan oleh M. Taufiq, Nurmaulia menurut Costa, menyatakan bahwa “kegiatan berpikir yang dilakukan dengan menggunakan ketrampilan berpikir dasar dan ketrampilan berpikir kompleks” ketrampilan berpikir dasar meliputi kualifikasi klasifikasi ,hubungan variable, transformasi, dan hubungan sebab akibat. Ketrampilan berpikir kompleks meliputi problem solving, pengambilan keputusan, berpikir kritis, dan berpikir kreatif. Ketrampilan berpikir rasional adalah dasar dari ketrampilan dari berpikir komples yang dapat dilatih pada siswa. dalam berpikir rasional siswa dituntut menggunakan data, prinsip, logika, untuk Sania novita dkk,” Perbandingan Kemampuan Analisis Siswa melalui Penerapan Model Cooperative Learning dengan Guided Discovery Learning”,Proceeding Biology Education Conference , Vol 13 .no 1,( januari, 2016),hal 259. 40
Elya Nusantari,” Jenis Miskonsepsi Genetika yang Ditemukan pada Buku Ajar di Sekolah Menengah Atas”,Jurnal Pendidikan Sains, Volume 1.Nomor 1, (Maret 2013), Halaman 52-64. 41
23
menentukan sebab akibat dan menarik kesimpulan. Siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untk menguji kehandalan gagasan pemecahan masalah. Munculnya gagasan untuk mengembangkan ketrampilan psoses pengembangan CBSA adalah wujud
operasional
dari
penekanan
ketrampilan
proses
dan
mengembangkan CBSA adalah wujud operasional dari penekanan ketrampilan berpikir dalam proses belajar wujud operasional dari penekanan ketrampilan berpikir dalam proses belajar mengajar. 42 Menurut Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Dalam proses berpikir ini, terdapat dua cara berpikir yaitu berpikir mendasar atau disebut sebagai berpikir rasional, dan berpikir kompleks dalam rangka memecahkan masalah. Karena berpikir merupakan suatu proses memecahkan masalah maka, berpikir merupakan suatu ketrampilan. Salah satu ketrampilan berfikir adalah “ketrampilan berpikir rasional yang dapat dilatihkan untuk memecahkan masalah artinya adalah bukan kita yang mengajarkan cara berpikir kepada siswa hal ini karena berpikir sudah merupakan sifat dasar manusia. Namun, yang dilatihkan adalah siswa yang diajak untuk berpikir dan guru hanya memberikan kesempatan yang lebih kepada siswa untuk berpikir melalui kegiatan yang direncanakan.43 Genetika merupakan salah satu materidalam pembelajaran biologi yang selama ini diyakini banyak siswa sebagai materi yang sulit untuk dipahami. Bahar et al dalam Herlanti (2007) mengemukakan bahwa genetika merupakan materi yang sulit dimengerti oleh sebagian besar M. Taufiq, Nurmaulia,” Pengaruh Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division Terhadap Keterampilan Berpikir Rasional Siswa Kelas Viii Smp Negeri 1 Dewantara Pada Materi Pesawat Sederhana”, Jurnal Pendidikan Almuslim, Edisi Khusus, No. 1 (Juni 2015),hal 2-3. 42
43
Ibid
24
siswa karena konsep genetika bersifat esoterik dan abstrak, yang meliputi
objek-objek mikroskopik dan proses-proses
di
luar
pengalaman siswa sehari-hari. Untuk memberikan pemahaman secara optimal terhadap konsep-konsep yang bersifat abstrak diperlukan berbagai upaya pembelajaran.44 C. HIPOTESIS
perba
Berdasarkan kajian teori diatas maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: a. H-1= terdapat hubungan antara keterampilan berpikir rasional dengan kemampuan literasi a. H0= tidak teradapat hubungan hubungan antara keterampilan berpikir rasional dengan kemampuan literasi D. KERANGKA KONSEPTUAL
BIOLOGI Genetika
KEMAMPUAN LITERASI
KETERAMPILAN BERPIKIR RASIONAL
SISWA
SISWA GENETIKA
ANALISIS
KESIMPULAN
44 Rufa Hera,” Studi Kasus Permasalahan Dalam Proses Pembelajaran Konsep Genetika Di Sma Negeri 2 Seulimum Kabupaten Aceh Besar”, Genta Mulia, Volume VIII No. 1, (Januari 2017),hlm 53.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN Pendekatan penelitian yang akan digunakan dalam penulisan skripsi
ini
adalah
penelitian
Deskriptif
Korelasional.
Penelitian
korelasional merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada atau tidak adanya hubungan antara dua atau beberapa variable. Dengan teknik korelasi ini peneliti dapat mengetahui hubungan variasi dalam sebuah variabel dengan variasi lain.45 Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian kuantitatif. Hal ini dikarenakan data penelitiannya berupa angka-angka
dan
dianalisis
menggunakan
statistik.
Sedangkan
pendekatannya menggunakan penelitian korelasi, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antar dua variabel, yaitu hubungan keterampilan berpikir rasional dengan literaso siswa kelas XII SMA pada materi pembelajaran genetika. B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN 1. Waktu Penelitian Waktu yang digunakan peneliti untuk melaksanakan penelitian ini adalah dalam kurun waktu kurang lebih 3 (tiga) bulan, dari bulan Januari sampai bulan Maret. 2. Tempat Penelitian Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di SMAN 1 KOTA SUNGAIPENUH C. POPULASI DAN SAMPEL 1. Populasi Populasi merupakan subyek penelitian. Menurut Sugiyono , populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda benda
45
Suharsimi Arikunto, ManajemenPenelitian,(Jakarta: RinekaCipta, 1990), hlm. 326-329.
25
26
alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu.46 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX SMAN 1 KOTA SUNGAI PENUH . Jumlah siswa dalam populasi ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Jumlah populasi sampel No
Kelas
Jumlah siswa
1.
IX A
34
2.
IX B
25
3.
IXC
29
4.
IX D
24
Jumlah
112
Sumber: kepala sekolah sma 1 kota sungai penuh 2. Sampel Menurut Sugiyono jumlah dan
menyatakan Sampel merupakan bagian dari
karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Untuk
menentukan ukuran besarnya sampel, peneliti menggunakan rumus dari Slovin yang dikutip Sevilla dalam Umar sebagai berikut:47
n=
𝑁
1+𝑁𝑒
Keterangan: n = Sampel N = Populasi e = Taraf kesalahan atau nilai kritis berdasarkan populasi yang berada pada kelas IX SMAN 1 KOTA SUNGAI PENUH sebanyak 112 orang maka sampel yang di teliti adalah 1121+112(0,05)
n=
46
=87 orang
Sugiyono,” pengertian sampel”(2013), metodologi%20penelitian/metod/BAB%20III.pdf,hal 50. 47
ibid
27
D. TEKNIK PENGUMPULAN DATA Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang dilakukan untuk memperoleh data dan keterangan-keterangan yang diperlukan dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan angket dengan penerapan skala liker. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi
seseorang
atau
sekelompok
orang
tentang
fenomenasosial. E. TEKNIK VALIDITAS DAN RELIABELITAS INSTRUMEN 1. Validitas Validitas berkaitan dengan permasalahan ketepatan alat yang
digunakan
untuk
mengukur
variabel
penelitian
mengatakan bahwa validitas tes adalah tingkat suatu tes mampu mengukur apa yang hendak diukur. Validitas demikian dimaknai sebagai suatu alat ukur yang digunakan untuk mengetahui sesuatu yang hendak diukur secara tepat dan akurat jika suatu instrumen valid akan mempunyai validitas yang tinggi sebaliknya suatu instrumen yang tidak valid akan mempunai validitas yang rendah. Suatu instrumen yang dikatakan valid apabila r₁x≥ 0,30. Namun apabila item tidak mencukupi target yang diinginkan maka r₁≥0,30 bisa diturunkan menjadi r≥ 0,25 (azwar,20018:86). Validitas kontruksi dengan menggunakan rumus korelasi product moment, yang di analisis dengan menggunakan SPSS.48 Ʃ𝘹𝘺−(Ʃ𝘹)(Ʃ𝘺)
r𝗑𝗒=√{𝘕𝘹²)}{(𝘕Ʃ𝘺²−(Ʃ𝘺²)} keterangan r𝗑𝗒= koofesien product moment 𝙉= jumlah responden Arikunto,s,”metode penelitian”,(2005),pdf,hal 71-72.
48
28
𝙭=skor item 𝙮= skor total angket 2. Reliabilitas Pengujian alat pengumpulan data yang kedua adalah pengujian reliabilitas instrumen. Suatu instrumen pengukuran dikatakan reliabel jika pengukurannya konsisten dan cermat akurat. Jadi uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui konsistensi dari instrumen sebagai alat ukur, sehingga hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama (homogen) diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. Dalam hal ini, relatif sama berarti tetap adanya toleransi terhadap perbedaanperbedaan kecil diantara hasil beberapa kali pengukuran, yang di analisis dengan menggunakan SPSS.49 Teknik yang di𝖎gunakan untuk menguji reliabilitas instrumen yaitu dengan menggunakan rumus Alfa Cronbach50
𝑟₁₁ = [
𝑘
]. [ 1 −
𝑘−1
Ʃ𝜎𝔦² 𝜎²𝑡
]
Keterangan : r₁₁ = reliabilitas instrumen atau koefisien alfa K k = banyaknya bulir soal Ʃ𝜎𝔦 = jumlah varians bulir 𝛔²𝒕 = varians total 𝙉 = jumlah responden Setelah diperoleh hasil dari perhitungan data, selanjutnya membandingkan nilai hitung r dan nilai r tabale product moment dengan taraf signifikan 5%.
49 Sambas Ali Muhidin dan Maman Abdurrahman, Analisis Korelasi, Regresi, dan Jalur Penelitian (Dilengkapi Aplikasi Program SPSS), (Bandung: Pustaka Setia, 2007), Hlm. 37.
Suharsimi arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek…, hlm. 231
50
29
Instrumen dapat dikatakan variabel jika r hitung >r tabel.Berdasarkan hasil perhitungan koefisien reliabilitas butir soal untuk butir item angket perilaku sosial diperoleh r11=0,873, Sedangkan r tabel
product moment dengan taraf
signifikan 5% dengan N=87 diperoleh r tabel= 0,334. Karena r11 >r tabel
artinya koefisien reliabilitas butir sol uji coba
ulang memiliki kriteria pengujian yang reliabel. 3. TEKNIK ANALISIS DATA 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal. Pada penelitian ini digunakan uji statistik KolmogorovSmirnov untuk menguji normalitas data. Hasil uji normalitas dengan uji
statistik
Kolmogorov-Smirnov
yang
di
analisis
dengan
menggunakan SPSS.51 2. Uji Homogenitas Berikut ini adalah rumus untuk menentukan nilai homogenitas sebagaimana yang dikemukakan oleh Sudjana yaitu: Kriteria yang digunakan untuk pengujian adalah terima H˳ jika F hitung< F tabel untuk taraf nyata α = 0,05 dan H1 ditolak. Apabila HO diterima berarti sampel mempunyai varians homogen. Harga F tabel = F1/2 α( V1 ,V2) ,diperoleh dari daftar distribusi F dengan dk pembilang =
dan dk penyebut = V1 dan dk penyebut = V2. yang di
analisis dengan menggunakan SPSS.52 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠𝑖 terbesar
F hitung= variansi terkecil
51 Umi Mardiyati, Gatot Nazir Ahmad, Ria Putri,” Pengaruh Kebijakan Dividen, Kebijakan Hutang Dan Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (Bei) Periode 2005-2010”, Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia (JRMSI) |Vol. 3, No. 1, (2012),hlm 11.
M Salam, Fajar Surya Ningsih,” Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Number Head Together Terhadap Motivasi Belajar Pkn Siswa Sekolah Dasar”, Jurnal Gentala Pendidikan Dasar ,Vol.1 No.( I Juni 2016),hal 145. 52
30
3. Uji Hipotesis a. Korelasi Pearson product momen Korelasi Pearson biasanya pada hubungan yang berbentuk linier (keduanya meningkat atau keduanya menurun). Koefisien korelasi ini tidak menunjukkan adanya hubungan kausal antar variabelnya. Untuk menguji hubungan Karakteristik Lingkungan dengan Aspirasi menggunakan analisis Korelasi Pearson Product Moment dengan rumus sebagai berikut,dengan menggunakan SPSS. 53 Ʃ𝘹𝘺−(Ʃ𝘹)(Ʃ𝘺)
r𝗑𝗒=√{𝘕𝘹²)}{(𝘕Ʃ𝘺²−(Ʃ𝘺²)} keterangan r𝗑𝗒= koofesien product moment 𝙉= jumlah responden 𝙭=skor item 𝙮= skor total angket
MOH.SHIDIQ Shofia ,dkk,” Hubungan Karakteristik Dengan Aspirasi Bekerja Dalam Bidang Agroindustri Perikanan Pada Pemuda Pedesaan Di Desa Puger Wetan Kecamatan Puger Kabupaten Jember”,Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol 13 . No 2,( Mei-Agustus 2013),hal 116. 53
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M., & Muhibbin, S. A. (2007). Analisis Korelasi, Regresi, dan Jalur dalam Penelitian. CV. Pustaka Setia. Bandung, 280. Arikunto,S(1990). ManajemenPenelitian,(Jakarta),326-329. Arikunto,s.(2005).metode penelitian,hal 71-72. Aryani, S. (2017). Studi Eksplanatif Kemampuan Literasi Membaca Siswa SMA di Kota Sukabumi. Deiksis: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 4(1), 62-68. Astuti, R. N. (2012). Peta Konsep Pada Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Keterampilan Berfikir Rasional Siswa SD/MI. Madrasah: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Dasar, 2(1). Galuh, B. P. (2020). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Terhadap Keterampilan Berpikir Rasional Siswa Pada Subkonsep Pencemaran Air. Jurnal Soshum Insentif, 1-7. Hariyadi, S. (2016). Evaluasi Akademik Mahasiswa Biologi terhadap Perkuliahan Genetika di Universitas Jember. BIOEDUKASI, 3(2). Hera, R. (2018). Studi kasus permasalahan dalam proses pembelajaran konsep genetika di SMA Negeri 2 Seulimum Kabupaten Aceh Besar. Genta Mulia: Jurnal Ilmiah Pendidikan, 8(1). Hikmawati, V. Y., & Taufik, L. M. Urgensi Strategi Membaca pada Pembelajaran Biologi Masa Depan. Irianto, P. O., & Febrianti, L. Y. (2017, June). Pentingnya penguasaan literasi bagi generasi muda dalam menghadapi MEA. In Proceedings Education and Language International Conference (Vol. 1, No. 1). Kharizmi, M. (2017). Kesulitan siswa sekolah dasar dalam meningkatkan kemampuan literasi. Jurnal Pendidikan Dasar (JUPENDAS), 2(2). Latifah, S., Basyar, S., & Sasmiyati, B. (2019). PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TREFFINGER TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP DAN KECAKAPAN BERPIKIR RASIONAL PESERTA DIDIK. Jurnal Pendidikan Fisika, 7(2), 156-169.
Lidi, M. W., & Daud, M. H. (2019). PENGGUNAAN MEDIA ANIMASI PADA MATA KULIAH BIOLOGI DASAR UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN MOTIVASI MAHASISWA MATERI GENETIKA. Didaktika Biologi: Jurnal Penelitian Pendidikan Biologi, 3(1), 1-9. Mardiyati, U., Ahmad, G. N., & Putri, R. (2012). Pengaruh kebijakan dividen, kebijakan hutang dan profitabilitas terhadap nilai perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2005-2010. JRMSI-Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia, 3(1), 1-17. Marlina, M., Zainuddin, Z., & An’nur, S. (2013). Keefektifan Model Children Learning In Science (Clis) Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Rasional Siswa. Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika, 1(3), 237-244. Marlina, S., Chandra, E., & Cahyani, D. (2018). KUALITAS LITERASI BIOLOGI BUKU TEKS BIOLOGI KELAS XII SEMESTER II PADA POKOK BAHASAN BIOTEKNOLOGI. Jurnal Ilmu Alam Indonesia, 1(1). Novita, S., Santosa, S., & Rinanto, Y. (2016). Perbandingan kemampuan analisis siswa melalui penerapan model cooperative learning dengan guided discovery learning. In Proceeding Biology Education Conference: Biology, Science, Enviromental, and Learning (Vol. 13, No. 1, pp. 359-367). Nusantari, E. (2011). Analisis dan Penyebab Miskonsepsi pada Materi Genetika Buku SMA Kelas XII. Bioedukasi: Jurnal Pendidikan Biologi, 4(2), 72-85.
12
10
Read more ...
- JSMSC
Views 16
Downloads 2-
File size 1MB - Author/Uploader: ABDO
SMSC – Short Message Service Center
Agenda System Context JSMSC Features JSMSC Architecture Jinny SMSC Commands Distribution Lists
ESME Interfaces (optional) Billing Interface Administration Operations Maintenance
System Context
System Context Overview The Jinny Short Message Service Centre (JSMSC) provides services to Short Message Service (SMS) users
in GSM, CDMA and TDMA networks
System Context
ESME
ESME
SMPP over TCP/IP or X.25
Mobile Network
Jinny SIU
OAM System
G M S C
EMI over TCP/IP or X.25
ESME
SEMA over TCP/IP or X.25
Jinny SMSC
Billing System
Prepaid System
System Context
ESME External Short Messaging Entity (ESME)
The ESME interfaces allow external non-mobile applications to connect to and interact with the SMSC
SMSC supports three types of interfaces: Short Message Peer to Peer (SMPP) External Machine Interface (EMI) Open Interface Standard (OIS)
System Context
Jinny Signaling Unit Interface The SMSC communicates to the rest of the world via the Jinny GMSC
The Jinny GMSC is connected to the network via multiple SIUs using GSM or IS-41 Mobile application Part (MAP) over SS7. The network elements involved: HLR (Routing Information, Alerts)
MSC (Forward Short Messages MO and MT)
System Context Hardware Sunfire V480 2 x 1.05GHz Dual core, 8 GB RAM, 70GB HDD
Front View >>
System Context Hardware Sunfire V480 2 x 1.05GHz Dual core, 8 GB RAM, 70GB HDD
Rear View >>
System Context Software Solaris 8 SMSC Application Software SS7 Interface OAM system
Billing System • Prepaid • Postpaid
ESME • External Short Message Entity
System Context Database
MySQL Server Pro
System Context Jinny Directory Structure
/home/jinny
bin
init
log
html
System Context bin Executables
init Configuration files
log Symbolic link to /var/jinny/log Contains all smsc log files
html Contains html pages for web admin
System Context Jinny Directory Structure
/var/jinny
cdr
log
messages
shm
stat
System Context cdr Contains the CDR records
log Contains all Jinny log files
messages Contains the DAT records of all the messages
shm Contains the shared memory
stat Contains all the statistics files
JSMSC Architecture
JSMSC Architecture The SMSC has two architectures: Stand-alone architecture Distributed architecture
Stand-alone architecture This architecture consist of two SMSC servers: one as a Primary Node and the second one as a Standby Node connected to N number of SIUs as shown in the image below SIU 1
SIU 2
Primary Node
SIU N
Secondary Node
Distributed architecture This architecture consist of several SMSC MPU all active at the same time and SMSC traffic is distributed on all of them. In case one MPU fails the remaining ones will handle it’s traffic. These MPU can be connected to N SIU as shown in the image below. SIU 1
SIU 2
SIU N
MPU 1
MPU 2
MPU I
Distributed architecture In a distributed architecture, the system consists of: A certain number of MPU nodes (all active): • A minumum of 2 MPU nodes: a primary and a secondary • A variable number of client MPU nodes
At least two SIU nodes
Distributed architecture The MPUs’ functionalities are to: Synchronize configuration and profiles between the primary and the remaining MPUs (secondary and clients)
Handle normal short messaging traffic (incoming and outgoing messages) Store waiting messages Handle statistics and charging
The SIU functionalities are to: Distribute incoming messages among MPUs Relay outgoing messages to the appropriate network element(s)
Distributed architecture
Synchronization processes jsync [–start|–stop|–status] This is the main synchronization process. Its is installed on both the primary and secondary MPU nodes. It detects the most up-to-date database at startup and synchronizes the nodes.
jfsync [-s | -c [-f filename] This is the file synchronization process that is installed on both the primary and secondary nodes. It synchronizes the synchronization transactional files as well as the general configuration files.
Distributed architecture
Synchronization processes sync_db [-s|-c [-q]] Database synchronization process installed all nodes.
Responsible for the distribution of the requests executed on the primary node to all nodes. On the secondary and client nodes, it runs as a client, forwarding local requests to and executing requests from the primary.
Linux HA Heartbeat This is the cluster manager process that is installed on both the primary and secondary nodes. It is responsible for assigning roles to the MPUs, detecting failures and starting some of the services.
Distributed architecture
Synchronization files /var/jinny/messages/sync_info*.DAT This is the transaction log file. It contains all the requests successfully executed on the local database.
/var/jinny/messages/sync_local_info*.DAT This is the local transactional log file, which contains all the local requests to be sent to the primary node.
/var/jinny/shm/smsc_serial External serial counter for the transaction identifiers used in sync_info file.
/var/jinny/shm/smsc_local_serial External serial counter for the transaction identifiers used for local requests.
Distributed architecture
Synchronization files /var/jinny/shm/sync_info This file contains information about the transaction log: path, timestamp and identifier of the last transaction executed
/var/jinny/shm/sync_local_info This file contains information about the local transaction log: path, timestamp and identifier of the last transaction forwarded to the primary
jsync counters file This file contains counters regarding the number of times a node has been either a primary or a secondary MPU. These counters are essential to determine the node who has the most up-to-date database
Primary Node
smsc_local_serial
Distributed architecture Web or Command Line Interface
2
1
SMSC
3
Primary node procedures Local requests
Database
sync_local_info DAT file
4
sync_local_info
sync_db
smsc_serial
sync_info DAT file
5
Secondary Node
Passive Node
Passive Node
Database
Primary Node
Distributed architecture 2
sync_local_info
sync_db
Primary node procedures External requests
smsc_serial
sync_info DAT file
3
Secondary Node
1
Passive Node
Passive Node
Secondary Node
Distributed architecture 1
smsc_local_serial
2 SMSC
Secondary and client node Procedures Local requests
sync_local_info DAT file
sync_db
3 sync_local_info
Primary Node
Secondary and client node Distributed architecture Procedures External requests
Database
Secondary Node
2
sync_info
sync_db
only for the secondary MPU node
sync_info DAT file 1
Primary Node
Distributed architecture
Startup Database jsync Cluster manager: Heartbeat (sync_db, jfsync) SMSC services (inittab) SMSC ESME servers Prepaid
JSMSC Features
JSMSC Features
(1)
Mobile Originating Messaging – MO Mobile Terminating Messaging – MT SMSC Modes of Operation The Jinny SMSC supports four modes of operation • Direct Mode
• Store-and-Forward • Datagram • Forward
User Data Header Support
JSMSC Features
(2)
Binary Messaging Nokia Smart Messaging (picture, logo, tones,…)
Enhanced Messaging Service (text formatting, sounds, animations, …) Multiple Character Set Support (7-bit alphabet, 8-bit binary, 16-bit UCS2 [arabic,..] ) Message Class Support (class 0 immediate display, class 1 ME specific, class 2 SIM card) Concatenated Short Messages
JSMSC Features
(3)
Message Expiry Black and White Lists WAP Support WAP OTA Configuration Traffic Throttling Address Translation Virtual Service Center ESME Routing Based on PID
JSMSC Features
(4)
MMS (More Message to Send) support Embedded Database Support SMS Compression Internet Mail Interworking Lawful Interception Message Encryption CDMA support Configurable maximum validity period
JSMSC Features
(5)
Configurable retry sequence per error code Reject duplicates Multiple SMSC instances per machine Configurable Retry Algorithm Dynamic retry algorithm for overload protection Configurable error codes and types Check and modify ESME status from the administration interface
JSMSC Features
(5)
Configurable retry schemes per ESME Subscriber’s last resort address Audit trail enhancements
Jinny SMSC
Jinny SMSC – SMSC Performance A message is one of the following: MO to SMSC SMSC to MT
ESME to SMSC SMSC to ESME
Jinny SMSC – Message Handling
MO Message
MO Submit SMSC Mobile Originated
Jinny SMSC – Message Handling MO
MT
SMSC
MO Submit MO Response (Ack / Error) MT Deliver MT Response (Ack / Error)
– Translate MO and MT Addresses using RX Translation File – Get MO and MT Profiles
Get message paramaters
MO_SUBMIT
Jinny SMSC – Message Handling OK
MO Message Handle SMS submit
MO to ESME
Check MO Profile
No
Error
1 MO_ERROR
Yes Submit SM to ESME
OK
log_mo_acce pted?
Error log_mo_acce pted?
Append MO to smsc DAT file
Append MO to smsc DAT file
MO_ACK
MO_ERROR
1
No
MO to Groups Command Address
Jinny SMSC – Message Handling Yes
MO Message
Handle MO Group Command Message
OK
log_mo_acce pted?
Error log_mo_acce pted?
Append MO to smsc DAT file
Append MO to smsc DAT file
MO_ACK
MO_ERROR
No
2
Handle SMS Submit (2)
Jinny SMSC – Message Handling 2
MO Message
MO to Embedded Command Addresse
Handle MO Embedded Command Message
OK
log_mo_acce pted?
Error log_mo_acce pted?
Append MO to smsc DAT file
Append MO to smsc DAT file
MO_ACK
MO_ERROR
3
Handle SMS Submit (3)
Jinny SMSC – Message Handling
MO Message
3
Handle MO MT Message
OK
log_mo_acce pted?
Error log_mo_acce pted?
Append MO to smsc DAT file
Append MO to smsc DAT file
MO_ACK
MO_ERROR
Check MO Profile MO and MT Profiles
Jinny SMSC – Message Handling Yes
src_restriction ?
No
OK
Yes
MO imsi and src_imsi_range defined?
No
Yes check mo imsi against src_imsi_range regular expression
match ?
Yes
mo_black enabled and MO in black list?
check msisdn against src_routing_expr regular expression
No
No
mo_white enabled and MO in white list?
Yes
No
mt_white enabled and MT in MT from irregular MO white list?
Yes No
check_prepaid enbabled and MO is an onhold prepaid?
No
MO has a CUG and MT not in CUG? No
Yes Yes
Error
Yes
Error
OK
Error
Check MT Profile
MO and MT Profiles
Jinny SMSC – Message Handling MT Number Digit ?
No
Error
yes
MT Number < 6?
Yes
No
Error
dest_restriction enabled?
No
MT Starts with 0 ?
No
Yes OK Yes
MT Matches dest_routing_expr ?
mt_white enabled and MT in white list ?
No
mo_white enabled and MO in MO to irregular MT white?
No
Yes
Yes Yes mt_black enabled and MT in black list?
No No
MT in MO Blocked User’s List ?
No
Yes Yes
Error
Error
OK
Error
Jinny SMSC – Message Handling MT Message The SMSC can send up to the value of the message reference size. This is the maximum number of unacknowledged messages allowed at time.
Only one unacknowledged message is allowed for a certain MSISDN.
MT Message SMSC Mobile Terminated
Jinny SMSC – Message Handling MT positive acknowledgment: If the MSISDN is in the waiting list, all its stored messages are released If the originator (MO or ESME) requested a delivery report, a report is returned
Jinny SMSC – Message Handling MT Errors: Permanent Errors: • Unknown Subscriber • Illegal Subscriber
• Teleservice not provisioned • Call barred • Facility Not Supported
Temporary Errors: • No subscriber reply • Memory capacity exceeded • System failure
Default transient Errors: • Mobile Station busy for MT SM
Jinny SMSC – Message Handling The administrator has the ability to specify the error types of each error returned by the network. This is particularly useful for nonstandard network errors
Example of custom errors defined in the smsc.ini
[custom_errors] • permanent=34
• temporary=65 5 • transient=12 3 4
Jinny SMSC – Message Handling Default SMSC Error Handling: Permanent Errors: the message is deleted Temporary Errors: • Direct and Store & Forward: the msisdn is set to waiting, and all its corresponding messages are stored. The SMSC will apply the appropriate retry algorithm to the head of the messages. • Datagram and Forward mode: the message is deleted
The retry algorithm depend on: The error (default or configured error retry) The message priority The MT waiting number (foreign or local)
Temporarily Errors
Store & Forward ?
No
Delete Message
Jinny SMSC – Message Handling Yes
not matching local_routing_expr
system failure and foreign number ?
No
Yes
Priority ?
No
Yes
Set Waiting (smsc_foreign_ retry)
Store All Pending Messages
Set Waiting (smsc_priority _retry)
Set Waiting (smsc_retry or defined error retry)
Jinny SMSC – Priority Level The SMSC can handle 3 priority levels: High priority (MO and MT VIP) Normal priority
Low priority
Jinny SMSC – Priority Level
High Priority Messages sent before other pending messages Special retry sequence Sent over the network with the priority flag set GSM priority message: Mobile is paged even if considered unreachable
If the global priority flag is set, messages will be sent without checking if the msisdn is in the SMSC waiting list.
Jinny SMSC – Priority Level
Normal Priority First come first served Normal retry sequence
Jinny SMSC – Priority Level
Low Priority ESME originated messages Not charged Sent using the background mode: The SMSC can have up to its window size, number of unacknowledged messages The administrator can reserve in the window a certain percentage dedicated for normal and retry messages The rest of the window can be used for background messages
Jinny SMSC – Priority Level
Low Priority Full load scenario
Normal & retry messages background messages Window size Normal load scenario
Normal & retry messages background messages Window size
Jinny SMSC – Retry Algorithm The SMSC uses different retry sequences: For normal messages smsc_retry or configured retry error sequence (section [error_retry]) For priority messages smsc_priority_retry For foreign numbers failing with System Failure smsc_foreign_retry
For ESME-MT messages, configured ESME retry sequence
Jinny SMSC – Retry Algorithm Retry Sequence format: (number, period in minute) smsc_retry=(1,60)(3,60)(4,240)(5,600)
Each retry sequence is coupled with an overload sequence, used when the retry queue is filled up to the overload_level (in percentage)
Retry Sequence
system_failure ?
No
Jinny SMSC – Retry Algorithm Yes
foreign number?
No
Yes overload_level reached?
enable_esme_r etry_seq No Yes message from ESME
Yes use smsc_overload_for eign_retry
No
use smsc_foreign_retr y
No
Yes overload_level reached?
priority message? No
use esme_overload_re try_seq
Yes overload_level reached?
Yes
No
No
overload_level reached?
use esme_retry_seq
No Yes use smsc_overload_pri ority_retry
use smsc_priority_retry
Yes
use smsc_overload_ret ry
use smsc_retry
Jinny SMSC – Storage SMSC Database: Future, waiting, broadcast messages and reports List of waiting numbers
Subscribers’ Profiles (VIP, prepaid information, embedded commands lists, CUG, blocked list) Subscribers’ groups ESME configuration ESME pending messages
Services information Distribution Lists Commands (embedded, groups)
Jinny SMSC – Storage Flat files: SMSC Queues: • Broadcast, retry and normal messages pending for delivery, are stored in permanent files (/var/jinny/shm/smsc*.DAT) • Prepaid queue
• Overflow queue • ESME queues Serial files Synchronization files
Jinny SMSC – Storage Flat files (continued): SMSC transactional log smsc_log_filename
(/var/jinny/messages/smsc_messages*.DAT):
• All the messages that reached a final status (delivered, failed, expired) • All delivery attempts (configurable) • All MO messages (configurable) SMSC Audit trail Distribution lists Counters file
Jinny SMSC – Components SMSC
SMSC RX Process
RX MT Queue
RX MO Queue
QtoDB Queue
SMSC RX MO Process
MO Ack Queue
SMSC TX Process
SMSC RX MT Process
TX Queue
SMSC Database
QtoDB Process
Embedde d Cmd Queue
Embbedd Cmd Process
Group Cmd Queue
Group Process
Messages Queue
Future Process
SMSC Main Process
Retry Process
Refresh Process
Jinny SMSC – Data Flow
(1)
MO – MT Successful Delivery on First Attem pt SMSC PLMN 2 1 MO SM
12
SMSC RX Process
13
RX MT Queue
14
SMSC RX MT Process
4
SMSC RX MO Process
5
Messag esQueu e
7′ 3
Mobile Originated
RX MO Queue
GMSC
10 MT SM 11 MT ACK Mobile Terminated
6′ 9
SMSC TX Process
8
5′ MO ACK
6
MO Ack Queue
SMSC Main Process
TX Queue
7
Jinny SMSC – Data Flow
(2)
MO – ESME Successful Delivery (DB) SMSC PLMN 2
SMSC RX Process
QtoDB Queue
3
5
RX MO Queue 1 MO SM
4
SMSC RX MO Process
5′ MO ACK
GMSC
7′ Mobile Originated
MO Ack Queue
6′
SMSC TX Process
6
QtoDB Process 7
SMSC Database
8
13
12 Receiv er
9 Deliv er SM
TCP/IP X.25 11 10 ACK
Transmitter ESME Server
ESME
Jinny SMSC – Data Flow
(3)
MO – ESME Successful Delivery (JQ) SMSC PLMN 2
SMSC RX Process 5
3 RX MO Queue 1 MO SM
GMSC
7′ Mobile Originated
6′
SMSC TX Process
4
SMSC RX MO Process
ESME JQ
5′ MO ACK
6
MO Ack Queue
Receiver
10 7 Deliver SM
TCP/IP X.25 9 ACK
8
Transmitter ESME Server
ESME
Jinny SMSC – Data Flow
(4)
ESME-MT Successful Delivery (Direct) SMSC PLMN 10
SMSC RX Process
11
RX MT Queue
Message sQueue GMSC
12
3
RX MT Process
Transmitter
4 Receiv er SMSC Main Process
9 MT_ACK
3′ ACK
TCP/IP X.25
1 4′ SUBMIT SM
ESME Server ESME
5
8 Mobile Terminated
2
7
SMSC TX Process
6
TX Queue
Jinny SMSC – Data Flow
(5)
ESME-MT Succe s s ful De live ry (Store and Forw ard) SMSC PLMN 12
SMSC RX Process
13
RX MT Queue
14
RX MT Process 15
Store and Forward Process 5 11 MT_ACK
Messag esQueu e
GMSC
10 Mobile Terminated
4
SMSC Database 3
Transmitter
6 SMSC Main Process
Receiv er
2
TCP/IP X.25
3′ ACK
4′
1 SUBMIT SM
ESME Server 7
9
SMSC TX Process
8
TX Queue
ESME
Jinny SMSC – Overload Protection ESME input throttling (rate) Anti-spamming (max_ready) Background messaging Output regulation (mref, sending_rate, link_capacity) Input protection (hash lists size)
Overflow mechanism (mo on congestion, waiting messages)
Commands
Commands The Jinny Commands are divided into: Group command Embedded command
Commands default configuration: Start character (*)
Stop character (#) End character (space)
Different syntax and encoding for the same command
Group Commands List of numbers (up to 512 char) identified by a code, created for a certain subscriber Managed by the subscriber and the administrator Example: Group address = 1444 Group code = 1 Message sent to 14441 will be sent to each number from the subscribers group list
Embedded Commands Embedded in the MO/MT message CLIR, Alias, DR, AR, Forward, Future, Block Managed by the subscriber and the administrator Clir and Alias should be allowed by the administrator
Distribution List
Distribution List Distribution List (DL) is a feature to allow an authorized DL user to easily distribute a single message to a large number of subscribers It should be used in a stand-alone architecture. For a distributed architecture, the Jinny provided external broadcast tool should be used DL elements: DL users DL files DL messages
Distribution List The DL user can: Access the Web admin using its username and password Submit up to broadcast_rate DL messages Stop/resume/cancel live DL messages
DL are files containing the list of MSIDSNs. They are created by the administrator. DL messages are forwarded to the SMSC based on the rate specified
Distribution List
Web Interface DL user
FTP
SMSC DataBase
SMSC
SS7
Sig2
SS7
GMSC
DL files
Mobile Network
SMSC DL
Sig1
ESME Interfaces
ESME
(2)
Interface
Receiver
Receiver TCP/IP X.25
SMSC
Transmitter
Transmitter
ESME Server
ESME Client
ESME
(3)
Multiple ESME clients can be handled at the same time Routing of MO/ESME messages is based on: Regular Expression matching Virtual Service Center PID range Subscriber’s profile (Lawful Interception)
MO to ESME queue type: Database or JQ Charging can be done for each message exchanged between the SMSC and the ESME
ESME
(4)
External Short Messaging Entity (ESME) Receiver
ESME
(5)
External Short Messaging Entity (ESME) Transmitter
SMPP Interface Bind: System_id, system_type, password Receiver: Deliver new messages (MO/ESME)
Deliver Notifications
Transmitter: Submit new messages (ESME/MT) Query, Delete, Update (for pending messages)
SMPP Interface Compliant with SMPP Version 3.3 and 3.4. However, the update, query and delete functions are only valid if the message is still stored in the
SMSC
EMI/UCP Interface The Receiver EMI Process is responsible for: Establishing the connection to the ESME Delivering new messages Delivering notifications of previously submitted messages
The Transmitter EMI Process is responsible for: Accepting a connection Authenticating the client (host and port and/or session management) Reception and handling of the submission of new messages
Transceivers EMI support both functionalities
SEMA OIS Interface The Receiver SEMA Process is responsible for: Establishing the connection to the ESME Delivering new messages Delivering notifications of previously submitted messages
The Transmitter SEMA Process is responsible for: Accepting a connection Authenticating the client (host and port and/or login with username and password) Reception and handling of the submission of new messages
Billing Interface
Billing Interface Charging can done (for prepaid and postpaid) in one of the following cases: MO submission SM reached its final destination • The SM is an MO to an MT message • The SM is from an ESME to an MT message, and the service is to be charged. • The ESME interface is configured to charge incoming or outgoing messages
Status report successfully delivered within a certain interval
Billing Interface Different charging can be applied to: Normal messages MO messages from roaming subscribers
MO to international addresses Status reports
Billing Interface For post-paid subscribers: The SMSC can generate fixed format billing records (CDR) dependent on the billing system of the operator The CDR files can be relayed to a remote billing system for post-paid subscribers
For prepaid subscriber: The interface is dependant on the operator
Billing Interface Generation of CDR files: The SMSC logs in a DAT file, all the messages that reached a final status (delivered, expired,…) The billing process generates the CDR files from the DAT file based on the done date and the service type of the message
Prepaid Interface Customized based on the prepaid system of the operator Batch loading of the prepaid subscribers
The prepaid process can handle : Multiple connections (receiver and transmitter) Online provisioning of prepaid subscribers Online Charging
Prepaid Interface
RX
Prepaid Queue
IN Platform
TX
TCP/IP
prepaid process
Prepaid Transmitter
Prepaid Interface
Profiles RX
TCP/IP
IN Platform
TX
prepaid process Prepaid Receiver
Administration
Administration Statistics Web administration Command line administration
Statistics
(1)
Statistics based on the SMSC counters Static Counters Dynamic counters (smsc-esme traffic)
Statistics
(2)
Static counters smsc-alive: status of the process smsc-mo-total: total number of the messages received
smsc-mo-packet: Total number of packets received
smsc-mo-submit: total number of the MO messages (mo-esme and mo-mt)
smsc-mo-command: Total number of mo commands
smsc-mo-alert: Total number of alert messages
Statistics
(3)
smsc-mo-ack: total number of successfully received MT messages
smsc-mo-ack-rt: total roundtrip time (in ms) for successfully received messages
smsc-mo-ack-intrntl and smsc-mo-ack-intrntl-rt smsc-mo-ack-local and smsc-mo-ack-local-rt
smsc-mo-ack-sms: total number of successfully received MT SMS (prepaid and postpaid)
smsc-mo-ack-sr: total number of successfully delivered MT status report
Statistics
(4)
smsc-mo-error: total number of failed MO messages (including to ESME terminated addresses)
smsc-mo-error-rt: total roundtrip time (in ms) for failed MT messages
smsc-mo-error-intrntl and smsc-mo-error-intrntlrt smsc-mo-error-local and smsc-mo-error-local-rt
smsc-mo-error-sms: total number of failed MO SMS (prepaid and postpaid)
smsc-mo-error-sr: total number of failed MO status report
Statistics
(5)
smsc-mo-error-reason-fail: counter of the system failure error received
smsc-mo-error-reason-noreply: counter of the MO subscriber reply error received
smsc-mo-error-reason-memfull: counter of the memory capacity exceeded error received
smsc-mo-error-reason-other: counter of the other error received (call barred, …)
Statistics
(5)
smsc-mt-total: total number of the messages sent smsc-mt-packet: Total number of packets sent smsc-mt-deliver: Total number of MT deliver messages (MO-MT and ESME-MT)
smsc-mt-retry (normal and broadcast) smsc-mt-storefwd (normal and broadcast) smsc-mt-direct: total number of messages sent from the lists
smsc-mt-sms: total number of MT SM sent by the SMSC
smsc-mt-sr: total number of status report sent
Statistics
(5)
smsc-mt-ack: total number of accepted MO messages smsc-mt-error: total number of rejected MO messages
smsc-mt-expired: total number of the expired messages (prepaid and postpaid)
smsc-mt-cancelled: Total number of cancelled messages (prepaid and postpaid)
smsc-esme: total number of messages exchanged
between the smsc and ESMEs (ESME originated, ESME terminated)
Statistics
(5)
Dynamic counters smsc-eo- smsc-et- smsc-et–sms smsc-et–sr smsc—alive
Statistics Tools
(1)
Jstat command line [email protected] [~] >jstat -r 10 ‘smsc.*’ Jinny Performance Counters file /var/jinny/shm/counters Initialized 2001-10-27 04:59:29 — 45 counters Refresh interval = 10 seconds… Counter Value Delta Reset Time Last Update —————————— ———- ———- ————- ————smsc.mo-total 4424772 695 15:17:56 15:30:16 smsc.mo-packet 4424774 695 15:17:56 15:30:16 smsc.mo-submit 1464123 270 15:17:56 15:30:16 smsc.mo-submit-esme 66695 17 15:17:56 15:30:16 smsc.mo-submit-mt 1372481 249 15:17:56 15:30:16 smsc.mo-command 281 0 15:17:56 15:17:32 smsc.mo-alert 151646 29 15:17:56 15:30:16 smsc.mo-ack 2073623 291 15:17:56 15:30:16 smsc.mo-ack-sms 1675174 236 15:17:56 15:30:16 smsc.mo-ack-sms-prepaid 1093245 177 15:17:56 15:30:16 smsc.mo-ack-sms-postpaid 581929 59 15:17:56 15:30:16 smsc.mo-ack-sr 398448 54 15:17:56 15:30:16 smsc.mo-error 645498 91 15:17:56 15:30:16 smsc.mo-error-sms 609135 80 15:17:56 15:30:16 smsc.mo-error-sr 36363 11 15:17:56 15:30:15
Statistics Tools
(2)
– Daily statistics files (csv format)
Operations
Operations Processes run by inittab: SMSC SMPP Server (aim) EMI Server (emiserv) • EMI Receiver (emiserv –r) • EMI Transmitter (emiserv –t)
SEMA Server (semaserver) • SEMA Receiver (semaserver –r ) • SEMA Transmitter (semaserver –t)
Prepaid Process (prepaid_in)
Operations The following can be applied for each process: First time startup: add a similar line to inittab smsc:234:respawn:/export/home/jinny/bin/ .sh > /var/jinny/log/.log 2>&1
To stop the process from inittab: initdisable
To start the process: initenable
To restart the process pkill
To check a process ps –ef | grep or check the alive counter
Operations STATUS CHECK To check the running processes: • # ps -ef | grep smsc$ • The minimum number of running processes should be 11 (This number can be greater depending on the configuration set inside the smsc.ini) • Output: – jinny 8310 8306 0 02:48 /home/jinny/smsc/bin/smsc – jinny 8314 8310 0 02:48 /home/jinny/smsc/bin/smsc – jinny 8315 8310 0 02:48 /home/jinny/smsc/bin/smsc – jinny 8316 8310 0 02:48 /home/jinny/smsc/bin/smsc – jinny 8317 8310 0 02:48 /home/jinny/smsc/bin/smsc – :
?
00:00:02
?
00:00:00
?
00:00:00
?
00:00:06
?
00:00:00
Operations To check the SMSC status through the web interface, from the main menu go to SMSC Status. Details on the SMSC status and since when it has been running will be displayed. In order to restart the SMSC click the Restart Smsc button.
Operations STARTUP AND SHUTDOWN To stop the SMSC from the command line • Access as super user
• From the command line, enter : #/home/jinny/bin/initdisable smsc • To execute the new condition, enter: #/sbin/init q
• Check the following in the inittab: – smsc:2345:off:/home/jinny/smsc/bin/smsc.sh > /var/jinny/log/initsmsc.log 2>&1
• Run #ps –ef | grep smsc$ and check that smsc has been shut down and no process is running.
Operations STARTUP AND SHUTDOWN To start the SMSC from the command line • Access as super user • From the command line, enter : #/home/jinny/bin/initenable smsc • To execute the new condition, enter: #/sbin/init q
• Check the following in the inittab: – smsc:2345:respawn:/home/jinny/smsc/bin/smsc.sh > /var/jinny/log/initsmsc.log 2>&1
• Run #ps –ef | grep smsc$ and check that smsc has started. • Note: smsc is a unique sequence assigned by the user of 1-4 characters which identifies an entry in inittab.
Operations Processes run as cron jobs: Billing process (smsccdr / smscmcr) Statistics processes (jstat, mrtg)
Monitoring processes (cpumon, queuemon,…) Cleaners scripts
Operations To view the cron jobs: crontab –l
To add new cron job: crontab –e
The first five integers in a crontab entry are: minute (0-59), hour (0-23), day of the month (1-31), month of the year (1-12), day of the week (0-6 with 0=Sunday).
Operations To check that processes are running : ps –ef|grep
The smsc registers the pid of each process in the smsc.pid file (located in the configration directory). To identify each smsc process: cat ~/init/smsc.pid
[smsc] pid=17837
[q2db] pid=17857
[refresh] pid=17852
[rx_1] pid=17860
[retry] pid=17853
[tx_1] pid=17861
[future] pid=17854
[mo_rx_1] 1=17864 2=17865
[groups_cmd] pid=17855
[mt_rx_1] 1=17866 2=17867
[embedded_cmd] pid=17856
Maintenance
Maintenance Problem Detection: Alarms Messages failing
MT messages not delivered in time
Maintenance – Alarms Log file structure: Name : yyyymmdd.log Error Message: • hh:mm:dd () < level> • 19:35:46.608 ( 336) 3 SMR_MT_DATA_ACK -> 962795123011->962795723491 mref:176 id:0
Levels: • 0 critical errors • 1 warnings • 2 Minor warnings • 3 information • 4 debug mode
Maintenance – Alarms Alarms: If the level of the error message is below the specified AlarmLevel AlarmProg script sends the alarm as an SNMP trap to a Network Management Station specified in it. Jinny provides a SNMP trap collector that sends the alarms via Email
Maintenance Counters are used to monitor the health of the system: Getting the current performance Checking the failure ratios Checking the network delays
Maintenance Getting the current performance: Performance = smsc.mo-submit + smsc.mt-deliver + smsc.esme smsc.mt-deliver = smsc.mo-ack + smsc.mo-error Performance = smsc.mo-total + smsc.esme jstat -r 1 -t ‘smsc.mo-total’ smsc.esme
Maintenance Checking the failure ratio: smsc.mt-deliver, smsc.mo-ack, smsc.mo-error jstat -r 1 -t smsc.mt-deliver smsc.mo-ack smsc.moerror
Maintenance Checking the type of errors: jstat -r 1 -t ‘smsc.mo-error’ ‘smsc.mo-error-reason*‘ smsc.mo-error-reason-fail
smsc.mo-error-reason-noreply smsc.mo-error-reason-memfull smsc.mo-error-reason-other
Maintenance If smsc.mo-error-reason-fail ration > 50% there’s probably a network problem system failure 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
22:00:00
20:00:01
18:00:00
16:00:00
14:00:00
12:00:00
10:00:00
8:00:00
6:00:00
4:00:00
2:00:00
0:00:00
system failure
Maintenance Checking the network delays (for local and international numbers): smsc.mo-ack, smsc.mo-ack-rt smsc.mo-error, smsc.mo-error-rt
The counters give the round trip time in ms
Maintenance The usual error ratio is 30%. It increases during the night when most of the subscribers have their mobile turned off. failure ratio 60% 50% 40% 30% 20% 10%
0: 00 :0 0 3: 00 :0 0 6: 00 :0 0 9: 00 :0 0 12 :0 0: 00 15 :0 0: 00 18 :0 0: 00 21 :0 0: 00
0%
failure ratio
Maintenance
ack delay 6500 6400 6300 6200 6100 6000 5900 5800 5700
ack delay
22:00:00
20:00:01
18:00:00
16:00:00
14:00:00
12:00:00
10:00:00
8:00:00
6:00:00
4:00:00
2:00:00
0:00:00
Maintenance
error delay
16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 error delay
Maintenance Checking the number of messages rejected (service center congestion): smsc.mo-submit, smsc.mt-ack, smsc.mt-error
If the black list is enabled (prepaid with no credits left, …), the ratio of rejected messages is usually between 5 and 10%.
The smsclistmon tool gives the exact number of pending messages
Copyright © 2009 Jinny Software Ltd. All rights reserved. Jinny, Jinny Software, More Messaging and other Jinny products mentioned herein as well as their respective logos are trademarks or registered trademarks of Jinny Software Ltd. in Ireland and in several other countries all over the world.
Read more ...
- Eim 11 2nd
Views 9
Downloads 1-
File size 205KB - Author/Uploader: Cristina Aquino-Sajonia
Choose the letter of the best answer. Use separate paper for your answer. _____1. This is usually bare solid or stranded conductor used for overhead transmission lines and ground wires. a. Copper or aluminum conductor b. Non-metallic sheathed cable (type NM) c. Thermoplastic covered fixture wire (type TF) d. Copper or aluminum PE insulated line wire _____2. This is a flame retardant, moisture resistant wire used for building wiring installation in dry or wet locations. a. Thermoplastic Portable cords (types SJT & ST) b. Thermoplastic wire (type TW) c. Control cable (braided type) d. Flat Cord (type SPT) _____3. A wire commonly used for wiring motorized engines and appliances with high temperature, and for switch board wiring. a. Temperature wire (type HI) b. Control cable (braided type) c. Asbestos covered nickel cord (Rockbestos) d. Steel tape armored power cable with ground wire (Copper) _____4. This is a multi-conductor cable generally used for interior wiring installations in dry and wet locations. a. Power cable b. Non-metallic sheathed cable (type NMC) c. Royal cable d. Submersible pump cable _____5. What is the equivalent diameter size of number 10 AWG wire in millimeter (mm)? a. 2.05mm b. 2.59mm c. 3.26mm d. 3.11mm _____6. What is the equivalent diameter size of number 8 AWG wire in millimeter (mm)? a. 2.05mm b. 2.59mm c. 3.26mm d. 3.11mm _____7. It is a type of flexible armored cable that has rubber insulation and a lead sheath between the conductor and the armor. a. type AC b. type ACT c. type ACV d. type ACL _____8. The appropriate tool used in cutting flexible armored cable. a. Pliers b. Backsaw c. Hacksaw d. Knife _____9. What do you call a plastic or metal material that is used for mounting of convenient outlets and switches on walls? a. Junction Box b. Frames c. Utility Box d. Fitting _____10. It is used for branching conductors and enclosing splices. a. Utility Box b. Fastening Device c. Junction Box d. Adhesive _____11. What is the safety device which automatically cuts off current that exceeds the circuit rating? a. Circuit b. Circuit Breaker c. Conduit d. Galvanic Reaction _____12. It is a conduit fitting used to make a 90 degree change in direction of the conduit run to a quarter bend. a. Coupling b. Offset c. Nipples d. Elbow _____13. It is a process of removing sharp edges or burrs left after cutting the pipe. a. Shaping b. Reaming c. finishing d. smoothing _____14. How many degrees in the direction of conduit run does a quarter angle bend provides? a. 45 degrees b. 90 degrees c. 135 degrees d. 180 degrees _____15. It is the maximum recommended number of 8.0mm (no.8 AWG) wires a 20mm (3/4 inch) diameter conduit can accommodate.
a. 6 b.8 c. 10 d. 12 _____16. What size of conduit can accommodate at least ten (10) 8.0mm (No.8AWG) wires? a. 3/8 b. 1/2 c. 3/4 d. 1 ¼ _____17. It is a type of condulet which makes conduit turns to the right. a. C b. LL c. LB d. LR _____18. What is the standard length of Rigid Metallic Conduit? a. 10 ft. b. 12 ft. c. 14 ft. d. 20 ft. _____19. It is a type of fitting which is used to change direction. a. connector b. coupling c. adaptor d. elbow _____20. It is a short length conduit or tubing which is used to extend a conduit system and also used between conduit and tubing such as boxes or enclosures between two boxes. a. connector b. coupling c. nipple d. condulets ____21. What is the device used to protect against over-current and short circuit conditions that may result in potential fire hazards and explosion? a. Relay b. Circuit Breaker or Fuse c. Contactor d. Ground Fault Circuit Interrupter ____22. It is an electric power switch, designed for both normally closed and normally open application. a. Circuit breaker b. Relay c. Contactor d. Switchgear ____23. It is a condition of a circuit when two live wires touch each other before reaching the electrical current consuming device. a. Electrical faults b. Short circuit c. Over current d. Switchgear ____24. What is the device used against shock and electrocution and it de-energizes a circuit when it senses a difference in the amount of electricity passing through the device and returning through the device, or a leak of current from the circuit? a. Circuit breaker b. Contactor c. Relay d. Ground fault Circuit Interrupter ____25. It is any current in excess of the rated current or ampacity of a conductor which may result in risk of fire or shock from insulation damaged by the heat generated by over current condition. a. Electrical faults b. Over current c. Fault current d. Excessive current ____26. It is a faulty or accidental connection between two points of different potential in an electric circuit, by passing the load and establishing a path of low resistance through which an excessive current can flow. a. Faulty Wiring b. Over current c. Short Circuit d. excessive current ____27. What is the device used for making, breaking, or rearranging the connections of an electric circuit? a. Switchgear b. Relay c. Contactor d. Switch ____28. This electrical material is best for new installation and often has a nail built-in for quick attachment to the stud. a. Plastic Box b. Gem Box c. Box d. Drywall box ____29. This electrical material is a commonly made box, usually in 2” wide, 3” high and 2 1/2” deep and made of metal. a. Plastic Box b. Gem Box c. Box d. Drywall Box ____30. This electrical material has expandable arms that can be mounted on a drywall. a. Plastic Box b. Gem Box c. Handy Box d. Drywall box ____31. This electrical material is surface mounted and has rounded corners for safety. a. Weather proof Box b. Handy Box c. Box d. Ceiling box ____32. This electrical material known as an outdoor box is used for exterior switches or receptacles thicker than interior boxes, and it has a rubber gasket between the cover and the box to keep water out. a. Weather proof Box b. Wall Box c. Rainproof type Box d. Gem box
___33. This electrical material, also known as faceplates, covers a flat metal, plastic or wooden piece that covers the openings in the wall made by receptacles and switches. a. Weather proof Plates b. Wall Box c. Wall Plates d. Box Plates and Cover ___34. A type of Ground Fault Circuit Interrupters (GFCI) used in place of a regular wall outlet. a. Temporary/Portable GFCI b. Receptacle GFCI c. Circuit Breaker GFC d. All of the above ____35. It is a contacting device installed at an outlet for external connection by means of a plug and flexible cord. a. Receptacle b. Outlet c. Receptacle connector d. Installing Protector ____36. Electrical current is measured in______. a. Amperes b. Coulombs c. Volts d. Watts ____37. This is the fundamental conventional graphic illustration of an electrical circuit. a. Wiring Diagram b. Schematic Diagram c. Pictorial Diagram d. Line Diagram ____38. What type of electrical print that shows external appearance of each component in a circuit? a. Wiring Diagram b. Schematic Diagram c. Pictorial Diagram d. Line Diagram ____39. What type of wiring diagram using standard electrical symbols foe wiring devices. It is a representation of the elements of a system using abstract and graphic symbol rather than realistic picture? a. Wiring Diagram b. Schematic Diagram c. Pictorial Diagram d. Line Diagram ____40. What type of electrical print represent the electrical connection of wiring devices using single line and with slashes indicating the number of conductors in a line? a. Wiring Diagram b. Schematic Diagram c. Pictorial Diagram d. Line Diagram ____41. It is a sketch of the actual connection of electrical devices in a circuit or wiring installation_____. a. Wiring Diagram b. Schematic Diagram c. Pictorial Diagram d. Line Diagram
Read more ...
- (Nanostructure Science and Technology 174) Balasubramanian Viswanathan, Vaidyanathan (Ravi) Subramanian, Jae Sung Lee (Eds.)-Materials and Processes for Solar Fuel Production-Springer-Verlag New York
Views 8
Downloads 2-
File size 7MB - Author/Uploader: Azharuddin_kfupm
Nanostructure Science and Technology Series Editor: David J. Lockwood
Balasubramanian Viswanathan Vaidyanathan (Ravi) Subramanian Jae Sung Lee Editors
Materials and Processes for Solar Fuel Production
Nanostructure Science and Technology
Series Editor: David J. Lockwood, FRSC National Research Council of Canada Ottawa, Ontario, Canada
More information about this series at http://www.springer.com/series/6331
ThiS is a FM Blank Page
Balasubramanian Viswanathan • Vaidyanathan (Ravi) Subramanian • Jae Sung Lee Editors
Materials and Processes for Solar Fuel Production
Editors Balasubramanian Viswanathan National Centre for Catalysis Research Indian Institute of Technology Madras Chennai, India
Vaidyanathan (Ravi) Subramanian Department of Chemical and Materials Engineering University of Nevada Reno, NV, USA
Jae Sung Lee Pohang University of Science & Tech. Pohang Korea, Republic of (South Korea)
ISSN 1571-5744 ISSN 2197-7976 (electronic) ISBN 978-1-4939-1627-6 ISBN 978-1-4939-1628-3 (eBook) DOI 10.1007/978-1-4939-1628-3 Springer New York Heidelberg Dordrecht London Library of Congress Control Number: 2014949916 © Springer Science+Business Media New York 2014 This work is subject to copyright. All rights are reserved by the Publisher, whether the whole or part of the material is concerned, specifically the rights of translation, reprinting, reuse of illustrations, recitation, broadcasting, reproduction on microfilms or in any other physical way, and transmission or information storage and retrieval, electronic adaptation, computer software, or by similar or dissimilar methodology now known or hereafter developed. Exempted from this legal reservation are brief excerpts in connection with reviews or scholarly analysis or material supplied specifically for the purpose of being entered and executed on a computer system, for exclusive use by the purchaser of the work. Duplication of this publication or parts thereof is permitted only under the provisions of the Copyright Law of the Publisher’s location, in its current version, and permission for use must always be obtained from Springer. Permissions for use may be obtained through RightsLink at the Copyright Clearance Center. Violations are liable to prosecution under the respective Copyright Law. The use of general descriptive names, registered names, trademarks, service marks, etc. in this publication does not imply, even in the absence of a specific statement, that such names are exempt from the relevant protective laws and regulations and therefore free for general use. While the advice and information in this book are believed to be true and accurate at the date of publication, neither the authors nor the editors nor the publisher can accept any legal responsibility for any errors or omissions that may be made. The publisher makes no warranty, express or implied, with respect to the material contained herein. Printed on acid-free paper Springer is part of Springer Science+Business Media (www.springer.com)
Preface
The increase in the demand for energy by a growing world is stretching already maximized conventional resources to dangerously thin levels. Addressing this issue along with the need of a clean and sustainable approach to meet climatic challenges can be safely considered as the primary challenges for present and upcoming generations. Tapping the solar power—a well-established and historically proven approach—is still quite relevant as a solution to the aforementioned problems. This is because the global consumption (on the TW scale) can be met easily if one can tap into the sun’s energy falling on the earth’s surface over a small fraction of time alone. The challenge however lies in the limitations in harvesting this energy. While photovoltaics is a common, well-accepted, and commercially viable approach to solar energy utilization, the option of using solar power to produce hydrocarbon or hydrogen fuels is also equally fascinating. Admittedly, the technology is still in its infancy and will require an incubation period of a few decades to attain maturity. There are several approaches that can be pursued to make solar fuel generation a reality. Utilization of solar energy and its conversion to value-added products such as electricity and fuels require seamless integration along several fronts. Material development, modeling-driven experiments, smart systems that integrate environmental remediation with simultaneous clean energy conversion, and strategies to mitigate greenhouse gas effects CO2 fixation will all be critical to harnessing solar energy. The editors would like to point out that each of these areas is an independent topic that can be written about in considerable detail. This book strives to increase awareness about the breadth of solar energy application and the importance of solar fuels as an emerging area. The current level of knowledge and adaptation are at an elementary stage due to various factors including the critical mass of research activity in this important area. While many of the efforts in this direction may be frustrating, they must be pursued with vigor and innovation so that in the near future society can enjoy pollution-free energy conversion technologies. The chapters in this volume advance towards this goal.
v
vi
Preface
The contributors to this book are experts in areas ranging from basic science and theory to application. This makes the set of papers compiled in the book an interesting and complementary read in the area of solar fuels. The editors are pleased to offer this compilation from an international group of authors with several decades of cumulative experience in areas allied to solar energy. The editors would like to thank the contributors for their thoughtful manuscripts and the publishers for proposing a book in such an emerging and important topic of energy research. We sincerely hope that this compilation gives perspective on the varied approaches to solar energy utilization with emphasis on solar fuels. Chennai, India Reno, United States of America Pohang, Republic of Korea
B. Viswanathan V. Subramanian J. S. Lee
Acknowledgment
This book has contributions in the area of photovoltaics, solar hydrogen, and modeling of materials for solar fuels. The presenting authors are from Asia, Europe, and the United States, and have made significant contributions in the area of solar fuels.
vii
ThiS is a FM Blank Page
Contents
Strategic Design of Heterojunction CdS Photocatalysts for Solar Hydrogen . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Jum Suk Jang and Hyunwoong Park Encapsulation for Improving the Efficiencies of Solar Cells . . . . . . . . . . Sindhu Seethamraju, Praveen C Ramamurthy, and Giridhar Madras
1 23
Solar Photocatalytic Hydrogen Production: Current Status and Future Challenges . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Jenny Schneider, Tarek A. Kandiel, and Detlef W. Bahnemann
41
Electrochemical and Optical Characterization of Materials Band Structure . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Suman Parajuli and Mario A. Alpuche-Aviles
75
New Cu(I)-Based p-Type Semiconducting Metal Oxides for Solar-to-Fuel Conversion: Investigation and Challenges . . . . . . . . . . . . Upendra A. Joshi
97
Theoretical Modeling of Oxide-Photocatalysts for PEC Water Splitting . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 113 Muhammad N. Huda Photo-Fuel-Cells: An Alternative Route for Solar Energy Conversion . . . 135 Maria Antoniadou and Panagiotis Lianos Simultaneous Photodegradation and Hydrogen Production with TiO2/Pt/CdS Using UV–Visible Light in the Presence of a Sacrificial Agent and a Pollutant . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 153 Aaron Peterson, Winn Wilson, Bratindranath Mukherjee and Vaidyanathan (Ravi) Subramanian
ix
x
Contents
Stability of the Nanoporous Bismuth Oxide Photoanodes for Solar Water Splitting . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 173 Kalyan Chitrada and K.S. Raja Passivating the Surface of TiO2 Photoelectrodes with Nb2O5 and Al2O3 for High-Efficiency Dye-Sensitized Solar Cells . . . . . . . . . . . . . . . 201 Zhaoyue Liu and Lin Li Reduction of Carbon Dioxide: Photo-Catalytic Route to Solar Fuels . . . 211 B. Viswanathan Index . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 235
About the Editors
Jae Sung Lee is a professor of Energy and Chemical Engineering at Ulsan National Institute of Science and Technology (UNIST) in Ulsan, Korea. Combined with his former tenure at Pohang University of Science and Technology (POSTECH), he has 30 years of experience in teaching and research in catalysis and energy technologies. He obtained his Ph.D. in Chemical Engineering from Stanford University, M.Sc. from KAIST, and B.S. from Seoul National University. He worked for Catalytica as a research fellow (1984–1986), and was a visiting professor to Yale University (1993–1994). His current research projects include photocatalytic water splitting for solar fuels, electrocatalysis for low temperature fuel cells, and catalysis for energy and environment. He has published more than 300 scientific papers and 90 patents in the field, and his work has been cited ~12,000 times (h-Index ~56) as of May 2014. He is a full member of Korean Academy of Engineers, and a recipient of Green Energy Awards and Yeosan Catalytic Science Awards. He is on editorial boards of Journal of Catalysis, Journal of Applied Catalysis A, Journal of Molecular Catalysis A, and Catalysis Letters. Vaidyanathan Subramanian is Associate Professor of Chemical Engineering and an Adjunct Professor of Chemistry at the University of Nevada, Reno. He is also the Solar Energy thrust area coordinator in the Renewable Energy Center at the University. Prof. Subramanian’s research focus is on nanostructured materials for solar energy utilization and fuel cells. His primary interest is in the development of materials for photovoltaics, fuel cells, clean fuel production, and environmental remediation. In his 14 years of research he has developed inorganic materials including semiconductor–semiconductor and semiconductor–metal nanocomposites for applications related to solar energy utilization and fuel cells. He has received several awards as a student (AIChE Poster Award, Catalysis Club Award, and Best Thesis Award) and as a faculty member (Japanese Society for Promotion of Science Fellowship—JSPS). Prof. Subramanian has received research grants and contracts from federal agencies such as the National Science Foundation, the Department of Defense (DARPA), the Department of Energy, as well as from industrial partners. xi
xii
About the Editors
Balasubramanian Viswanathan is a faculty member in the Department of Chemistry, Indian Institute of Technology, Chennai (Madras) and since 2006 he has headed the National Centre for Catalysis Research in the same institute. He is a renowned scientist and a distinguished teacher. His research contributions are extensive in the fields of Heterogeneous Catalysis, Materials Science, Theoretical Chemistry, and Energy. He has published over 500 peer-reviewed journal articles and authored more than 25 books and some of these publications including titles like Chemical and Electrochemical Energy Systems and Fuel Cells have won several awards and a number of fellowships at both national and international levels.
Strategic Design of Heterojunction CdS Photocatalysts for Solar Hydrogen Jum Suk Jang and Hyunwoong Park
1 Solar Hydrogen In 2004, more than 57 million metric ton of H2 was produced, and the production rate has been increasing by approximately 10 % per year [1–4]. Currently, a significant portion of H2 produced comes from natural gas through steam methane reformation. A quick estimation indicates that this process stoichiometrically produces ca. 5.5 kg CO2 per kg H2 [5–7]. This implies that we are consuming “dirty” hydrogen even if we use this hydrogen to drive fuel-cell vehicles with zero emission. Although there are several other potential renewable energy sources such as biomass (5–7 TW), underground heat (~10 TW), ocean/tide/current (2 TW), and wind (2–4 TW), yet sunlight (which is the most abundant energy source on earth, with 36,000 TW on land) overwhelms the sum of energies provided by all these renewable sources [8]. That is why solar hydrogen research is being performed worldwide, although the efficiency of the state-of-the-art technology is still low [1–3, 5–7, 9–39]. If a 10 %-efficiency solar hydrogen plant is built on 25 km2 land, approximately 570 t of H2 could be produced every day [40]. If 10,000 solar plants are built, 2.1 billion ton of H2 can be harvested per year. This amount corresponds to one-third of the global energy projected to be required in 2050 (~30 TW). However, for sustainable hydrogen production, approximately ten times more water (5,100 t/day) is required and the solar plant (or hydrogen-evolving materials) should continuously operate with 10 % efficiency.
J.S. Jang Division of Biotechnology and Advanced Institute of Environmental and Bioscience, College of Environmental and Bioresource Sciences, Chonbuk National University, Iksan 570-752, South Korea H. Park (*) School of Energy Engineering, Kyungpook National University, Daegu 702-701, South Korea e-mail: [email protected] © Springer Science+Business Media New York 2014 B. Viswanathan et al. (eds.), Materials and Processes for Solar Fuel Production, Nanostructure Science and Technology 174, DOI 10.1007/978-1-4939-1628-3_1
1
2
J.S. Jang and H. Park
2 Photocatalytic Hydrogen Production 2.1
Operation Mechanism
Photocatalytic processes are initiated by the absorption of photons by semiconductors that create photoelectrons in the conduction band (CB) and holes in the valence band (VB) (Fig. 1) [37, 41]. The electrons and holes reduce and oxidize water, respectively, producing a 2:1 mixture of H2 and O2, according to the following reactions [40, 42]: Water oxidation :
H2 O þ 2hþ ! 2 Hþ þ 1=2O2
Water reduction : Overall reaction :
þ
2H þ 2e
! H2
H2 O ! H2 þ 1=2O2
ð1Þ ð2Þ ð3Þ
The overall reaction is a four-electron-transfer reaction (per O2 molecule) and is usually promoted by metals or metal oxides (called auxiliary catalysts or cocatalysts) deposited on the semiconductor surfaces [36, 43]. These cocatalysts are known to collect charge carriers and provide catalytic reaction sites for water splitting [37]. Because the reaction involves the standard Gibbs free energy change (ΔG ) of 237 kJ/mol (equivalent to 1.23 eV), semiconductors should possess a bandgap (Eg) energy value greater than 1.23 eV to drive the water splitting reaction. In addition, the Eg value should be less than ca. 3.0 eV (Eg ¼ hc/λ ¼ 1,240/λ) to absorb visible light. The band position of the photocatalyst is also important. For a facile charge transfer, the CB should be located at a more negative potential than the reduction potential of water, while the VB should be located at a more positive position than the oxidation potential of water [9, 14]. Other factors such as charge separation, mobility, and lifetime of the photogenerated electrons and holes also affect the photocatalytic properties. These properties are strongly influenced by the bulk and surface properties of the material (e.g., crystallinity and surface area,
Fig. 1 Schematic illustration for the principles of photocatalytic (a) water splitting and (b) hydrogen sulfide decomposition. The bottom of the conduction band should be more negative than the reduction potentials of water and the sulfides, whereas the top of the valence band should be more positive than the water oxidation potential [43]
Strategic Design of Heterojunction CdS Photocatalysts for Solar Hydrogen
3
respectively) [26]. Cocatalysts such as Pt [44–47], Rh [48, 49], NiO [50], RuO2 [51–53], IrO2 [54], and Rh/Cr2O3 [42] are often loaded on the surface for introducing active sites for H2 evolution. Therefore, suitable bulk/surface properties and structures are necessary for effective photocatalysis.
2.2
H2 Production from Hydrogen Sulfides
Hydrogen sulfide (H2S) has been considered as an alternative source for solar hydrogen production because of the following reasons: (1) H2S is an intermediate in several thermochemical cycles from which hydrogen must be recovered; (2) Sour gas and steam from geothermal sources often contain a high percentage of H2S; (3) H2S is formed as a by-product from hydrogen reduction and acid leaching of sulfide ores, as well as from the hydrodesulfurization of petroleum; (4) H2S must be converted into an environmentally harmless form. Currently, over ten million ton of H2S is produced yearly, and the production is expected to increase in the near future. Practically, the photocatalytic splitting of H2S is a more favorable reaction compared to water splitting [55]. The cleavage of H2S by two photons requires 39.4 kcal/mol (reactions 4–6), which is only 4 % of the energy required for water splitting (237 kJ/mol). þ H2 S ! HS ðaqÞ þ HðaqÞ
ð4Þ
þ 2 hþ þ 2HS ! S2 2 þ 2H
ð5Þ
þ
2e þ 2H ! H2
ð6Þ
In alkaline solutions, the decomposition pathway of H2S changes (reactions 7–10). H2 S þ OH ! HS þ H2 O
ð8Þ
þ H2 O
ð9Þ
HS þ OH ! S þ H2 O þ 2e
S þ HS þ H2 O ! S2
2
ð7Þ
2H2 O þ 2e ! H2 þ 2OH
ð10Þ
If molecular hydrogen could be recovered from H2S instead of simply burning it to H2O (Claus process), approximately 7.7 109 m3 y1 of H2 could be produced.
2.3
CdS Semiconductors
A variety of semiconductors are available, but most are unsuitable for hydrogen evolution under visible light because of the wide Egs (>3 eV) and the unsuitable CB levels located negative of the hydrogen evolution potential (0 VNHE) [1, 3, 4, 41].
4
J.S. Jang and H. Park
Although oxide semiconductors such as TiO2 (Eg ¼ 3 ~ 3.2 eV), ZnO (Eg ¼ 3.2 eV), and SnO2 (Eg ¼ 3.8 eV) are quite stable in water, they cannot be used because of the wide Egs. WO3 (Eg ¼ 2.6 eV), BiVO4 (Eg ¼ 2.5 eV), and α-Fe2O3 (Eg ¼ 2.2 eV) operate under visible light but are unable to produce H2 because of the unsuitable CB levels. CdS may be one of the most appropriate semiconductors because of its narrow Eg (~2.5 eV, corresponding to λ < ca. 500 nm) and suitable CB (0.75 VNHE) and VB (+1.75 VNHE) levels. Although photocorrosion limits its widespread applicability, CdS is useful as a model semiconductor for solar hydrogen production particularly from H2S [56–62]. To improve the photocatalytic activity of CdS, charge separation and charge injection should be simultaneously considered. The simplest and most effective method to enhance charge separation is to couple with noncorrosive, wide bandgap oxide semiconductors. For cascaded transfers of photogenerated charge carriers from CdS, the semiconductors of interest must have proper band positions. A variety of semiconductors can be employed for coupling, including oxides [63–71] (e.g., TiO2 [57, 72–80], ZnO [81–83], and WO3 [84]) and chalcogenides (e.g., CdSe [85] and ZnS [86]). Among all the possible combinations, CdS/TiO2 should be the most representative because the VB and CB of CdS are ideally placed with respect to those of TiO2 for charge separation and CdS can absorb a substantial portion of visible light (λ 500 nm). TiO2 plays a dual role in the hybrid [61, 62]: It supports CdS and prevents the aggregation of CdS particles, and enhances the charge separation by forming a potential gradient at the interface of CdS and TiO2. Owing to the latter effect, the photogenerated CdS CB electrons are rapidly transported to the CB of TiO2, while the TiO2 VB hole has a counterflow toward the VB of CdS. Under optimal conditions, the coupling reduces the average emission life time of CdS by a factor of 4 because of the trapping of the CB electron by TiO2 [76]. CdS/TiO2 has also been applied to the environmental remediation of methane [87], methyl orange [88], indole [89], acid orange II [90], and 1,2,3,4-tetrachlorobenzene [91], among others. As the TiO2 particle size decreases to a level of quantum size and its bandgap widens, the TiO2 CB edge moves upward and becomes more negative than the CdS CB edge. This hinders the electron transport from CdS to TiO2 [92, 93]. Improving the charge-injection efficiency also remains a challenge. The most widely employed method is to load metal particles at the CdS surface and create a Schottky barrier [94–97]. Upon irradiation, Fermi level equilibration takes place between CdS and the loaded metals through charge transfer and distribution [95, 97]. The charges trapped at the metal particles then effectively catalyze various redox reactions of interest. The direct charge transfer from CdS to water requires high overpotentials, but such overpotentials are significantly reduced at the metal/ solution interface. Therefore, the metals are also called auxiliary catalysts or cocatalysts. Transition metals and their oxides, including Pt, Rh, NiO, RuO2, IrO2, and Rh/Cr2O3, have been employed as cocatalysts. Pt-group metals are popular and effective, but are very expensive and in limited supply; therefore, demand for earth-abundant and cost-effective alternatives is increasing.
Strategic Design of Heterojunction CdS Photocatalysts for Solar Hydrogen
5
3 Heterojunction CdS/TiO2 Photocatalysts This section briefly reviews the effects of hybrid configurations and cocatalysts in terms of photocatalytic hydrogen production, particularly based on our recent results. First of all, the morphology effects will be discussed in detail. Then, the effects of hydrogen-evolving catalysts (e.g., non-Pt and Pt-group metals) on charge injection will also be described. Pt nanoparticles are often deposited on CdS or CdS/TiO2. However, the Pt effects are very diverse and often contradictory. The inconsistency is most likely related to the chemical interaction at the CdS/Pt interface. Instead of expensive Pt-group metals, tungsten carbide (WC) and inexpensive carbon-based materials can be used. These cocatalysts are very attractive because of their unique physicochemical properties such as thermal conductivity, electrical resistivity, and sp valence hybrid configuration [60, 85, 98, 99].
3.1
Nano-TiO2/Bulk-CdS Versus Nano-CdS/Bulk-TiO2
Jang et al. have developed a heterojunction of highly crystalline, bulky CdS (bulkCdS) and TiO2 nanoparticles (nano-TiO2) to maximize the interfacial contact and surface area (Fig. 2) [70]. CdS was prepared via a typical precipitation method and calcined at 1,073 K under a flow of helium. As-prepared CdS was stirred in 2-propanol and tetra-titanium iso-propoxide (TTIP) at a molar ratio of Cd: Ti ¼ 1:4. Through this simple precipitation and sol–gel process, a well-developed hexagonal-phase CdS and anatase TiO2 heterojunction was successfully obtained. Transmission electron microscopic (TEM) analysis showed that CdS particles of ca. 1–2 μm were decorated with TiO2 nanoparticles of ca. 10–20 nm (Figs. 2b and 3a).
Fig. 2 (a) Bandgap positions of CdS and TiO2 photocatalysts. (b) A new configuration consisting of highly crystalline bulky CdS decorated with nanosized TiO2 particles. The possible role of TiO2 nanoparticles is to provide sites for collecting the photoelectrons generated from CdS, enabling an efficient electron–hole separation as depicted [70]
6
J.S. Jang and H. Park
Fig. 3 TEM images and schematic models of CdS/TiO2 heterojunction photocatalysts with different configurations: (a) nano-TiO2/bulk-CdS, (b) nano-CdS/bulk-TiO2, (c) nano-CdS/TiO2-nanosheets, and (d) nano-TiO2/CdSnanowires
Fig. 4 (a) Diffuse reflection spectra and (b) X-ray diffraction patterns (XRD) of (a) nano-TiO2/ bulk-CdS, (b) nano-CdS/bulk-TiO2, (c) nano-CdS/TiO2-nanosheets, and (d) nano-TiO2/CdSnanowires
According to the diffuse reflectance spectra, bulk-CdS showed a sharp edge at 570 nm, while that of nano-TiO2 was observed at 390 nm [70]. The spectra of CdS and TiO2 in heterojunction appeared as one spectrum, although CdS in heterojunction showed a blue-shift of the main absorbance edge to 550 nm (Fig. 4a). The shift in the bandgap of CdS in heterojunction by an electronic semiconductor–support interaction was also reported by Kisch et al. [100, 101]. This nano-TiO2/bulk-CdS heterojunction showed an unexpectedly high rate of hydrogen production from aqueous sulfide and sulfite under visible light (λ > 420 nm) (Fig. 5). The high hydrogen production could be exploited for the practical process of simultaneous hydrogen production and H2S removal (e.g., the
Strategic Design of Heterojunction CdS Photocatalysts for Solar Hydrogen
7
Fig. 5 Rate of hydrogen production of nano-TiO2/ bulk-CdS, nano-CdS/bulkTiO2, nano-CdS/TiO2nanosheets, and nano-TiO2/ CdS-nanowires. Catalyst: CdS/TiO2 heterojunction (0.1 g; loaded with 1 wt% Pt), light source: Hg-arc lamp (500 W) equipped with UV cut-off filter (λ > 420 nm)
treatment of Claus plant tail-gas stream or vents of hydrodesulfurization plants) [102–105]. In the H2S scrubbers used in such industries, alkaline water is commonly employed for effective H2S scrubbing by an acid–base reaction. Soluble alkali metal sulfides are common sacrificial reagents for hydrogen production with metal sulfide photocatalysts and are also employed to improve the activity and stability of the sulfide photocatalysts. A heterojunction of nanosized CdS and bulky TiO2 (nano-CdS/bulk-TiO2) also was synthesized by a precipitation and sol–gel process and was grown by the hydrothermal treatment (Fig. 3b) [67]. This model has an advantage in that CdS nanoparticles absorb visible light and can be dispersed well on the surface of bulky TiO2 particles. This heterojunction exhibited optical properties similar to nanoTiO2/bulk-CdS and displayed the pure cubic phases of CdS and well-developed TiO2 anatase phases (Fig. 4a, b). However, the photocatalytic activity for H2 evolution was only 0.3 % compared to that of nano-TiO2/bulk-CdS (Fig. 5). This indicated that, despite the similar composition, the fabrication method of the composite showed a considerable effect [67].
3.2
Nano-CdS/TiO2-Nanosheets
CdS nanoparticles and TiO2 nanosheets (NS) were coupled via a simple one-step procedure [106]. In this configuration, TiO2 worked as an effective medium for the separation and transport of photogenerated electrons and holes generated on CdS (Fig. 3c). TiO2 synthesized by the hydrothermal treatment was composed of anatase-phase nanorods (NR) with a diameter of ca. 30–40 nm and a length of 80–100 nm (surface area: 63 m2 g1), while CdS had a cubic structure of ca. 20 nm
8
J.S. Jang and H. Park
(surface area: 61 m2 g1). However, upon coupling with CdS, the morphology of TiO2 was changed to nanosheets with a width of 70–80 nm, a thickness of 10–20 nm, and a length of 200 nm. The surface area of the heterojunction was approximately 100 m2 g1. This heterojunction exhibited an optical response similar to TiO2 NR and CdS in the ranges λ < 360 and λ > 500 nm, respectively (Fig. 4). This suggested that the optical properties of the heterojunction are a combination of the individual properties of CdS and TiO2. The rate of H2 evolution was approximately 3.5 μmol h1 in visible light-irradiated nano-CdS/TiO2-NS suspensions. This value was ca. 2.7-fold higher than that in nano-CdS/bulk-TiO2, indicating the superiority of TiO2 NS.
3.3
Nano-TiO2/CdS-Nanowires
Finally, TiO2 nanoparticles were coupled to CdS nanowires (NW), and the surface properties and photocatalytic activities of the heterojunction of nano-TiO2/CdSNW was examined (Fig. 3d) [57]. Quasi-one-dimensional CdS NW were synthesized via a solvothermal route in ethylenediamine, a structure-forming agent, at 160 C for 48 h. When the molar ratio of TiO2 NP to CdS NW was increased, the (101) plane of the anatase TiO2 in the XRD pattern became clearer (Fig. 4). The CdS NW showed a well-developed hexagonal phase in the single form and in the heterojunction, and its crystallinity was similar to that of the single CdS NW. The length and diameter were approximately 3 μm and 50 nm, respectively. The surface area of the heterojunction increased linearly with increasing amounts of TiO2. However, the optimal molar ratio of Ti and Cd in terms of H2 evolution was 0.25. Notably, the molar ratio of TiO2 NP to CdS NW had no correlation with the surface area of the composite in terms of H2 evolution [57]. This suggests that an optimum coverage of TiO2 NP decorating CdS NW is needed for effective and fast charge separation. However, excess coverage can hinder the contact of the solution and the CdS surface responsible for hole scavenging. A comparison of the four heterojunctions reveals that key factors for superior H2 evolution include rapid charge separation and transfer and optimized heterojunctions (Fig. 2). Simultaneously, it is important to synthesize and effectively couple highly crystalline, hexagonal-phase CdS to TiO2 because heterojunctions with less-crystallized CdS (nano-CdS/bulk-TiO2, nano-CdS/TiO2NS, and nano-TiO2/CdS-NW) are far less active (Fig. 5). Although nano-TiO2/CdSNW did not exhibit enhanced photocatalytic activities, this configuration was slightly more active than the CdS NW. To further improve the activity, high quality individual components (e.g., crystallinity and surface property) and elaborate contact between the two compounds are necessary.
Strategic Design of Heterojunction CdS Photocatalysts for Solar Hydrogen
9
4 Effects of Cocatalysts on Heterojunction Photocatalysis As discussed previously, the photocatalytic efficiency of CdS is substantially influenced by coupled materials [67, 106–108], as well as by various factors such as the degree of crystallinity [109], surface area [108], surface etching [105, 110, 111], pH and related properties (e.g., flat band potential and surface charge) [112–116], electron donors, solvent (e.g., alcohols, sulfide, and sulfite) [59, 105, 108, 115, 117], and cocatalysts (e.g., Pt and Ni) [59, 108, 110, 111, 114, 117–122]. Specifically, the coupling of cocatalysts to semiconductors is required to reduce the overvoltage for hydrogen and oxygen evolution. The cocatalyst also suppresses the recombination of photogenerated charges by the efficient removal of photoelectrons from the charge-generation sites and also provides catalytic sites for the reduction of H+. Charge recombination is the main cause of efficiency loss because some of the absorbed photoenergy is wasted as fluorescence or heat. Transition metals and their oxides such as Pt, Rh, NiO, RuO2, IrO2, and Rh/Cr2O3 have been often employed as cocatalysts.
4.1
Pt Nanoparticles
Metallic Pt(0) particles are among the most effective cocatalysts. There are several ways to load Pt on CdS, including physical mixing with Pt particles (Pt black or Pt sol) and photodeposition. These methods are facile, simple, and highly reproducible. Nevertheless, the effects of Pt on photocatalysis are very diverse and often contradictory. For example, platinized CdS (Pt-CdS) obtained by photodeposition showed an enhanced hydrogen production rate of 300 mL h1 at 1.5 wt% Pt-loading [108]. Interestingly, another group reported that the enhancement of hydrogen production by platinization was almost negligible [121]. Photoplatinization presumably facilitates better contact at the Pt/CdS interface than physical mixing; however, the former is reportedly much less effective than the latter, particularly in the decomposition of organic acids [123]. Such a result may be obtained because of the complicated surface chemistry of CdS that typically interferes with the photochemical reduction of Pt ions (Pt4+). According to Li et al. [114], the photochemical process with aqueous Pt ions is rather complex (reactions 11–14): CdS þ H2 O ! CdðOHÞþ þ SH PtCl2 6 ðadÞ
þ 2e !
PtCl2 4 ðadÞ
þ 2Cl
ð11Þ
ð12Þ
þ PtCl2 4 ðadÞ þ SH ! PtSðsÞ þ H þ 4Cl
PtCl2 4 ðadÞ
þ 2OH ðadÞ ! PtðOHÞ2 ðsÞ þ 4Cl
ð13Þ
ð14Þ
They argued that PtS is deposited on the CdS surface under acidic conditions (reaction 13) and Pt(OH)2 is deposited under basic conditions (reaction 14).
10
J.S. Jang and H. Park
The formation of these Pt species is not desired because of their low catalytic abilities than Pt. Conversion of PtS or Pt(OH)2 to metallic Pt (Pt0) requires subsequent heat treatment (>400 C). An alternative but indirect method for the electrical connection of CdS to Pt particles is to couple CdS to pre-platinized metal oxides such as Pt–TiO2. Notably, the coupling of Pt to TiO2 (instead of CdS) is effective and reproducible and is not susceptible to the deactivation or detachment of Pt [124]. In this ternary configuration of CdS/Pt–TiO2, the role of TiO2 is important. It supports CdS, prevents the aggregation of CdS, and enhances charge separation. Because of the robust contact, the rate of photoinduced electron transfer at CdS increases tenfold in the presence of TiO2 [92, 125, 126]. However, the coupling of Pt to pre-coupled CdS/TiO2 was not efficient [108]. Alternatively, CdS can be physically mixed with platinized TiO2 (CdS + Pt–TiO2); however, the resulting activity varies. The hydrogen production rate was enhanced as compared to plain CdS [120], though occasionally the efficiency was lowered by eight times [121]. Recently, some groups reported comparative studies on the hybridization of CdS, TiO2, and Pt in terms of hydrogen production under visible light (λ > 420 nm) [61, 127]. According to their results, changing the order of hybridization in the preparation step significantly altered the hydrogen production efficiency. For example, CdS/Pt–TiO2 produced hydrogen at the millimolar level ((6–9) 103 mol h1 g1) and was far more efficient than any other CdS/TiO2 hybrid photocatalysts reported. The detailed mechanism is illustrated in Fig. 6. In the ternary hybrids, the preparation of CdS is also highly critical. For fabricating CdS/Pt–TiO2, an aqueous sulfide (S2) solution was usually dropped onto an aqueous suspension of Pt–TiO2 with cadmium ions (Cd2+) at a 1:1 ratio of Cd and S. When the cadmium solution was dropped onto the Pt–TiO2 suspension with sulfide ions, the photocatalytic H2 evolution was enhanced by a factor of 4–10 [62]. Such phenomena were also found with other cocatalysts (Pt, Pd, Au, RuOx) [62]. According to an energy-dispersive X-ray spectroscopic analysis, the chemical precipitation of the former provided a cadmium-rich CdS (CdRS with S/Cd values of 0.98 at free CdS and 0.52 at ternary), whereas the latter provided a sulfur-rich CdS (CdSR with S/Cd values of 1.05 at free CdS and 1.31 at ternary). The high activity of CdSR was, however, very sensitive to the photocatalytic running conditions, namely the type and concentration of electron donor (Na2S and/or Na2SO3), which largely altered the hydrogen production ratio of CdSR to CdRS. Detailed surface analyses indicated that the physicochemical properties of CdSR are very different from those of CdRS, including a larger and red-shifted onset light absorption and altered photoluminescence, and hexagonal crystallinity (versus cubicCdRS) (Fig. 6e, f).
Strategic Design of Heterojunction CdS Photocatalysts for Solar Hydrogen
11
Fig. 6 Schematic illustration of photogenerated electron transfers in CdS and TiO2 hybrids under visible light. (a) Pt/CdS, (b) CdS/(Pt–TiO2), (c) Pt/(CdS/TiO2), (d) sgTiO2/(Pt/CdS), (e) CdRS/ (Pt–TiO2), and (f) CdSR/(Pt–TiO2). sg and R refer to sol–gel and rich, respectively. Numbers indicate the amount of H2 (103 mol h1 g1). Modified from the original figures [61, 62]
4.2
Tungsten Carbide (WC)
Transition-metal carbides, including WC, have received attention as novel catalytic materials because of their unique physicochemical properties [128–131]. Nevertheless, their application as cocatalysts in photocatalysis has received less attention [132–137]. For example, Oosawa compared the photocatalytic hydrogen production in UV-irradiated suspensions of TiO2 powders loaded with metal borides, nitrides, phosphides, and carbides [138]. Among them, WC showed the highest activity. However, its activity was only 20 % of that of Pt. The low activity was attributed to the difficulty in coupling large WC particles onto small TiO2 particles. Until then, the capability of WC as a cocatalyst was not fully manifested because of the inadequate properties of the WC samples derived from high-temperature ceramic processes (e.g., particle size, surface property, and surface contact between cocatalyst and photocatalyst). Recently, Jang et al. fabricated a WC/CdS heterojunction by precipitation, followed by a hydrothermal treatment that allowed an intimate contact between the two phases (Fig. 7a) [139]. The bare CdS was prepared by precipitation, followed by hydrothermal treatment (150 C for 24 h). The bare CdS exhibited a well-developed hexagonal phase with high crystallinity, whereas the crystallinity of the composite CdS was lower. This indicated that WC could inhibit the growth of CdS particles. XRD analysis revealed that WC had a simple hexagonal phase with lattice parameters a ¼ 2.906 Å and c ¼ 2.83 Å (JCPDS card no. 12070-12-1), a crystal size of ca. 5 nm, and a BET surface area of 76 m2 g1 [139]. The morphology of WC comprised irregular spherical particles (ca. 50 nm), whereas CdS particles were agglomerates of nanosized particles (ca. 30–40 nm) with no
12
J.S. Jang and H. Park
Fig. 7 (a) New configuration of CdS and WC nanoparticles. An important role of WC is to provide active sites for collecting the photoelectrons generated from CdS, enabling an efficient electron–hole separation as depicted. (b) The average rate of H2 evolution over the CdS photocatalysts combined with different amounts of WC. Catalyst: CdS photocatalyst (0.1 g of loaded cocatalysts), light source: Hg-arc lamp (500 W) equipped with UV cut-off filter (λ > 420 nm) [139]
distinctive morphological features. These CdS and WC particles were not discernible in the composite. Under visible light, CdS with 2 wt%-WC exhibited an approximately 7.5-fold larger amount of hydrogen production than bare CdS (Fig. 7b). The photocatalytic activity of CdS loaded with 10 wt% WC increased by a factor of 23. As the amount of WC on CdS increased, the photocatalytic activity also increased. This result indicated that WC acted as a cocatalyst with a similar efficiency as that of Pt in hydrogen production. In the time-profiled hydrogen production, CdS coupled with 10 wt% WC showed a stable rate of hydrogen production without any sign of deactivation. Comparison of the 2 wt% Pt-loaded CdS sample prepared by the photochemical method and CdS loaded with 10 wt% WC indicated that the former showed only a marginally higher rate of hydrogen production compared to the latter. Considering the low cost and availability of WC, its comparable catalytic activity to Pt is remarkable and suggests a strong potential as a cocatalyst in photocatalytic hydrogen production under visible light.
4.3
Carbon-Based Materials
Recently, carbon-based materials have been extensively studied as catalysts in photocatalysis [60, 85, 98, 99, 140–144]. These materials exhibit very attractive physicochemical properties, including thermal conductivity, electrical resistivity, BET surface area, and sp valence hybrid configurations [145]. Traditionally, activated carbon has been coupled to photocatalysts for increasing the surface area of the host photocatalyst (Fig. 8) [146]. However, as carbon synthesis and chemistry
Strategic Design of Heterojunction CdS Photocatalysts for Solar Hydrogen
13
Fig. 8 Carbon-catalyzed solar hydrogen production. For example, visible light-absorbing materials (CdS, CdSe, or Eosin Y) can be coupled with metal (Pt, Pd, Ni)-decorated CNTs and/or TiO2 with various virgin and surface-treated carbon materials
advances, a variety of carbon-based materials, including graphite (GP) [147–149], carbon fibers (CF) [150, 151], single- and multiwalled carbon nanotubes (CNTs; SWNT [143, 152–154] and MWNT [60, 85, 98, 99, 144], respectively), graphene oxides (GO) [155, 156], graphene (GR) [157–161], and g-C3N4 [162], are being actively tested as catalysts. Among them, CNTs are of high interest because of their unique configuration, thermal stability, and high electric conductivity. In the presence of sulfide and sulfite mixtures, CNTs/CdS, obtained via hydrolysis, exhibited a H2-production rate that is more than 40 times greater than the rate obtained using bare CdS under visible light [60]. Interestingly, the enhanced activity was greatly influenced by the surface treatment of the CNTs (heat vs. acid treatment). Although both the treatments increased the H2 production, the heat-treatment method was more effective primarily because of the increase in the graphitic carbon content as compared to disordered carbon (i.e., IG/ID), as well as the suitable work function. However, when hybridized with CdS and Pt, acid-treated CNTs exhibited the largest amount of hydrogen production (acid treated > heat treated > crude), even though all the CNTs had similar functional groups to bind metal catalyst on their surfaces [60]. The enhanced hydrogen production in the binary and ternary hybrids could be partially ascribed to the suitably positioned work functions among the hybrid components and thus the vectorial charge transfer through the work function energy gradient. In addition to CNTs, other carbon-based materials were also shown to serve as cocatalysts. For example, acid-treated graphite and carbon fibers exhibited higher catalytic performances for H2 evolution over carbon/CdS particles than MWNTs under visible light [85]. On the other hand, MWNTs were by far the most effective
14
J.S. Jang and H. Park
catalyst for H2 evolution over carbon/TiO2 particles under UV irradiation [99]. This raises an important question: Which physiochemical properties are the primary factors in improving photocatalytic H2 production? To address this issue, various physicochemical properties (such as morphology, surface area, degree of graphite, electrical conductivity, and sulfide/sulfite adsorption) were investigated in an attempt to correlate their effect on H2 production. Although CdSe was used instead of CdS, the results were interesting. The plots of H2 production with respect to physicochemical properties showed that decreases in the surface area and ID/IG (ratio of disordered carbon and graphitic carbon) increased the H2 production [85]. More importantly, the amount of H2 produced exhibited a correlation with the logarithmic electrical conductivities of the carbon-based materials. This revealed that the electrical conductivities of the carbon-based materials were paramount to the catalysis. This property of MWNTs is promising, particularly in reducing the use of Pt in photocatalytic H2 production. Khan et al. demonstrated that although the catalytic performance of MWNTs is only one-third of that of Pt, the amount of Pt could be reduced by approximately 90 % by MWNTs-loading in visible light-irradiated CdS/TiO2 suspensions [98]. A similar synergistic effect of MWNTs/Pt was found in eosin Y-sensitized H2 production under visible light [144].
5 Concluding Remarks This chapter discussed the strategic design of heterojunction CdS photocatalysts for an efficient production of solar hydrogen. There are a number of reports on the fabrication of bare and composite CdS particles and their applications to energy and environmental technologies. Although diverse and often contradictory results have been obtained, the conclusions for high-performance CdS photocatalysis can be summarized as follows. First, highly crystalline CdS should be utilized as a light absorber. Hexagonal-phase CdS is generally better than cubic-phase CdS. The former is obtained at a high temperature, and hence, its surface area is usually small compared to that of the cubic phase. Quantum-sized CdS has a considerably large surface area but a widened bandgap, thus limiting the availability of visible light. Second, the photogenerated charge carriers must be efficiently separated for a high quantum yield. The diffusion lengths, mobilities, and lifetimes of majority and minority carriers are different and the charge recombination at a single CdS particle is inevitable. Coupling with wide-bandgap semiconductors such as TiO2 may be appropriate for inhibiting the charge recombination. In the hybrids, the match of the energy levels between two semiconductors needs to be carefully considered for cascaded charge transfers. Simultaneously, defect-free interfaces should be created because defects often work as recombination centers. Finally, hydrogen-evolving catalysts can be loaded to reduce the activation energy barrier and drive an effective charge-injection process. A variety of traditional yet highly active catalysts are available. The challenge is to find low-cost and synthetically facile alternatives.
Strategic Design of Heterojunction CdS Photocatalysts for Solar Hydrogen
15
Tungsten carbides and carbon-based materials are emerging candidates because of their abundance and stability over a wide range of pH values. Acknowledgments This research was financially supported by the Basic Science Research Programs (Nos. 2012R1A2A2A01004517 and 2011-0021148), Framework of International Cooperation Program (No. 2013K2A1A2052901), and Korea Center for Artificial Photosynthesis (KCAP) (No. 2009-0093880) through the National Research Foundation (NRF), Korea.
References 1. C.A. Grimes, O.K. Varghese, S. Ranjan, Light, Water, Hydrogen: The Solar Generation of Hydrogen by Water Photoelectrolysis (Springer, New York, 2008). 2. K. Rajeshwar, R. McConnell, S. Licht, Solar Hydrogen Generation: Toward a Renewable Energy Future (Springer, New York, 2008). 3. L. Vayssieres, On Solar Hydrogen & Nanotechnology (Wiley, Singapore, 2009). 4. R. van de Krol, M. Gratzel, Photoelectrochemical Solar Hydrogen (Springer, New York, 2012). 5. H. Park, C.D. Vecitis, W. Choi, O. Weres, M.R. Hoffmann, Solar-powered production of molecular hydrogen from water, J. Phys. Chem. C 112, 885-889 (2008). 6. H. Park, C.D. Vecitis, M.R. Hoffmann, Solar-powered electrochemical oxidation of organic compounds coupled with the cathodic production of molecular hydrogen, J. Phys. Chem. A 112, 7616-7626 (2008). 7. H. Park, C.D. Vecitis, M.R. Hoffmann, Electrochemical water splitting coupled with organic compound oxidation: The role of active chlorine species, J. Phys. Chem. C 113, 7935-7945 (2009). 8. N.S. Lewis, D.G. Nocera, Powering the planet: Chemical challenges in solar energy utilization, Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 103, 15729-15735 (2006). 9. A. Kudo, Development of photocatalyst materials for water splitting with the aim at photon energy conversion, J. Ceram. Soc. Jpn. 109, S81-S88 (2001). 10. V.M. Aroutiounian, V.M. Arakelyan, G.E. Shahnazaryan, Metal oxide photoelectrodes for hydrogen generation using solar radiation-driven water splitting, Sol. Energy 78, 581-592 (2005). 11. Y.H. Yang, Q.Y. Chen, Z.L. Yin, J. Li, Progress in research of photocatalytic water splitting, Prog. Chem. 17, 631-642 (2005). 12. M. Ni, M.K.H. Leung, D.Y.C. Leung, K. Sumathy, A review and recent developments in photocatalytic water-splitting using TiO2 for hydrogen production, Renew. Sust. Energ. Rev. 11, 401-425 (2007). 13. M.D. Hernandez-Alonso, F. Fresno, S. Suarez, J.M. Coronado, Development of alternative photocatalysts to TiO2: Challenges and opportunities, Energy Environ. Sci. 2, 1231-1257 (2009). 14. A. Kudo, Y. Miseki, Heterogeneous photocatalyst materials for water splitting, Chem. Soc. Rev. 38, 253-278 (2009). 15. R.M.N. Yerga, M.C.A. Galvan, F. del Valle, J.A.V. de la Mano, J.L.G. Fierro, Water splitting on semiconductor catalysts under visible-light irradiation, ChemSusChem 2, 471-485 (2009). 16. W.J. Youngblood, S.H.A. Lee, K. Maeda, T.E. Mallouk, Visible light water splitting using dye-sensitized oxide semiconductors, Accounts Chem. Res. 42, 1966-1973 (2009). 17. J.F. Zhu, M. Zach, Nanostructured materials for photocatalytic hydrogen production, Curr. Opin. Colloid Interface Sci. 14, 260-269 (2009). 18. R. Abe, Recent progress on photocatalytic and photoelectrochemical water splitting under visible light irradiation, J. Photochem. Photobiol. C 11, 179-209 (2010).
16
J.S. Jang and H. Park
19. X.B. Chen, S.H. Shen, L.J. Guo, S.S. Mao, Semiconductor-based photocatalytic hydrogen generation, Chem. Rev. 110, 6503-6570 (2010). 20. P.F. Ji, M. Takeuchi, T.M. Cuong, J.L. Zhang, M. Matsuoka, M. Anpo, Recent advances in visible light-responsive titanium oxide-based photocatalysts, Res. Chem. Intermed. 36, 327-347 (2010). 21. D.Y.C. Leung, X.L. Fu, C.F. Wang, M. Ni, M.K.H. Leung, X.X. Wang, X.Z. Fu, Hydrogen production over titania-based photocatalysts, ChemSusChem 3, 681-694 (2010). 22. Y. Li, J.Z. Zhang, Hydrogen generation from photoelectrochemical water splitting based on nanomaterials, Laser Photon. Rev. 4, 517-528 (2010). 23. R.M. Navarro, M.C. Alvarez-Galvan, J.A.V. de la Mano, S.M. Al-Zahrani, J.L.G. Fierro, A framework for visible-light water splitting, Energy Environ. Sci. 3, 1865-1882 (2010). 24. M. Cargnello, A. Gasparotto, V. Gombac, T. Montini, D. Barreca, P. Fornasiero, Photocatalytic H2 and added-value by-products. The role of metal oxide systems in their synthesis from oxygenates, Eur. J. Inorg. Chem. 4309-4323 (2011). 25. M.A. Henderson, A surface science perspective on TiO2 photocatalysis, Surf. Sci. Rep. 66, 185-297 (2011). 26. K. Maeda, Photocatalytic water splitting using semiconductor particles: History and recent developments, J. Photochem. Photobiol. C 12, 237-268 (2011). 27. M. Pelaez, N.T. Nolan, S.C. Pillai, M.K. Seery, P. Falaras, A.G. Kontos, P.S.M. Dunlop, J.W.J. Hamilton, J.A. Byrne, K. O’Shea, M.H. Entezari, D.D. Dionysiou, A review on the visible light active titanium dioxide photocatalysts for environmental applications, Appl. Catal. B 125, 331-349 (2012). 28. J. Xing, W.Q. Fang, H.J. Zhao, H.G. Yang, Inorganic photocatalysts for overall water splitting, Chem. Asian J. 7, 642-657 (2012). 29. N. Zhang, Y.H. Zhang, Y.J. Xu, Recent progress on graphene-based photocatalysts: Current status and future perspectives, Nanoscale 4, 5792-5813 (2012). 30. Z.S. Li, W.J. Luo, M.L. Zhang, J.Y. Feng, Z.G. Zou, Photoelectrochemical cells for solar hydrogen production: current state of promising photoelectrodes, methods to improve their properties, and outlook, Energy Environ. Sci. 6, 347-370 (2013). 31. K. Maeda, Z-scheme water splitting using two different semiconductor photocatalysts, ACS Catal. 3, 1486-1503 (2013). 32. Y. Moriya, T. Takata, K. Domen, Recent progress in the development of (oxy)nitride photocatalysts for water splitting under visible-light irradiation, Coord. Chem. Rev. 257, 1957-1969 (2013). 33. V. Preethi, S. Kanmni, Photocatalytic hydrogen production, Mater. Sci. Semicond. Process 16, 561-575 (2013). 34. S. Rawalekar, T. Mokari, Rational design of hybrid nanostructures for advanced photocatalysis, Adv. Energy Mater. 3, 12-27 (2013). 35. Y.J. Wang, Q.S. Wang, X.Y. Zhan, F.M. Wang, M. Safdar, J. He, Visible light driven type II heterostructures and their enhanced photocatalysis properties: A review, Nanoscale 5, 83268339 (2013). 36. J.H. Yang, D.G. Wang, H.X. Han, C. Li, Roles of cocatalysts in photocatalysis and photoelectrocatalysis, Accounts Chem. Res. 46, 1900-1909 (2013). 37. N. Serpone, E. Pelizzetti, Photocatalysis: Fundamentals and Applications (Wiley, New York, 1989). 38. H. Park, A. Bak, Y.Y. Ahn, J. Choi, M.R. Hoffmann, Photoelectrochemical performance of multi-layered BiOx-TiO2/Ti electrodes for degradation of phenol and production of molecular hydrogen in water, J. Hazard. Mater. 211-212, 47-54 (2012). 39. H. Park, A. Bak, T.H. Jeon, S. Kim, W. Choi, Photo-chargeable and dischargeable TiO2 and WO3 heterojunction electrodes, Appl. Catal. B 115-116, 74-80 (2012). 40. K. Maeda, K. Domen, Photocatalytic water splitting: recent progress and future challenges, J. Phys. Chem. Lett. 1, 2655-2661 (2010).
Strategic Design of Heterojunction CdS Photocatalysts for Solar Hydrogen
17
41. H. Park, Y. Park, W. Kim, W. Choi, Surface modification of TiO2 photocatalyst for environmental applications, J. Photochem. Photobiol. C 15, 1-20 (2013). 42. K. Maeda, K. Teramura, D.L. Lu, T. Takata, N. Saito, Y. Inoue, K. Domen, Photocatalyst releasing hydrogen from water – Enhancing catalytic performance holds promise for hydrogen production by water splitting in sunlight, Nature 440, 295-295 (2006). 43. J.S. Jang, H.G. Kim, J.S. Lee, Heterojunction semiconductors: A strategy to develop efficient photocatalytic materials for visible light water splitting, Catal. Today 185, 270-277 (2012). 44. S. Sato, J.M. White, Photocatalytic water decomposition and water-gas shift reactions over NaOH-coated, platinized TiO2, J. Catal. 69, 128-139 (1981). 45. K. Sayama, H. Arakawa, Effect of Na2CO3 addition on photocatalytic decomposition of liquid water over various semiconductor catalysis, J. Photochem. Photobiol. A 77, 243-247 (1994). 46. S. Tabata, N. Nishida, Y. Masaki, K. Tabata, Stoichiometric photocatalytic decomposition of pure water in Pt/TiO2 aqueous suspension system, Catal. Lett. 34, 245-249 (1995). 47. J.P. Lehn, J.P. Sauvage, R. Ziessel, Photochemical water splitting. Continuous generation of hydrogen and oxygen on irradiation of aqueous suspensions of metal loaded strontium titanate, Nouv. J. Chim. 4, 623-627 (1980). 48. A. Kudo, Development of photocatalyst materials for water splitting, Int. J. Hydrogen Energy 31, 197-202 (2006). 49. K. Yamaguchi, S. Sato, Photolysis of water over metallized powdered titanium dioxide, J. Chem. Soc. Faraday Trans. 81, 1237-1246 (1985). 50. K. Domen, N. Saito, S. Soma, M. Onishi, K. Tamura, Photocatalytic decomposition of water vapour on an NiO-SrTiO3 catalyst, Chem. Commun. 12, 543-544 (1980). 51. T. Kawai, T. Sakata, Photocatalytic decomposition of gaseous water over TiO2 and TiO2RuO2 surfaces, Chem. Phys. Lett. 72, 87-89 (1980). 52. S. Sato, N. Saito, H. Nishiyama, Y. Inoue, Photocatalytic activity for water decomposition of indates with octahedrally coordinated d10 configuration. I. Influences of preparation conditions on activity, J. Phys. Chem. B 107, 7965-7969 (2003). 53. K. Teramura, K. Maeda, T. Saito, T. Takata, N. Saito, Y. Inoue, K. Domen, Characterization of ruthenium oxide nanocluster as a cocatalyst with (Ga1-xZnx)(N1-xOx) for photocatalytic overall water splitting, J. Phys. Chem. B 109, 21915-21921 (2005). 54. A. Iwase, H. Kato, A. Kudo, A novel photodeposition method in the presence of nitrate ions for loading of an iridium oxide cocatalyst for water splitting, Chem. Lett. 34, 946-947 (2005). 55. S.A. Naman, S.M. Ahwi, K.A. Emara, Hydrogen production from the splitting of H2S by visible light irradiation of vanadium sulfides dispersion loaded with RuO2, Int. J. Hydrogen Energy 11, 33-38 (1986). 56. J. Choi, S.Y. Ryu, W. Balcerski, T.K. Lee, M.R. Hoffmann, Photocatalytic production of hydrogen on Ni/NiO/KNbO3/CdS nanocomposites using visible light, J. Mater. Chem. 18, 2371-2378 (2008). 57. J.S. Jang, H.G. Kim, U.A. Joshi, J.W. Jang, J.S. Lee, Fabrication of CdS nanowires decorated with TiO2 nanoparticles for photocatalytic hydrogen production under visible light irradiation, Int. J. Hydrogen Energy 33, 5975-5980 (2008). 58. S.Y. Ryu, W. Balcerski, T.K. Lee, M.R. Hoffmann, Photocatalytic production of hydrogen from water with visible light using hybrid catalysts of CdS attached to microporous and mesoporous silicas, J. Phys. Chem. C 111, 18195-18203 (2007). 59. S.Y. Ryu, J. Choi, W. Balcerski, T.K. Lee, M.R. Hoffmann, Photocatalytic production of H2 on nanocomposite catalysts, Ind. Eng. Chem. Res. 46, 7476-7488 (2007). 60. Y.K. Kim, H. Park, Light-harvesting multi-walled carbon nanotubes and CdS hybrids: application to photocatalytic hydrogen production from water, Energy Environ. Sci. 4, 685-694 (2011) 61. H. Park, W. Choi, M.R. Hoffmann, Effects of the preparation method of the ternary CdS/TiO2/Pt hybrid photocatalysts on visible light-induced hydrogen production, J. Mater. Chem. 18, 2379-2385 (2008).
18
J.S. Jang and H. Park
62. H. Park, Y.K. Kim, W. Choi, Reversing CdS preparation order and its effects on photocatalytic hydrogen production of CdS/Pt-TiO2 hybrids under visible light, J. Phys. Chem. C 115, 6141-6148 (2011). 63. P. Brown, P.V. Kamat, Electrophoretic deposition of CdSe C60 composite films and capture of photogenerated electrons with nC60 cluster shell, J. Am. Chem. Soc. 130, 88908891 (2008). 64. M. Ranjbar, S.M. Mahdavi, A.I. Zad, Pulsed laser deposition of W–V–O composite films: Preparation, characterization and gasochromic studies, Sol. Energy Mater. Sol. Cells 92, 878-883 (2008). 65. D.G. Wang, Z.G. Zou, J. Ye, Photocatalytic water splitting with the Cr-doped Ba2In2O5/ In2O3 composite oxide semiconductors, Chem. Mater. 17, 3255-3261 (2005). 66. H.G. Kim, P.H. Borse, W. Choi, J.S. Lee, Photocatalytic nanodiodes for visible-light photocatalysis, Angew. Chem. Int. Edit. 44, 4585-4589 (2005). 67. J.S. Jang, W. Li, S.H. Oh, J.S. Lee, Fabrication of CdS/TiO2 nano-bulk composite photocatalysts for hydrogen production from aqueous H2S solution under visible light, Chem. Phys. Lett. 425, 278-282 (2006). 68. T. Kida, G. Guan, N. Yamada, T. Ma, K. Kimura, A. Yoshida, Hydrogen production from sewage sludge solubilized in hot-compressed water using photocatalyst under light irradiation, Int. J. Hydrogen Energy 29, 269-274 (2004). 69. K.S. Leshkies, R. Duvakar, J. Basu, E.E. Pommer, J.E. Boercker, C.B. Carter, U.R. Kortshagen, D.J. Norris, E.S. Aydil, Photosensitization of ZnO nanowires with CdSe quantum dots for photovoltaic devices, Nano Lett. 7, 1793-1798 (2005). 70. J.S. Jang, H.G. Kim, P.H. Borse, J.S. Lee, Simultaneous hydrogen production and decomposition of H2S dissolved in alkaline water over CdS-TiO2 composite photocatalysts under visible light irradiation, Int. J. Hydrogen Energy 32, 4786-4791 (2007). 71. H.G. Kim, E.D. Jeong, P.H. Borse, S. Jeon, K. Yong, J.S. Lee, Photocatalytic ohmic layered nanocomposite for efficient utilization of visible light photons, Appl. Phys. Lett. 89, 6410164103 (2006). 72. D.R. Baker, P.V. Kamat, Photosensitization of TiO2 nanostructures with CdS quantum dots: Particulate versus tubular support architectures, Adv. Funct. Mater. 19, 805-811 (2009). 73. S. Banerjee, S.K. Mohapatra, P.P. Das, M. Misra, Synthesis of coupled semiconductor by filling 1D TiO2 nanotubes with CdS, Chem. Mater. 20, 6784-6791 (2008). 74. Y.J. Chi, H.G. Fu, L.H. Qi, K.Y. Shi, H.B. Zhang, H.T. Yu, Preparation and photoelectric performance of ITO/TiO2/CdS composite thin films, J. Photochem. Photobiol. A. 195, 357-363 (2008). 75. J.C. Kim, J. Choi, Y.B. Lee, J.H. Hong, J.I. Lee, J.W. Yang, W.I. Lee, N.H. Hur, Enhanced photocatalytic activity in composites of TiO2 nanotubes and CdS nanoparticles, Chem. Commun. 5024-5026 (2006). 76. A. Kumar, A.K. Jain, Photophysics and photochemistry of colloidal CdS-TiO2 coupled semiconductors – Photocatalytic oxidation of indole, J. Mol. Catal. A 165, 265-273 (2001). 77. C.J. Lin, Y.H. Yu, Y.H. Liou, Free-standing TiO2 nanotube array films sensitized with CdS as highly active solar light-driven photocatalysts, Appl. Catal. B 93, 119-125 (2009). 78. J.C. Lee, T.G. Kim, W. Lee, S.H. Han, Y.M. Sung, Growth of CdS nanorod-coated TiO2 nanowires on conductive glass for photovoltaic applications, Cryst. Growth Des. 9, 45194523 (2009). 79. W.W. So, K.J. Kim, S.J. Moon, Photo-production of hydrogen over the CdS-TiO2 nanocomposite particulate films treated with TiCl4, Int. J. Hydrogen Energy 29, 229-234 (2004). 80. S. Kim, H. Park, Sunlight-harnessing and storing heterojunction TiO2/Al2O3/WO3 electrodes for nighttime applications, RSC Adv. 3, 17551-17558 (2013). 81. G.M. Wang, X.Y. Yang, F. Qian, J.Z. Zhang, Y. Li, Double-sided CdS and CdSe quantum dot co-sensitized ZnO nanowire arrays for photoelectrochemical hydrogen generation, Nano Letters 10, 1088-1092 (2010).
Strategic Design of Heterojunction CdS Photocatalysts for Solar Hydrogen
19
82. S.T. Martin, H. Herrmann, W.Y. Choi, M.R. Hoffmann, Time-resolved microwave conductivity. 1. TiO2 photoreactivity and size quantization, J. Chem. Soc. Farad. Trans. 90, 33153322 (1994). 83. H.M. Zhu, B.F. Yang, J. Xu, Z.P. Fu, M.W. Wen, T. Guo, S.Q. Fu, J. Zuo, S.Y. Zhang, Construction of Z-scheme type CdS-Au-TiO2 hollow nanorod arrays with enhanced photocatalytic activity, Appl. Catal. B 90, 463-469 (2009). 84. H. Kim, J. Kim, W. Kim, W. Choi, Enhanced photocatalytic and photoelectrochemical activity in the ternary hybrid of CdS/TiO2/WO3 through the cascadal electron transfer, J. Phys. Chem. C 115, 9797-9805 (2011). 85. Y.K. Kim, H. Park, How and to what extent do carbon materials catalyze solar hydrogen production from water? Appl. Catal. B 125, 530-537 (2012). 86. S.V. Tambwekar, D. Venugopal, M. Subrahmanyam, H2 production of (CdS-ZnS)-TiO2 supported photocatalytic system, Int. J. Hydrogen Energy 24, 957-963 (1999). 87. D.X. Shi, Y.Q. Feng, S.H. Zhong, Photocatalytic conversion of CH4 and CO2 to oxygenated compounds over Cu/CdS-TiO2/SiO2 catalyst, Catal. Today 98, 505-509 (2004). 88. C.Y. Wang, H.M. Shang, T. Ying, T.S. Yuan, G.W. Zhang, Properties and morphology of CdS compounded TiO2 visible-light photocatalytic nanofilms coated on glass surface, Sep. Purif. Technol. 32, 357-362 (2003). 89. A. Kumar, A.K. Jain, Photophysics and photocatalytic properties of Ag+-activated sandwich Q-CdS-TiO2, J. Photochem. Photobiol. A 156, 207-218 (2003). 90. Y. Bessekhouad, N. Chaoui, M. Trzpit, N. Ghazzal, D. Robert, J.V. Weber, UV-vis versus visible degradation of Acid Orange II in a coupled CdS/TiO2 semiconductors suspension, J. Photochem. Photobiol. A 183, 218-224 (2006). 91. H.B. Yin, Y. Wada, T. Kitamura, T. Sakata, H. Mori, S. Yanagida, Enhanced photocatalytic dechlorination of 1,2,3,4-tetrachlorobenzene using nanosized CdS/TiO2 hybrid photocatalyst under visible light irradiation, Chem. Lett. 334-335 (2001). 92. P.A. Sant, P.V. Kamat, Interparticle electron transfer between size-quantized CdS and TiO2 semiconductor nanoclusters, Phys. Chem. Chem. Phys. 4, 198-203 (2002). 93. H. Matsumoto, T. Matsunaga, T. Sakata, H. Mori, H. Yoneyama, Size dependent fluorescence quenching of CdS nanocrystals caused by TiO2 colloids as a potential-variable quencher, Langmuir 11, 4283-4287 (1995). 94. N. Chandrasekharan, P.V. Kamat, Improving the photoelectrochemical performance of nanostructured TiO2 films by adsorption of gold nanoparticles, J. Phys. Chem. B 104, 10851-10857 (2000). 95. M. Jacob, H. Levanon, P.V. Kamat, Charge distribution between UV-irradiated TiO2 and gold, Nano Lett. 3, 353-358 (2003). 96. V. Subramanian, E.E. Wolf, P.V. Kamat, Catalysis with TiO2/gold nanocomposites, J. Am. Chem. Soc. 126, 4943-4950 (2004). 97. K. Vinodgopal, I. Bedja, P.V. Kamat, Nanostructured semiconductor films for photocatalysis. Photoelectrochemical behavior of SnO2/TiO2 composite systems and its role in photocatalytic degradation of a textile azo dye, Chem. Mater. 8, 2180-2187 (1996). 98. G. Khan, S.K. Choi, S. Kim, S.K. Lim, J.S. Jang, H. Park, Carbon nanotubes as an auxiliary catalyst in heterojunction photocatalysis for solar hydrogen, Appl. Catal. B 142-143, 647-653 (2013). 99. G. Khan, Y.K. Kim, S.K. Choi, D.S. Han, A. Abdel-Wahab, H. Park, Evaluating the catalytic effects of carbon materials on the photocatalytic reduction and oxidation reactions of TiO2, Bull. Kor. Chem. Soc. 34, 1137-1144 (2013). 100. H. Kisch, H. Weiss, Tuning photoelectrochemical and photocatalytic properties through electronic semiconductor-support interaction, Adv. Funct. Mater. 12, 483-488 (2002). 101. H. Weib, A. Fernandez, H. Kisch, Electronic semiconductor–support interaction. A novel effect in semiconductor photocatalysis, Angew. Chem. Int. Edit. 40, 3825-3827 (2001).
20
J.S. Jang and H. Park
102. M. Barbeni, E. Pelizzetti, E. Borgarello, N. Serpone, M. Gratzel, L. Balducci, M. Visca, Hydrogen from hydrogen-sulfide cleavage – Improved efficiencies via modification of semiconductor particles, Int. J. Hydrogen Energy 10, 249-253 (1985). 103. C.A. Linkous, N.Z. Muradov, S.N. Ramser, Consideration of reactor design for solar hydrogen production from hydrogen sulfide using semiconductor particulates, Int. J. Hydrogen Energy 20, 701-709 (1995). 104. L.R. Grzyll, J.J. Thomas, R.G. Barile, Photoelectrochemical conversion of hydrogen sulfide to hydrogen using artificial light and solar radiation. Int. J. Hydrogen Energy 14, 647-651 (1989). 105. N. Buhler, K. Meier, J.F. Reber, Photochemical hydrogen production with CdS suspensions, J. Phys. Chem. 88, 3261-3268 (1984). 106. J.S. Jang, S.H. Choi, H. Park, W. Choi, J.S. Lee, A composite photocatalyst of CdS nanoparticles deposited on TiO2 nanosheets, J. Nanosci. Nanotechnol. 6, 3642-3646 (2006). 107. M.K. Arora, N. Sahu, S.N. Upadhyay, A.S.K. Sinha, Activity of cadmium sulfide photocatalysts for hydrogen production from water: Role of support, Ind. Eng. Chem. Res. 38, 2659-2665 (1999). 108. J.F. Reber, M. Rusek, Photochemical hydrogen production with platinized suspensions of cadmium sulfide and cadmium zinc sulfide modified by silver sulfide, J. Phys. Chem. 90, 824-834 (1986). 109. M. Matsumura, S. Furukawa, Y. Saho, H. Tsubomura, Cadmium sulfide photocatalyzed hydrogen production from aqueous solutions of sulfite: Effect of crystal structure and preparation method of the catalyst, J. Phys. Chem. 89, 1327-1329 (1985). 110. Z.S. Jin, Z.S. Chen, Q.L. Li, C.J. Xi, X.H. Zheng, On the conditions and mechanism of PtO2 formation in the photoinduced conversion of H2PtCl6, J. Photochem. Photobiol. A 81, 177-182 (1994). 111. Z.S. Jin, Q.L. Li, L.B. Feng, Z.S. Chen, X.H. Zheng, C.J. Xi, Investigation of the functions of CdS surface composite layer and Pt on treated Pt/CdS for photocatalytic dehydrogenation of aqueous alcohol solutions, J. Mol. Catal. 50, 315-332 (1989). 112. M.C. Guindo, L. Zurita, J.D.G. Duran, A.V. Delgado, Electrokinetic behavior of spherical colloidal particles of cadmium sulfide, Mater. Chem. Phys. 44, 51-58 (1996). 113. T. Inoue, T. Watanabe, A. Fujishima, K. Honda, Investigation of CdS photoanode reaction in the electrolyte solution containing sulfide ion, Bull. Chem. Soc. Jpn. 52, 1243-1250 (1979). 114. Q.L. Li, Z.S. Chen, X.H. Zheng, Z.S. Jin, Study of photoreduction of hexachloroplatinate on cadmium sulfide, J. Phys. Chem. 96, 5959-5962 (1992). 115. M. Matsumura, M. Hiramoto, T. Iehara, H. Tsubomura, Photocatalytic and photoelectrochemical reactions of aqueous solutions of formic acid, formaldehyde, and methanol on platinized cadmium sulfide powder and at a cadmium sulfide electrode, J. Phys. Chem. 88, 248-250 (1984). 116. T. Watanabe, Fujishim.A, K.I. Honda, Potential variation at semiconductor-electrolyte interface through a chance in pH of solution, Chem. Lett. 897-900 (1974). 117. Z.S. Jin, Q.L. Li, X.H. Zheng, C.J. Xi, C.P. Wang, H.Q. Zhang, L.B. Feng, H.Q. Wang, Z.S. Chen, Z.C. Jiang, Surface properties of Pt/CdS and mechanism of photocatalytic dehydrogenation of aqueous alcohol, J. Photochem. Photobiol. A 71, 85-96 (1993). 118. L. Borrell, S. Cerveramarch, J. Gimenez, R. Simarro, J.M. Andujar, A comparative study of CdS-based semiconductor photocatalysts for solar hydrogen production from sulphide + sulphite substrates, Sol. Energy Mater. Sol. Cells 25, 25-39 (1992). 119. A. Mills, G. Williams, Photosensitized oxidation of water by CdS-based suspensions, J. Chem. Soc. Farad. Trans. 85, 503-519 (1989). 120. J. Sabate, S. Cerveramarch, R. Simarro, J. Gimenez, A comparative study of semiconductor photocatalysts for hydrogen production by visible light using different sacrificial substrates in aqueous media, Int. J. Hydrogen Energy 15, 115-124 (1990).
Strategic Design of Heterojunction CdS Photocatalysts for Solar Hydrogen
21
121. N. Serpone, E. Borgarello, M. Gratzel, Visible light induced generation of hydrogen from H2S in mixed semiconductor dispersions; Improved efficiency through inter-particle electron transfer, J. Chem. Soc. Chem. Commun. 342-344 (1984). 122. A. Sobczynski, A.J. Bard, A. Campion, M.A. Fox, T. Mallouk, S.E. Webber, J.M. White, Photoassisted hydrogen generation – Pt and CdS supported on separate particles, J. Phys. Chem. 91, 3316-3320 (1987). 123. H. Harada, T. Sakata, T. Ueda, Effect of semiconductor on photocatalytic decomposition of lactic acid, J. Am. Chem. Soc. 107, 1773-1774 (1985). 124. H. Tada, T. Mitsui, T. Kiyonaga, T. Akita, K. Tanaka, All-solid-state Z-scheme in CdS-AuTiO2, Nature Mater. 5, 782-786 (2006). 125. L. Spanhel, H. Weller, A. Henglein, Photochemistry of semiconductor colloids. 22. Electron injection from illuminated CdS into attached TiO2 and ZnO particles, J. Am. Chem. Soc. 109, 6632-6635 (1987). 126. L. Wu, J.C. Yu, X.Z. Fu, Characterization and photocatalytic mechanism of nanosized CdS coupled TiO2 nanocrystals under visible light irradiation, J. Mol. Catal. A 244, 25-32 (2006). 127. J.S. Jang, S.H. Choi, H.G. Kim, J.S. Lee, Location and state of Pt in platinized CdS/TiO2, J. Phys. Chem. C 112, 17200-17205 (2008). 128. J.S. Lee, S. Locatelli, S.T. Oyama, M. Boudart, Molybdenum carbide catalysts 3. Turnover rates for the hydrogenolysis of n-butane, J. Catal. 125, 157-170 (1990). 129. J.S. Lee, S.T. Oyama, M. Boudart, Molybdenum carbide catalysts: I. Synthesis of unsupported powders, J. Catal. 106, 125-133 (1987). 130. R.B. Levy, M. Boudart, Platinum-like behavior of tungsten carbide in surface catalysis, Science 181, 547-549 (1973). 131. J.S. Lee, M. Boudart, In situ carburization of metallic molybdenum during catalytic reactions of carbon-containing gases, Catal. Lett. 20, 97-106 (1993). 132. C.J. Barnett, G.T. Burstein, A.R.J. Kucernak, K.R. Williams, Electrocatalytic activity of some carburised nickel, tungsten and molybdenum compounds, Electrochim. Acta 42, 23812388 (1997). 133. S. Bodoardo, M. Maja, N. Penazzi, F.E.G. Henn, Oxidation of hydrogen on WC at low temperature, Electrochim. Acta 42, 2603-2609 (1997). 134. M.B. Zeller, J.G. Chen, Surface science and electrochemical studies of WC and W2C PVD films as potential electrocatalysts, Catal. Today 99, 299-307 (2005). 135. D.R. McIntyre, G.T. Burstein, A. Vossen, Effect of carbon monoxide on the electrooxidation of hydrogen by tungsten carbide, J. Power Sources 107, 67-73 (2002). 136. R. Ganesan, J.S. Lee, Tungsten carbide microspheres as a noble-metal-economic electrocatalyst for methanol oxidation, Angew. Chem. Int. Edit. 44, 6557-6560 (2005). 137. R. Ganesan, D.J. Ham, J.S. Lee, Platinized mesoporous tungsten carbide for electrochemical methanol oxidation, Electrochem. Commun. 9, 2576-2579 (2007). 138. Y. Oosawa, Photocatalytic hydrogen evolution from an aqueous methanol solution over ceramics-electrocatalyst/TiO2, Chem. Lett. 12, 577-580 (1983). 139. J.S. Jang, D.J. Ham, N. Lakshminarasimhan, W. Choi, J.S. Lee, Role of platinum-like tungsten carbide as cocatalyst of CdS photocatalyst, Appl. Catal. A 346, 149-154 (2008). 140. L. Jia, D.-H. Wang, Y.-X. Huang, A.-W. Xu, H.-Q. Yu, Highly durable N-doped graphene/ CdS nanocomposites with enhanced photocatalytic hydrogen evolution from water under visible light irradiation, J. Phys. Chem. C 115, 11466-11473 (2011). 141. Q. Li, B. Guo, J. Yu, J. Ran, B. Zhang, H. Yan, J.R. Gong, Highly efficient visible-lightdriven photocatalytic hydrogen production of CdS-cluster-decorated graphene nanosheets, J. Am. Chem. Soc. 2011, 10878-10884 (2011). 142. Y.H. Ng, I.V. Lightcap, K. Goodwin, M. Matsumura, P.V. Kamat, To what extent do graphene scaffolds improve the photovoltaic and photocatalytic response of TiO2 nanostructured films? J. Phys. Chem. Lett. 1, 2222-2227 (2010).
22
J.S. Jang and H. Park
143. I. Robel, B.A. Bunker, P.V. Kamat, Single-walled carbon nanotube-CdS nanocomposites as light-harvesting assemblies: Photoinduced charge-transfer interactions, Adv. Mater. 17, 2458-2463 (2005). 144. H.W. Jeong, H. Park, Carbon-catalyzed dye sensitization for solar hydrogen production, Catal. Today 230, 15-19 (2014). 145. P. Serp, J.L. Figueiredo, Carbon Materials for Catalysis (Wiley, New Jersey, 2009). 146. T. Torimoto, Y. Okawa, N. Takeda, H. Yoneyama, Effect of activated carbon content in TiO2-loaded activated carbon on photodegradation behaviors of dichloromethane, J. Photochem. Photobiol. A 103, 153-157 (1997). 147. A. Modestov, V. Glezer, I. Marjasin, O. Lev, Photocatalytic degradation of chlorinated phenoxyacetic acids by a new buoyant titania-exfoliated graphite composite photocatalyst, J. Phys. Chem. B 101, 4623-4629 (1997). 148. T.-F. Yeh, J.-M. Syu, C. Cheng, T.-H. Chagn, H. Teng, Graphite oxide as a photocatalyst for hydrogen production from water, Adv. Func. Mater. 20, 2255-2262 (2010). 149. L.-W. Zhang, H.-B. Fu, Y.-F. Zhu, Efficient TiO2 photocatalysts from surface hybridization of TiO2 particles with graphite-like carbon, Adv. Func. Mater. 18, 2180-2189 (2008). 150. S. Kim, S.K. Lim, Preparation of TiO2-embedded carbon nanofibers, Appl. Catal. B 84, 16-20 (2008). 151. R. Yuan, J. Zheng, R. Guan, Y. Zhao, Surface characteristics and photocatalytic activity of TiO2 loaded on activated carbon fibers, Colloid Surface A 254, 131-136 (2005). 152. A. Kongkanand, R.M. Dominguez, P.V. Kamat, Single wall carbon nanotube scaffolds for photoelectrochemical solar cells. Capture and transport of photogenerated electrons, Nano Lett. 7, 676-680 (2007). 153. L. Sheeney-Haj-Khia, B. Basnar, I. Willner, Efficient generation of photocurrents by using CdS/carbon nanotube assemblies on electrodes, Angew. Chem. Int. Edit. 44, 78-83 (2005). 154. K. Woan, G. Pyrgiotakis, W. Sigmund, Photocatalytic carbon-nanotube-TiO2 composites, Adv. Mater. 21, 2233-2239 (2009). 155. O. Akhavan, M. Abdolahad, A. Esfandiar, M. Mohatashamifar, Photodegradation of graphene oxide sheets by TiO2 nanoparticles after a photocatalytic reduction, J. Phys. Chem. C 114, 12955-12959 (2010). 156. Y. Park, S.-H. Kang, W. Choi, Exfoliated and reorganized graphite oxide on titania nanoparticles as an auxiliary co-catalyst for photocatalytic solar conversion, Phys. Chem. Chem. Phys. 13, 9425-9431 (2011). 157. N.J. Bell, H.N. Yun, A.J. Du, H. Coster, S.C. Smith, R. Amal, Understanding the enhancement in photoelectrochemical properties of photocatalytically prepared TiO2-reduced graphene oxide composite, J. Phys. Chem. C 115, 6004-6009 (2011). 158. W. Fan, Q. Lai, Q. Zhang, Y. Wang, Nanocomposites of TiO2 and reduced graphene oxide as efficient photocatalysts for hydrogen evolution, J. Phys. Chem. C 115, 10694-10701 (2011). 159. I.V. Lightcap, T.H. Kosel, P.V. Kamat, Anchoring semiconductor and metal nanoparticles on a two-dimensional catalyst mat. Storing and shuttling electrons with reduced graphene oxide, Nano Lett. 10, 577-583 (2010). 160. H. Zhang, X.J. Lv, Y.M. Li, Y. Wang, J.H. Li, P25-graphene composite as a high performance photocatalyst, ACS Nano 4, 380-386 (2010). 161. Y.H. Zhang, Z.R. Tang, X.Z. Fu, Y.J. Xu, TiO2-graphene nanocomposites for gas-phase photocatalytic degradation of volatile aromatic pollutant: Is TiO2-graphene truly different from other TiO2-carbon composite materials? ACS Nano 4, 7303-7314 (2010). 162. K. Kondo, N. Murakami, C. Ye, T. Tsubota, T. Ohno, Development of highly efficient sulfurdoped TiO2 photocatalysts hybridized with graphitic carbon nitride, Appl. Catal. B 142-143, 362-367 (2013).
Encapsulation for Improving the Efficiencies of Solar Cells Sindhu Seethamraju, Praveen C Ramamurthy, and Giridhar Madras
1 Introduction The urgency to increase the energy production in order to meet the present and future energy demands has led to explore various renewable energy resources [1]. Solar energy can be harvested and used by three basic mechanisms: solar to thermal/voltaic/chemical energy for various applications [2]. Even though solar energy has seemed to be the plausible solution in terms of sustainability, portability, and availability, it is not commercially viable in short term as compared to conventional fuels. This is due to inorganic semiconductor processing technologies and material supply limitations. With the introduction of thin film and organic photovoltaics, the feasibility of coating/printing solar devices conformally onto various flexible substrate surfaces has increased the hope of fabricating economically compliant solar devices [3–5]. The potential impact of the emerging polymerbased solar technologies could be on the niche of energy market due to their ability to work in diffuse light and promising large-scale scalability. For example, fabricating lighter, wearable, flexible devices with roll processability suitable for large areas and portable applications is possible [6, 7]. The expectations on the commercialization of organic-based solar devices can be realized only if some of the challenges involving efficiency and lifetimes of these devices are met. Photovoltaic power conversion efficiency of about ~12 % has been achieved in organic solar cells whereas it is about ~44 % in inorganic semiconductor devices [8]. Even though the parity in efficiencies is higher, other factors such as lower economy, S. Seethamraju • G. Madras (*) Center for Nanoscience and Engineering, Indian Institute of Science, Bangalore 560012, India e-mail: [email protected] P.C. Ramamurthy Center for Nanoscience and Engineering, Indian Institute of Science, Bangalore 560012, India Department of Materials Engineering, Indian Institute of Science, Bangalore 560012, India © Springer Science+Business Media New York 2014 B. Viswanathan et al. (eds.), Materials and Processes for Solar Fuel Production, Nanostructure Science and Technology 174, DOI 10.1007/978-1-4939-1628-3_2
23
24
S. Seethamraju et al.
aesthetic aspects, and suitability for domestic applications indicate organic solar devices as a better option over inorganic photovoltaics [4, 9]. Photoelectrochemical water splitting is another developing research field for production of solar-based fuels for industrial and domestic applications. Various semiconducting materials with suitable bandgaps matching with photocatalysts for water splitting reaction can be used to generate feedstock fuels for use in various industries and transportation [10].
2 Need for Encapsulation Silicon-based solar cells are themselves brittle, apart from the glass encapsulation. The water vapor transmission rate (WVTR) to be possessed by the encapsulant for these solar modules is about 0.1–1 g/m2/day. Hence, polymers like ethylene vinyl acetate, poly (vinyl butyral), ionomers, polyolefins, and thermoplastic polyurethanes are commonly used as encapsulant and back sheets in standard commercial photovoltaic modules. The effective functioning of these materials is essential for corrosion-free solar module. The chemicals released due to degradation of the polymer corrode the metallic components in the module [11]. Hence, various filler materials like antioxidants, UV absorbers, permeation delaying components, and stabilizers are added to increase the performance of the encapsulant. Mono- and polycrystalline silicon-based solar cell have thickness of about 100–400 μm of which only the upper region comprising up to 15 μm can capture visible light by absorption. Hence, thin film-based solar devices provide a better solution as they are much thinner and flexible with the ability to absorb the light throughout the thickness (420 nm) 300 W Xe (>420 nm) 300 W Xe (>420 nm) LED (440 nm)
0.1 M Na2S/Na2SO3 (aq) 0.25 M Na2S/0.35 M Na2SO3 (aq) 0.1 M Na2SO3 (aq) H2S, 0.1 M Na2S/ Na2SO3 0.3 M H2S (DEA)
H2S, 1 M NaOH
Xe (>420 nm) 300 W Xe (>320 nm) 1,500 W Halogen 300 W Xe (>420 nm)
500 W Hg (>420 nm)
Rate of H2 evolution (μmol h1 g1)
Reference
30 127
[65] [28]
834 306 300 816 774 402 3,333 1,160 983 169
[66]
[67]
[68]
[69]
1,500 12,262
[70] [71]
13,800
[72]
13,282 27,333
[73] [74]
5,400
[75]
240 890 36,250
[76] [77]
9,062
[78]
878
[79]
7,200 25,600 26,800 24,800 42,800 58,400 47,600 17,600 24,000 17,200 22,800 9,800
[80]
[81]
Solar Photocatalytic Hydrogen Production: Current Status and Future Challenges
53
decomposition reaction mechanism resulting in a lower energy that can be stored as compared with the cyclic splitting of water [84]: hν, TiO2 CH3 OH ðlÞ ! HCHO ðgÞ þ H2 ðgÞ ΔG ¼ 64:1 kJ mol1 ð9Þ hν, TiO2 HCHO ðgÞ þ H2 O ðlÞ ! HCOOH ðlÞ þ H2 ðgÞ ΔG ¼ 47:8 kJ mol1 ð10Þ hν, TiO2 HCOOH ðlÞ ! CO2 ðgÞ þ H2 ðgÞ ΔG ¼ 95:8 kJ mol1 ð11Þ
with the overall reaction being hν, TiO2 CH3 OH ðlÞ þ H2 O ðlÞ ! CO2 ðgÞ þ 3H2 ðgÞ
ΔG ¼ 16:1 kJ mol1 ð12Þ
The first two reactions (Eqs. (9) and (10)) have a positive Gibbs free energy, thus both reactions are thermodynamically unfavorable at room temperature. The photon energy will be used to raise the chemical potential of the reactants thus driving the reactions to the product side. The third reaction (Eq. 11) has a large negative Gibbs energy, thus it intrinsically provides a barrier for the undesired reverse consumption of the generated H2 gas. Two possible mechanisms have been proposed for photocatalytic oxidation of methanol: (1) the direct oxidation by photogenerated holes and (2) the indirect oxidation via interfacially formed •OH radicals that are products of the trapping of valence band holes by surface OH groups or adsorbed water molecules [85–88]. It is still a challenge to distinguish between the two mechanisms in practice due to the lack of suitable probe techniques. Wang et al. [89] have reported recently that the methanol photooxidation pathway, direct or indirect, depends on the molecular species adsorbed at the TiO2 surface. These authors studied the competitive adsorption process between water and methanol on TiO2 through the in situ use of sum frequency generation, a nonlinear spectroscopic technique. Accordingly, they concluded that the indirect oxidation by •OH radicals is the mechanism when water is the dominant surface species with the critical molar ratio between water and methanol for the •OH radical mechanism to become the dominant process being 300. Such a high ratio apparently applies to the photooxidation of methanol by TiO2 in aqueous systems. If the water content is lower than this critical value, the direct oxidation of methanol by photogenerated holes will be the predominant process at the TiO2 surface. Hydroxyl radicals, •OH, are known to react with methanol mainly through the abstraction of a hydrogen atom from a C–H bond. Sun and Bolton [90] have used the reaction of methanol to determine the quantum yield for the photochemical generation of •OH radicals in TiO2 suspensions. The •OH radical generation rate is determined through the R–H atom abstraction from methanol by these •OH radicals (Eq. 13), followed by monitoring the formation rate of the first principal stable product, i.e., formaldehyde (Eq. 14). CH3 OH þ OH ! CH2 OH þ H2 O
ð13Þ
54
J. Schneider et al.
CH2 OH þ O2 ! HCHO þ HO2
ð14Þ
In the presence of oxygen, formaldehyde is formed as the dominant stable product in a quantitative reaction (Eq. 14), whereas, in the absence of oxygen, formaldehyde is formed through the electron injection into the conduction band of TiO2, a process called “current doubling” [22, 91]. In the presence of a co-catalyst such as Pt these electrons will be utilized to form H2 while otherwise they will be trapped at TiIV yielding TiIII. The TiIII formation results in a blue coloration of the respective TiO2 suspensions and eventually in the termination of the formaldehyde formation. HCHO can be further oxidized in an analogous manner producing HCOOH and finally CO2 [92, 93]. Asmus et al. [94] showed that the efficiency of the reaction of • OH radicals with methanol by R–H abstraction is 93 %. The remaining 7 % are accounted for by methoxy radicals formed through the H-abstraction reaction from the hydroxyl group (Eq. 15). CH3 OH þ OH ! CH3 O þ H2 O
ð15Þ
The concentration of HCHO formed photocatalytically, divided by a factor of 0.93, is thus used to calculate the corresponding •OH radical concentration. Sun and Bolton [90] have used the same factor as that found in the homogeneous system (0.93) to calculate the •OH radical concentration in case of the heterogeneous TiO2 system. Other alcohols such as ethanol or 2-propanol can also act as efficient hole scavengers for the photocatalytic H2 evolution. Using transient absorption spectroscopy following laser excitation, Tamaki et al. found for the oxidation efficiency of alcohols by trapped holes the order methanol > ethanol > 2-propanol, while water was hardly oxidized by the holes photogenerated in TiO2 [95]. However, Domen et al. investigated the photocatalytic H2 evolution on different photocatalysts in the presence of 2-propanol as sacrificial reagent [65]. Since they did not observe H2 evolution in pure 2-propanol or pure water solutions, but in 2-propanol/water mixtures, they regarded the photocatalytic H2 evolution on NiO-SrTiO3, TiO2(anatase), and CdS as a coupling reaction of the photodecomposition of H2O and the photooxidation of 2-propanol as follows: ! Hþ 2H2 O aq þ 2OHaq 2Hþ aq ðCH3 Þ2 CHOH þ
þ 2e ! H2 ðgÞ
2OH aq
þ
þ 2h ! ðCH3 Þ2 CO þ 2H2 O
ð16Þ ð17Þ ð18Þ
with the overall reaction being ðCH3 Þ2 CHOH ! H2ðgÞ þ ðCH3 Þ2 CO
ð19Þ
Solar Photocatalytic Hydrogen Production: Current Status and Future Challenges
55
Fig. 5 Processes involved in the photocatalytic H2 evolution from aqueous methanol solution on (a) bare TiO2 and (b) on Pt-loaded TiO2. (1) photogeneration of charge carriers, e and h+; (2) trapping of e by Ti4+ (a) or by Pt islands (b); (3) first oxidation step of CH3OH; (4) formation of HCHO through e injection into the conduction band of TiO2 (current-doubling); (5) formation of Ti3+ (a) or reduction of H+ (b); (6) recombination channel. Note: For simplicity, the formation of •CH2OH radicals by trapped holes ( TiIVOH•+) or by •OH radicals is represented by the hole oxidation step
In the absence of any co-catalysts ZnO, WO3, SrTiO3, and CdSe were found to be inactive for this reaction, while the bare TiO2 showed very low photocatalytic activity due to the higher overpotential for hydrogen production (0.05 V) [96] and to the fast recombination of molecular hydrogen and oxygen forming water. However, other authors have reported that bare TiO2 is not able to catalyze the H2 evolution even in the presence of methanol. In the presence of an electron donor, such as methanol, and in the absence of O2, the excess holes will be consumed and the photogenerated electrons will be trapped near the surface forming trivalent titanium (Ti3+) instead of reducing H+ (see Fig. 5a). This phenomenon has been observed by Bahnemann et al. [97] in laser-flash photolysis experiments employing suspensions of colloidal TiO2. Moreover, the formation of highly colored Ti3+ centers can even be used technically in a process called photochromism. If TiO2 is loaded with Pt0, a Schottky barrier will be formed at the Pt0/TiO2 interface [7]. Since the work function of TiO2 (4.2 eV) is smaller than that of Pt (5.65 eV), the electrons in the conduction band of TiO2 migrate to Pt until the thermodynamic equilibrium is reached [98, 99]. Upon illumination of Pt0/TiO2 particles with the UV light, this thermodynamic equilibrium will be perturbed. This causes a continuous flow of the photogenerated electrons to Pt0, while the photogenerated holes migrate to the TiO2 surface. The transfer of the electrons from TiO2 to Pt0 could be detected by means of electron spin resonance (ESR) [100]. The ESR signal intensity of photoformed active Ti3+ sites on bare TiO2 has been found to increase linearly with the irradiation time, while Pt0-loaded catalysts showed almost no change in the signal intensity. The results from diffuse reflectance spectroscopy experiments indicate that the observed electron migration process from photoexcited TiO2 to Pt0 leads to enhanced electron/hole separation and thus to enhanced formation of H2 gas (see Fig. 5b) [28, 88, 101, 102].
56
J. Schneider et al.
The H2 production reaction on Pt/TiO2 starts with the transfer of excess electrons • from Pt to adsorbed Hþ ads and H2Oads to form adsorbed Hads atoms via the Volmer reaction [103]: 0 Hþ ! Hads Pt0 ads þ e Pt ! Hads Pt0 þ OH H2 Oads þ e Pt0
ð20Þ ð21Þ
The subsequent production of molecular H2 can proceed via two reaction paths, namely, via the Heyrovsky (22) and the Tafel (23) reactions, respectively [104, 105]: 0 ! H2ðgÞ Hads Pt0 þ e Pt0 þ Hþ ads Pt Hads Pt0 þ Hads Pt0 ! H2ðgÞ
ð22Þ ð23Þ
Rabani et al. concluded from the observed pseudo-first-order kinetics and the dependency of the first-order rate of [H+] reduction on the [Pt0] concentration that the rate determining step of the catalytic reduction is the transfer of the excess electron from Pt0 to H+ and H2O, respectively [106]. An improvement of the photocatalytic activity for molecular H2 production was also observed by loading TiO2 with other noble metals such as Au, Pd, Ru, or Rh. In most cases, however, Pt/TiO2 shows the highest photocatalytic activity [66, 107–109]. This has been explained by the lowest overpotential for H2 formation and a larger work function of Pt resulting in more effective electron-acceptor properties. In contradiction to these reports, Rabani et al. found for the photocatalytic H2 production in the presence of 2-propanol the order Au0/TiO2 > Pt0/TiO2 Pd0/TiO2. In contrast to TiO2 coated with Pt0 and Pd0 Au0/TiO2 apparently promotes the H2 abstraction from 2-propanol by Hads•. Subsequently, the thus generated 2-propanol radical injects an electron into Au0/TiO2 leading to an increased photocatalytic efficiency through a free radical chain reaction [110]: Hads Au0 þ CH3 CHOHCH3 ! Au0 þ H2ðgÞ þ CH3 COHCH3
ð24Þ
The loading of TiO2 with Au provides another essential advantage over Pt, since Pt0/TiO2 can only be excited by UV light, while Au0/TiO2 has been reported to be excitable also in the visible light region. For example, Fang et al. observed three times higher H2 evolution rates for Au0/TiO2 as compared with Pt0/TiO2 upon excitation at λ > 400 nm. They attribute the visible light-induced H2 evolution to the Surface Plasmon Resonance of Au [111]. In response to photon absorption resonant surface plasmons are formed localizing electromagnetic energy close to their surface. The interaction of this localized electric field with the semiconductor induces the formation of charge carriers near the surface of the semiconductor; hence, these charge carriers can reach these surface sites more readily. This enhances the electron/hole separation thus increasing the H2 evolution yield [112].
Solar Photocatalytic Hydrogen Production: Current Status and Future Challenges
57
Fig. 6 Schematic diagram of the energy levels between the semiconductor CdS and various reducing agents (the reduction potentials of one-electron couples are taken from [120])
3.2
Inorganic Sacrificial Reagents
Sulfide, S2 , and sulfite, SO23 , can act as inorganic sacrificial reagents for the photocatalytic H2 generation since they are very efficient hole acceptors enabling the effective separation of the charge carriers [73, 74, 113–117]. Large amounts of sulfide and sulfite are released from fossil energy resources such as crude oil, coal, and natural gas. These sulfur compounds can be converted by photocatalytic oxidation into environmentally less harmful products. CdS has been mostly used as photocatalyst for H2 production in the presence of 2 S and/or SO23 . The energy level of the valence band of CdS is positive enough (+1.7 V) to promote the oxidation of these sulfur compounds (cf. Fig. 6) [118]. The oxidation of S2 and SO23 can either occur by a two-electron transfer process or even through a one-electron oxidation which is thermodynamically less favorable 2 can be (e.g., through the intermediate formation of •SO 3 (see Fig. 6)). SO3 oxidized to both, SO24 and S2O26 . Although the formation of S2O26 is thermodynamically less favorable than the conversion of SO23 to SO24 , Bu¨hler et al. observed a significant concentration of S2O26 in the reaction media [71]. This was explained by a higher concentration of SO23 ions near the CdS surface as compared with the concentration of OH ions, which are required for the formation of SO24 . It has been argued that using S2 and/or SO23 as sacrificial reagents instead of alcohols is advantageous, since the redox potentials of these compounds are more positive than the oxidation potential of CdS (0.37 V vs. NHE, pH ¼ 7). Hence, the undesired photocorrosion reaction (Eq. 5) of the semiconductor can be reduced, but
58
J. Schneider et al.
not prevented entirely [71, 119]. Another advantage of the use of S2 (as compared with an alcohol) for the photocatalytic H2 generation employing CdS is that due to the presence of sulfide in the surrounding solution dissolved Cd2+ can react with S2 to rebuild CdS. In an aqueous methanol solution, however, this repair mechanism is not feasible. Whenever the photocatalytic generation of H2 was carried out in an aqueous sulfite rather than in a sulfide solution a decrease of the efficiency was reported [71]. During this reaction, hydroxyl ions will be formed increasing the pH of the reaction mixture. Since the flatband potential of CdS hardly depends on the pH, the H2 production will thermodynamically be hindered in the strong alkaline solutions [121]. Inoue et al. demonstrated a cathodic shift of the flatband potential of CdS in the presence of sulfide due to the strong interaction between sulfide and the CdS surface [122]. Thus, the photocatalytic H2 evolution on CdS becomes feasible in a strongly alkaline solution. However, the photocatalytic efficiency of the H2 production was found to decrease in solutions just containing sulfide ions. This was attributed to the formation of disulfide ions, S22 , which exhibit a less negative reduction potential than the protons and are able to act as an optical filter reducing the light absorption of CdS [71]. The addition of reducing agents such as SO23 prevents the formation of disulfide ions. Because of these facts, using a S2 /SO23 mixture leads to an improvement of the quantum yield for H2 production from water. For example, Yan et al. obtained the highest quantum yield of 93 % for H2 production for a Pt-PdS/CdS photocatalyst in the presence of a S2 /SO23 mixture under visible light irradiation [123]. The reaction mechanism suggested for the photocatalytic H2 evolution in the presence of S2 /SO23 mixtures is described by the equations (25)–(30): ! H2 þ 2OH 2H2 O þ 2e
ð25Þ
þ SO2 ! SO2 3 þ 2OH þ 2h 4 þ H2 O
ð26Þ
2SO2 3
þ
þ 2h !
ð27Þ
S2 O2 6
! S2 2S2 þ 2hþ 2 SO2 3 S2 2
þS
þ
2
þ
þ 2h !
SO2 ! 3
S2 O2 3
ð28Þ
S2 O2 3
ð29Þ
þS
ð30Þ
2
In contrast to metal sulfides, metal selenides and CdSe in particular, do not catalyze the H2 evolution from water even in the presence of sacrificial reagents [124]. This is attributed to a large overpotential for the proton reduction on the CdSe surface. However, it was demonstrated that for quantum size-confined CdSe photocatalysts the proton reduction is possible, because the effect of the overpotential is compensated by the increased bandgap as a consequence of the quantum confinement effect [78, 125–127]. Such a correlation between the particle size and the photocatalytic activity of the semiconductor has already been predicted by the Gerischer theory [128]. According to this theory, the widening of the semiconductor bandgap with
Solar Photocatalytic Hydrogen Production: Current Status and Future Challenges
59
decreasing particle size leads to a higher electron transfer rate between the semiconductor and the reduction couple in the solution, since the reduction potential of the electrons becomes more negative and the oxidation potential of the holes more positive leading to an increase in the thermodynamic driving force for both processes.
3.3
H2S Splitting
Apart from water, the hydrogen sulfide (H2S) splitting should be regarded as an alternative source of H2. H2S is a toxic and corrosive compound formed as a by-product during the hydrodesulfurization of petroleum, paper production, and wastewater treatment. Therefore, to convert H2S into less harmful products is a relevant challenge. Currently, the main industrial removal processes of H2S are the wet absorption by Na2CO3 or complex ferric compounds and the Claus process, whereby H2S is decomposed into water and elemental sulfur. The photocatalytic destruction of H2S using TiO2 has also been reported to be efficient with the formation of SO24 and SO2 as the reaction products [129–131]. However, the molecular hydrogen potentially stored in H2S is not reclaimed by any of these processes. Thus, the recovery of H2 from H2S could satisfy both, the energetic and the environmental requirements. The photocatalytic H2S cleavage is reported to proceed in water or alkaline solution [79, 81, 132, 133]. The most used photocatalyst for this reaction is CdS (either by itself or as a mixture with other semiconductors). The conversation of H2S to S and H2 is thermodynamically unfavorable (ΔG ¼ 33 kJ/mol); however, it is preferred as compared with the H2O splitting (requiring 237 kJ/mol). Mechanistically, the H2S cleavage starts with the H2S dissociation to HS [132]: H2 S þ OH ! HS þ H2 O
ð31Þ
Szynkarczuk et al. found that the HS oxidation proceeds in two steps, starting with the formation of polysulfides and followed by the oxidation to sulfur [134, 135]. þ nHS þ 2ðn 1Þhþ ! S2 E0 ¼ 0:003 0:298 ðV vs: NHEÞ n þ nH
for n ¼ 2 5 S2 n
þ
þ 2h ! nS
0
ð32Þ
E ¼ ð0:33Þ ð0:34Þ ðV vs: NHEÞ for n ¼ 4, 5 ð33Þ 0
From a thermodynamic point of view the oxidation of HS directly to S is the more favorable process and should therefore also be considered here: þ HS ! S0 þ Hþ aq þ 2h
E0 ¼ 0:065 ðV vs: NHEÞ
ð34Þ
In contrast to the photocatalytic H2O splitting the H2S decomposition can be executed in the absence of any sacrificial reagent, since the dissociation products
60
J. Schneider et al.
of H2S such as HS and S2 can act as efficient hole scavengers. As discussed above, reducing agents such as SO23 and H2PO 2 must often be added to the reaction media to maintain the photocatalytic activity. Consequentially, under these conditions the observed reaction products are various sulfur oxylates instead of sulfur. Ma et al. demonstrated that H2S can be stoichiometrically converted to H2 and S under visible light illumination with a quantum efficiency of 30 % in the absence of any sacrificial reagents when ethanolamine is used as the solvent [80]. Ethanolamine was found to be the more suitable reaction media for H2S splitting in comparison to aqueous Na2S/NaOH solutions, because it supports the proton transfer thus preventing the reduction of polysulfides to disulfide, which otherwise competes with the H2 formation according to: ! 2S2 2e þ S2 2
3.4
E0 ¼ 0:483 vs: NHE
ð35Þ
The Role of Sacrificial Electron Acceptors
While the choice of sacrificial electron donors for studies concerning the photocatalytic formation of molecular H2 appears to be rather large, the sacrificial photocatalytic oxidation of water is only reported for a rather limited variety of electron acceptors. By far the vast majority of research groups working on this topic employs silver cations, Ag+, as electron acceptors with the involved reactions being proposed as follows [53, 136, 137]: 4hþ þ 2H2 O ! O2 þ 4Hþ aq
ð36Þ
4e þ 4Agþ ! 4Ag0
ð37Þ
hν
hν
hν
nAg0 ! Ag0n
ð38Þ
Hence, the photocatalytic formation of molecular oxygen is accompanied by the deposition of metallic silver nano-contacts (Ag0n ) on the semiconductor’s surface. Obviously, this will lead to irreversible optical changes of the systems studied here due to the formation of the plasmonic absorption band of the silver nanoparticles in the visible spectral region. Moreover, noble metal nanoparticles are known for their catalytic activity resulting most likely in changes in the chemical and/or photochemical properties of these systems. It is interesting to note that these rather drastic changes are hardly ever discussed in the respective literature nor is any experimental work conducted to ensure that the photocatalytic properties of the systems studied remain unchanged upon the formation of the silver particles. Even though no exact count exists here, it seems fair to say that Ag+ is employed in at least 95 % of the published papers dealing with the sacrificial photocatalytic water oxidation. In some cases, it could be shown that molecular oxygen is also formed when ferric ions are employed as sacrificial electron acceptors [138]:
Solar Photocatalytic Hydrogen Production: Current Status and Future Challenges
61
4hþ þ 2H2 O ! O2 þ 4Hþ aq
ð39Þ
4e þ 4Fe3þ ! 4Fe2þ
ð40Þ
hν
hν
However, no O2 is formed once electron acceptors such as carbon tetrachloride, CCl4, or tetranitromethane, C(NO2)4, are used even though their irreversible one-electron reduction is readily observed [139–141]: e þ CCl4 ! CCl3 þ Cl aq
ð41Þ
e þ CðNO2 Þ4 ! CðNO2 Þ 3 þ NO2
ð42Þ
hν
hν
Also, O2 is not formed when more complex nitroaromatic compounds are employed as electron acceptors [142]. Even though all of these studies have been conducted in aqueous solutions, i.e., in the presence of 55 M H2O, the photogenerated holes are exclusively reacting with the organic moiety being present in micro- and millimolar amounts at the most. It should be noted here that both, the CCl4 and the C(NO2)4 system initially do not contain any oxidizable organic species. The latter are only formed upon the reductive process. The above discussion suggests that the role of suitable sacrificial electron acceptors such as Ag+ and Fe3 + is highly underestimated. In particular, their possible involvement in the actual water oxidation mechanism has so far not been discussed at all. However, due to the rather high one-electron oxidation potential of the holes photogenerated in most semiconductors that have been found to exhibit high activities for the photocatalytic water oxidation, e.g., metal oxides, both, Ag+ and Fe3 + can be readily oxidized: hþ þ Agþ ! Ag2þ þ
h þ Fe ! Fe 3þ
4þ
ð43Þ ð44Þ
It is well-known that Ag2 + tends to form peroxides in aqueous solution: ! Ag2 O2 þ 4Hþ 2Ag2þ þ 2H2 O aq
ð45Þ
The subsequent photocatalytic oxidation of these peroxides is then proposed to result in the observed O2 formation: ! 2Agþ þ O2 2hþ þ Ag2 O2
ð46Þ
Similar reactions can be envisaged for Fe4 + which is known to be able to oxidize water resulting in the formation of hydroxyl radicals:
62
J. Schneider et al. Fe4þ þ H2 O ! Fe3þ þ Hþ aq þ OH
ð47Þ
Alternatively, further oxidation of Fe4 +, via: ! Fe5þ hþ þ Fe4þ
ð48Þ
appears to be possible followed by reactions such as: ! ½Fe2 O2 6þ þ 4Hþ 2Fe5þ þ 2H2 O aq 6þ
½Fe2 O2 ! 2Fe3þ þ O2
ð49Þ ð50Þ
Based upon these possible reactions, it is most certainly highly indicated to study the role of metal cations such as Ag+ and Fe3 + in the photocatalytic water oxidation in detail. The catalytic role proposed here for Ag+ and Fe3 + could be part of a much more general mechanism and open up new design features for photocatalytic and PEC energy-to-fuel conversion systems.
4 Photocatalytic Hydrogen Production on TiO2 4.1
Enhancement of the Activity
The inhibition of the charge carrier’s recombination rate is the bottleneck for enhancing photocatalytic processes even in the presence of electron donors, i.e., of “sacrificial reagents.” Commonly, for photocatalytic hydrogen production Pt nanoparticles are used as sink for the photogenerated electrons, thus reducing the recombination rate and catalyzing the molecular hydrogen evolution. Interestingly, the simultaneous separation of photogenerated holes and electrons can be effectively achieved through the modification of the photocatalyst, e.g., TiO2 P25, by Pt–polypyrrole nanocomposites [143]. The pyrrole monomers are found to undergo oxidative polymerization in the presence of Pt(IV) under mild aqueous conditions at ambient temperature leading to the formation of Pt–polypyrrole nanocomposites [144]. If this reaction occurs in suspensions of a photocatalyst, very thin films from these Pt–polypyrrole nanocomposites are deposited on the photocatalyst surface. The resulting modified photocatalysts exhibit photocatalytic H2 production activities from aqueous methanol solution that are three times higher than those observed for photocatalysts only loaded with Pt nanoparticles prepared by a photochemical deposition method. This enhanced photocatalytic activity is explained considering both, the properties of Pt nanoparticles and of polypyrrole. As mentioned earlier, upon photon absorption by the photocatalyst, an electron/hole pair is generated. Pt islands present on the TiO2 surface have the ability to trap the photogenerated electrons, while the polypyrrole is assumed to collect and to channel the
Solar Photocatalytic Hydrogen Production: Current Status and Future Challenges
63
Fig. 7 Scheme representing the enhancement of the charge carrier separation and the photocatalytic activity of TiO2 modified with Pt–polypyrrole nanocomposites. Reproduced from Ref. [143] with permission from the European Society for Photobiology, the European Photochemistry Association, and the Royal Society of Chemistry
photogenerated holes to the polymer/solution interface [145, 146]. Combining the properties of the Pt nanoparticles and of the polypyrrole, a synergistic effect between Pt nanoparticles and polypyrrole will promote the charge carrier separation more effectively than the modification of TiO2 with Pt or polypyrrole alone. Figure 7 summarizes the proposed mechanism and the pathways as follows: (1) photogeneration of charge carriers, e and h+; (2) trapping of e by Pt islands; (3) photogenerated holes channeling by polypyrrole to the polymer/solution interface; (4) first oxidation step of CH3OH; (5) reduction of H+; (6) formation of HCHO through e injection into the conduction band of TiO2 (current-doubling); (7) recombination channel. Note, these steps are not mentioned in ordered manner; in fact the photocatalytic process is rather complex including the competition between all different processes. TiO2 exists mainly in three crystal phases: anatase, rutile, and brookite and it is commonly employed as a photocatalyst for hydrogen production from aqueous methanol solutions [147, 148]. Based upon the majority of the current scientific reports, it seems that anatase is the most active phase for the photocatalytic hydrogen production while rutile hardly photocatalyzes the hydrogen formation due to the fact that its conduction band potential almost coincides with the potential required for the hydrogen evolution [149]. Thus, in comparison with the anatase phase, the driving force for the H+ reduction on rutile is very small or even absent (see Fig. 4a). In general, any negative shift of the conduction band potential is expected to raise the photocatalytic hydrogen production rate. In fact, this has been observed for brookite [24]. An examination of the flatband potential and the quasi Fermi level of both, the anatase and the brookite TiO2 phase employing impedance spectroscopy and photovoltage measurements, respectively, indicates that the potential of the conduction band electrons in the brookite phase is positioned more cathodically by approximately 140 mV than that of anatase (assuming that the flatband potential and the quasi-Fermi level are a direct measure of the lower edge of the conduction band) [24]. This cathodic shift of the flatband potential is, therefore, expected to favor reduction reactions initiated by the conduction band
64
J. Schneider et al.
electrons such as the photocatalytic hydrogen production. Consequently, brookite exhibits enhanced photocatalytic activity as compared with anatase for the sacrificial photocatalytic hydrogen production.
4.2
Mechanistic Investigations
Methanol is frequently used as an electron donor in the so-called sacrificial systems for the photocatalytic H2 production; however, only few mechanistic studies of this system have been published [85, 86]. Some reports describe the photocatalytic H2 production from aqueous methanol solutions as water splitting [150–154], while other reports describe the process as dehydrogenation of methanol to formaldehyde or reforming of methanol to carbon dioxide [88, 155]. A recent report even states that the water splitting reaction can be assisted by using low methanol concentrations with molecular oxygen being formed simultaneously. Moreover, the amount of evolved hydrogen gas was reported to exceed the amount expected from the complete reforming of methanol [154]. Apparently, water photooxidation seems to compete with the methanol photooxidation. During long-term investigations of the photocatalytically evolved gases from a 0.03 M aqueous methanol suspension of platinized TiO2-P25 photocatalysts, it was observed that only H2 and CO2 are formed [156]. No traces of CO, O2, or CH4 were detected employing a very sensitive quadrupole mass spectrometer (QMS). The ratio of evolved H2 to CO2 was calculated to be ca. 3 to 1. Moreover, the amount of H2 formed was found to be equal to the amount expected from the complete reforming of methanol, evincing that methanol is acting as a sacrificial reagent and that the amount of H2 evolved does not exceed the amount expected from the complete consumption of methanol. These results exclude the possibility of water splitting on Pt-loaded TiO2-P25 even in the presence of low concentrations of methanol. The origin of the evolved hydrogen gas has moreover been identified by carrying out a series of photocatalytic hydrogen production tests employing the following (deuterated) water and (deuterated) methanol mixtures: (a) CH3OH/H2O, (b) CD3OD/D2O, (c) CD3OD/H2O, and (d) CH3OH/D2O. Carrying out a detailed analysis of the evolved gases, i.e., H2, HD, and D2, revealed that in cases (a) and (b) only H2 and D2 are detected. In case (c), when a CD3OD/H2O mixture was employed, the evolved gas was mainly H2 evincing that the evolved H2 is formed by the reduction of H+ mainly originating from H2O. If H2 would originate from methanol, a notable amount of HD, at least, should be detected supposing that methanol will be photooxidized by hydrogen abstraction and release of D+ and/or H+ [90]. Note that a rapid H+/D+ exchange is highly expected. If the released D+ and H+ would be directly reduced at the surface of the Pt-co-catalyst, a notable amount of HD gas should be evolved as schematically shown in Fig. 8a. Since the evolved gas was found to be mainly H2, it is more likely that the photooxidation and the photoreduction take place at separate sites. Most probably, the photogenerated holes are reacting with methanol while, at the same time, the photogenerated
Solar Photocatalytic Hydrogen Production: Current Status and Future Challenges
a
CD2O + H+ + D+
CD3OH
TiO2 surface
b CD3OH TiO2 surface
2h+
CD 2O + H+ + D+ 2h+
65
HD
Pt 2e-
2H+aq
Pt
H2
2e-
Fig. 8 Proposed mechanism of the photocatalytic H2 formation from aqueous methanol solutions. Reproduced from Ref. [156]
electrons reduce adsorbed H+ originating from H2O as illustrated schematically in Fig. 8b. Consequently, however, even though methanol is acting as a sacrificial reagent, the evolved molecular hydrogen originates from water. It is important to mention here that even though the H2 is most likely originating from water, this does not mean that indeed a water splitting reaction is being observed! The evolution of only H2 in case (c), however, where fully deuterated CD3OD has been employed, can be explained by statistical considerations. The ratio of H to D is calculated for this experiment to be 925 to 1. Hence, the probability of H+ reduction by conduction band electrons is much higher than the reduction of D+ formed via the oxidation of CD3OH by valance band holes taking into consideration the H/D exchange. In case (d) where a CH3OH/D2O mixture was employed, the evolved gas is mainly D2 with a notable amount of H2 and HD. The detection of H2 and HD in this case can be explained by the fact that the reduction of H+ is easier than that of D+, i.e., it occurs at a more positive potential, thus, the reduction of the former by conduction band electrons competes with the reduction of the later [157]. However, by statistical considerations the amount of H+ is much smaller than that of D+ and, thus, D2 is detected as the main gas component. This confirms that the hydrogen gas photocatalytically evolved from aqueous methanol solutions indeed originates from water.
5 Summary and Outlook The discovery of appropriate photocatalysts for water splitting process holds the key for successful solar hydrogen production. Until today, the development of a photocatalyst fulfilling all requirements, i.e., (a) good (visible) light absorption; (b) high chemical stability in the dark and under illumination; (c) band edge positions that straddle the water reduction and oxidation potentials; (d) efficient charge transport; (e) low overpotentials for reduction/oxidation of water; and
66
J. Schneider et al.
(f) low cost, has not been discovered. The development of such materials is still very challenging indeed. However, even though many metal oxides, nitrides, oxynitrides, and oxysulfides have been investigated as potential photocatalysts, they are either found to be unstable or to exhibit rather low solar to hydrogen conversion efficiencies. Thus, there is a strong need for basic research in solar photocatalytic water splitting and for more researchers to get involved in the discovery and optimization of these materials. Currently, different organic and inorganic sacrificial reagents are employed in studies concerning solar hydrogen production. This is related to the fact that the simultaneous reduction and oxidation of water is a complex multistep reaction involving four electrons. Using sacrificial molecules as electron donors can improve the H2 production remarkably, since holes are scavenged by these molecules thus reducing the charge carrier recombination to a great extend. Furthermore, as O2 is not produced, the back reaction to produce water is suppressed, increasing the H2 yield and avoiding a subsequent gas separation stage. However, particular care should be taken when selecting suitable sacrificial reagents as their involvement into the overall photocatalytic process is usually highly underestimated! Employing sacrificial reagents, in particular biomass-derived compounds, for hydrogen gas generation could be a useful intermediate step between the current fossil fuel method and the dream of efficient direct water splitting utilizing solar energy. However, suitable construction concepts for solar hydrogen reactors, solar hydrogen chemical plants, as well as technoeconomic analysis of the overall photocatalytic hydrogen production are still needed for realizing the practical application of these concepts in the future. Acknowledgments Financial support from the BMBF (Bundesministerium fu¨r Bildung und Forschung) within the project HyCats (Grant No. 01RC1012C) and from the Gottfried Wilhelm Leibniz University of Hanover within the WiF II project No. 60420974 is gratefully acknowledged. The authors thank Dr. R. Dillert for the stimulating discussions.
References 1. Navarro, R. M.; Sanchez-Sanchez, M. C.; Alvarez-Galvan, M. C.; del Valle, F.; Fierro, J. L. G., Hydrogen production from renewable sources: biomass and photocatalytic opportunities. Energy Environ. Sci. 2009, 2 (1), 35-54. 2. Navarro, R. M.; Pena, M. A.; Fierro, J. L. G., Hydrogen production reactions from carbon feedstocks: Fossils fuels and biomass. Chem. Rev. 2007, 107 (10), 3952-3991. 3. Hamelinck, C. N.; Faaij, A. P. C., Future prospects for production of methanol and hydrogen from biomass. J. Power Sources 2002, 111 (1), 1-22. 4. Fujishima, A.; Honda, K., Electrochemical photolysis of water at a semiconductor electrode. Nature 1972, 238, 37-38. 5. Mills, A.; Davies, R. H.; Worsley, D., Water-purification by semiconductor photocatalysis. Chem. Soc. Rev. 1993, 22 (6), 417-425. 6. Hoffmann, M. R.; Martin, S. T.; Choi, W. Y.; Bahnemann, D. W., Environmental applications of semiconductor photocatalysis. Chem. Rev. 1995, 95 (1), 69-96. 7. Linsebigler, A. L.; Lu, G. Q.; Yates, J. T., Photocatalysis on TiO2 surfaces—principles, mechanisms, and selected results. Chem. Rev. 1995, 95 (3), 735-758.
Solar Photocatalytic Hydrogen Production: Current Status and Future Challenges
67
8. Osterloh, F. E., Inorganic materials as catalysts for photochemical splitting of water. Chem. Mater. 2008, 20 (1), 35-54. 9. Kudo, A.; Miseki, Y., Heterogeneous photocatalyst materials for water splitting. Chem. Soc. Rev. 2009, 38 (1), 253-278. 10. van de Krol, R.; Liang, Y.; Schoonman, J., Solar hydrogen production with nanostructured metal oxides. J. Mater. Chem. 2008, 18 (20), 2311-2320. 11. Shimura, K.; Yoshida, H., Heterogeneous photocatalytic hydrogen production from water and biomass derivatives. Energy Environ. Sci. 2011, 4 (7), 2467-2481. 12. Sivula, K.; Le Formal, F.; Gratzel, M., Solar water splitting: Progress using hematite (α-Fe2O3) photoelectrodes. Chemsuschem 2011, 4 (4), 432-449. 13. Maeda, K.; Domen, K., Photocatalytic Water splitting: Recent progress and future challenges. J. Phys. Chem. Lett. 2010, 1 (18), 2655-2661. 14. Sato, S.; White, J. M., Photo-decomposition of water over P-TiO2 catalysts. Chem. Phys. Lett. 1980, 72 (1), 83-86. 15. Maeda, K.; Domen, K., New non-oxide photocatalysts designed for overall water splitting under visible light. J. Phys. Chem. C 2007, 111 (22), 7851-7861. 16. Weber, M. F.; Dignam, M. J., Splitting water with semiconducting photoelectrodes: Efficiency considerations. Int. J. Hydrogen Energy 1986, 11 (4), 225-232. 17. Murphy, A. B.; Barnes, P. R. F.; Randeniya, L. K.; Plumb, I. C.; Grey, I. E.; Horne, M. D.; Glasscock, J. A., Efficiency of solar water splitting using semiconductor electrodes. Int. J. Hydrogen Energy 2006, 31 (14), 1999-2017. 18. Bolton, J. R.; Strickler, S. J.; Connolly, J. S., Limiting and realizable efficiencies of solar photolysis of water. Nature 1985, 316 (6028), 495-500. 19. National Renewable Energy Laboratory (NREL) website: http://rredc.nrel.gov/solar/spectra/ 20. Takanabe, K.; Domen, K., Preparation of Inorganic Photocatalytic materials for overall water splitting. ChemCatChem 2012, 4 (10), 1485-1497. 21. James, B. D.; Baum, G. N.; Perez, J.; Baum, K. N. Technoeconomic Analysis of Photoelectrochemical (PEC) Hydrogen Production; Final Report; U.S. Department of Energy: December 2009. 22. Memming, R., Photoinduced charge-transfer processes at semiconductor electrodes and particles. In Electron Transfer I, 1994; Vol. 169, pp. 105-181. 23. Prieto-Mahaney, O. O.; Murakami, N.; Abe, R.; Ohtani, B., Correlation between photocatalytic activities and structural and physical properties of titanium(IV) oxide Powders. Chem. Lett. 2009, 38 (3), 238-239. 24. Kandiel, T. A.; Feldhoff, A.; Robben, L.; Dillert, R.; Bahnemann, D. W., Tailored titanium dioxide nanomaterials: Anatase nanoparticles and brookite nanorods as highly active photocatalysts. Chem. Mater. 2010, 22 (6), 2050-2060. 25. Mills, A.; Porter, G., Photosensitized dissociation of water using dispersed suspensions of n-type semiconductors. J. Chem. Soc.-Faraday Trans. I 1982, 78, 3659-3669. 26. Yamaguti, K.; Sato, S., Photolysis of Water over Metallized Powdered Titanium-Dioxide. J. Chem. Soc.-Faraday Transactions I 1985, 81, 1237-1246. 27. Sayama, K.; Arakawa, H., Significant effect of carbonate addition on stoichiometric photodecomposition of liquid water into hydrogen and oxygen from platinum titanium(IV) oxide suspension. J. Chem. Soc.-Chem. Commun. 1992, (2), 150-152. 28. Kiwi, J.; Gratzel, M., Optimization of conditions for photochemical water cleavage— aqueous Pt/TiO2 (anatase) dispersions under ultraviolet-light. J. Phys. Chem. 1984, 88 (7), 1302-1307. 29. Abe, T.; Suzuki, E.; Nagoshi, K.; Miyashita, K.; Kaneko, M., Electron source in photoinduced hydrogen production on Pt-supported TiO2 particles. J. Phys. Chem. B 1999, 103 (7), 1119-1123. 30. Meissner, D.; Memming, R.; Kastening, B.; Bahnemann, D., Fundamental problems of water splitting at cadmium-sulfide. Chem. Phys. Lett. 1986, 127 (5), 419-423. 31. Williams, R., Becquerel photovoltaic effect in binary compounds. J. Chem. Phys. 1960, 32 (5), 1505-1514.
68
J. Schneider et al.
32. Ellis, A. B.; Kaiser, S. W.; Bolts, J. M.; Wrighton, M. S., Study of n-type semiconducting cadmium chalcogenide-based photoelectrochemical cells employing polychalcogenide electrolytes. J. Am. Chem. Soc. 1977, 99 (9), 2839-2848. 33. Abe, R.; Sayama, K.; Sugihara, H., Development of new photocatalytic water splitting into H2 and O2 using two different semiconductor photocatalysts and a shuttle redox mediator IO3 (-)/I. J. Phys. Chem. B 2005, 109 (33), 16052-16061. 34. Kudo, A.; Omori, K.; Kato, H., A novel aqueous process for preparation of crystal formcontrolled and highly crystalline BiVO4 powder from layered vanadates at room temperature and its photocatalytic and photophysical properties. J. Am. Chem. Soc. 1999, 121 (49), 1145911467. 35. Kato, H.; Kobayashi, H.; Kudo, A., Role of Ag+ in the band structures and photocatalytic properties of AgMO3 (M: Ta and Nb) with the perovskite structure. J. Phys. Chem. B 2002, 106 (48), 12441-12447. 36. Kato, H.; Kudo, A., Visible-light-response and photocatalytic activities of TiO2 and SrTiO3 photocatalysts codoped with antimony and chromium. J. Phys. Chem. B 2002, 106 (19), 5029-5034. 37. Kim, H. G.; Borse, P. H.; Choi, W.; Lee, J. S., Photocatalytic nanodiodes for visible-light photocatalysis. Ange. Chem. Inter. Ed. 2005, 44 (29), 4585-4589. 38. Scaife, D. E., Oxide semiconductors in photoelectrochemical conversion of solar energy. Sol. Energy 1980, 25 (1), 41-54. 39. Maeda, K.; Takata, T.; Hara, M.; Saito, N.; Inoue, Y.; Kobayashi, H.; Domen, K., GaN : ZnO solid solution as a photocatalyst for visible-light-driven overall water splitting. J. Am. Chem. Soc. 2005, 127 (23), 8286-8287. 40. Maeda, K.; Teramura, K.; Takata, T.; Hara, M.; Saito, N.; Toda, K.; Inoue, Y.; Kobayashi, H.; Domen, K., Overall water splitting on (Ga1-xZnx)(N1-xOx) solid solution photocatalyst: Relationship between physical properties and photocatalytic activity. J. Phys. Chem. B 2005, 109 (43), 20504-20510. 41. Teramura, K.; Maeda, K.; Saito, T.; Takata, T.; Saito, N.; Inoue, Y.; Domen, K., Characterization of ruthenium oxide nanocluster as a cocatalyst with (Ga1-xZnx)(N1-xOx) for photocatalytic overall water splitting. J. Phys. Chem. B 2005, 109 (46), 21915-21921. 42. Hirai, T.; Maeda, K.; Yoshida, M.; Kubota, J.; Ikeda, S.; Matsumura, M.; Domen, K., Origin of visible light absorption in GaN-Rich (Ga1-xZnx)(N1-xOx) photocatalysts. J. Phys. Chem. C 2007, 111 (51), 18853-18855. 43. Sun, X.; Maeda, K.; Le Faucheur, M.; Teramura, K.; Domen, K., Preparation of (Ga1-xZnx) (N1-xOx) solid-solution from ZnGa2O4 and ZnO as a photo-catalyst for overall water splitting under visible light. Appl. Catal. A-Gen. 2007, 327 (1), 114-121. 44. Maeda, K.; Teramura, K.; Domen, K., Effect of post-calcination on photocatalytic activity of (Ga1-xZnx)(N1-xOx) solid solution for overall water splitting under visible light. J. Catal. 2008, 254 (2), 198-204. 45. Daling Lu, T. T., Nobuo Saito,; Yasunobu Inoue, K. D., Photocatalyst releasing hydrogen from water. Nature 2006, 440 (16), 295. 46. Abe, R.; Higashi, M.; Domen, K., Facile fabrication of an efficient oxynitride TaON photoanode for overall water splitting into H2 and O2 under visible light irradiation. J. Am. Chem. Soc. 2010, 132 (34), 11828-11829. 47. Maeda, K.; Domen, K., Solid solution of GaN and ZnO as a stable photocatalyst for overall water splitting under visible light. Chem. Mater. 2010, 22 (3), 612-623. 48. Maeda, K.; Higashi, M.; Siritanaratkul, B.; Abe, R.; Domen, K., SrNbO2N as a WaterSplitting Photoanode with a Wide Visible-Light Absorption Band. J. Am. Chem. Soc. 2011, 133 (32), 12334-12337. 49. Kasahara, A.; Nukumizu, K.; Hitoki, G.; Takata, T.; Kondo, J. N.; Hara, M.; Kobayashi, H.; Domen, K., Photoreactions on LaTiO2N under visible light irradiation. J. Phys. Chem. A 2002, 106 (29), 6750-6753.
Solar Photocatalytic Hydrogen Production: Current Status and Future Challenges
69
50. Hitoki, G.; Takata, T.; Kondo, J. N.; Hara, M.; Kobayashi, H.; Domen, K., An oxynitride, TaON, as an efficient water oxidation photocatalyst under visible light irradiation λ 500 nm). Chem. Commun. 2002, (16), 1698-1699. 51. Hara, M.; Chiba, E.; Ishikawa, A.; Takata, T.; Kondo, J. N.; Domen, K., Ta3N5 and TaON thin films on Ta foil: Surface composition and stability. J. Phys. Chem. B 2003, 107 (48), 13441-13445. 52. Hara, M.; Nunoshige, J.; Takata, T.; Kondo, J. N.; Domen, K., Unusual enhancement of H2 evolution by Ru on TaON photocatalyst under visible light irradiation. Chem. Commun. 2003, (24), 3000-3001. 53. Ishikawa, A.; Takata, T.; Kondo, J. N.; Hara, M.; Kobayashi, H.; Domen, K., Oxysulfide Sm2Ti2S2O5 as a stable photocatalyst for water oxidation and reduction under visible light irradiation (λ 650 nm). J. Am. Chem. Soc. 2002, 124 (45), 13547-13553. 54. Abe, R.; Takata, T.; Sugihara, H.; Domen, K., Photocatalytic overall water splitting under visible light by TaON and WO3 with an IO3/I shuttle redox mediator. Chem. Commun. 2005, (30), 3829-3831. 55. Sato, J.; Kobayashi, H.; Ikarashi, K.; Saito, N.; Nishiyama, H.; Inoue, Y., Photocatalytic activity for water decomposition of RuO2-dispersed Zn2GeO4 with d10 configuration. J. Phys. Chem. B 2004, 108 (14), 4369-4375. 56. Sato, J.; Saito, N.; Nishiyama, H.; Inoue, Y., Photocatalytic activity for water decomposition of indates with octahedrally coordinated d10 configuration. I. Influences of preparation conditions on activity. J. Phys. Chem. B 2003, 107 (31), 7965-7969. 57. Sato, J.; Saito, N.; Nishiyama, H.; Inoue, Y., New photocatalyst group for water decomposition of RuO2-loaded p-block metal (In, Sn, and Sb) oxides with d10 configuration. J. Phys. Chem. B 2001, 105 (26), 6061-6063. 58. Ikarashi, K.; Sato, J.; Kobayashi, H.; Saito, N.; Nishiyama, H.; Inoue, Y., Photocatalysis for water decomposition by RuO2-dispersed ZnGa2O4 with d10 configuration. J. Phys. Chem. B 2002, 106 (35), 9048-9053. 59. Wei, S. H.; Zunger, A., Role of metal d-states in II–VI semiconductors. Phys. Review B 1988, 37 (15), 8958-8981. 60. Maeda, K.; Teramura, K.; Lu, D. L.; Saito, N.; Inoue, Y.; Domen, K., Noble-metal/Cr2O3 core/shell nanoparticles as a cocatalyst for photocatalytic overall water splitting. Angew. Chem.-Int. Edit. 2006, 45 (46), 7806-7809. 61. Maeda, K.; Lu, D.; Teramura, K.; Domen, K., Direct deposition of nanoparticulate rhodiumchromium mixed-oxides on a semiconductor powder by band-gap irradiation. J. Mater. Chem. 2008, 18 (30), 3539-3542. 62. Zhang, L. W.; Baumanis, C.; Robben, L.; Kandiel, T.; Bahnemann, D., Bi2WO6 Inverse opals: Facile fabrication and efficient visible-light-driven photocatalytic and photoelectrochemical water-splitting activity. Small 2011, 7 (19), 2714-2720. 63. Wang, X.; Maeda, K.; Thomas, A.; Takanabe, K.; Xin, G.; Carlsson, J. M.; Domen, K.; Antonietti, M., A metal-free polymeric photocatalyst for hydrogen production from water under visible light. Nat. Mater. 2009, 8 (1), 76-80. 64. Kawai, T.; Sakata, T., Conversion of carbohydrate into hydrogen fuel by a photocatalytic process. Nature 1980, 286 (5772), 474-476. 65. Domen, K.; Naito, S.; Onishi, T.; Tamaru, K., Photocatalytic hydrogen-production from a mixture of water and 2-propanol on some semiconductors. Chem. Lett. 1982, (4), 555-558. 66. Kanno, H.; Yamamoto, Y.; Harada, H., TiO2-based photocatalysts prepared from titanium isopropoxide and aqueous-electrolyte solutions. Chem. Phys. Lett. 1985, 121 (3), 245-248. 67. Cihlar, J.; Bartonickova, E., Low-temperature sol-gel synthesis of anatase nanoparticles modified by Au, Pd and Pt and activity of TiO2/Au, Pd, Pt photocatalysts in water splitting. J. Sol-Gel Sci. Technol. 65 (3), 430-442. 68. Tran, P. D.; Xi, L. F.; Batabyal, S. K.; Wong, L. H.; Barber, J.; Loo, J. S. C., Enhancing the photocatalytic efficiency of TiO2 nanopowders for H2 production by using non-noble transition metal co-catalysts. Phys. Chem. Chem. Phys. 14 (33), 11596-11599.
70
J. Schneider et al.
69. Ma, B. J.; Kim, J. S.; Choi, C. H.; Woo, S. I., Enhanced hydrogen generation from methanol aqueous solutions over Pt/MoO3/TiO2 under ultraviolet light. Inter. J. Hydrogen Energy 38 (9), 3582-3587. 70. Lee, S. G.; Lee, S.; Lee, H. I., Photocatalytic production of hydrogen from aqueous solution containing CN as a hole scavenger. Appl. Catal. a-Gen. 2001, 207 (1-2), 173-181. 71. Buhler, N.; Meier, K.; Reber, J. F., Photochemical hydrogen-production with cadmiumsulfide suspensions. J. Phys. Chem. 1984, 88 (15), 3261-3268. 72. Wang, Y. B.; Wang, Y. S.; Xu, R., Photochemical deposition of Pt on CdS for H2 evolution from water: Markedly enhanced activity by controlling Pt reduction environment. J. Phys. Chem. C 117 (2), 783-790. 73. Yao, W. F.; Song, X. L.; Huang, C. P.; Xu, Q. J.; Wu, Q., Enhancing solar hydrogen production via modified photochemical treatment of Pt/CdS photocatalyst. Catal. Today 199, 42-47. 74. Bao, N. Z.; Shen, L. M.; Takata, T.; Domen, K., Self-templated synthesis of nanoporous CdS nanostructures for highly efficient photocatalytic hydrogen production under visible. Chem. Mater. 2008, 20 (1), 110-117. 75. Zong, X.; Yan, H. J.; Wu, G. P.; Ma, G. J.; Wen, F. Y.; Wang, L.; Li, C., Enhancement of photocatalytic H2 evolution on CdS by loading MOS2 as cocatalyst under visible light irradiation. J. Am. Chem. Soc. 2008, 130 (23), 7176-7177. 76. Frame, F. A.; Osterloh, F. E., CdSe-MoS2: A Quantum size-confined photocatalyst for hydrogen evolution from water under visible light. J. Phys. Chem. C 114 (23), 10628-10633. 77. Bang, J. U.; Lee, S. J.; Jang, J. S.; Choi, W.; Song, H., Geometric Effect of Single or Double Metal-Tipped CdSe Nanorods on Photocatalytic H2 Generation. J. Phys. Chem. Lett. 3 (24), 3781-3785. 78. Holmes, M. A.; Townsend, T. K.; Osterloh, F. E., Quantum confinement controlled photocatalytic water splitting by suspended CdSe nanocrystals. Chem. Commun. 2012, 48 (3), 371-373. 79. Grzyll, L. R.; Thomas, J. J.; Barile, R. G., Photoelectrochemical conversion of hydrogensulfide to hydrogen using artificial-light and solar-radiation. Inter. J. Hydrogen Energy 1989, 14 (9), 647-651. 80. Ma, G. J.; Yan, H. J.; Shi, J. Y.; Zong, X.; Lei, Z. B.; Li, C., Direct splitting of H2S into H2 and S on CdS-based photocatalyst under visible light irradiation. J. Catal. 2008, 260 (1), 134-140. 81. Jang, J. S.; Kim, H. G.; Borse, P. H.; Lee, J. S., Simultaneous hydrogen production and decomposition of H2S dissolved in alkaline water over CdS-TiO2 composite photocatalysts under visible light irradiation. Inter. J. Hydrogen Energy 2007, 32 (18), 4786-4791. 82. Chen, X. B.; Shen, S. H.; Guo, L. J.; Mao, S. S., Semiconductor-based photocatalytic hydrogen generation. Chem. Rev. 2010, 110 (11), 6503-6570. 83. Kawai, T.; Sakata, T., Photocatalytic hydrogen-production from liquid methanol and water. J. Chem. Soc.-Chem. Commun. 1980, (15), 694-695. 84. Lin, W. C.; Yang, W. D.; Huang, I. L.; Wu, T. S.; Chung, Z. J., Hydrogen production from methanol/water photocatalytic decomposition using Pt/TiO2-xNx catalyst. Energy & Fuels 2009, 23, 2192-2196. 85. Chen, J.; Ollis, D. F.; Rulkens, W. H.; Bruning, H., Photocatalyzed oxidation of alcohols and organochlorides in the presence of native TiO2 and metallized TiO2 suspensions. Part (I): Photocatalytic activity and pH influence. Water Research 1999, 33 (3), 661-668. 86. Chen, J.; Ollis, D. F.; Rulkens, W. H.; Bruning, H., Photocatalyzed oxidation of alcohols and organochlorides in the presence of native TiO2 and metallized TiO2 suspensions. Part (II): Photocatalytic mechanisms. Water Res. 1999, 33 (3), 669-676. 87. Wang, C. Y.; Rabani, J.; Bahnemann, D. W.; Dohrmann, J. K., Photonic efficiency and quantum yield of formaldehyde formation from methanol in the presence of various TiO2 photocatalysts. J. Photochem. Photobiol. A-Chem. 2002, 148 (1-3), 169-176. 88. Wang, C. Y.; Pagel, R.; Bahnemann, D. W.; Dohrmann, J. K., Quantum yield of formaldehyde formation in the presence of colloidal TiO2-based photocatalysts: Effect of intermittent
Solar Photocatalytic Hydrogen Production: Current Status and Future Challenges
71
illumination, platinization, and deoxygenation. J. Phys. Chem. B 2004, 108 (37), 1408214092. 89. Wang, C. Y.; Groenzin, H.; Shultz, M. J., Direct observation of competitive adsorption between methanol and water on TiO2: An in situ sum-frequency generation study. J. Am. Chem. Soc. 2004, 126 (26), 8094-8095. 90. Sun, L. Z.; Bolton, J. R., Determination of the quantum yield for the photochemical generation of hydroxyl radicals in TiO2 suspensions. J. Phys. Chem. 1996, 100 (10), 41274134. 91. Hykaway, N.; Sears, W. M.; Morisaki, H.; Morrison, S. R., Current-doubling reactions on titanium-dioxide photoanodes. J. Phys. Chem. 1986, 90 (25), 6663-6667. 92. Nogami, G.; Kennedy, J. H., Investigation of current doubling mechanism of organiccompounds by the rotating-ring disk electrode technique. J. Electrochem. Soc. 1989, 136 (9), 2583-2588. 93. Villarreal, T. L.; Gomez, R.; Neumann-Spallart, M.; Alonso-Vante, N.; Salvador, P., Semiconductor photooxidation of pollutants dissolved in water: A kinetic model for distinguishing between direct and indirect interfacial hole transfer. I. Photoelectrochemical experiments with polycrystalline anatase electrodes under current doubling and absence of recombination. J. Phys. Chem. B 2004, 108 (39), 15172-15181. 94. Asmus, K. D.; Mockel, H.; Henglein, A., Pulse radiolytic study of Site of OH radical attack on aliphatic alcohols in aqueous-solution. J. Phys. Chem. 1973, 77 (10), 1218-1221. 95. Tamaki, Y.; Furube, A.; Murai, M.; Hara, K.; Katoh, R.; Tachiya, M., Direct observation of reactive trapped holes in TiO2 undergoing photocatalytic oxidation of adsorbed alcohols: Evaluation of the reaction rates and yields. J. Am. Chem. Soc. 2006, 128 (2), 416-417. 96. Weber, M. F.; Dignam, M. J., Efficiency of splitting water with semiconducting photoelectrodes. J. Electrochem. Soc. 1984, 131 (6), 1258-1265. 97. Bahnemann, D.; Henglein, A.; Lilie, J.; Spanhel, L., Flash-photolysis observation of the absorption-spectra of trapped positive holes and electrons in colloidal TiO2. J. Phys. Chem. 1984, 88 (4), 709-711. 98. Imanishi, A.; Tsuji, E.; Nakato, Y., Dependence of the work function of TiO2 (Rutile) on crystal faces, studied by a scanning auger microprobe. J. Phys. Chem. C 2007, 111 (5), 21282132. 99. Eastman, D. E., Photoelectric work functions of transition, rare-earth, and noble metals. Phys. Rev. B 1970, 2 (1), 1-&. 100. Anpo, M.; Takeuchi, M., The design and development of highly reactive titanium oxide photocatalysts operating under visible light irradiation. J. Catal. 2003, 216 (1-2), 505-516. 101. Furube, A.; Asahi, T.; Masuhara, H.; Yamashita, H.; Anpo, M., Direct observation of a picosecond charge separation process in photoexcited platinum-loaded TiO2 particles by femtosecond diffuse reflectance spectroscopy. Chem. Phys. Lett.. 2001, 336 (5-6), 424-430. 102. Bahnemann, D.; Henglein, A.; Spanhel, L., Detection of the intermediates of colloidal TiO2catalyzed photoreactions. Faraday Discussions 1984, 78, 151-163. 103. Erdey-Gruz, T.; Volmer, M., Zur theorie der wasserstoffu¨berspannung. Z. Phys. Chem. 1930, 150, 203-213. ¨ berspannung. Rec. Trav. Chim. Pays-Bas 1925, 44, 104. Heyrovsky, J., Eine Theorie der U 499-513. ¨ ber die Polarisation bei kathodischer Wasserstoffentwicklung. Z. Phys. Chem. 105. Tafel, J., U 1905, 50, 641-712. 106. Kasarevic-Popovic, Z.; Behar, D.; Rabani, J., Role of excess electrons in TiO2 nanoparticles coated with Pt in reduction reactions studied in radiolysis of aqueous solutions. J. Phys. Chem. B 2004, 108 (52), 20291-20295. 107. Mizukoshi, Y.; Makise, Y.; Shuto, T.; Hu, J. W.; Tominaga, A.; Shironita, S.; Tanabe, S., Immobilization of noble metal nanoparticles on the surface of TiO2 by the sonochemical method: Photocatalytic production of hydrogen from an aqueous solution of ethanol. Ultrason. Sonochem. 2007, 14 (3), 387-392.
72
J. Schneider et al.
108. Bamwenda, G. R.; Tsubota, S.; Nakamura, T.; Haruta, M., Photoassisted hydrogenproduction from a water-ethanol solution—a Comparison of activities of Au-TiO2 and Pt-TiO2. J. Photochem. Photobiol. A-Chem. 1995, 89 (2), 177-189. 109. Jang, J. S.; Ji, S. M.; Bae, S. W.; Son, H. C.; Lee, J. S., Optimization of CdS/TiO2 nano-bulk composite photocatalysts for hydrogen production from Na2S/Na2SO3 aqueous electrolyte solution under visible light (λ 420 nm). J. Photochem. Photobiol. A-Chem. 2007, 188 (1), 112-119. 110. Behar, D.; Rabani, J., Kinetics of hydrogen production upon reduction of aqueous TiO2 nanoparticles catalyzed by Pd0, Pt0, or Au0 coatings and an unusual hydrogen abstraction; Steady state and pulse radiolysis study. J. Phys. Chem. B 2006, 110 (17), 8750-8755. 111. Fang, J.; Cao, S. W.; Wang, Z.; Shahjamali, M. M.; Loo, S. C. J.; Barber, J.; Xue, C., Mesoporous plasmonic Au-TiO2 nanocomposites for efficient visible-light-driven photocatalytic water reduction. Inter. J. Hydrogen Energy 37 (23), 17853-17861. 112. Ingram, D. B.; Linic, S., Water splitting on composite plasmonic-metal/semiconductor photoelectrodes: Evidence for selective plasmon-induced formation of charge carriers near the semiconductor surface. J. Am. Chem. Soc. 133 (14), 5202-5205. 113. Saadi, S.; Bouguelia, A.; Derbal, A.; Trari, M., Hydrogen photoproduction over new catalyst CuLaO2. J. Photochem. Photobiol. A-Chem. 2007, 187 (1), 97-104. 114. Peng, T. Y.; Li, K.; Zeng, P.; Zhang, Q. G.; Zhang, X. G., Enhanced photocatalytic hydrogen production over graphene oxide-cadmium sulfide nanocomposite under visible light irradiation. J. Phys. Chem. C 116 (43), 22720-22726. 115. Boudjemaa, A.; Bouarab, R.; Saadi, S.; Bouguelia, A.; Trari, M., Photoelectrochemical H2generation over Spinel FeCr2O4 in X2 solutions (X2 ¼ S2 and SO32). Appl. Energy 2009, 86 (7-8), 1080-1086. 116. Zhang, J.; Yu, J. G.; Jaroniec, M.; Gong, J. R., Noble metal-free reduced graphene oxideZnxCd1-xS nanocomposite with enhanced solar photocatalytic H2 production performance. Nano Lett. 12 (9), 4584-4589. 117. Tsuji, I.; Kato, H.; Kobayashi, H.; Kudo, A., Photocatalytic H2 evolution reaction from aqueous solutions over band structure-controlled (AgIn)xZn2(1-x)S2 solid solution photocatalysts with visible-light response and their surface nanostructures. J. Am. Chem. Soc. 2004, 126 (41), 13406-13413. 118. Chen, S. Y.; Wang, L. W., Thermodynamic oxidation and reduction potentials of photocatalytic semiconductors in aqueous solution. Chem. Mater. 2012, 24 (18), 3659-3666. 119. Minoura, H.; Tsuiki, M., Anodic reactions of several reducing agents on illuminated cadmium-sulfide electrode. Electrochim. Acta 1978, 23 (12), 1377-1382. 120. Wardman, P., Reduction potentials of one-electron couples involving free-radicals in aqueous-solution. J. Phys. Chem. Ref. Data 1989, 18 (4), 1637-1755. 121. Watanabe, T.; Fujishim.A; Honda, K. I., Potential variation at semiconductor-electrolyte interface through a change in ph of solution. Chem. Lett. 1974, (8), 897-900. 122. Inoue, T.; Watanabe, T.; Fujishima, A.; Honda, K., investigation of CdS photoanode reaction in the electrolyte solution containing sulfide ion. Bull. Chem. Soc. Jpn 1979, 52 (5), 12431250. 123. Yan, H. J.; Yang, J. H.; Ma, G. J.; Wu, G. P.; Zong, X.; Lei, Z. B.; Shi, J. Y.; Li, C., Visiblelight-driven hydrogen production with extremely high quantum efficiency on Pt-PdS/CdS photocatalyst. J. Catal. 2009, 266 (2), 165-168. 124. Kambe, S.; Fujii, M.; Kawai, T.; Kawai, S.; Nakahara, F., Photocatalytic hydrogenproduction with Cd(S, Se) solid-solution particles—determining factors for the highly efficient photocatalyst. Chem. Phys. Lett. 1984, 109 (1), 105-109. 125. Frame, F. A.; Carroll, E. C.; Larsen, D. S.; Sarahan, M.; Browning, N. D.; Osterloh, F. E., First demonstration of CdSe as a photocatalyst for hydrogen evolution from water under UV and visible light. Chem. Commun. 2008, (19), 2206-2208. 126. Harris, C.; Kamat, P. V., Photocatalytic events of CdSe quantum dots in confined media. electrodic behavior of coupled platinum nanoparticles. Acs Nano 2010, 4 (12), 7321-7330.
Solar Photocatalytic Hydrogen Production: Current Status and Future Challenges
73
127. Zhou, Z. H.; Shi, J. W.; Wu, P.; Li, M. T.; Guo, L. J., First-principles study on absolute band edge positions for II-VI semiconductors at (110) surface. Chem. Phys. Lett. 513 (1-3), 72-76. 128. Gerischer, H., The impact of semiconductors on the concepts of electrochemistry. Electrochim. Acta 1990, 35 (11-12), 1677-1699. 129. Alonso-Tellez, A.; Robert, D.; Keller, N.; Keller, V., A parametric study of the UV-A photocatalytic oxidation of H2S over TiO2. Appl. Catal. B-Environ. 2012, 115, 209-218. 130. Portela, R.; Suarez, S.; Rasmussen, S. B.; Arconada, N.; Castro, Y.; Duran, A.; Avila, P.; Coronado, J. M.; Sanchez, B., Photocatalytic-based strategies for H2S elimination. Catal. Today 2010, 151 (1-2), 64-70. 131. Canela, M. C.; Alberici, R. M.; Jardim, W. F., GaS-phase destruction of H2S using TiO2/UVVIS. J. Photochem. Photobiol. A-Chem. 1998, 112 (1), 73-80. 132. Tambwekar, S. V.; Subrahmanyam, M., Photocatalytic generation of hydrogen from hydrogen sulfide: An energy bargain. Inter. J. Hydrogen Energy 1997, 22 (10-11), 959-965. 133. Boragarello E, K. K., Gratzel M, Visible light induced generation of hydrogen from hydrogen sulfide in cadmium sulfide dispersions with hole transfer catalysis by ruthenium(IV) oxide. Helv Chim Acta 1982, 65, 243-248. 134. Szynkarczuk, J.; Komorowski, P. G.; Donini, J. C., Redox reactions of hydrosulfide ions on the platinum-electrode. 1. the presence of intermediate polysulfide ions and sulfur layers. Electrochim. Acta 1994, 39 (15), 2285-2289. 135. Bard, A. J.; Parsons, R.; Jordan, J., Standard potentials in aqueous solution. New York and Basel, 1985. 136. Hara, K.; Sayama, K.; Arakawa, H., Photocatalytic hydrogen and oxygen formation over SiO2-supported RuS2 in the presence of sacrificial donor and acceptor. Appl. Catal. A-Gen. 1999, 189 (1), 127-137. 137. Tang, J. W.; Ye, J. H., Correlation of crystal structures and electronic structures and photocatalytic properties of the W-containing oxides. J. Mater. Chem. 2005, 15 (39), 42464251. 138. Ohmori, T.; Takahashi, H.; Mametsuka, H.; Suzuki, E., Photocatalytic oxygen evolution on alpha-Fe2O3 films using Fe3+ ion as a sacrificial oxidizing agent. Phys. Chem. Chem. Phys. 2000, 2 (15), 3519-3522. 139. Kim, W.; Tachikawa, T.; Majima, T.; Choi, W., Photocatalysis of dye-sensitized TiO2 nanoparticles with thin overcoat of Al2O3: Enhanced activity for H2 production and Dechlorination of CCl4. J. Phys. Chem. C 2009, 113 (24), 10603-10609. 140. Minero, C.; Piccinini, P.; Calza, P.; Pelizzetti, E., Photocatalytic reduction/oxidation processes occurring at the carbon and nitrogen of tetranitromethane. New J. Chem. 1996, 20 (11), 1159-1164. 141. Nadtochenko, V.; Denisov, N.; Gorenberg, A.; Kozlov, Y.; Chubukov, P.; Rengifo, J. A.; Pulgarin, C.; Kiwi, J., Correlations for photocatalytic activity and spectral features of the absorption band edge of TiO2 modified by thiourea. Appl. Catal. B-Environ. 2009, 91 (1-2), 460-469. 142. Ferry, J. L.; Glaze, W. H., Photocatalytic reduction of nitroorganics over illuminated titanium dioxide: Electron transfer between excited-state TiO2 and nitroaromatics. J. Phys. Chem. B 1998, 102 (12), 2239-2244. 143. Kandiel, T. A.; Dillert, R.; Bahnemann, D. W., Enhanced photocatalytic production of molecular hydrogen on TiO2 modified with Pt-polypyrrole nanocomposites. Photochem. Photobiol. Sci. 2009, 8 (5), 683-690. 144. Deki, S.; Nishikawa, H.; Mizuhata, M., Fabrication of Pt nanoparticles-polypyrrole composite for electrocatalyst. Electrochem. 2004, 72 (6), 415-417. 145. Frank, A. J.; Honda, K., Polymer-modified electrodes, catalysis and water-splitting reactions. J. Photochem. 1985, 29 (1-2), 195-204. 146. Cooper, G.; Noufi, R.; Frank, A. J.; Nozik, A. J., Oxygen evolution on tantalum polypyrrole platinum anodes. Nature 1982, 295 (5850), 578-580.
74
J. Schneider et al.
147. Kandiel, T. A.; Dillert, R.; Robben, L.; Bahnemann, D. W., Photonic efficiency and mechanism of photocatalytic molecular hydrogen production over platinized titanium dioxide from aqueous methanol solutions. Catal. Today 2011, 161 (1), 196-201. 148. Kandiel, T. A.; Ismail, A. A.; Bahnemann, D. W., Mesoporous TiO2 nanostructures: a route to minimize Pt loading on titania photocatalysts for hydrogen production. Phys. Chem. Chem. Phys. 2011, 13 (45), 20155-20161. 149. Karakitsou, K. E.; Verykios, X. E., Effects of altervalent cation doping of TiO2 on its performance as a photocatalyst for water cleavage. J. Phys. Chem. 1993, 97 (6), 1184-1189. 150. Junwang Tang, H. Q., and Jinhua Ye, Photocatalytic Properties and Photoinduced Hydrophilicity of Surface-Fluorinated TiO2. Chem. Mater. 2007, 19, 116-122 2007. 151. Jitputti, J.; Pavasupree, S.; Suzuki, Y.; Yoshikawa, S., Synthesis and photocatalytic activity for water-splitting reaction of nanocrystalline mesoporous titania prepared by hydrothermal method. J. Sol. State Chem. 2007, 180 (5), 1743-1749. 152. Ekambaram, S., Photoproduction of clean H2 or O2 from water using oxide semiconductors in presence of sacrificial reagent. J. All. Comp. 2008, 448 (1-2), 238-245. 153. Jitputti, J.; Suzuki, Y.; Yoshikawa, S., Synthesis of TiO2 nanowires and their photocatalytic activity for hydrogen evolution. Catal. Commun. 2008, 9 (6), 1265-1271. 154. Rosseler, O.; Shankar, M. V.; Du, M. K. L.; Schmidlin, L.; Keller, N.; Keller, V., Solar light photocatalytic hydrogen production from water over Pt and Au/TiO2(anatase/rutile) photocatalysts: Influence of noble metal and porogen promotion. J. Catal. 2010, 269 (1), 179-190. 155. Highfield, J. G.; Chen, M. H.; Nguyen, P. T.; Chen, Z., Mechanistic investigations of photodriven processes over TiO2 by in-situ DRIFTS-MS: Part 1. Platinization and methanol reforming. Energy Environ. Sci. 2009, 2 (9), 991-1002. 156. Kandiel, T. A.; Ivanova, I.; Bahnemann, D. W., Long-term investigation of the photocatalytic hydrogen production on platinized TiO2: an isotopic study. Energy Environ. Sci. 2014, 7, 1420-1425. 157. Yasui, S.; Itoh, K.; Ohno, A.; Tokitoh, N., Kinetic deuterium isotope effect in single-electron transfer occurring from tributylphosphine to viologens. Chem. Lett. 2001, (10), 1056-1057.
Electrochemical and Optical Characterization of Materials Band Structure Suman Parajuli and Mario A. Alpuche-Aviles
1 Introduction The use of semiconductors (SCs) in solar energy conversion is a direct consequence of the band structure of the materials [1–5]. The relationship between optical and electronic properties of semiconductors enables the conversion of light into electrical or chemical energy. To harvest the potential of solar energy conversion, the different electrochemical and optical properties of the semiconductor must be optimized and this remains a challenge. In this chapter, we present a combination of methods for the experimental characterization of optical and electrochemical properties using a synergist approach in the context of photoelectrochemical production of solar fuels. When light interacts with a semiconductor, a fundamental transition is said to occur; when the photon energy is enough to promote an electron from the valance band (VB) to the conduction band (CB), this is the band-to-band transition (also known as a fundamental absorption) [6]. For solar fuels, a semiconductor should have a bandgap of sufficiently low energy to collect most of the solar spectra while being able to provide sufficient driving force to, for example, split water into hydrogen and oxygen (Table 1). In this chapter we explain common approaches for the characterization of the bandgap (Eg) and the energy of the conduction (ECB) and valence band (EVB) energies. We note that these parameters are not independent of each other, but rather, are linked by the band structure of the semiconductor, and this fundamental relationship can be used to gain deep understanding of a semiconductor band structure from relatively simple experiments. The band energies correspond to the thermodynamic driving force towards the reaction of interest. For example, in water splitting the valance band energy position will be the driving force towards water oxidation while the conduction band will be the driving force towards H+ reduction. S. Parajuli • M.A. Alpuche-Aviles (*) Department of Chemistry, University of Nevada Reno, Reno, NV 89557, USA e-mail: [email protected] © Springer Science+Business Media New York 2014 B. Viswanathan et al. (eds.), Materials and Processes for Solar Fuel Production, Nanostructure Science and Technology 174, DOI 10.1007/978-1-4939-1628-3_4
75
76
S. Parajuli and M.A. Alpuche-Aviles
Table 1 Summary of the techniques discussed in this review Property
Technique
Comments
Eg
Optical (e.g., UV Vis) Photocurrent Mott–Schottky
Absorbance and transmittance methods
Band edge (ECB or EVB)
Type (n-type or p-type)
Photocurrent onset Photocurrent Mott–Schottky
Photocurrent dependence on wavelength Extrapolation of the 1/CSC dependence with electrochemical potential Extrapolation to the potential of zero photoelectrochemical current n-type photooxidizes p-type photoreduces Sign of the slope of the 1/CSC dependence with electrochemical potential
Fig. 1 Schematic diagram of the energy levels in a semiconductor (a) an n-type SC and (b) the material as in (a) but p-type. The figure shows the fundamental optical transition (ii) that occurs upon illumination: photon absorption (i) promotes an electron (e) from VB to CB leaving a hole (h+) in VB. (iii) indicates a transition from the VB to a surface state (ss). Φ ¼ work function, EF ¼ Fermi level, Eg ¼ bandgap, ECB ¼ conduction band edge, EVB ¼ valence band edge
Because it is often difficult to characterize each of these bands independently, the energy of these positions is determined from the relationship: Eg ¼ ECB EVB
ð1Þ
Figure 1 shows the relationships between the different energy levels of interest in a semiconductor. Note that when the material is heavily doped with electrons, i.e., the n-type material, the EF and ECB are similar (Fig. 1a); for a p-type material, EF EVB (Fig. 1b). Experimentally, this relationship can be exploited to estimate independently the values of ECB and EVB, although this requires synthetic control of the material doping. Figure 1b also shows the presence of surface states (ss), i.e., energy levels at the surface that have energies different from the states in the bulk of the semiconductor, within the “forbidden,” bandgap region. A word of caution is appropriate about the different scales used in the study of semiconductors. In electrochemistry, the measurements are usually performed with respect to a reference system, such as the Ag/AgCl reference electrode and then they are converted to the standard scale of the normal hydrogen electrode (NHE),
Electrochemical and Optical Characterization of Materials Band Structure
77
Fig. 2 Comparison of the electrochemical and absolute potential scales. The chart shows the values of the normal hydrogen electrode (NHE), and of two common references used in practice: Ag/AgCl in saturated KCl, and Hg/HgO (used for alkaline solutions)
using equivalencies from tables [4]. In studies of semiconductor in vacuum, the energy of the bands, ECB and EVB, are reported in electron volts, eV, with respect to vacuum, i.e., with vacuum being 0 and lower energies assigned to negative values in eV, e.g., the work function of gold is ca. –5 eV. The consequence of these different definitions is that the solid state scale and the electrochemical scale move in opposite directions. Because the electrochemical scale follows the electrostatic convention, the negative direction in electrochemistry is the higher energy direction, i.e., the positive direction in the solid scale with respect to vacuum. Figure 2 shows the different directions of these scales, and for comparison, the figure shows three points of practical importance: (1) the value of the NHE, which in practice is not frequently used, it is usually replaced by (2) the more practical Ag/AgCl reference, or by (3) the Hg/HgO reference electrode recommended for alkaline solutions [4]. We present a compilation of optical and electrochemical techniques that can be used to characterize the band structure of semiconductor materials in the research for solar fuels. The values of ECB and EVB can be found from electrochemical measurements while Eg is often determined from optical measurements that can also provide additional information about the band structure of the material. Because optical properties can be complicated by the presence of impurities and the so-called traps that can present optical transitions that do not result in band-toband transitions, electrochemical measurements complement optical measurements by determining which transition results in carriers that can be used to drive reactions across the semiconductor–liquid interface.
78
S. Parajuli and M.A. Alpuche-Aviles
2 Optical Characterizations Optical methods are some of the simplest ways to probe the electronic structure of a semiconductor. Careful measurement of optical properties yields the critical bandgap energy Eg, in addition, the optical properties report on the type of electronic transition that results in photon absorption. The band-to-band transitions must follow certain selection rules that result in different types of transitions: direct-allowed, direct-forbidden, indirect-allowed, etc. Thus, optical measurements can also provide additional information on the band structure of the material [3, 6, 7]. The experimental procedure involves measuring the absorption coefficient, α, defined as [1, 7]: α¼
1 Io ln d I
ð2Þ
where α ¼ absorption coefficient, d ¼ thickness of the sample, Io ¼ incident light intensity, and I ¼ transmitted light intensity. A simple procedure to obtain an approximation of α is to measure the absorbance, A, of a film of known thickness: α¼
2:303 A d
ð3Þ
Note that Eq. (2) is the definition of α and Eq. (3) is obtained from the algebraic definition of absorbance. However, application of Eq. (3) from a simple absorbance measurement without corrections from reflectance and scattering provides only approximate results. The calculation of α should be obtained from measurements of film transmittance and reflectance [1, 7]. It is usual to perform these measurements under normal incidence conditions with an integrating sphere. From the equation and a fit to the wavelength dependence of transmittance and reflectance one can obtain α and the refractive index of the material n, also wavelength dependent. In practice, researchers often use Eq. (3), e.g., when absorbance is fitted to a transition-type equation, with the implied approximation that there are no losses of reflectance in the film, or that in suspensions of nanoparticles, the scattering and reflectance is minimal. This approximation would be acceptable if light is efficiently absorbed by the material, i.e., if photon energy, hv, is much larger than the bandgap, Eg, hv Eg. The wavelength dependence of α can be used to determine the bandgap and the type of electronic transition that occurs in the semiconductor upon photon absorption. A plot of α as a function of the photon energy, hv, yields curves that are characteristic of the different types of transition. Near the absorption edge, i.e., at energies where photons are efficiently absorbed to promote an electron from the valence band to the conduction α should vary with respect to hv according to [3, 6, 7]:
Electrochemical and Optical Characterization of Materials Band Structure
79
Table 2 Transition types and their γ coefficients for Eq. (4) Transition type Direct allowed Direct forbidden Indirect allowed Indirect forbidden Indirect transition to exciton
γ
Notes
1/2 3/2 2 3 1/2
α ¼ 10 –10 cm α Eg of the QD. Bard and co-workers [27] reported the ECL behavior from CdSe nanocrystals (NCs) synthesized by Peng’s [28] method for the first time in CH2Cl2 with tetra-nbutylammonium perchlorate (TBAP) as supporting electrolyte. CdSe NCs produced ECL when scanned between +2.3 to 2.3 V using a Ag wire quasi-reference
Electrochemical and Optical Characterization of Materials Band Structure
DBAE – e-
®
DBAE•+
DBAE•+ – H+
®
DBAE•
QD + DBAE•
®
QD•- + P1
QD – e-
®
QD•+
QD•+ + QD•-
®
QD* + QD
QD•+ + DBAE• ® QD*
89
QD* + P1
®
QD + hv (625 nm)
Where: DBAE = (n-Bu)2NCH2CH2OH, DBAE•+ = (n-Bu)2N•+CH2CH2OH DBAE• = (n-Bu)2NC•HCH2OH P1 = (n-Bu)2N+=CHCH2OH PEG = polyethylene glycol Scheme 2 Oxidative-reduction route of ECL emission from a well-passivated QD ¼ CdSe/ZnS/ PEG with DBAE coreactants. Adapted from Ref. [47], Phys. Chem. Chem. Phys. 2010, 12, 10073. Reproduced by permission of the PCCP Owner Societies
QD + eS2O82- +eQD•- + SO4•QD*
® ® ® ®
QD•SO42- + SO4•QD* + SO42QD + hv
Scheme 3 Reductive-oxidation route of ECL emission from QDs with S2O28 coreactant. Reprinted with permission from Ref. [48], Anal. Chem. 2012, 84, 2811. Copyright 2012 American Chemical Society
electrode. Light emission occurred when chemically reduced species (R•) collide with oxidized species (R•+) producing excited states (R*) in ion annihilation process. They reported that the species R•+ is more stable than R•which was evidenced by the larger light emission where cathodic scanning followed anodic scanning. To generate ECL from the direct route, the electrochemically generated reduced species and oxidized species have to be stable so that they can form the excited state, QD*, through ion annihilation process [29]. Addition of coreactants can help overcome the poor stability of electrochemically generated species to form excited state or in many cases can help solve the problem of small potential window of some solvents [4]. Because of this, in aqueous systems the use of a coreactant is preferred [30]. When a coreactant is used, a more complicated mechanism is in effect (Schemes 2 and 3). A molecule in solution is oxidized, to form an intermediate that will be an effective reducing agent. The rapid reactions between the coreactant and semiconductor generate the semiconductor excited state that can relax through
90
S. Parajuli and M.A. Alpuche-Aviles
Table 3 Coreactants reported for ECL detection of CdSe quantum dots Coreactants b
Dibutylaminoethanol (DBAE) Tripropylamine (TPrA)b Hydrogen peroxide (H2O2)c Potassium persulfate (K2S2O8)
Potentiala V vs. NHE
Type of ECL
Ref.
0.80 V (ox) 0.85 V (ox) 0.70 V (red) 0.80 V (red)
Oxidative-reduction Oxidative-reduction Reductive-oxidation Reductive-oxidation
[46] [46] [47] [35]
a
Formal electrochemical potentials for either oxidation (ox) or reduction (red) of the coreactants. These were converted to NHE using data from the references b These coreactants have been reported for CdSe/ZnS c ECL mechanism of H2O2 coreactant is described in Ref. [47]
the emission of light. One approach to generate ECL of QDs is to immobilize QDs on the electrode surface. To achieve light emission, different coreactants have been used, including H2O2 [31–33], S2O82 [34, 35], and O2 (Ref. [36]) upon cathodic scanning. Analytical applications of QDs include immunoassay-based ECL detection of biomolecules [34, 37–39] in cellular imaging [40], DNA hybridization analysis [41], and monitoring of specific biorecognition [42–44]. QDs are emerging as an alternative to the use of ruthenium complexes as emitters in conventional ECL immunosensors [45, 46]. Table 3 shows a list of coreactants used for CdSe. There are two routes for coreactant-based ECL, namely, oxidative-reduction and reductive-oxidation routes depending on the nature of coreactants [24]. (1) QDs can produce ECL upon anodic scanning with the coreactants such as tri-n-propyl amine (TPrA) and dibutylaminoethanol (DBAE), this route is called oxidative reduction where QDs and the coreactants get electrochemically oxidized to form oxidized species. The coreactant produces a strongly reductive radical which reduces QD•+ (the oxidized form of QDs); this generates the excited species of QDs, QD* which eventually emits light (Scheme 2). In the reductive-oxidation route, the coreactants such as H2O2 and K2S2O8 are electrochemically reduced upon cathodic scanning to produce the reduced species; these species chemically produce very strong oxidizing species which interact with QD• (reduced form of QDs); this forms QD* which emits light (Scheme 3).
4.1
ECL from CdSe Quantum Dots
Bo et al. [29] have used potassium persulfate (K2S2O8) as a coreactant to generate ECL with CdSe. The potential is cycled from 0.1 V and 1.2 V vs. Ag/AgCl where both S2O82 and CdSe get electrochemically reduced to form SO4• and CdSe•, respectively, which interact to produce CdSe* that emits light. The ECL emission occurs at 1.1 V at a carbon paste working electrode vs. Ag/AgCl reference and Pt counter electrode with 0.1 M KCl. S2O28 gets reduced at 1.0 V and CdSe at 1.1 V. The emission of light at 1.1 V is consistent with CdSe reduction. Ju group [33] used hydrogen peroxide (H2O2) to generate ECL emission from thioglycolic
Electrochemical and Optical Characterization of Materials Band Structure
91
acid-capped CdSe quantum dots. They proposed that on cathodic scanning electrons are injected into CdSe from the electrode. The electrode eventually generates OH• from H2O2. The OH• radical being a strong oxidant injects a hole (h+) onto CdSe. The annihilation of hole and electron injected CdSe produces CdSe* which emits light at 1.114 V vs. Ag/AgCl. In their experiment, CdSe was immobilized on paraffin-impregnated graphite electrode (PIGE). CdSe QDs with nitrogen-doped carbon nanotubes produce enhanced ECL with H2O2 as coreactant [49]. The enhancement was five times compared to pure CdSe QDs, three times compared to CdSe composited with carbon nanotubes (CNTs). The authors assigned this enhancement to a decrease in potential barrier for electron injection into CdSe QDs. On anodic scanning, CdSe produced ECL with SO23 as coreactant [30] in air-saturated Tris-buffer at indium tin oxide (ITO) electrode. During anodic scanning, SO32 oxidized to SO3 species which then reacts with dissolved oxygen to produce O2• . The O2• injects an electron into the CdSe. The oxidized form of CdSe and the reduced form collide to yield the excited state which emits light. Teng et al. [50] developed a novel strategy for enhancement of ECL by combining CdSe QDs with graphene oxide (GO)-chitosan (CHIT). The CdSe QDs/GOCHIT composite-based ECL sensor demonstrated high ECL intensity, stability, and biocompatibility. The CdSe QDs gets reduced to CdSe• and S2O28 to form SO4• on cathodic scanning. SO4• is strong oxidant and produces CdSe* from CdSe•. The amine groups in CHIT molecules can facilitate radical generation and GO acts as a medium for electron transfer between CdSe QDs and the glassy carbon working electrode. This CdSe QDs/GO-CHIT sensor was used to detect cytochrome C with ECL quenching method. The energy transfer between the excited state and the cytochrome C caused the decrease in ECL intensity. Cytochrome C could be detected as low as 1.5 μM. The ECL intensity was enhanced by 20-fold when 3-aminopropyl-triethoxysilane (APS) as a cross-linker was conjugated to CdSe QDs-CNTs-CHIT compared to CdSe QDs-CNTs-CHIT [51]. Combination of carbon nanotubes (CNTs) and poly (diallyldimethylammonium chloride) (PDDA) on CdSe QDs film greatly enhances the ECL intensity of CdSe and S2O28 system [52]. The ECL intensity from